Re: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
assalamualaikum wr. wb. saya mau tanya nih. saya belum mengenal maksud dari tasawuf.: 1. Tasawuf itu sebetulya merupakan salah satu aliran (manhaj) dalam islam. ataukah suatu metode (cara) pemahaman agama islam? 2. mengapa dalam tasawuf sering menggunakan perumpamaan dan bahasa yg rumit? kenapa nggak pakai bahasa yg sederhana aja agar mudah dipahami oleh orang awam? 3. katanya tadi tidak semua tasawuf sesat dan tidak semua nya lurus. ..jadi mana saja yg lurus dan mana yang sesat? 4. kalau tasawuf itu intinya adalah zuhud, kenapa enggak sekalian aja namanya pendalaman zuhud? 5. apakah Nabi Muhammad SAW. mengajarkan tasawuf? kalau ya. kok istilah tasawuf itu sendiri nggak ada di Alqur'an atau bahasa arab.. On 12/22/05, .:.cintasaja.:. [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalamu'alaikum wr.wb., Ikhwani yang dirahmati Allah, Menurut saya, sebenarnya yang bisa menjawab apa itu tasawuf atau sufi ya mereka yang 'menggeluti'-nya ... sehingga informasi yang diterima lebih akurat. Tidak semua tarikat itu sesat, dan juga tidak semuanya itu lurus .. CMIIW Berkaitan dengan munajat kaum sufi terhadap syurga dan neraka, berikut ada pendapat lain dari seorang sahabat ... semoga menjadi bahan masukan dan telaahan. Kalau kurang berkenan, mohon maaf sebelumnya. --- Dalam Al-Qur'an dan Hadits soal syurga dan neraka disebut berkali-kali dalam berbagai ayat dan surat . Tentu saja, sebagai janji dan peringatan Allah swt. Namun memahami ayat tersebut atau pun hadits Nabi saw, harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tidak sekadar formalisme ayat atau teks hadits saja. Contoh soal rasa takut. Dalam Al-Qur'an disebut beberapa kali bentuk takut itu. Ada yang menggunakan kata Taqwa, ada yang menggunakan kata Khauf dan ada pula Khasyyah, dan berbagai bentuk kata yang ditampilkan Allah Ta'ala yang memiliki hubungan erat dengan bentuk takut itu sendiri, sesuai dengan kapasitas hamba dengan Allah Ta'ala. Makna takut dengan penyebutan yang berbeda-beda itu pasti memiliki dimensi yang berbeda pula, khususnya dalam responsi psikhologi keimanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, berkaitan dengan frekwensi dan derajat keimanan seseorang. Begitu juga kata Jannah dan Naar, syurga dan neraka. Penekanan-penekanan kata Naar dalam Al-Qur'an juga memiliki struktur hubungan yang berbeda. Naar disebutkan untuk orang kafir, memiliki tekanan berbeda dengan orang munafik, orang fasik, dan orang beriman yang ahli maksiat. Itu berarti berhubungan dengan kata Naar, yang disandarkan pada macam-macam ruang neraka: Ada Neraka Jahim, Neraka Jahanam, Neraka Sa'ir, Neraka Saqar, Neraka Abadi, dan penyebutan kata Naar yang tidak disandarkan pada sifat dan karakter neraka tertentu. Jika Naar kita maknai secara gradual, justru menjadi zalim, karena faktanya tidak demikian. Hal yang sama jika para Sufi memahami Naar dari segi hakikatnya neraka, juga tidak bisa disalahkan. Apalagi jika seseorang memahami neraka itu sebagai api yang berkobar. Kalimat Naar tanpa disandari oleh Azab, juga berbeda dengan Neraka yang ansickh belaka. Misalnya kalimat dalam ayat di surat Al-Baqarah, Wattaqun Naar al-llaty waquduhannaasu wal-Hijarah dengan ayat yang sering kita baca, Waqinaa 'adzaban-Naar, memiliki dimensi berbeda. Ayat pertama, menunjukkan betapa pada umumnya manusia, karena didahului dengan panggilan Ilahi Wahai manusia. Maka Allah langsung membuat ancaman serius dengan menyebutkan kata Naar. Tetapi pada doa seorang beriman, Lindungi kami dari siksa neraka, maknanya sangat berbeda. Karena yang terakhir ini berhubungan dengan kualifikasi keimanan hamba kepada Allah, bahwa yang ditakuti adalah Azabnya neraka, bukan apinya. Sebab api tanpa azab, jelas tidak panas, seperti api yang membakar Ibrahim as. Oleh sebab itu, jika seorang Sufi menegaskan keikhlasan ubudiyahnya hanya kepada Allah, memang demikian perintah dan kehendak Allah. Bahwa seorang mukmin menyembah Allah dengan harapan syurga dan ingin dijauhkan neraka, dengan perspektifnya sendiri, tentu kualifikasi keikhlasannya di bawah yang pertama. Dalam berbagai ayat mengenai Ikhlas, sebagai Ruh amal, disebutkan agar kita hanya menyembah Lillahi Ta'ala. Tetapi kalau punya harapan lain selain Allah termasuk di sana harapan syurga dan neraka, sebagai bentuk kenikmatan fisik dan siksa fisik, itu juga diterima oleh Allah. Namun, kualifikasinya adalah bentuk responsi mukmin pada syurga dan neraka paling rendah. Semua mengenal bagaimana Allah membangun contoh dan perumpamaan, baik untuk menjelaskan dirinya, syurga maupun neraka. Kaum Sufi memilih perumpamaan paling hakiki, karena perumpamaan neraka yang paling rendah sudah dilampauinya. Sebagaimana kualitas moral seorang pekerja di perusahaan juga berbeda-beda, walau pun teknis dan cara kerjanya sama. Orang yang bekerja hanya mencari uang dan untung, tidak boleh mencaci dan mengecam orang yang bekerja dengan motivasi mencintai pekerjaan
