RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

2007-05-22 Terurut Topik Harry soetjahjanto
Kalau kita berbicara tentang antibiotika,saya jadi ingat tentang cara kerja 
antibiotika yaitu membunuh bakteri. sebagai contoh saja :  Bakteria e.coli. 
bakteri ini berbentuk bulat lonjong dengan cilia pada dinding cel. dan 
didalamnya kita dapatkan inti cell.  Pada waktu diketemukannya antibotika pada 
umumnya antibiotika ini cara kerjanya hanya merusak cilia atau dinding cell 
sebuah bakteri.  sebagai contoh :  Pinicilin dia berkerja pada dinding cell 
bakteri, tetapi dengan kemajuan jaman antibiotika yang kita ketemukan dipasaran 
sekarang sudah banyak yang berkerja pada inti cell sebuah bakteri 
  ( pada DNA bakteri ). contoh: golongan quaniline compound.  dan kelemahan 
yang umum ditimbulkan oleh golongan antibiotika yang berkerja pada DNA sebuah 
bakteri dia cepat mengalami resistensi terhadap antibiotika tersebut.
  Nah disinilah kita harus bijaksana kapan suatu penyakit itu perlu memakai 
antibiotika. Dan kita sebagai konsumen hendaklah mengenal antibiotika apa yang 
telah kita konsumsi, terlebih baik lagi kita punya catatan antibiotika yang 
telah kita konsumsi, yaitu untuk menghindari resistensi terhadap antibiotika.
  Pesan moral :  jangan membeli antibiotika sembarangan, antibiotika untuk 
pengobatan biasanya berkisar antara 5 - 7 hari.   salam

Rayi Gmail [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Di beberapa Negara Eropa (Belanda, misalnya), kalau kita sakit selama 
1 x 24
jam tidak boleh diambil tindakan pemberian obat apapun. Setelah waktu
tersebut baru dokter memberi obat itupun kalau dipandang perlu. Mereka
memang meminimalkan pemakaian obat-obatan tanpa diagnosa yang jelas.
Penanganan yang cepat akan dilakukan kalau memang dibutuhkan, seperti
stroke, serangan jantung, digigit ular, dsb. Yang menarik, di Belanda kita
harus membuat janji dulu dengan dokter. Jadi kalau kita sakit flu, jangan
harap bisa ke dokter, karena pada saat membuat janji, kita paling paling
mendapat giliran satu minggu kemudian dan mungkin pada saat itu flu kita
sudah hilang. Pernah ada teman saya yang kepalanya terkena bola cukup keras
sampai kacamatanya patah dan wajahnya lebam, saat itu dia hanya dianjurkan
untuk mengompresnya dan kalau setelah 24 jam tidak bertambah baik baru
dibawa ke dokter. Mungkin kita perlu membiasakan mengenali penyakit kita
sendiri sehingga penangananan mandiri bisa dilakukan sebelum datang ke
dokter. BIsa dimaklumi, jumlah dokter sekarang sangat banyak dan dari
berbagai lembaga pendidikan yang belum tentu memiliki kualitas yang tinggi.
Saya sendiri sering ribut dengan dokter karena penanganannya aneh bin ajaib.

Beberapa tahun lalu, saya pernah panas (tidak terlalu tinggi) dan di kulit
wajah timbul bintik-bintik merah. Dokter yang memeriksa saat itu hanya
memegang sedikit kulit saya dan menyimpulkan saya sakit campak. Gile bener
kan? Obatnya tidak saya tebus sama sekali, dan besoknya saya langsung ke
Bandung untuk datang ke dokter saya sejak kecil. Kesimpulannya sangat
berbeda, saya menderita scarlet fever, yang diakibatkan oleh virus.

Salam

RY

_ 

From: idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
On Behalf Of Eling Darmanto
Sent: 22 Mei 2007 9:48
To: idakrisnashow@yahoogroups.com
Subject: RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

Sebelumnyasaya mohon maaf apabila ada anggota milis yang berprofesi dokter.

Iniadalah menurut pandangan saya saja.

Sebetulnya,yang tahu persis mengenai suatu pemyakit adalah orang itu
sendiri.

