RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?
Kalau kita berbicara tentang antibiotika,saya jadi ingat tentang cara kerja antibiotika yaitu membunuh bakteri. sebagai contoh saja : Bakteria e.coli. bakteri ini berbentuk bulat lonjong dengan cilia pada dinding cel. dan didalamnya kita dapatkan inti cell. Pada waktu diketemukannya antibotika pada umumnya antibiotika ini cara kerjanya hanya merusak cilia atau dinding cell sebuah bakteri. sebagai contoh : Pinicilin dia berkerja pada dinding cell bakteri, tetapi dengan kemajuan jaman antibiotika yang kita ketemukan dipasaran sekarang sudah banyak yang berkerja pada inti cell sebuah bakteri ( pada DNA bakteri ). contoh: golongan quaniline compound. dan kelemahan yang umum ditimbulkan oleh golongan antibiotika yang berkerja pada DNA sebuah bakteri dia cepat mengalami resistensi terhadap antibiotika tersebut. Nah disinilah kita harus bijaksana kapan suatu penyakit itu perlu memakai antibiotika. Dan kita sebagai konsumen hendaklah mengenal antibiotika apa yang telah kita konsumsi, terlebih baik lagi kita punya catatan antibiotika yang telah kita konsumsi, yaitu untuk menghindari resistensi terhadap antibiotika. Pesan moral : jangan membeli antibiotika sembarangan, antibiotika untuk pengobatan biasanya berkisar antara 5 - 7 hari. salam Rayi Gmail [EMAIL PROTECTED] wrote: Di beberapa Negara Eropa (Belanda, misalnya), kalau kita sakit selama 1 x 24 jam tidak boleh diambil tindakan pemberian obat apapun. Setelah waktu tersebut baru dokter memberi obat itupun kalau dipandang perlu. Mereka memang meminimalkan pemakaian obat-obatan tanpa diagnosa yang jelas. Penanganan yang cepat akan dilakukan kalau memang dibutuhkan, seperti stroke, serangan jantung, digigit ular, dsb. Yang menarik, di Belanda kita harus membuat janji dulu dengan dokter. Jadi kalau kita sakit flu, jangan harap bisa ke dokter, karena pada saat membuat janji, kita paling paling mendapat giliran satu minggu kemudian dan mungkin pada saat itu flu kita sudah hilang. Pernah ada teman saya yang kepalanya terkena bola cukup keras sampai kacamatanya patah dan wajahnya lebam, saat itu dia hanya dianjurkan untuk mengompresnya dan kalau setelah 24 jam tidak bertambah baik baru dibawa ke dokter. Mungkin kita perlu membiasakan mengenali penyakit kita sendiri sehingga penangananan mandiri bisa dilakukan sebelum datang ke dokter. BIsa dimaklumi, jumlah dokter sekarang sangat banyak dan dari berbagai lembaga pendidikan yang belum tentu memiliki kualitas yang tinggi. Saya sendiri sering ribut dengan dokter karena penanganannya aneh bin ajaib. Beberapa tahun lalu, saya pernah panas (tidak terlalu tinggi) dan di kulit wajah timbul bintik-bintik merah. Dokter yang memeriksa saat itu hanya memegang sedikit kulit saya dan menyimpulkan saya sakit campak. Gile bener kan? Obatnya tidak saya tebus sama sekali, dan besoknya saya langsung ke Bandung untuk datang ke dokter saya sejak kecil. Kesimpulannya sangat berbeda, saya menderita scarlet fever, yang diakibatkan oleh virus. Salam RY _ From: idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Eling Darmanto Sent: 22 Mei 2007 9:48 To: idakrisnashow@yahoogroups.com Subject: RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut? Sebelumnyasaya mohon maaf apabila ada anggota milis yang berprofesi dokter. Iniadalah menurut pandangan saya saja. Sebetulnya,yang tahu persis mengenai suatu pemyakit adalah orang itu sendiri. Kalaudia anak kecil, maka orangtuanyalah yang tahu sebabnya. Misalanak panas, orang tua tahu pasti apa sebab anak itu panas. Mungkinkarena habis maen hujan2an, atau kecapekan. Atauanak itu diare, orang tua tau anak itu habis makan apa dsbgnya. Jadipenyakit itu tidak langsung diberi obat. Suruhdia beristirahat dan biarkan tubuh si anak yang melawan penyakit tsb. Agar immundi