FW: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Assalamu'alaikum wr.wb., Saudara-saudaraku,saya heran mengapa kok masih ada orang yang membenci bahkan ada yang mengecam tentang tassawuf dengan berdalil Qur'an dan Hadis, padahal Al Qur'an dan Hadis adalah sumber utama segala ilmu, sebagai seorang Muslim mengapa hanya mengupas bagian luar Al Qur'an dan Hadis saja? tanpa mencoba menggali lebih dalam. Saudaraku kalau saya melihat suatu benda seperti buah apel maka saya tidak akan langsung mengatakan itu buah apel karena bisa saja itu apel-apelan yang dari plastik. Bagaimana cara memakan buah apel? ada yang lansung di gigit,ada yang dicuci terus digigit,ada yang dikupas dahulu,dst, barulah kita memasukanya ke mulut kemudian kita merasakan buah apel, disinilah contoh kehati-hatian orang tassawuf, artinya kalau orang yang sudah menggali Al Qur'an dan Hadis jauh lebih dalam maka dia akan selalu menjaga mulut, lidah dan hatinya untuk meghujat orang, bahkan sekalipun ada orang yang menghujatnya dia selalu mengembalikanya kepada Allah, Apakah orang tassawuf termasuk orang pintar ? Ya Bisakah semua orang belajar tassawuf? Bisa hanya mungkin tingkatanya berbeda, mengapa ? karena nafsu seseorang berbeda-beda, olehkarena itu hindari sombong, takabur, kepada siapapun,hati-hati dalam segala ucapan, perbuatan,apa lagi mengecam para Sufi dll agar lebih mudah terjadi kontak Manunggaling kawula Gusti Gusti lan kawulane. Ingat kejadian di Ambon tahun lalu ?.. Orang-orang Mumin yang datang kesana bukanlah hanya sekedar orang yang pandai Berkoar saja diantara mereka ada yang bisa menetralisir arus listrik yang dimasukan kedalam sungai oleh orang kafir yang airnya mengalir sehingga menewaskan banyak orang ketika mereka mau menyeberangi sungai tsb namun hanya dengan Do'a dan Allah pun mengabulkan sehingga saudara-saudara kita muslim yang lain bisa menyelamatkan diri dari pengejaran orang kafir. yang jelas dari pada mulut,hati,nalar kita gunakan untuk menghujat/mengadili orang lebih baik untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengadili diri sendiri dengan Intropeksi dan kemudian mohon ampunanNya. Salam BBK -Original Message- From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of .:.cintasaja.:. Sent: Thursday, December 22, 2005 2:32 PM To: media-dakwah@yahoogroups.com Subject: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf Assalamu'alaikum wr.wb., Ikhwani yang dirahmati Allah, Menurut saya, sebenarnya yang bisa menjawab apa itu tasawuf atau sufi ya mereka yang 'menggeluti'-nya ... sehingga informasi yang diterima lebih akurat. Tidak semua tarikat itu sesat, dan juga tidak semuanya itu lurus .. CMIIW Berkaitan dengan munajat kaum sufi terhadap syurga dan neraka, berikut ada pendapat lain dari seorang sahabat ... semoga menjadi bahan masukan dan telaahan. Kalau kurang berkenan, mohon maaf sebelumnya. --- Dalam Al-Qur'an dan Hadits soal syurga dan neraka disebut berkali-kali dalam berbagai ayat dan surat . Tentu saja, sebagai janji dan peringatan Allah swt. Namun memahami ayat tersebut atau pun hadits Nabi saw, harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tidak sekadar formalisme ayat atau teks hadits saja. Contoh soal rasa takut. Dalam Al-Qur'an disebut beberapa kali bentuk takut itu. Ada yang menggunakan kata Taqwa, ada yang menggunakan kata Khauf dan ada pula Khasyyah, dan berbagai bentuk kata yang ditampilkan Allah Ta'ala yang memiliki hubungan erat dengan bentuk takut itu sendiri, sesuai dengan kapasitas hamba dengan Allah Ta'ala. Makna takut dengan penyebutan yang berbeda-beda itu pasti memiliki dimensi yang berbeda pula, khususnya dalam responsi psikhologi keimanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, berkaitan dengan frekwensi dan derajat keimanan seseorang. Begitu juga kata Jannah dan Naar, syurga