Kalaudia anak kecil, maka orangtuanyalah yang tahu sebabnya.

Misalanak panas, orang tua tahu pasti apa sebab anak itu panas.

Mungkinkarena habis maen hujan2an, atau kecapekan.

Atauanak itu diare, orang tua tau anak itu habis makan apa dsbgnya.

Jadipenyakit itu tidak langsung diberi obat.

Suruhdia beristirahat dan biarkan tubuh si anak yang melawan penyakit tsb.
Agar immundi tubuhnya bekerja.

Kalosakit sedikit lalu di beri obat, fungsi immun di tubuhnya akan mati.

Dokteryang baik, selalu bertanya riwayat kesehatan anak pada orangtuanya. 

Lalumemberi obat yang ringan dan vitamin2 yang sesuai untuk jangkan 3 hari,
kalo gak mempan baru diberi yang lebih kuatditambah dengan antibiotik.

Kalodokter tidak tanya2 langsung memeriksa dan memberi obat, apalagi
antibiotik,jelas itu bukan dokter yang baik.

Jadiorang tua disini memegang peranan yang terpenting.

Orangtua adalah dokter pertama bagi sianak.

Apapenyakit si anak adalah akibat dari orangtuanya.

Ketikadia masih dikandungan, ibunya kurang memakan makanan yang bergizi bagi
si bayi.

Kalosudah besar sedikit, mungkin penyakit berasal dari jajan sembarangan,
makangizi tak seimbang, aktifitas yang terlalu banyak dll. 

Bagisaya , pergi ke dokter adalah alternatif terakhir ( kecuali dokter gigi
)

Apalagijadi dokter sekarang butuh biaya yang gak kira2.

Hanyaorang mampu saja yang bisa jadi dokter.

Sehinggadokter menjadi komersial.

salam

-Original Message-
From:idakrisnashow@ mailto:idakrisnashow%40yahoogroups.com yahoogroups.com
[mailto:idakrisnashow@ mailto:idakrisnashow%40yahoogroups.com

Re: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

2007-05-22 Terurut Topik ghozangmail
hehehe...

milis ini paling lengkap.

kalau cuma batpil,demam dan penyakit anak kecil lainnya kebanyakan cuma
virusjd yah biarin aja..nanati juga sembuh sendiri...obatnya cuma
cukup makan sesuai piramida makanan dan cukup asupan cairannya untuk
menghindari dehidrasi.

obat=racun
vitamin = alamiah saja...buah2an..etc.

jaman skg nyari dokter yg rud(rational use og drug) di republik ini setengah
ampun .

jd pasien yg harus bener2 bijak dan rational.

salam sehat,
bapakeghozan


- Original Message - 
From: Eling Darmanto [EMAIL PROTECTED]
To: idakrisnashow@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, May 22, 2007 9:48 AM
Subject: RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?




 v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\:* {behavior:url(#default#VML);}w\:*
{behavior:url(#default#VML);}..shape {behavior:url(#default#VML);}
Clean  DocumentEmailMicrosoftInternetExplorer4
st1\:*{behavior:url(#default#ieooui) } /* Style Definitions */
table.MsoNormalTable {mso-style-name:Table Normal;
mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:Times New
Roman;}
 DearSemua,



 Sebelumnyasaya mohon maaf apabila ada anggota milis yang berprofesi
dokter.

 Iniadalah menurut pandangan saya saja.



 Sebetulnya,yang tahu persis mengenai suatu pemyakit adalah orang itu
sendiri.

 Kalaudia anak kecil, maka orangtuanyalah yang tahu sebabnya.

 Misalanak panas, orang tua tahu pasti apa sebab anak itu panas.

 Mungkinkarena habis maen hujan2an, atau kecapekan.

 Atauanak itu diare, orang tua tau anak itu habis makan apa dsbgnya.

 Jadipenyakit itu tidak langsung diberi obat.

 Suruhdia beristirahat dan biarkan tubuh si anak yang melawan penyakit tsb.
Agar immundi tubuhnya bekerja.

 Kalosakit sedikit lalu di beri obat, fungsi immun di tubuhnya akan mati.



 Dokteryang baik, selalu bertanya riwayat kesehatan anak pada orangtuanya.