tubuhnya bekerja. Kalosakit sedikit lalu di beri obat, fungsi immun di tubuhnya akan mati. Dokteryang baik, selalu bertanya riwayat kesehatan anak pada orangtuanya. Lalumemberi obat yang ringan dan vitamin2 yang sesuai untuk jangkan 3 hari, kalo gak mempan baru diberi yang lebih kuatditambah dengan antibiotik. Kalodokter tidak tanya2 langsung memeriksa dan memberi obat, apalagi antibiotik,jelas itu bukan dokter yang baik. Jadiorang tua disini memegang peranan yang terpenting. Orangtua adalah dokter pertama bagi sianak. Apapenyakit si anak adalah akibat dari orangtuanya. Ketikadia masih dikandungan, ibunya kurang memakan makanan yang bergizi bagi si bayi. Kalosudah besar sedikit, mungkin penyakit berasal dari jajan sembarangan, makangizi tak seimbang, aktifitas yang terlalu banyak dll. Bagisaya , pergi ke dokter adalah alternatif terakhir ( kecuali dokter gigi ) Apalagijadi dokter sekarang butuh biaya yang gak kira2. Hanyaorang mampu saja yang bisa jadi dokter. Sehinggadokter menjadi komersial. salam -Original Message- From:idakrisnashow@ mailto:idakrisnashow%40yahoogroups.com yahoogroups.com [mailto:idakrisnashow@ mailto:idakrisnashow%40yahoogroups.com
Re: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?
hehehe... milis ini paling lengkap. kalau cuma batpil,demam dan penyakit anak kecil lainnya kebanyakan cuma virusjd yah biarin aja..nanati juga sembuh sendiri...obatnya cuma cukup makan sesuai piramida makanan dan cukup asupan cairannya untuk menghindari dehidrasi. obat=racun vitamin = alamiah saja...buah2an..etc. jaman skg nyari dokter yg rud(rational use og drug) di republik ini setengah ampun . jd pasien yg harus bener2 bijak dan rational. salam sehat, bapakeghozan - Original Message - From: Eling Darmanto [EMAIL PROTECTED] To: idakrisnashow@yahoogroups.com Sent: Tuesday, May 22, 2007 9:48 AM Subject: RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut? v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\:* {behavior:url(#default#VML);}w\:* {behavior:url(#default#VML);}..shape {behavior:url(#default#VML);} Clean DocumentEmailMicrosoftInternetExplorer4 st1\:*{behavior:url(#default#ieooui) } /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:Table Normal; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:Times New Roman;} DearSemua, Sebelumnyasaya mohon maaf apabila ada anggota milis yang berprofesi dokter. Iniadalah menurut pandangan saya saja. Sebetulnya,yang tahu persis mengenai suatu pemyakit adalah orang itu sendiri. Kalaudia anak kecil, maka orangtuanyalah yang tahu sebabnya. Misalanak panas, orang tua tahu pasti apa sebab anak itu panas. Mungkinkarena habis maen hujan2an, atau kecapekan. Atauanak itu diare, orang tua tau anak itu habis makan apa dsbgnya. Jadipenyakit itu tidak langsung diberi obat. Suruhdia beristirahat dan biarkan tubuh si anak yang melawan penyakit tsb. Agar immundi tubuhnya bekerja. Kalosakit sedikit lalu di beri obat, fungsi immun di tubuhnya akan mati. Dokteryang baik, selalu bertanya riwayat kesehatan anak pada orangtuanya. Lalumemberi obat yang ringan dan vitamin2 yang sesuai untuk jangkan 3 hari, kalo gak mempan baru diberi yang lebih kuatditambah dengan antibiotik. Kalodokter tidak tanya2 langsung memeriksa dan memberi obat, apalagi antibiotik,jelas itu bukan dokter yang baik. Jadiorang tua disini memegang peranan yang terpenting. Orangtua adalah dokter pertama bagi sianak. Apapenyakit si anak adalah akibat dari orangtuanya. Ketikadia masih dikandungan, ibunya kurang memakan makanan yang bergizi bagi si bayi. Kalosudah besar sedikit, mungkin penyakit berasal dari jajan sembarangan, makangizi tak seimbang, aktifitas yang terlalu banyak dll. Bagisaya , pergi ke dokter adalah alternatif terakhir ( kecuali dokter gigi ) Apalagijadi dokter sekarang butuh biaya yang gak kira2. Hanyaorang mampu saja yang bisa jadi dokter. Sehinggadokter menjadi komersial. salam -Original Message- From:idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of hylda anggraeny Sent: 21 Mei 2007 10:11 To: idakrisnashow@yahoogroups.com;[EMAIL PROTECTED] Subject: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut? Dear Ibu Ida, Sebuah topik yang sangat sangat menarik. Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit. Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi 'pembawa masalah. Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya, sungguh sangat tidak profesional. FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan, saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang memberikan obat karena akan di cover oleh pihak asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik. Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter. Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal sebagai berikut : 1. Pemerikasaan asal-asalan Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi (38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama dokter dan rumah sakitnya). Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter yang sangat-sangat komunikatif. Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi membuka mulut. Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan dijawab radang tengorokan. Suami
Re: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?
- Original Message - From: Harry soetjahjanto [EMAIL PROTECTED] To: idakrisnashow@yahoogroups.com Sent: Tuesday, May 22, 2007 4:13 PM Subject: RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut? Pesan moral : jangan membeli antibiotika sembarangan, antibiotika untuk pengobatan biasanya berkisar antara 5 - 7 hari. salam == nambahin pesan moral sebelum memutuskan untuk ambil resep obat. cek dulu di www.medicastore.com agar kita tahu persis risk and benefitnya lebih baik minta copy resepnya saja dan bilang mau beli diluar atau dimanaterserah. dan pastikan obat2 tersebut atau AB tersebut tidak JAKA SEMBUNG alias kagak nyambung. maklum koloni oknum dokter dengan pabrik obat2an sangat luar binasa sekali. bahkan sctv lewat sigi dulu sempat mengupas tuntas. salam prihatin, bapakeghozan
Re: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?
Dear teman semua, Sepertinya dokter tidak dapat disalahkan 100%. Pemberian antibiotik salah satu tujuannya untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder (infeksi lain yang terjadi setelah adanya penyakit utama), apalagi bila pasien sudah demam, dan biasanya demam itu karena adanya proses peradangan karena infeksi. Ada baiknya kita sebagai pasien juga mengetahui mengenai obat dan kegunaannya, sebaiknya kita memiliki buku petunjuk penggunaan obat versi Indonesia (ISO = informasi spesialite obat, terbitan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) agar kita pun tau apakah perlu atau tidak kita minum obat yg dokter berikan tsb. atau buku IMS (ISO nya versi bahasa inggris) Nah bila memang dokter terlalu banyak memberi obat, yg fungsinya sama atau dobel, maka bolehlah kita protes atau mencari second opinionnya ke dokter lain. Dokter pun ada bermacam-2 sifatnya, ada yang rajin memberikan informasi pada pasiennya, ada juga yang tidak, jadi kita sebagai pasien sebaiknya selalu bertanya ke dokternya, obat apa yg diberikannya, apa gunannya, dan apakah penyakitnya. Bila memang benar, kita bisa minum obatnya, tapi bila dirasa tidak sesuai kita boleh protes saat di dokternya atau kita pindah ke dokter lain mencari second opinion, karena hal ini merupakan hak kita sebagai pasien. Maaf bila ada kata-2 saya yang tidak berkenan, namun keinginan saya mudah2an tercipta hubungan yg baik dan adanya pengertian antara dokter dan pasien. salam, - -Lika- http://www.geocities.com/drg_likatrimulya/konsultasi-gigi.htm On 5/21/07, hylda anggraeny [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Ibu Ida, Sebuah topik yang sangat sangat menarik. Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit. Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi 'pembawa masalah. Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya, sungguh sangat tidak profesional. FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan, saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang memberikan obat karena akan di cover oleh pihak asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik. Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter. Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal sebagai berikut : 1. Pemerikasaan asal-asalan Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi (38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama dokter dan rumah sakitnya). Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter yang sangat-sangat komunikatif. Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi membuka mulut. Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan dijawab radang tengorokan. Suami juga menginformasikan, apakah ada kemungkinan gigi anak saya yang mau tumbuh membuat badannya panas tinggi dan dijawab oleh sang dokter dengan kata-katan 'mungkin juga. Nah disini persoalannya, belum lagi melihat tenggorokan anak saya, sudah langsung menjudge radang tenggorokan. Si dokter berlaku sebagai paranormal. Kemudian. Anak saya diberikan resep yang terulis Amoxylyn bla-bla bla setelah sebelumnya diberikan obat yang dimasukkan lewat pantat. Kami kemudian pulang tanpa menebus antibiotik tersebut. 2. Dikejar target Jangan sakit di negeri ini. demikian banyak diucapkan orang. Kelihatannya, dokter-dokter di rumah sakit diberi target tertentu untuk meningkatkan revenue rumah sakit. Caranya, memberikan obat yang mahal dan jumlah yang banyak. suami saya termasuk orang yang cerewet kalau berobat. Suatu saat dia ke dokter (kalau tidak salah dia khawatir gejala tipus) dan diberikan CEFSPAN 100 mg. Entah darimana dia tahu kalau itu adalah antibiotik. Menurut penuturannya, dia malas complain dengan dokter karena kepalanya sedang pusing. Tahu harga CEFSPAN tersebut ? Hampir Rp. 20.000/butir. Mentang-mentang mengunakan asuransi kesehatan, si dokter meresepkan antibiotik yang mahal dan...tidak diperlukan sama sekali. 3. Dokter yang mempunyai apotik sendiri. Nah, dokter tipe ini adalah dokter yang tidak ingat sumpah dokternya. Biasanya tulisannya jelek dan sulit sekali dibaca. Menganjurkan untuk membeli obat di apotik tertentu (biasanya ada disebelah tempat prakteknya). Memberi obat dengan jumlah yang tidak rasional.
RE: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut?
v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\:* {behavior:url(#default#VML);}w\:* {behavior:url(#default#VML);}..shape {behavior:url(#default#VML);} Clean DocumentEmailMicrosoftInternetExplorer4 st1\:*{behavior:url(#default#ieooui) } /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:Table Normal; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:;mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;mso-para-margin:0cm;mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan;font-size:10.0pt; font-family:Times New Roman;} DearSemua, Sebelumnyasaya mohon maaf apabila ada anggota milis yang berprofesi dokter. Iniadalah menurut pandangan saya saja. Sebetulnya,yang tahu persis mengenai suatu pemyakit adalah orang itu sendiri. Kalaudia anak kecil, maka orangtuanyalah yang tahu sebabnya. Misalanak panas, orang tua tahu pasti apa sebab anak itu panas. Mungkinkarena habis maen hujan2an, atau kecapekan. Atauanak itu diare, orang tua tau anak itu habis makan apa dsbgnya. Jadipenyakit itu tidak langsung diberi obat. Suruhdia