dan neraka. Penekanan-penekanan kata Naar dalam Al-Qur'an juga memiliki struktur hubungan yang berbeda. Naar disebutkan untuk orang kafir, memiliki tekanan berbeda dengan orang munafik, orang fasik, dan orang beriman yang ahli maksiat. Itu berarti berhubungan dengan kata Naar, yang disandarkan pada macam-macam ruang neraka: Ada Neraka Jahim, Neraka Jahanam, Neraka Sa'ir, Neraka Saqar, Neraka Abadi, dan penyebutan kata Naar yang tidak disandarkan pada sifat dan karakter neraka tertentu. Jika Naar kita maknai secara gradual, justru menjadi zalim, karena faktanya tidak demikian. Hal yang sama jika para Sufi memahami Naar dari segi hakikatnya neraka, juga tidak bisa disalahkan. Apalagi jika seseorang memahami neraka itu sebagai api yang berkobar. Kalimat Naar tanpa disandari oleh Azab, juga berbeda dengan Neraka yang ansickh belaka. Misalnya kalimat dalam ayat di surat Al-Baqarah, Wattaqun Naar al-llaty waquduhannaasu wal-Hijarah dengan ayat yang sering kita baca, Waqinaa 'adzaban-Naar, memiliki dimensi berbeda. Ayat pertama, menunjukkan betapa pada umumnya manusia, karena didahului dengan panggilan Ilahi Wahai manusia. Maka Allah langsung membuat ancaman serius dengan menyebutkan kata Naar
Re: FW: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Wa'alaikum salam wr wb, --- Kartika, Bambang [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalamu'alaikum wr.wb., Saudara-saudaraku,saya heran mengapa kok masih ada orang yang membenci bahkan ada yang mengecam tentang tassawuf dengan berdalil Qur'an dan Hadis, padahal Al Qur'an dan Hadis adalah sumber utama segala ilmu, sebagai seorang Muslim mengapa hanya mengupas bagian luar Al Qur'an dan Hadis saja? tanpa mencoba menggali lebih dalam. Saudaraku kalau saya melihat suatu benda seperti buah apel maka saya tidak akan langsung mengatakan itu buah apel karena bisa saja itu apel-apelan yang dari plastik. Bagaimana cara memakan buah apel? ada yang lansung di gigit,ada yang dicuci terus digigit,ada yang dikupas dahulu,dst, barulah kita memasukanya ke mulut kemudian kita merasakan buah apel, disinilah contoh kehati-hatian orang tassawuf, artinya kalau orang yang sudah menggali Al Qur'an dan Hadis jauh lebih dalam maka dia akan selalu menjaga mulut, lidah dan hatinya untuk meghujat orang, bahkan sekalipun ada orang yang menghujatnya dia selalu mengembalikanya kepada Allah, Kenapa di Al Qur'an dan Hadits tidak sekalipun disebut kata tasawuf? Bahkan kata tasawuf itu sama sekali bukan bahasa Arab? Dalil dalam Islam adalah Qur'an dan Hadits. Adakah dalil yang mengatakan orang Tasawuf itu benar2 mengkaji dgn dalam Al Qur'an dan Hadits? Maaf, menurut pengamatan saya, kebanyakan pelajaran dalam Tasawuf justru bukan dari Al Qur'an dan Hadits yang sahih. Tapi cerita2 orang dulu/mimpi yang tidak ada derajad sahih/dloif sama sekali. Jadi tak bisa dijadikan pegangan. Apakah orang tassawuf termasuk orang pintar ? Ya Bisakah semua orang belajar tassawuf? Bisa hanya mungkin tingkatanya berbeda, mengapa ? karena nafsu seseorang berbeda-beda, olehkarena itu hindari sombong, takabur, kepada siapapun,hati-hati dalam segala ucapan, perbuatan,apa lagi mengecam para Sufi dll agar lebih mudah terjadi kontak Manunggaling kawula Gusti Gusti lan kawulane. Itu artinya bersatunya manusia dengan Tuhan/Allah. Akibatnya bisa seperti Al Hallaj atau Syekh Siti Jenar yang mengaku Allah. Padahal Nabi Muhammad SAW yang merupakan insan kamil, uswatun hasanah tidak pernah sekali pun mengaku sebagai Allah. Bukankah dalam surat Al Ikhlas disebut wa lam yakun lahu kufuwwan ahad? Dan tak ada sesuatu pun yang setara/sekufu dengan Allah? Wassalam Salam BBK -Original Message- From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of .:.cintasaja.:. Sent: Thursday, December 22, 2005 2:32 PM To: media-dakwah@yahoogroups.com Subject: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf Assalamu'alaikum wr.wb., Ikhwani yang dirahmati Allah, Menurut saya, sebenarnya yang bisa menjawab apa itu tasawuf atau sufi ya mereka yang 'menggeluti'-nya ... sehingga informasi yang diterima lebih akurat. Tidak semua tarikat itu sesat, dan juga tidak semuanya itu lurus .. CMIIW Berkaitan dengan munajat kaum sufi terhadap syurga dan neraka, berikut ada pendapat lain dari seorang sahabat ... semoga menjadi bahan masukan dan telaahan. Kalau kurang berkenan, mohon maaf sebelumnya. --- Dalam Al-Qur'an dan Hadits soal syurga