RE: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2007-01-01 Terurut Topik Rahmat
Ini e-mail koq udah kayak spam masuk berhari-hari dan berkali-kali...

 

  _  

From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Ema Amalia
Sent: Wednesday, December 27, 2006 7:32 PM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

 

Assalaamu'alaikum wr. wb.,

Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah
saya 
mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.

Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran
Prof. 
Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan
ada 
gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa
(Tengah).

Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip "ngono yo

ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat

dipentingkan dalam Islam.
Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada
dasarnya 
Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum
selesai, 
keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.

So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri
Taman 
Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan

dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah
Islam.

Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya

Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
ribuan...

Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan

Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh
dan 
Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?

Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali
ada 
kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah

dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu

introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah
ditanyakan 
kontribusinya.

Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis

Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai "way of
life" 
orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 

Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]
<mailto:ekobs%40ghifari.org> org>:

> Fwded from :
> http://groups. <http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/>
yahoo.com/group/i-ummah/
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED] <mailto:i-ummah%40yahoogroups.com> .com, "Eko
Budhi S, Ghifari.Org"
<[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> 
> Assalamu'alaikum ...
> 
> Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah "bagaimana
> mempunyai pemimpin terbaik". Bagaimana mempunyai pemimpin yg
"ing
> ngarsa sung tulodho" ...
> pemimpin yg memberi contoh.
> 
> Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
> "naik daun". mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang
middle
> class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
> aspirasi 
> 
> dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai "ing madya mangun karsa"
... di
> lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
> 
> Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg "ing ngarsa"
...
> bahkan kecendurangannya media kita yg "istana-sentris" hanya
> mengedepankan peran-peran pemimpin ...
> 
> Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
> bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
> di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
> keberhasilan.
> 
> Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
> Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
> dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.
> 
> Kita masih kurang menyadari pentingnya 

RE: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2007-01-01 Terurut Topik Ema Amalia
Wah, maaf kalau Pak Rahmat merasa ini spam.
Karena ada tanda "error" yang sampai ke saya soal tidak sampainya email ini. 
Mungkin kemarin-kemarin server mailist ini lagi ngadat... Mungkin pengaruh 
gempa yang memutus kabel optik di Taiwan...
Kalau lihat email dari saya yang lain, kayaknya nggak ada tuh yang terkirim 
dua kali... Malah sudah beberapa kali saya banyak menerima email yang sama di 
mailist ini dua kali dari beberapa pengirim.. Mungkin servernya lagi ngadat 
lagi.

So, begitulah penjelasannya...Mungkin...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan Rahmat <[EMAIL PROTECTED]>:

> Ini e-mail koq udah kayak spam masuk berhari-hari dan berkali-kali...
> 
>  
> 
>   _  
> 
> From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> On
> Behalf Of Ema Amalia
> Sent: Wednesday, December 27, 2006 7:32 PM
> To: media-dakwah@yahoogroups.com
> Subject: Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani
> 
>  
> 
> Assalaamu'alaikum wr. wb.,
> 
> Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah,
> izinkanlah
> saya 
> mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
> 
> Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum)
> dari 
> seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran
> Prof. 
> Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya
> menyimpulkan
> ada 
> gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa
> (Tengah).
> 
> Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip "ngono
> yo
> 
> ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang
> sangat
> 
> dipentingkan dalam Islam.
> Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis
> Jawa 
> Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada
> dasarnya 
> Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual
> 
> ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum
> selesai, 
> keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.
> 
> So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari
> pendiri
> Taman 
> Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali
> dihubungkan
> 
> dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media
> dakwah
> Islam.
> 
> Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari
> budaya
> 
> Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk
> mencoba 
> lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
> Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
> ribuan...
> 
> Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI
> Keturunan
> 
> Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari
> Aceh
> dan 
> Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?
> 
> Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep
> budaya 
> Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
> Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri
> barangkali
> ada 
> kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
> kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi
> jumlah
> 
> dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu
> terlalu
> 
> introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah
> ditanyakan 
> kontribusinya.
> 
> Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari
> etnis
> 
> Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang
> saja, 
> selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya
> lapisan 
> Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai "way of
> life" 
> orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
> dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari
> kalangan 
> Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 
> 
> Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak
> berkenan...
> 
> Wassalaam,
> 
> Ema A
> 
> Kutipan "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]
> <mailto:ekobs%40ghifari.org> org>:
> 
> > Fwded from :
> > http://groups. <http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/>
> yahoo.com/group/i-ummah/
> > 
> > --- In [EMAIL PROTECTED] <mailto:i-ummah%40yahoogroups.com> .com,
> "Eko
> Budhi S, Ghifari.Org"
> <[EMAIL PROTECTED]>
> > wrote:
> > 
> > Assalamu'alaikum ...
> > 
> > Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah "bagaimana
> >

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-27 Terurut Topik ekobs

On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia <[EMAIL PROTECTED]> wrote 
:
> 
> Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
> Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
> lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
> Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...

