RE: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2007-01-01 Terurut Topik Ema Amalia
Wah, maaf kalau Pak Rahmat merasa ini spam.
Karena ada tanda error yang sampai ke saya soal tidak sampainya email ini. 
Mungkin kemarin-kemarin server mailist ini lagi ngadat... Mungkin pengaruh 
gempa yang memutus kabel optik di Taiwan...
Kalau lihat email dari saya yang lain, kayaknya nggak ada tuh yang terkirim 
dua kali... Malah sudah beberapa kali saya banyak menerima email yang sama di 
mailist ini dua kali dari beberapa pengirim.. Mungkin servernya lagi ngadat 
lagi.

So, begitulah penjelasannya...Mungkin...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan Rahmat [EMAIL PROTECTED]:

 Ini e-mail koq udah kayak spam masuk berhari-hari dan berkali-kali...
 
  
 
   _  
 
 From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 On
 Behalf Of Ema Amalia
 Sent: Wednesday, December 27, 2006 7:32 PM
 To: media-dakwah@yahoogroups.com
 Subject: Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani
 
  
 
 Assalaamu'alaikum wr. wb.,
 
 Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah,
 izinkanlah
 saya 
 mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
 
 Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum)
 dari 
 seri mangan ora mangan kumpul dan juga dari pemikiran-pemikiran
 Prof. 
 Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya
 menyimpulkan
 ada 
 gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa
 (Tengah).
 
 Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip ngono
 yo
 
 ngono ning ojo ngono. Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang
 sangat
 
 dipentingkan dalam Islam.
 Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis
 Jawa 
 Tengah secara budaya atau way of life dapat dikatakan sebagai pada
 dasarnya 
 Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual
 
 ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum
 selesai, 
 keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.
 
 So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari
 pendiri
 Taman 
 Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali
 dihubungkan
 
 dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media
 dakwah
 Islam.
 
 Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari
 budaya
 
 Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk
 mencoba 
 lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
 Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
 ribuan...
 
 Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI
 Keturunan
 
 Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari
 Aceh
 dan 
 Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?
 
 Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep
 budaya 
 Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
 Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri
 barangkali
 ada 
 kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
 kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi
 jumlah
 
 dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu
 terlalu
 
 introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah
 ditanyakan 
 kontribusinya.
 
 Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari
 etnis
 
 Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang
 saja, 
 selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya
 lapisan 
 Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai way of
 life 
 orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
 dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari
 kalangan 
 Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 
 
 Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak
 berkenan...
 
 Wassalaam,
 
 Ema A
 
 Kutipan Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]
 mailto:ekobs%40ghifari.org org:
 
  Fwded from :
  http://groups. http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
 yahoo.com/group/i-ummah/
  
  --- In [EMAIL PROTECTED] mailto:i-ummah%40yahoogroups.com .com,
 Eko
 Budhi S, Ghifari.Org
 [EMAIL PROTECTED]
  wrote:
  
  Assalamu'alaikum ...
  
  Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah bagaimana
  mempunyai pemimpin terbaik. Bagaimana mempunyai pemimpin yg
 ing
  ngarsa sung tulodho ...
  pemimpin yg memberi contoh.
  
  Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
  naik daun. mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang
 middle
  class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik
 dan
  aspirasi 
  
  dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai ing madya mangun karsa
 ... di
  lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
  
  Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg ing ngarsa
 ...
  bahkan kecendurangannya media kita yg istana-sentris hanya
  mengedepankan peran-peran pemimpin ...
  
  Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara

RE: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2007-01-01 Terurut Topik Rahmat
Ini e-mail koq udah kayak spam masuk berhari-hari dan berkali-kali...

 

  _  

From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Ema Amalia
Sent: Wednesday, December 27, 2006 7:32 PM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

 

Assalaamu'alaikum wr. wb.,

Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah
saya 
mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.

Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
seri mangan ora mangan kumpul dan juga dari pemikiran-pemikiran
Prof. 
Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan
ada 
gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa
(Tengah).

Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip ngono yo

ngono ning ojo ngono. Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat

dipentingkan dalam Islam.
Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
Tengah secara budaya atau way of life dapat dikatakan sebagai pada
dasarnya 
Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum
selesai, 
keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.