dan neraka disebut berkali-kali dalam berbagai ayat dan surat . Tentu saja, sebagai janji dan peringatan Allah swt. Namun memahami ayat tersebut atau pun hadits Nabi saw, harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tidak sekadar formalisme ayat atau teks hadits saja. Contoh soal rasa takut. Dalam Al-Qur'an disebut beberapa kali bentuk takut itu. Ada yang menggunakan kata Taqwa, ada yang menggunakan kata Khauf dan ada pula Khasyyah, dan berbagai bentuk kata yang ditampilkan Allah Ta'ala yang memiliki hubungan erat dengan bentuk takut itu sendiri, sesuai dengan kapasitas hamba dengan Allah Ta'ala. Makna takut dengan penyebutan yang berbeda-beda itu pasti memiliki dimensi yang berbeda pula, khususnya dalam responsi psikhologi keimanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, berkaitan dengan frekwensi dan derajat keimanan seseorang. Begitu juga kata Jannah dan Naar, syurga dan neraka. Penekanan-penekanan kata Naar dalam Al-Qur'an juga memiliki struktur hubungan yang berbeda. Naar disebutkan untuk orang kafir, memiliki tekanan berbeda dengan orang munafik, orang fasik, dan orang beriman yang ahli maksiat. Itu berarti berhubungan dengan kata Naar, yang disandarkan pada macam-macam ruang neraka: Ada Neraka Jahim, Neraka Jahanam, Neraka Sa'ir, Neraka Saqar, Neraka Abadi, dan penyebutan kata Naar yang tidak disandarkan pada sifat dan karakter neraka tertentu. Jika Naar kita maknai secara gradual, justru menjadi zalim, karena faktanya tidak demikian. Hal yang sama jika para Sufi memahami Naar dari segi hakikatnya neraka, juga tidak bisa disalahkan. Apalagi jika seseorang memahami neraka itu sebagai api yang berkobar. Kalimat Naar tanpa disandari oleh Azab, juga berbeda dengan Neraka yang ansickh belaka
Tasawwuf - was: RE: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Wa'alaikumussalam warohmatulloh wabarokatuh, Alhamdulillah saudara Nizami sudah membantu menjelaskan tentang Tassawuf dan atau sufi dan tidak aneh dan heran jika menilai sesuatu dengan landasan dalil Al Qur'an dan Sunnah. Itu sudah menjadi kewajiban setiap muslim. Saudara Nizami mengaku Muslim dan saudara Kartika juga mengaku Muslim khan? Selayaknya segala apa yang muslim lakukan haruslah bersandar pada landasan hokum Islam yakni Al Qur'an dan As Sunnah bukan yang lainnya. Saudara Nizami mengingatkan kita semua apa yang beliau pelajari dari Al Qur'an dan As Sunnah tidaklah menunjukkan perlunya kita mengikuti ajaran-ajaran sufi yang baru diadakan setelah syariat Islam itu completed. Saudara kartika membantahnya hanya dengan pendapat dan logika belaka bagaimana bisa perkataan Allah dan Rosul-Nya dikalahkan hasil pendapat manusia? Saudara Nizami Muslim dan anda Muslim maka jika berbeda pendapat kembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya itulah orang beriman disitu tidak disebutkan dikembalikan kepada akal logika kita yang satu sama lain berbeda-beda tingkat pemahamannya. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisaa':59) Metode memahami agama melalui konsep sufi malah semakin jauh dari prinsip Islam sebagaimana yang telah dipaparkan syaikh Muhammad Jamil Zainu mantan pengikut Sufi atau Tasawwuf. Coba saja perhatikan sirah nabawiyyah adakah yang serupa cara menjalankan syariatnya dengan para sufi seperti manunggaling kawula gusti? Coba ditunjukkan riwayat dalam riwayat shahih mana terdapat para shahabat atau penerusnya yang shalih (salafush shalih) melakukan ritual-ritual yang dilakukan para pengikut sufi. Masalah dzikirpun ada kesamaan walaupun tidak semua. Dzikir dan doa yang dilakukan haruslah sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rosul-Nya selain itu tertolaklah karena bisa jadi dibuat-buat sendiri. Tahu sendiri khan dalilnya dari Hadits larangan membuat-buat sendiri amalan tanpa ada dasar syar'ie? عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أحْدَثَ فيِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ. وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ Dari 'Aisyah radliyallâhu 'anha dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, Barangsiapa yang mengada-ada (memperbuat sesuatu yang baru) di dalam urusan kami ini (agama) sesuatu yang bukan bersumber padanya (tidak disyari'atkan), maka ia tertolak. (HR.al-Bukhari) Di dalam riwayat Imam Muslim dinyatakan, Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan termasuk urusan kami (agama), maka ia