beristirahat dan biarkan tubuh si anak yang melawan penyakit tsb. Agar immundi tubuhnya bekerja. Kalosakit sedikit lalu di beri obat, fungsi immun di tubuhnya akan mati. Dokteryang baik, selalu bertanya riwayat kesehatan anak pada orangtuanya. Lalumemberi obat yang ringan dan vitamin2 yang sesuai untuk jangkan 3 hari, kalo gak mempan baru diberi yang lebih kuatditambah dengan antibiotik. Kalodokter tidak tanya2 langsung memeriksa dan memberi obat, apalagi antibiotik,jelas itu bukan dokter yang baik. Jadiorang tua disini memegang peranan yang terpenting. Orangtua adalah dokter pertama bagi sianak. Apapenyakit si anak adalah akibat dari orangtuanya. Ketikadia masih dikandungan, ibunya kurang memakan makanan yang bergizi bagi si bayi. Kalosudah besar sedikit, mungkin penyakit berasal dari jajan sembarangan, makangizi tak seimbang, aktifitas yang terlalu banyak dll. Bagisaya , pergi ke dokter adalah alternatif terakhir ( kecuali dokter gigi ) Apalagijadi dokter sekarang butuh biaya yang gak kira2. Hanyaorang mampu saja yang bisa jadi dokter. Sehinggadokter menjadi komersial. salam -Original Message- From:idakrisnashow@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of hylda anggraeny Sent: 21 Mei 2007 10:11 To: idakrisnashow@yahoogroups.com;[EMAIL PROTECTED] Subject: Ida Arimurti Re:Antibiotik? Siapa Takut? Dear Ibu Ida, Sebuah topik yang sangat sangat menarik. Bagaimana kalau saya usul, tulisan ini disebarkan ke rumah-rumah sakit dan dokter-dokter rumah sakit. Mereka inilah inilah yang menurut saya menjadi 'pembawa masalah. Saya termasuk orang yang menghindarkan penggunaan antibiotik. Akan tetapi hal ini baru beberapa bulan belakangan ini saya lakukan karena melihat bahwa dokter yang memeriksa saya atau anak-anak saya, sungguh sangat tidak profesional. FYI, saya adalah salah satu pemegang asuransi kesehatan. Dengan status pemegang asuransi kesehatan, saya dulu mengira dokter tersebut dengan gampang memberikan obat karena akan di cover oleh pihak asuransi. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Pernah beberapa kali saya tidak menggunakan fasilitas tersebut dan ternyata tetap saja diberikan antibiotik. Dengan demikian, pemberian anti biotik ini adalah sebuah MUST requirement bila berobat ke dokter. Menurut saya, penggunaan AB tersebut dikarenakan hal sebagai berikut : 1. Pemerikasaan asal-asalan Kamis kemarin, anak saya yang terkecil panas tinggi (38.6). Suami saya sebenarnya ingin memberikan obat yang diberikan lewat anus, akan tetapi membatalkannya karena tidak tahu dosis yang benar untuk obat tersebut. Kami membawanya ke rumah sakit yang ada di sekitar BSD, Karawaci dan Tangerang (kalau ada yang pengen tahu, silahkan japri dan akan saya berikan nama dokter dan rumah sakitnya). Sesampai di rumah sakit, langsung masuk UGD karena rumah sakitnya libur. Diperiksa oleh seorang dokter yang sangat-sangat komunikatif. Anak saya diperiksa dadanya pake stateskop, dan diminta untuk membuka mulutnya. Si anak, tidak mau buka mulut dan si dokter bilang bahwa tidak perlu lagi membuka mulut. Suami saya lansung bertanya, diagnosanya apa dan dijawab radang tengorokan. Suami juga menginformasikan, apakah ada kemungkinan gigi anak saya yang mau tumbuh membuat badannya panas tinggi dan dijawab oleh sang dokter dengan kata-katan 'mungkin juga. Nah disini persoalannya, belum lagi melihat tenggorokan anak saya, sudah langsung menjudge radang tenggorokan. Si dokter berlaku sebagai paranormal. Kemudian. Anak saya diberikan resep yang terulis Amoxylyn bla-bla bla setelah sebelumnya diberikan obat yang dimasukkan lewat pantat. Kami kemudian pulang tanpa menebus antibiotik tersebut. 2. Dikejar target Jangan sakit di negeri ini. demikian banyak diucapkan orang. Kelihatannya, dokter-dokter di rumah sakit diberi target tertentu untuk meningkatkan