 Lalumemberi obat yang ringan dan vitamin2 yang sesuai untuk jangkan 3
hari,  kalo gak mempan baru diberi yang lebih kuatditambah dengan
antibiotik.

 Kalodokter tidak tanya2 langsung memeriksa dan memberi obat, apalagi
antibiotik,jelas itu bukan dokter yang baik.



 Jadiorang tua disini memegang peranan yang terpenting.

 Orangtua adalah dokter pertama bagi sianak.

 Apapenyakit si anak adalah akibat dari orangtuanya.

 Ketikadia masih dikandungan, ibunya kurang memakan makanan yang bergizi
bagi si bayi.

 Kalosudah besar sedikit, mungkin penyakit berasal dari jajan sembarangan,
makangizi tak seimbang, aktifitas yang terlalu banyak dll.



 Bagisaya , pergi ke dokter adalah alternatif terakhir ( kecuali dokter
gigi )

 Apalagijadi dokter sekarang butuh biaya yang gak kira2.

 Hanyaorang mampu saja yang bisa jadi dokter.

 Sehinggadokter menjadi komersial.



 salam







 -Original Message-
 From:idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
On Behalf Of hylda anggraeny
 Sent: 21 Mei 2007 10:11
 To: idakrisnashow@yahoogroups.com;[EMAIL PROTECTED]
 Subject: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?



 Dear Ibu Ida,

 Sebuah topik yang sangat sangat menarik.
 Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke
 rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit.
 Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi
 'pembawa masalah.

 Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan
 antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan
 belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa
 dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya,
 sungguh sangat tidak profesional.

 FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi
 kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan,
 saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang
 memberikan obat karena akan di cover oleh pihak
 asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah
 beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas
 tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik.
 Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah
 sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter.

 Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal
 sebagai berikut :

 1. Pemerikasaan asal-asalan
 Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi
 (38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat
 yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya
 karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat
 tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di
 sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang
 pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama
 dokter dan rumah sakitnya).

 Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena
 rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter
 yang sangat-sangat komunikatif.

 Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan
 diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau
 buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi
 membuka mulut.

 Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan
 dijawab radang tengorokan. Suami

Re: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

2007-05-22 Terurut Topik ghozangmail

- Original Message - 
From: Harry soetjahjanto [EMAIL PROTECTED]
To: idakrisnashow@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, May 22, 2007 4:13 PM
Subject: RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?
   Pesan moral :  jangan membeli antibiotika sembarangan, antibiotika untuk
pengobatan biasanya berkisar antara 5 - 7 hari.   salam


== nambahin pesan moral
sebelum memutuskan untuk ambil resep obat.
cek dulu di www.medicastore.com

agar kita tahu persis risk and benefitnya

lebih baik minta copy resepnya saja dan bilang mau beli diluar atau
dimanaterserah.

dan pastikan obat2 tersebut atau AB tersebut tidak JAKA SEMBUNG alias
kagak nyambung.

maklum koloni oknum dokter dengan pabrik obat2an sangat luar binasa
sekali.

bahkan sctv lewat sigi dulu sempat mengupas tuntas.

salam prihatin,
bapakeghozan





Re: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

2007-05-22 Terurut Topik Lika Trimulya
Dear teman semua,
Sepertinya dokter tidak dapat disalahkan 100%. Pemberian antibiotik salah
satu tujuannya untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder (infeksi lain yang
terjadi setelah adanya penyakit utama), apalagi bila pasien sudah demam, dan
biasanya demam itu karena adanya proses peradangan karena infeksi.

Ada baiknya kita sebagai pasien juga mengetahui mengenai obat dan
kegunaannya, sebaiknya kita memiliki buku petunjuk penggunaan obat versi
Indonesia (ISO = informasi spesialite obat, terbitan Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia) agar kita pun tau apakah perlu atau tidak kita minum obat yg
dokter berikan tsb. atau buku IMS (ISO nya versi bahasa inggris)
Nah bila memang dokter terlalu banyak memberi obat, yg fungsinya sama atau
dobel, maka bolehlah kita protes atau mencari second opinionnya ke dokter
lain.