So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri
Taman 
Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan

dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah
Islam.

Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya

Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
ribuan...

Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan

Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh
dan 
Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?

Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali
ada 
kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah

dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu

introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah
ditanyakan 
kontribusinya.

Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis

Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai way of
life 
orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 

Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]
mailto:ekobs%40ghifari.org org:

 Fwded from :
 http://groups. http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
yahoo.com/group/i-ummah/
 
 --- In [EMAIL PROTECTED] mailto:i-ummah%40yahoogroups.com .com, Eko
Budhi S, Ghifari.Org
[EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
 Assalamu'alaikum ...
 
 Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah bagaimana
 mempunyai pemimpin terbaik. Bagaimana mempunyai pemimpin yg
ing
 ngarsa sung tulodho ...
 pemimpin yg memberi contoh.
 
 Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
 naik daun. mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang
middle
 class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
 aspirasi 
 
 dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai ing madya mangun karsa
... di
 lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
 
 Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg ing ngarsa
...
 bahkan kecendurangannya media kita yg istana-sentris hanya
 mengedepankan peran-peran pemimpin ...
 
 Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
 bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
 di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
 keberhasilan.
 
 Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
 Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
 dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.
 
 Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini
 dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class
 mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di
 media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ...
 
 Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ?
 Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-27 Terurut Topik Ema Amalia
Wa'alaikumussalaam wr. wb.,

Terima kasih atas tanggapannya. Saya tidak ingin berdebat, tujuan saya 
menyampaikan ide di email saya sebelumnya adalah karena saya melihat 
kecenderungan arogansi dari etnis Jawa Tengah. Maaf kalau saya katakan itu, 
mungkin pandangan saya dari luar sebagai bukan dari etnis tersebut.Juga, 
mungkin orang yang dari etnis itu karena ada di dalam budaya itu perlu juga 
pandangan dari fihak luar - kalau mau berbesar hati menerima dengan jernih.

Mengenai mempertentangkan, saya kira tahap pertama dari menyaring segala macam 
budaya atau informasi adalah mempertentangkan hal-hal tersebut dengan yang 
ada di Al-Qur'an dan Hadits. Mungkin bahasa yang lebih halus dan disukai dalam 
kultur Indonesia secara umum adalah menyaring, mengkonfirmasi 
atau mengecek. Tentu saja untuk melakukan itu butuh pandangan dan pendapat 
dari para Ulama. Kalaupun kita sendiri punya pengetahuan tentang Al-Qur'an dan 
Hadits yang cukup dalam, tentu tidak ada salahnya menanyakan second 
opinion, third opinion, dll.

Saya kira itu saja dulu, 

Wassalaam,

Ema A



Kutipan ekobs [EMAIL PROTECTED]:

 
 On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia [EMAIL PROTECTED]
 wrote :
  
  Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari
 budaya 
  Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk
 mencoba 
  lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
  Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
 ribuan...
 
 Assalamu'alaikum ...
 
 Tentu saja mbak. Prinsip dalam belajar dari budaya lokal, di luar Al
 Qur'an
 dan As Sunnah,adalah selalu menge-check dgn Al Qur'an dan As Sunnah.
 Tidak
 ada budaya lokal yang 100% sesuai Al Qur'an/As Sunnah, sebagaimana juga
 di
 budaya manapun kita bisa menemukan local wisdom ...
 
 Termasuk budaya Arab misalnya. Kedatangan Rasulullah saw menunjukkan
 bahwa
 ada banyak budaya Arab yg perlu dibenahi melalui Al Quran dan As
 Sunnah.
 
 Hanya saja, mengikuti panduan Aa Gym, saya hanya coba 3M. Mulai dari
 diri
 sendiri, Mulai dari apa yg bisa dilakukan, Mulai dari Sekarang. Nah !
 Jika
 ada masukan dari budaya lain, silahkan ...
 
 Kita tidak perlu MEMPERTENTANGKAN Islam dengan budaya lokal ... baik
 Jawa,
 Cina, Minang, Aceh, Dayak, Asmat, Sasak, Bali dll ...
 
 Islam jauh lebih tinggi dari semua itu, dan tidak ada yg lebih tinggi
 darinya.
 Bagaimanapun, saya misalnya juga membaca kisah-kisah dari Cina dll,
 bahkan
 dari Eropa ... Di manapun ada hikmah, itu milik Muslim yg hilang. 
 