tertolak. Lalu ilmu-ilmu kesaktian yang salah satunya anda contohkan bisa menetralkan arus listrikpun tidak dicontohkan oleh nabi sholallahu 'alaihi wasalam. Kalopun dicontohkan maka Nabi tidak akan berdarah-darah ketika beliau berjihad sehingga riwayatnya akan berubah. Nabi akan kebal ditimpukin batu di bukit Thaif saat mendakwahkan Islam. Kalo memang ilmu itu dicontohkan Rosul. Sufi juga menihilkan Jihad fie sabilillah bil ma'na qital. Jihad dalam artian perang. Padahal sepanjang sejarah para salafush shalih itu banyak yang menjadi ahluts tsughur. Sudah 'aliim termasuk ahluts tsughur pula. Ulama yang berjihad membela agama Allah pula tidak berdiam saja di masjid tholabul 'ilmi, beribadah sesuai Qur'an dan Sunnah. Sudah puluhan peperangan yang diikuti Rosul dan shahabat dan salafush shalih dalam menegakkan dan menjaga Hukum Allah tetap tegak berdiri sampai ada kesesatan-kesesatan yang melemahkan kekuatan kaum muslimin sendiri. Pernah saya baca di koran bahwa para sufi kalo menanggapi jihad di Irak malah mengirimkan jin muslim untuk membantu muslim irak dari gempuran teroris Amerika dan sekutunya. Yang disuruh maju Jin Muslim. Dalam riwayat yang ada manusianya dulu yang maju berjihad maka pasukan ghaib tanpa disuruh juga ikut mendukung. Bisa antum teliti lagi persaksian Syaikh Muhammad Jamil Zainu yang pernah menggeluti ajaran Sufi di negerinya. Kitab terjemahannya yang cukup murah mudah di dapat dipasaran. FYI, Sayapun pernah menjadi pengikut sufi. Mohon periksalah lagi lebih teliti lagi mana yang boleh dilakukan Allah dan Rosul-Nya agar kedepannya kita tidak menyesal. Wallahu'alam bishshowwab Abu Fahmi -Original Message- From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Kartika, Bambang Sent: Friday, December 23, 2005 10:31 AM To: media-dakwah@yahoogroups.com Subject: FW: syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf Assalamu'alaikum wr.wb., Saudara-saudaraku,saya heran mengapa kok masih ada orang yang membenci bahkan ada yang mengecam
[media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Mau tanya, apa sih sesungguhnya Tassawuf itu, juga yg disebut para Sufi. Dalam pengertian saya yg masih awam ini terkesan mereka adalah orang terpilih dan suci. Apakah demikian halnya? Adakah dalil/AlQura'an, hadits Rasulullah tentang tassawuf ini. Apakah tassawuf sesuai ajaran Allah SWT melalui Rasul Muhammad SAW ? Terimakasih... __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM ~- Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Assalamu'alaikum wr.wb... Dari milis tetangga tentang tasawuf : Di zaman para sahabat Nabi saw, kaum Muslimin serta pengikutnya mempelajari tasawuf, agama Islam dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, tanpa kecuali. Tiada satu bagian pun yang tidak dipelajari dan dipraktekkan, baik lahir maupun batin; urusan dunia maupun akhirat; masalah pribadi maupun kemasyarakatan, bahkan masalah yang ada hubungannya dengan penggunaan akal, perkembangan jiwa dan jasmani, mendapat perhatian pula. Timbulnya perubahan dan adanya kesulitan dalam kehidupan baru yang dihadapinya adalah akibat pengaruh yang ditimbulkan dari dalam dan luar. Dan juga adanya bangsa-bangsa yang berbeda paham dan alirannya dalam masyarakat yang semakin hari kian bertambah besar. Dalam hal ini, terdapat orang-orang yang perhatiannya dibatasi pada bagian akal, yaitu Ahlulkalam, Mu'tazilah. Ada yang perhatiannya dibatasi pada bagian lahirnya (luarnya) atau hukum-hukumnya saja, yaitu ahli fiqih. Ada pula orang-orang yang perhatiannya pada materi dan foya-foya, misalnya orang-orang kaya, dan sebagainya. Maka, pada saat itu, timbullah orang-orang sufi yang perhatiannya terbatas pada bagian ubudiah saja, terutama pada bagian peningkatan dan penghayatan jiwa untuk mendapatkan keridhaan Allah dan keselamatan dari kemurkaan-Nya. Demi tercapainya tujuan tersebut, maka diharuskan zuhud atau hidup sederhana dan mengurangi hawa nafsu. Ini diambil dari pengertian syariat dan takwa kepada Allah. Disamping itu, kemudian timbul hal baru, yaitu cinta kepada Allah (mahabatullah). Sebagaimana Siti Rabi'ah Al-Adawiyah, Abu Yazid Al-Basthami, dan Sulaiman Ad-Darani, mereka adalah tokoh-tokoh sufi. Mereka berpendapat sebagai berikut: Bahwa ketaatan dan kewajiban bukan karena takut pada neraka, dan bukan keinginan akan surga dan kenikmatannya, tetapi demi cintanya kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya, supaya