Re: [IDNIC] delegasi: RFC 1591

2002-07-31 Terurut Topik Marcelus Ardiwinata

Beberapa pemikiran anda sangat tepat.
Masalahnya bagaimana pemikiran itu bisa dikatakan pemikiran public. Mungkin
tahap pertama kita harus bikin beberapa alternatif draft mengenai suatu
aturan, kemudian dilakukan pooling di situs IDNIC, atau pooling diwakilkan
oleh organisasi terkait tapi tidak hanya satu, misal masukan dari APJII,
AWARI, KOMITEL, MASTEL, ISOC-ID, Goverment (Menkominfo dan Dirjen Postel),
Universitas-universitas, dan organisasi terkait lainnya. Kalau tidak tentu
Kang Budi akan mendapatkan pertanyaan yang sama seperti saat ini, kenapa
begitu, kenapa begini, atas dasar apa, masukan dari masyarakat yang mana,
dsb.

Oke, Case closed
Salam
CelloZ
- Original Message -
From: Paustinus Siburian [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, August 01, 2002 2:06 AM
Subject: [IDNIC] delegasi: RFC 1591



 Bapak Marcellus Ardiwinata menulis:

 Kesimpulan, IDNIC memang tidak bisa sembarangan
 menentukan prosedur delegasi tapi ada ikatan dari
 public dan juga dari pihak yang mendelegasikan ke
 IDNIC. Aturan sebenarnya terbuka jelas, misal RFC bisa
 anda akses di http://www.ietf.org atau di
 http://www.rfc-editor.org yang dibiayai oleh ISOC.


 Jika sekiranya berkenan bolehlah kita memikirkan lebih
 jauh ke  depan. Yang jelas saya pikir kita
 menginginkan yang lebih baik.


 Tentang Delegasi
 Terkesan IDNIC memegang monopoli atas segala soal
 dalam hal  domain name. Jika sistemnya sudah baik,
 dalam kasus bekasi.go.id tidak semestinya IDNIC
 mencampurinya.

 IDNIC mendapat delegasi dari IANA untuk mengelola
 ccTLD's .id (IANA sudah ditake over oleh ICANN).
 IDNIC-lah yang menentukan apa yang dapat menjadi DTD
 (SLD).  IDNIC lalu mendelegasikan kepada pengelola DTD
 (SLD). Pengelola DTD lalu menentukan apa-apa yang
 dapat didaftarkan sebagai DTTiga (Third Level Domain)
 dan siapa-siapa yang berhak mendapat delegasian.
 Selanjutnya pemegang DTTiga berhak menentukan DT
 Empat). Jadi IDNIC menentukan apakah akan ada tambahan
 DTD atau sudah cukup yang ada sekarang (co, or, net,
 ac, web, go, mil, sch). IDNIC juga yang menunjuk atau
 memilih organisasi atau perusahaan yang mengelola DTD.
 Tentu saja perlu dibuat secara terbuka penawarannya.
 Pengelola DTD inilah yang yang mengatur soal DTTiga).
 Dalam hal ini mengenai persyaratan-persyaratan dan
 perjanjian antara pengelola DTD dengan DTTiga.  Juga
 jika ada konflik mengenai subdomain pada DTTiga
 seperti dalam kasus bekasi.go.id  atau dalam hal ada
 sengketa mengenai merek, pengelola DTD-lah yang
 menyediakan cara-cara penyelesaian masalahnya.
 Persyaratan-persyaratan dan perjanjian yang dibuat
 tentu perlu mendapat persetujuan dari IDNIC.
 Hal seperti itu  dapat dirujuk pada RFC 1591 yang
 ditulis oleh Almarhum Jonathan  Postel (dapat diakses
 melalui link yang tersedia pada situs IDNIC pada bahan
 bacaan), yang berisi ketentuan antara lain:


 There are no requirements on subdomains of top-level
 domains beyond the requirements on higher-level
 domains themselves. That is, the requirements in this
 memo are applied recursively. In particular, all
 subdomains shall be allowed to operate their own
 domain name servers, providing in them whatever
 information the subdomain manager sees fit (as long as
 it is true and correct).


 Dengan kata lain, sekali suatu domain pada setiap
 tingkatan sudah diberikan, entitas yang diberikan
 mengelola domain memiliki kekuasan  untuk menentukan
 kebijakan menyangkut domain di bawahnya. Begitulah
 sistem hirarkis dari domain name didisain.
 Saya kurang memahami mengapa dalam situs IDNIC diatur
 juga penggunaan Domain Tingkat Empat dari war.net.id.
 Merujuk RFC tersebut di atas pengelola war.net.id-lah
 yang menentukan apa-apa yang menyangkut DTEmpat-nya.
 Sebagaimana saya sebutkan di atas terkesan semua
 dimonopoli oleh IDNIC, kecuali soal uang yang
 ditransfer ke rekening APJII (Pak Budi Raharjo adalah
 anggota kehormatan APJII).  Melihat sejarah panjang
 dari DTT .id yang didelegasikan pertama sekali kepada
 Jurusan Ilmu Komputer UI pada tahun  1993 sampai
 dengan sekarang dikelola IDNIC tidak selayaknya lagi
 masalah seperti bekasi.go.id dan masalah-masalah lain
 yang sejenis muncul ke permukaan.