 Ini tantangan ART dalam mengelola KNOWLEDGE. Bagaimana kita bisa
 menjadi
 chief knowledge officer ...
 
 Wassalamu'alaikum 
 
 
 
 Eko Budhi S
 
 On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia [EMAIL PROTECTED]
 wrote :
 
  Assalaamu'alaikum wr. wb.,
  
  Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah,
 izinkanlah
 saya 
  mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
  
  Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum)
 dari 
  seri mangan ora mangan kumpul dan juga dari pemikiran-pemikiran
 Prof. 
  Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya
 menyimpulkan ada 
  gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa
 (Tengah).
  
  Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip
 ngono yo 
  ngono ning ojo ngono. Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang
 sangat 
  dipentingkan dalam Islam.
  Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis
 Jawa 
  Tengah secara budaya atau way of life dapat dikatakan sebagai pada
 dasarnya 
  Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh
 ritual 
  ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum
 selesai, 
  keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.
  
  So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari
 pendiri Taman 
  Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali
 dihubungkan 
  dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media
 dakwah Islam.
  
  Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari
 budaya 
  Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk
 mencoba 
  lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
  Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
 ribuan...
  
  Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI
 Keturunan 
  Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari
 Aceh
 dan 
  Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?
  
  Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep
 budaya 
  Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
  Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri
 barangkali ada 
  kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi
 
  kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi
 jumlah 
  dan kualitas juga tidak kalah... 

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-27 Terurut Topik Ema Amalia
Assalaamu'alaikum wr. wb.,

Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah saya 
mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.

Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
seri mangan ora mangan kumpul dan juga dari pemikiran-pemikiran
Prof. 
Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada 
gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah).

Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip ngono yo

ngono ning ojo ngono. Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat

dipentingkan dalam Islam.
Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
Tengah secara budaya atau way of life dapat dikatakan sebagai pada
dasarnya 
Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, 
keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.

So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman 
Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan 
dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam.

Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...

Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan 
Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh dan 
Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?

Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada 
kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah 
dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu 
introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah ditanyakan 
kontribusinya.

Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis 
Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai way of
life 
orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 

Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]:

 Fwded from :
 http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
 
 --- In [EMAIL PROTECTED], Eko Budhi S, Ghifari.Org
[EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
 Assalamu'alaikum ...
 
 Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah bagaimana
 mempunyai pemimpin terbaik. Bagaimana mempunyai pemimpin yg
ing
 ngarsa sung tulodho ...
 pemimpin yg memberi contoh.
 
 Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
 naik daun. mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang
middle
 class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
 aspirasi 
 
 dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai ing madya mangun karsa
... di
  lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
 
 Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg ing ngarsa
...
 bahkan kecendurangannya media kita yg istana-sentris hanya
 mengedepankan peran-peran pemimpin ...
 
 Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
 bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
 di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
 keberhasilan.
 
 Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
 Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
 dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.
 
 Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini
 dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class
 mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di
 media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ...
 
 Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ?
 Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang. Mereka yg berhasil
 menulis code-code di balik Google atau Ms Windows.
 
 Satu tantangan ke-6 adalah ttg keberpihakan yang adil dalam
 pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi agar informasi
 secara adil (tidak mesti proporsional) bisa menghargai semua peran
 baik mereka yg ing ngarsa, ing madya maupun
tut wuri ...
 
 Terlalu meng-expose mereka yg ing ngarsa sung tuladha ... akan
 merupakan pembodohan masyarakat, 

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-27 Terurut Topik ekobs

On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia [EMAIL PROTECTED] wrote 
:
 
 Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
 Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
 lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
 Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...

Assalamu'alaikum ...

Tentu saja mbak. Prinsip dalam belajar dari budaya lokal, di luar Al Qur'an
dan As Sunnah,adalah selalu menge-check dgn Al Qur'an dan As Sunnah. Tidak
ada budaya lokal yang 100% sesuai Al Qur'an/As Sunnah, sebagaimana juga di
budaya manapun kita bisa menemukan local wisdom ...