Dokter pun ada bermacam-2 sifatnya, ada yang rajin memberikan informasi pada
pasiennya, ada juga yang tidak, jadi kita sebagai pasien sebaiknya selalu
bertanya ke dokternya, obat apa yg diberikannya, apa gunannya, dan apakah
penyakitnya. Bila memang benar, kita bisa minum obatnya, tapi bila dirasa
tidak sesuai kita boleh protes saat di dokternya atau kita pindah ke dokter
lain mencari second opinion, karena hal ini merupakan hak kita sebagai
pasien.

Maaf bila ada kata-2 saya yang tidak berkenan, namun keinginan saya mudah2an
tercipta hubungan yg baik dan adanya pengertian antara dokter dan pasien.

salam,
-
-Lika-
http://www.geocities.com/drg_likatrimulya/konsultasi-gigi.htm


On 5/21/07, hylda anggraeny [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Dear Ibu Ida,

 Sebuah topik yang sangat sangat menarik.
 Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke
 rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit.
 Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi
 'pembawa masalah.

 Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan
 antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan
 belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa
 dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya,
 sungguh sangat tidak profesional.

 FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi
 kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan,
 saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang
 memberikan obat karena akan di cover oleh pihak
 asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah
 beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas
 tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik.
 Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah
 sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter.

 Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal
 sebagai berikut :

 1. Pemerikasaan asal-asalan
 Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi
 (38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat
 yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya
 karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat
 tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di
 sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang
 pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama
 dokter dan rumah sakitnya).

 Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena
 rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter
 yang sangat-sangat komunikatif.

 Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan
 diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau
 buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi
 membuka mulut.

 Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan
 dijawab radang tengorokan. Suami juga
 menginformasikan, apakah ada kemungkinan gigi anak
 saya yang mau tumbuh membuat badannya panas tinggi dan
 dijawab oleh sang dokter dengan kata-katan 'mungkin
 juga.

 Nah disini persoalannya, belum lagi melihat
 tenggorokan anak saya, sudah langsung menjudge radang
 tenggorokan. Si dokter berlaku sebagai paranormal.

 Kemudian. Anak saya diberikan resep yang terulis
 Amoxylyn bla-bla bla setelah sebelumnya diberikan obat
 yang dimasukkan lewat pantat.

 Kami kemudian pulang tanpa menebus antibiotik
 tersebut.

 2. Dikejar target
 Jangan sakit di negeri ini. demikian banyak diucapkan
 orang.
 Kelihatannya, dokter-dokter di rumah sakit diberi
 target tertentu untuk meningkatkan revenue rumah
 sakit. Caranya, memberikan obat yang mahal dan jumlah
 yang banyak.
 suami saya termasuk orang yang cerewet kalau berobat.
 Suatu saat dia ke dokter (kalau tidak salah dia
 khawatir gejala tipus) dan diberikan CEFSPAN 100 mg.
 Entah darimana dia tahu kalau itu adalah antibiotik.
 Menurut penuturannya, dia malas complain dengan dokter
 karena kepalanya sedang pusing.
 Tahu harga CEFSPAN tersebut ? Hampir Rp. 20.000/butir.
 Mentang-mentang mengunakan asuransi kesehatan, si
 dokter meresepkan antibiotik yang mahal
 dan...tidak diperlukan sama
 sekali.

 3. Dokter yang mempunyai apotik sendiri.
 Nah, dokter tipe ini adalah dokter yang tidak ingat
 sumpah dokternya. Biasanya tulisannya jelek dan sulit
 sekali dibaca. Menganjurkan untuk membeli obat di
 apotik tertentu (biasanya ada disebelah tempat
 prakteknya). Memberi obat dengan jumlah yang tidak
 rasional. 

RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

2007-05-21 Terurut Topik Eling Darmanto


v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\:* {behavior:url(#default#VML);}w\:* 
{behavior:url(#default#VML);}..shape {behavior:url(#default#VML);}   Clean  
DocumentEmailMicrosoftInternetExplorer4 
st1\:*{behavior:url(#default#ieooui) } /* Style Definitions */  
table.MsoNormalTable   {mso-style-name:Table Normal; 
mso-tstyle-rowband-size:0;  mso-tstyle-colband-size:0;  
mso-style-noshow:yes;   mso-style-parent:;mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 
5.4pt;mso-para-margin:0cm;mso-para-margin-bottom:.0001pt; 
mso-pagination:widow-orphan;font-size:10.0pt;   font-family:Times New 
Roman;} 
DearSemua, 

 

Sebelumnyasaya mohon maaf apabila ada anggota milis yang berprofesi dokter.