 Pandangan Ke depan:
 Masalah domain name saya pikir tidak hanya sekedar
 soal delegasian saja. Dalam RFC 1591 memang dinyatakan
 bahwa soal hak (rights) dan pemilikan (ownership)
 tidak menjadi pokok dari Memo tersebut. Itu sudah
 barang tentu tepat karena penulisnya Jon Postel bukan
 lawyer dan hal itu sesuai dengan kondisi pada masa
 Memo itu ditulis.

 Namun zaman berubah dan ada perkembangan. Tidak ada
 salahnya kita memikirkan lebih jauh segi bisnisnya.
 Domain name saat ini sudah dapat dipandang sebagai
 benda. Domain name dapat dijual, dilisensikan,
 diwariskan, kecuali di bawah ccTLDs .id. Dalam posting
  saya terdahulu sudah disampaikan bahwa perlu
 dibuatkan perjanjian pendaftaran domain dan mengenai
 penyelesaian sengketa. Hal ini perlu diantisipasi ke
 depan.
 Beberapa hal yang perlu

Re: [IDNIC] delegasi: RFC 1591

2002-07-31 Terurut Topik Syam Irfandi

Kalau boleh usul,
sepertinya domain-domain yang beredar saat ini kebanyakan domain top level,
sementara request untuk domain IDNIC sendiri bisa dikatakan tidak segencar
top level domain tersebut.

Kecendrungan menggunakan top level domain sepertinya sudah menjadi trend dan
ada beberapa pendapat bahwa dengan menggunakan domain top level bonafiditas
suatu perusahaan lebih dipandang ketimbang mengunnakan domain ID sendiri,
padahal menurut saya, semakin cepat situs tersebut diakses semakin baik
rasanya, jadi bukan tergantung pada domain yang dimiliki situs tersebut :-)

Saya fikir ada baiknya kita juga lebih mensosialisasikan domain indonesia
sendiri dengan suatu bentuk promosi misalnya, baik melalui media masa cetak
maupun elektronik. Satu lagi, say fikir sudah dipandang perlu IDNIC juga
memiliki  perwakilan di daerah-daerah, minimal tingkat provinsi dan hal ini
juga akan sangat membantu dalam proses sosialisasi domain ID sehingga
nantinya pola fikir pengguna jasa domain sudah tidak Top Level Minded lagi
:)... dan untuk pengurusan domain kita buat sesederhana mungkin serta tidak
berbelit dengan mengacu kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Untuk tahap awal, saya rasa rekan-rekan pengelola ISP tidak akan keberatan
jika di halaman HP mereka diletakkan banner IDNIC yang linknya langsung
menuju ke website IDNIC sendiri, dan dari PT. Megakarsa Buanaloka, yang
merupakan mitra D~NET di Pekanbaru, bersedia menampilkan banner IDNIC
tersebut, jadi silahkan saja pihak IDNIC mengirimkan banner kepada kami,
minimal user kami bisa kenal dulu dengan pengelola domain indonesia :-)

Regards,
Syam Irfandi
http://pkb.dnet.net.id





- Original Message -
From: Marcelus Ardiwinata [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, August 13, 2002 9:49 AM
Subject: Re: [IDNIC] delegasi: RFC 1591


 Beberapa pemikiran anda sangat tepat.
 Masalahnya bagaimana pemikiran itu bisa dikatakan pemikiran public.
Mungkin
 tahap pertama kita harus bikin beberapa alternatif draft mengenai suatu
 aturan, kemudian dilakukan pooling di situs IDNIC, atau pooling diwakilkan
 oleh organisasi terkait tapi tidak hanya satu, misal masukan dari APJII,
 AWARI, KOMITEL, MASTEL, ISOC-ID, Goverment (Menkominfo dan Dirjen Postel),
 Universitas-universitas, dan organisasi terkait lainnya. Kalau tidak tentu
 Kang Budi akan mendapatkan pertanyaan yang sama seperti saat ini, kenapa
 begitu, kenapa begini, atas dasar apa, masukan dari masyarakat yang mana,
 dsb.

 Oke, Case closed
 Salam
 CelloZ
 - Original Message -
 From: Paustinus Siburian [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Thursday, August 01, 2002 2:06 AM
 Subject: [IDNIC] delegasi: RFC 1591


 
  Bapak Marcellus Ardiwinata menulis:
 
  Kesimpulan, IDNIC memang tidak bisa sembarangan
  menentukan prosedur delegasi tapi ada ikatan dari
  public dan juga dari pihak yang mendelegasikan ke
  IDNIC. Aturan sebenarnya terbuka jelas, misal RFC bisa
  anda akses di http://www.ietf.org atau di
  http://www.rfc-editor.org yang dibiayai oleh ISOC.
 