Termasuk budaya Arab misalnya. Kedatangan Rasulullah saw menunjukkan bahwa
ada banyak budaya Arab yg perlu dibenahi melalui Al Quran dan As Sunnah.

Hanya saja, mengikuti panduan Aa Gym, saya hanya coba 3M. Mulai dari diri
sendiri, Mulai dari apa yg bisa dilakukan, Mulai dari Sekarang. Nah ! Jika
ada masukan dari budaya lain, silahkan ...

Kita tidak perlu MEMPERTENTANGKAN Islam dengan budaya lokal ... baik Jawa,
Cina, Minang, Aceh, Dayak, Asmat, Sasak, Bali dll ...

Islam jauh lebih tinggi dari semua itu, dan tidak ada yg lebih tinggi darinya.
Bagaimanapun, saya misalnya juga membaca kisah-kisah dari Cina dll, bahkan
dari Eropa ... Di manapun ada hikmah, itu milik Muslim yg hilang. 

Ini tantangan ART dalam mengelola KNOWLEDGE. Bagaimana kita bisa menjadi
chief knowledge officer ...

Wassalamu'alaikum 



Eko Budhi S

On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia [EMAIL PROTECTED] wrote 
:

 Assalaamu'alaikum wr. wb.,
 
 Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah
saya 
 mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
 
 Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
 seri mangan ora mangan kumpul dan juga dari pemikiran-pemikiran Prof. 
 Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada 
 gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah).
 
 Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip ngono yo 
 ngono ning ojo ngono. Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat 
 dipentingkan dalam Islam.
 Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
 Tengah secara budaya atau way of life dapat dikatakan sebagai pada dasarnya 
 Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
 ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, 
 keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.
 
 So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman 
 Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan 
 dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam.
 
 Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
 Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
 lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
 Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...
 
 Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan 
 Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh
dan 
 Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?
 
 Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
 Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
 Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada 
 kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
 kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah 
 dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu 
 introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah
ditanyakan 
 kontribusinya.
 
 Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis 
 Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
 selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
 Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai way of life 
 orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
 dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
 Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 
 
 Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...
 
 Wassalaam,
 
 Ema A
 
 Kutipan Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]:
 
  Fwded from :
  http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
  
  --- In [EMAIL PROTECTED], Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]
  wrote:
  
  Assalamu'alaikum ...
  
  Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah bagaimana
  mempunyai pemimpin terbaik. Bagaimana mempunyai pemimpin yg ing
  ngarsa sung tulodho ...
  pemimpin yg memberi contoh.
  
  Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang 

[media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-25 Terurut Topik Eko Budhi S, Ghifari.Org
Fwded from :
http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/

--- In [EMAIL PROTECTED], Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]
wrote:

Assalamu'alaikum ...

Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah bagaimana
mempunyai pemimpin terbaik. Bagaimana mempunyai pemimpin yg ing
ngarsa sung tulodho ...
pemimpin yg memberi contoh.

Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
naik daun. mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang middle
class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
aspirasi 

dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai ing madya mangun karsa ... di
 lapisan tengah membangun semangat, spirit ...

Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg ing ngarsa ...
bahkan kecendurangannya media kita yg istana-sentris hanya
mengedepankan peran-peran pemimpin ...

Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
keberhasilan.

Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.

Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini
dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class
mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di
media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ...

Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ?
Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang. Mereka yg berhasil
menulis code-code di balik Google atau Ms Windows.

Satu tantangan ke-6 adalah ttg keberpihakan yang adil dalam
pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi agar informasi
secara adil (tidak mesti proporsional) bisa menghargai semua peran
baik mereka yg ing ngarsa, ing madya maupun tut wuri ...

Terlalu meng-expose mereka yg ing ngarsa sung tuladha ... akan
merupakan pembodohan masyarakat, krn bagaimanapun baiknya pemimpin,
akan gagal tanpa rakyat yg baik.

Terlalu meng-expose mereka yg ing madya mangun karso akan
sangat-sangat berbahaya, krn mereka yg dipertengahan secara
karakteristik memang suka kebebasan beropini, beride, mengeluarkan
saran dan kritik ... tanpa sense-of-responsibility apa yg mereka
ucapkan ... toh mereka bukan decision maker, dan di sisi lain, bukan
juga worker.