dekat dengan-Nya. Dalam syairnya, Rabi'ah Al-Adawiyah telah berkata: Semua orang yang menyembah Allah karena takut akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau aku tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku cinta kepada Allah dan ingin ridhaNya. Kemudian pandangan mereka itu berubah, dari pendidikan akhlak dan latihan jiwa, berubah menjadi paham-paham baru atas Islam yang menyimpang, yaitu filsafat; dan yang paling menonjol ialah Al-Ghaulu bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham bersatunya hamba dengan Allah). Paham ini juga yang dianut oleh Al-Hallaj, seorang tokoh sufi, sehingga dihukum mati tahun 309 H. karena ia berkata, Saya adalah Tuhan. Paham Hulul berarti Allah bersemayam di dalam makhluk-Nya, sama dengan paham kaum Nasrani terhadap Isa Al-Masih. Banyak di kalangan para sufi sendiri yang menolak paham Al-Hallaj itu. Dan hal ini juga yang menyebabkan kemarahan para fuqaha khususnya dan kaum Muslimin pada umumnya. Filsafat ini sangat berbahaya, karena dapat menghilangkan rasa tanggung jawab dan beranggapan bahwa semua manusia sama, baik yang jahat maupun yang baik; dan yang bertauhid maupun yang tidak, semua makhluk menjadi tempat bagi Tajalli (kasyaf) Al-Haq, yaitu Allah. Dalam keadaan yang demikian, tentu timbul asumsi yang bermacam-macam, ada yang menilai masalah tasawuf tersebut secara amat fanatik dengan memuji mereka dan menganggap semua ajarannya itu baik sekali. Ada pula yang mencelanya, menganggap semua ajaran mereka tidak benar, dan beranggapan aliran tasawuf itu diambil dari agama Masehi, agama Budha, dan lain-lainnya. Secara obyektif bahwa tasawuf itu dapat dikatakan sebagai berikut: Tasawuf ada dalam Islam dan mempunyai dasar yang mendalam. Tidak dapat diingkari dan disembunyikan, dapat dilihat dan dibaca dalam Al-Qur'an, Sunnah Rasul saw. dan para sahabatnya yang mempunyai sifat-sifat zuhud (tidak mau atau menjauhi hubudunya), tidak suka hidup mewah, sebagaimana sikap khalifah Umar r.a, Ali r.a, Abu Darda', Salman Al-Farisi, Abu Dzar r.a. dan lainnya. Banyak ayat Al-Qur'an yang menganjurkan agar mawas diri dari godaan yang berupa kesenangan atau fitnah dunia. Tetapi hendaknya selalu bergerak menuju ke jalan yang diridhai oleh Allah swt. dan berlomba-lomba memohon ampunan Allah swt, surga-Nya dan takutlah akan azab neraka. Dalam Al-Qur,an dan hadis Nabi saw. juga telah diterangkan mengenai cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya dan cinta hambaNya kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Qur,an: Adapun orang-orang yang beriman cintanya sangat besar kepada Allah ... (Q.s. Al-Baqarah: 165). ... Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya ... (Q.s. Al-Maidah: 54). Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam barisan yang teratur (tidak tercerai-berai) ... (Q.s. Ash-Shaff: 4). Diterangkan pula dalam Al-Qur'an dan hadis mengenai masalah zuhud, tawakal, tobat, syukur, sabar, yakin, takwa, muraqabah (mawas diri), dan lain-lainnya dari maqam-maqam yang suci dalam agama. Tidak ada golongan lain yang memberi
Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Wa'alaikum salam wr wb, --- Aria Subekti [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalamu'alaikum wr.wb... Dari milis tetangga tentang tasawuf : Di zaman para sahabat Nabi saw, kaum Muslimin serta pengikutnya mempelajari tasawuf, agama Islam dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, tanpa kecuali. Jika kita kaji Al Qur'an dan Hadits, kita tidak akan menemui satu kata pun tentang tasawuf. Bahkan tasawuf itu sendiri bukan berasal dari bahasa Arab. Klaim di atas tidak ada dasarnya. Cukuplah sudah Al Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai pedoman kita. Janganlah kita berpegang kepada bid'ah atau selain dari 2 yang di atas. Dalam syairnya, Rabi'ah Al-Adawiyah telah berkata: Semua orang yang menyembah Allah karena takut akan neraka dan ingin menikmati surga. Kalau aku tidak demikian, aku menyembah Allah, karena aku cinta kepada Allah dan ingin ridhaNya. Di situ Rabi'ah seperti pamer atau riya. Salah satu pernyataan Rabi'ah: Jika aku menyembahMu karena ingin masuk surga, maka tutuplah pintu surga bagiku. Jika aku menyembahMu karena takut neraka, masukkanlah aku ke dalam neraka itu berbau sombong pamer dan bertentangan dgn do'a yang diajarkan Nabi: Robbana aatina fid dunya hasanah. Wa fil akhiroti