 
  Jika sekiranya berkenan bolehlah kita memikirkan lebih
  jauh ke  depan. Yang jelas saya pikir kita
  menginginkan yang lebih baik.
 
 
  Tentang Delegasi
  Terkesan IDNIC memegang monopoli atas segala soal
  dalam hal  domain name. Jika sistemnya sudah baik,
  dalam kasus bekasi.go.id tidak semestinya IDNIC
  mencampurinya.
 
  IDNIC mendapat delegasi dari IANA untuk mengelola
  ccTLD's .id (IANA sudah ditake over oleh ICANN).
  IDNIC-lah yang menentukan apa yang dapat menjadi DTD
  (SLD).  IDNIC lalu mendelegasikan kepada pengelola DTD
  (SLD). Pengelola DTD lalu menentukan apa-apa yang
  dapat didaftarkan sebagai DTTiga (Third Level Domain)
  dan siapa-siapa yang berhak mendapat delegasian.
  Selanjutnya pemegang DTTiga berhak menentukan DT
  Empat). Jadi IDNIC menentukan apakah akan ada tambahan
  DTD atau sudah cukup yang ada sekarang (co, or, net,
  ac, web, go, mil, sch). IDNIC juga yang menunjuk atau
  memilih organisasi atau perusahaan yang mengelola DTD.
  Tentu saja perlu dibuat secara terbuka penawarannya.
  Pengelola DTD inilah yang yang mengatur soal DTTiga).
  Dalam hal ini mengenai persyaratan-persyaratan dan
  perjanjian antara pengelola DTD dengan DTTiga.  Juga
  jika ada konflik mengenai subdomain pada DTTiga
  seperti dalam kasus bekasi.go.id  atau dalam hal ada
  sengketa mengenai merek, pengelola DTD-lah yang
  menyediakan cara-cara penyelesaian masalahnya.
  Persyaratan-persyaratan dan perjanjian yang dibuat
  tentu perlu mendapat persetujuan dari IDNIC.
  Hal seperti itu  dapat dirujuk pada RFC 1591 yang
  ditulis oleh Almarhum Jonathan  Postel (dapat diakses
  melalui link yang tersedia pada situs IDNIC pada bahan
  bacaan), yang berisi ketentuan antara lain:
 
 
  There are no requirements on subdomains of top-level
  domains beyond the requirements on higher-level
  domains themselves. That is, the requirements in this
  memo are applied recursively. In particular, all
  subdomains shall be allowed

Re: [IDNIC] delegasi: RFC 1591

2002-07-31 Terurut Topik Marno

 Kecendrungan menggunakan top level domain sepertinya sudah menjadi trend dan
 ada beberapa pendapat bahwa dengan menggunakan domain top level bonafiditas
 suatu perusahaan lebih dipandang ketimbang mengunnakan domain ID sendiri,
 padahal menurut saya, semakin cepat situs tersebut diakses semakin baik
 rasanya, jadi bukan tergantung pada domain yang dimiliki situs tersebut :-)

Pendapat pak Syam benar sekali. Mungkin kecenderungan demikian disebabkan
kurangnya informasi tentang internet secara utuh. Selain itu tanggungjawab
ISP dimana, pencari order ke instansi bagaimana dan pemberi order instansi
seperti apa tanggungjawabnya mungkin perlu dipertegas dalam
formulir atau kontrak transaksinya sehingga kekisruhan soal pemindahan
domain seperti dalam posting sebelumnya yang saya ikuti, bisa 
diatasi. Domain lembaga yang jelas bukanlah domain milik seseorang atau
ISP. 

Orang yang mengusulkan domain hendaknya bisa lebih bijaksana dan
lapang dada dalam hal ini. Tentu saja untuk mengatasi kemacetan transaksi
domain antar ISP dng peminta domain, kontrak yang ditandatangani dua belah
pihak bisa dijadikan bukti hukum ke pengadilan.

 Saya fikir ada baiknya kita juga lebih mensosialisasikan domain indonesia
 sendiri dengan suatu bentuk promosi misalnya, baik melalui media masa cetak
 maupun elektronik. Satu lagi, say fikir sudah dipandang perlu IDNIC juga
 memiliki  perwakilan di daerah-daerah, minimal tingkat provinsi dan hal ini
 juga akan sangat membantu dalam proses sosialisasi domain ID sehingga
 nantinya pola fikir pengguna jasa domain sudah tidak Top Level Minded lagi
 :)... dan untuk pengurusan domain kita buat sesederhana mungkin serta tidak
 berbelit dengan mengacu kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Dengan internet dan servis on line yang serba cepat dan bebas jarak, saya
kira IDNIC tidak perlu membuka cabang di provinsi, namun pemikiran pak
Syam untuk memasang banner idnic di homepage ISP-ISP patut didukung
sebagai salah satu langkah sosialisasi tld ID didaerah-daerah.

Salam
-marno-


___
Idnic mailing list
[EMAIL PROTECTED]