Di sisi lain terlalu meng-expose mereka yg tut wuri handayani kita
akan kehilangan visi-visi besar sebuah peradaban. Tentu saja, akan
sangat bermakna meng-expose kerja mereka yg menjadi tukang batu di
sebuah proyek bangunan. Dan ini jarang dilakukan ! Tetapi akan lebih
bermakna, jika ditambahi dgn exposure ttg visi dari proyek tsb : bahwa 
batu-batu bata itu disusun untuk sebuah masjid, satu pusat
pengembangan peradaban.

Tantangan untuk manajemen info dan media kita, bagaimana bisa
meng-expose sebuah permainan sepak bola dari berbagai lapisan
masyarakat atau organisasi kita ...

Wassalamu'alaikum



Eko Budhi S


--- In [EMAIL PROTECTED], Eko Budhi S, Ghifari.Org ekobs@
wrote:

 Aww
 Jika tantangan #4 adalah berkaitan dgn adanya island of information,
 yg terkait dgn berkembangnya berbagai thoifah dgn pendekatannya
 masing-masing yg berbeda-beda dalam mencoba menyelesaikan masalah
 ummah ...
 
 tantangan #5, IMHO, adalah ... berkaitan dgn SAKSI. Siapa yg bisa
 menjadi saksi yg adil. Adalah yg sangat dibutuhkan saat ini ...

   -Original Message-
   From: [EMAIL PROTECTED] 
 
   Aww
   Sudah saya coba ajak diskusikan beberapa hal yg saat ini bisa lebih
   dioptimalkan dalam pengelolaan informasi.
   
   #1 adalah FLOW. Saat ini arus informasi bisa dikatakan berantakan
   ... Kita mendapatkan informasi dari berbagai pihak, untuk berbagai
   pihak. Kacau.
   
   #2 adalah OBSERVER. Berbagai informasi ini sayangnya untuk semua
   orang, sampai-sampai tidak ada yg merasa bertanggung jawab buat
   mem-follow up sebuah informasi ...
   
   Nah hal ke #3, IMHO, adalah MEANINGFUL ... bagaimana sebuah
   informasi perlu dipilah, disusun, dan diarahkan ke orang-orang
   sehinggainformasi tsb memang bermakna, berguna, bermanfaat ...


--- End forwarded message ---




Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-25 Terurut Topik Ema Amalia
Assalaamu'alaikum wr. wb.,

Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah saya 
mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.

Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
seri mangan ora mangan kumpul dan juga dari pemikiran-pemikiran Prof. 
Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada 
gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah).

Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip ngono yo 
ngono ning ojo ngono. Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat 
dipentingkan dalam Islam.
Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
Tengah secara budaya atau way of life dapat dikatakan sebagai pada dasarnya 
Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, 
keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.

So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman 
Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan 
dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam.

Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...

Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan 
Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh dan 
Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?

Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada 
kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah 
dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu 
introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah ditanyakan 
kontribusinya.

Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis 
Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai way of life 
orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 

Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]:

 Fwded from :
 http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
 
 --- In [EMAIL PROTECTED], Eko Budhi S, Ghifari.Org [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
 Assalamu'alaikum ...
 
 Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah bagaimana
 mempunyai pemimpin terbaik. Bagaimana mempunyai pemimpin yg ing
 ngarsa sung tulodho ...
 pemimpin yg memberi contoh.
 
 Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
 naik daun. mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang middle
 class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
 aspirasi 
 
 dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai ing madya mangun karsa ... di
  lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
 
 Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg ing ngarsa ...
 bahkan kecendurangannya media kita yg istana-sentris hanya
 mengedepankan peran-peran pemimpin ...
 
 Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
 bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
 di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
 keberhasilan.
 
 Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
 Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
 dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.
 
 Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini
 dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class
 mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di
 media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ...
 
 Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ?
 Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang. Mereka yg berhasil
 menulis code-code di balik Google atau Ms Windows.
 
 Satu tantangan ke-6 adalah ttg keberpihakan yang adil dalam
 pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi agar informasi
 secara adil (tidak mesti proporsional) bisa menghargai semua peran
 baik mereka yg ing ngarsa, ing madya maupun tut wuri ...
 
 Terlalu meng-expose mereka yg ing ngarsa sung tuladha ... akan
 merupakan pembodohan masyarakat,