hasanah. Wa qiina 'adzaaban naar (Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat. Dan hindarkanlah kami dari api neraka) Kemudian pandangan mereka itu berubah, dari pendidikan akhlak dan latihan jiwa, berubah menjadi paham-paham baru atas Islam yang menyimpang, yaitu filsafat; dan yang paling menonjol ialah Al-Ghaulu bil Hulul wa Wahdatul-Wujud (paham bersatunya hamba dengan Allah). Paham ini juga yang dianut oleh Al-Hallaj, seorang tokoh sufi, sehingga dihukum mati tahun 309 H. karena ia berkata, Saya adalah Tuhan. Itulah akibatnya karena belajar Islam bukan bersumber dari Al Qur'an dan Hadits. Tapi dari sumber lain seperti kisah2 yang tidak jelas riwayatnya. Paham Hulul berarti Allah bersemayam di dalam makhluk-Nya, sama dengan paham kaum Nasrani terhadap Isa Al-Masih. Banyak di kalangan para sufi sendiri yang menolak paham Al-Hallaj itu. Dan hal ini juga yang menyebabkan kemarahan para fuqaha khususnya dan kaum Muslimin pada umumnya. Filsafat ini sangat berbahaya, karena dapat menghilangkan rasa tanggung jawab dan beranggapan bahwa semua manusia sama, baik yang jahat maupun yang baik; dan yang bertauhid maupun yang tidak, semua makhluk menjadi tempat bagi Tajalli (kasyaf) Al-Haq, yaitu Allah. Dalam keadaan yang demikian, tentu timbul asumsi yang bermacam-macam, ada yang menilai masalah tasawuf tersebut secara amat fanatik dengan memuji mereka dan menganggap semua ajarannya itu baik sekali. Ada pula yang mencelanya, menganggap semua ajaran mereka tidak benar, dan beranggapan aliran tasawuf itu diambil dari agama Masehi, agama Budha, dan lain-lainnya. Secara obyektif bahwa tasawuf itu dapat dikatakan sebagai berikut: Tasawuf ada dalam Islam dan mempunyai dasar yang mendalam. Tidak dapat diingkari dan disembunyikan, dapat dilihat dan dibaca dalam Al-Qur'an, Sunnah Rasul saw. dan para sahabatnya yang mempunyai sifat-sifat zuhud (tidak mau atau menjauhi hubudunya), tidak suka hidup mewah, sebagaimana sikap khalifah Umar r.a, Ali r.a, Abu Darda', Salman Al-Farisi, Abu Dzar r.a. dan lainnya. Banyak ayat Al-Qur'an yang menganjurkan agar mawas diri dari godaan yang berupa kesenangan atau fitnah dunia. Tetapi hendaknya selalu bergerak menuju ke jalan yang diridhai oleh Allah swt. dan berlomba-lomba memohon ampunan Allah swt, surga-Nya dan takutlah akan azab neraka. Dalam Al-Qur,an dan hadis Nabi saw. juga telah diterangkan mengenai cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya dan cinta hambaNya kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Qur,an: Adapun orang-orang yang beriman cintanya sangat besar kepada Allah ... (Q.s. Al-Baqarah: 165). ... Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya ... (Q.s. Al-Maidah: 54). Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjihad di jalan Allah dalam barisan yang teratur (tidak tercerai-berai) ... (Q.s. Ash-Shaff: 4). Diterangkan pula dalam Al-Qur'an dan hadis mengenai masalah zuhud, tawakal, tobat, syukur, sabar, yakin, takwa, muraqabah (mawas diri), dan lain-lainnya dari maqam-maqam yang suci dalam agama. Tidak ada golongan lain yang memberi perhatian penuh dalam menafsirkan, membahas dengan teliti dan terinci, serta membagi segi-segi utamanya maqam ini selain para sufi. Merekalah yang paling mahir dan mengetahui akan penyakit jiwa, sifat-sifatnya dan kekurangan yang ada pada manusia, mereka ini ahli dalam ilmu pendidikan yang dinamakan Suluk. Tetapi, tasawuf tidak berhenti hingga di sini saja dalam peranannya di masa permulaan, yaitu adanya kemauan dalam melaksanakan akhlak yang luhur dan hakikat dari ibadat yang murni semata untuk Allah swt. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi, yaitu: Ilmu tasawuf itu, kemudian akan meningkat ke bidang
syurga - neraka ... was Re: [media-dakwah] Tanya : Tassawuf