Iniadalah menurut pandangan saya saja.

 

Sebetulnya,yang tahu persis mengenai suatu pemyakit adalah orang itu sendiri.

Kalaudia anak kecil, maka orangtuanyalah yang tahu sebabnya.

Misalanak panas, orang tua tahu pasti apa sebab anak itu panas.

Mungkinkarena habis maen hujan2an, atau kecapekan.

Atauanak itu diare, orang tua tau anak itu habis makan apa dsbgnya.

Jadipenyakit itu tidak langsung diberi obat.

Suruhdia beristirahat dan biarkan tubuh si anak yang melawan penyakit tsb. Agar 
immundi tubuhnya bekerja.

Kalosakit sedikit lalu di beri obat, fungsi immun di tubuhnya akan mati.

 

Dokteryang baik, selalu bertanya riwayat kesehatan anak pada orangtuanya. 

Lalumemberi obat yang ringan dan vitamin2 yang sesuai untuk jangkan 3 hari,  
kalo gak mempan baru diberi yang lebih kuatditambah dengan antibiotik.

Kalodokter tidak tanya2 langsung memeriksa dan memberi obat, apalagi 
antibiotik,jelas itu bukan dokter yang baik.

 

Jadiorang tua disini memegang peranan yang terpenting.

Orangtua adalah dokter pertama bagi sianak.

Apapenyakit si anak adalah akibat dari orangtuanya.

Ketikadia masih dikandungan, ibunya kurang memakan makanan yang bergizi bagi si 
bayi.

Kalosudah besar sedikit, mungkin penyakit berasal dari jajan sembarangan, 
makangizi tak seimbang, aktifitas yang terlalu banyak dll.  

 

Bagisaya , pergi ke dokter adalah alternatif terakhir ( kecuali dokter gigi )

Apalagijadi dokter sekarang butuh biaya yang gak kira2.

Hanyaorang mampu saja yang bisa jadi dokter.

Sehinggadokter menjadi komersial.

 

salam

 

 

 

-Original Message-
From:idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of hylda 
anggraeny
Sent: 21 Mei 2007 10:11
To: idakrisnashow@yahoogroups.com;[EMAIL PROTECTED]
Subject: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?

 

Dear Ibu Ida,

Sebuah topik yang sangat sangat menarik.
Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke
rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit.
Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi
'pembawa masalah.

Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan
antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan
belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa
dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya,
sungguh sangat tidak profesional.

FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi
kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan,
saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang
memberikan obat karena akan di cover oleh pihak
asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah
beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas
tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik.
Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah
sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter.

Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal
sebagai berikut :

1. Pemerikasaan asal-asalan
Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi
(38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat
yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya
karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat
tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di
sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang
pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama
dokter dan rumah sakitnya).

Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena
rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter
yang sangat-sangat komunikatif.

Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan
diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau
buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi
membuka mulut.

Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan
dijawab radang tengorokan. Suami juga
menginformasikan, apakah ada kemungkinan gigi anak
saya yang mau tumbuh membuat badannya panas tinggi dan
dijawab oleh sang dokter dengan kata-katan 'mungkin
juga.

Nah disini persoalannya, belum lagi melihat
tenggorokan anak saya, sudah langsung menjudge radang
tenggorokan. Si dokter berlaku sebagai paranormal. 

Kemudian. Anak saya diberikan resep yang terulis
Amoxylyn bla-bla bla setelah sebelumnya diberikan obat
yang dimasukkan lewat pantat.

Kami kemudian pulang tanpa menebus antibiotik
tersebut.

2. Dikejar target
Jangan sakit di negeri ini. demikian banyak diucapkan
orang.
Kelihatannya, dokter-dokter di rumah sakit diberi
target tertentu untuk meningkatkan