Assalamu'alaikum wr.wb., Ikhwani yang dirahmati Allah, Menurut saya, sebenarnya yang bisa menjawab apa itu tasawuf atau sufi ya mereka yang 'menggeluti'-nya ... sehingga informasi yang diterima lebih akurat. Tidak semua tarikat itu sesat, dan juga tidak semuanya itu lurus .. CMIIW Berkaitan dengan munajat kaum sufi terhadap syurga dan neraka, berikut ada pendapat lain dari seorang sahabat ... semoga menjadi bahan masukan dan telaahan. Kalau kurang berkenan, mohon maaf sebelumnya. --- Dalam Al-Qur'an dan Hadits soal syurga dan neraka disebut berkali-kali dalam berbagai ayat dan surat . Tentu saja, sebagai janji dan peringatan Allah swt. Namun memahami ayat tersebut atau pun hadits Nabi saw, harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tidak sekadar formalisme ayat atau teks hadits saja. Contoh soal rasa takut. Dalam Al-Qur'an disebut beberapa kali bentuk takut itu. Ada yang menggunakan kata Taqwa, ada yang menggunakan kata Khauf dan ada pula Khasyyah, dan berbagai bentuk kata yang ditampilkan Allah Ta'ala yang memiliki hubungan erat dengan bentuk takut itu sendiri, sesuai dengan kapasitas hamba dengan Allah Ta'ala. Makna takut dengan penyebutan yang berbeda-beda itu pasti memiliki dimensi yang berbeda pula, khususnya dalam responsi psikhologi keimanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, berkaitan dengan frekwensi dan derajat keimanan seseorang. Begitu juga kata Jannah dan Naar, syurga dan neraka. Penekanan-penekanan kata Naar dalam Al-Qur'an juga memiliki struktur hubungan yang berbeda. Naar disebutkan untuk orang kafir, memiliki tekanan berbeda dengan orang munafik, orang fasik, dan orang beriman yang ahli maksiat. Itu berarti berhubungan dengan kata Naar, yang disandarkan pada macam-macam ruang neraka: Ada Neraka Jahim, Neraka Jahanam, Neraka Sa'ir, Neraka Saqar, Neraka Abadi, dan penyebutan kata Naar yang tidak disandarkan pada sifat dan karakter neraka tertentu. Jika Naar kita maknai secara gradual, justru menjadi zalim, karena faktanya tidak demikian. Hal yang sama jika para Sufi memahami Naar dari segi hakikatnya neraka, juga tidak bisa disalahkan. Apalagi jika seseorang memahami neraka itu sebagai api yang berkobar. Kalimat Naar tanpa disandari oleh Azab, juga berbeda dengan Neraka yang ansickh belaka. Misalnya kalimat dalam ayat di surat Al-Baqarah, Wattaqun Naar al-llaty waquduhannaasu wal-Hijarah dengan ayat yang sering kita baca, Waqinaa 'adzaban-Naar, memiliki dimensi berbeda. Ayat pertama, menunjukkan betapa pada umumnya manusia, karena didahului dengan panggilan Ilahi Wahai manusia. Maka Allah langsung membuat ancaman serius dengan menyebutkan kata Naar. Tetapi pada doa seorang beriman, Lindungi kami dari siksa neraka, maknanya sangat berbeda. Karena yang terakhir ini berhubungan dengan kualifikasi keimanan hamba kepada Allah, bahwa yang ditakuti adalah Azabnya neraka, bukan apinya. Sebab api tanpa azab, jelas tidak panas, seperti api yang membakar Ibrahim as. Oleh sebab itu, jika seorang Sufi menegaskan keikhlasan ubudiyahnya hanya kepada Allah, memang demikian perintah dan kehendak Allah. Bahwa seorang mukmin menyembah Allah dengan harapan syurga dan ingin dijauhkan neraka, dengan perspektifnya sendiri, tentu kualifikasi keikhlasannya di bawah yang pertama. Dalam berbagai ayat mengenai Ikhlas, sebagai Ruh amal, disebutkan agar kita hanya menyembah Lillahi Ta'ala. Tetapi kalau punya harapan lain selain Allah termasuk di sana harapan syurga dan neraka, sebagai bentuk kenikmatan fisik dan siksa fisik, itu juga diterima oleh Allah. Namun, kualifikasinya adalah bentuk responsi mukmin pada syurga dan neraka paling rendah. Semua mengenal bagaimana Allah membangun contoh dan perumpamaan, baik untuk menjelaskan dirinya, syurga maupun neraka. Kaum Sufi memilih perumpamaan paling hakiki, karena perumpamaan neraka yang paling rendah sudah dilampauinya. Sebagaimana kualitas moral seorang pekerja di perusahaan juga berbeda-beda, walau pun teknis dan cara kerjanya sama. Orang yang bekerja hanya mencari uang dan untung, tidak boleh mencaci dan mengecam orang yang bekerja dengan motivasi mencintai pekerjaan dan mencintai direktur perusahaan tersebut. Walau pun cara bekerjanya sama, namun kualitas moral dan etos kerjanya yang berbeda. Bagi seorang direktur yang bijaksana, pasti ia lebih mencintai pekerja yang didasari oleh motivasi cinta yang luhur pada pekerjaan, perusahaan dan mencintai dirinya, disbanding para pekerja yang hanya mencari untung be laka, sehingga mereka bekerja tanpa ruh dan spirit yang luhur. Karena itu syurga pun demikian. Persepsi syurga bagi kaum Sufi memiliki kualifikasi ruhani dan spiritual yang berbeda dengan persepsi syurga kaum awam biasa. Hal yang sama persepsi mengenai bidadari. Bagi kaum Sufi bidadari yang digambarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, adalah Tajalli (penampakan) sifat-sfat dan Asma Kemahaindahan Ilahi, yang tentu saja berbeda dengan kaum awam yang dipersepsi sebagai kenikmatan bilogis seksual-hewani. Syurga bagi kaum Sufi adalah