Assalamu'alaikum ...

Tentu saja mbak. Prinsip dalam belajar dari budaya lokal, di luar Al Qur'an
dan As Sunnah,adalah selalu menge-check dgn Al Qur'an dan As Sunnah. Tidak
ada budaya lokal yang 100% sesuai Al Qur'an/As Sunnah, sebagaimana juga di
budaya manapun kita bisa menemukan local wisdom ...

Termasuk budaya Arab misalnya. Kedatangan Rasulullah saw menunjukkan bahwa
ada banyak budaya Arab yg perlu dibenahi melalui Al Quran dan As Sunnah.

Hanya saja, mengikuti panduan Aa Gym, saya hanya coba 3M. Mulai dari diri
sendiri, Mulai dari apa yg bisa dilakukan, Mulai dari Sekarang. Nah ! Jika
ada masukan dari budaya lain, silahkan ...

Kita tidak perlu MEMPERTENTANGKAN Islam dengan budaya lokal ... baik Jawa,
Cina, Minang, Aceh, Dayak, Asmat, Sasak, Bali dll ...

Islam jauh lebih tinggi dari semua itu, dan tidak ada yg lebih tinggi darinya.
Bagaimanapun, saya misalnya juga membaca kisah-kisah dari Cina dll, bahkan
dari Eropa ... Di manapun ada hikmah, itu milik Muslim yg hilang. 

Ini tantangan ART dalam mengelola KNOWLEDGE. Bagaimana kita bisa menjadi
"chief knowledge officer" ...

Wassalamu'alaikum 



Eko Budhi S

On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia <[EMAIL PROTECTED]> wrote 
:

> Assalaamu'alaikum wr. wb.,
> 
> Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah
saya 
> mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
> 
> Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
> seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran Prof. 
> Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada 
> gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah).
> 
> Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip "ngono yo 
> ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat 
> dipentingkan dalam Islam.
> Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
> Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada dasarnya 
> Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
> ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, 
> keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.
> 
> So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman 
> Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan 
> dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam.
> 
> Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
> Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
> lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
> Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...
> 
> Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan 
> Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh
dan 
> Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?
> 
> Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
> Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
> Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada 
> kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
> kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah 
> dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu 
> introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah
ditanyakan 
> kontribusinya.
> 
> Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis 
> Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
> selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
> Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai "way of life" 
> orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
> dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
> Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 
> 
> Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...
> 
> Wassalaam,
> 
> Ema A
> 
> Kutipan "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]>:
> 
> > Fwded from :
> > http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
> > 
> > --- In [EMAIL PROTECTED], "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]>
> > wrote:
> > 
> > Assalamu'alaikum ...
> > 
> > Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah "bagaimana
> > mempunyai pemimpin terbaik". Bagaimana mempunyai pemimpin yg "ing
> > ngarsa sung tul

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-27 Terurut Topik Ema Amalia
Assalaamu'alaikum wr. wb.,

Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah saya 
mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.

Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran
Prof. 
Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada 
gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah).

Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip "ngono yo

ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat

dipentingkan dalam Islam.
Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada
dasarnya 
Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, 
keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.

So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman 
Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan 
dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam.

Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...

Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan 
Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh dan 
Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?

Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada 
kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah 
dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu 
introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah ditanyakan 
kontribusinya.

Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis 
Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai "way of
life" 
orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 

Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]>:

> Fwded from :
> http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED], "Eko Budhi S, Ghifari.Org"
<[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> 
> Assalamu'alaikum ...
> 
> Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah "bagaimana
> mempunyai pemimpin terbaik". Bagaimana mempunyai pemimpin yg
"ing
> ngarsa sung tulodho" ...
> pemimpin yg memberi contoh.
> 
> Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
> "naik daun". mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang
middle
> class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
> aspirasi 
> 
> dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai "ing madya mangun karsa"
... di
>  lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
> 
> Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg "ing ngarsa"
...
> bahkan kecendurangannya media kita yg "istana-sentris" hanya
> mengedepankan peran-peran pemimpin ...
> 
> Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
> bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
> di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
> keberhasilan.
> 
> Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
> Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
> dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.
> 
> Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini
> dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class
> mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di
> media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ...
> 
> Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ?
> Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang. Mereka yg berhasil
> menulis code-code di balik Google atau Ms Windows.
> 
> Satu tantangan ke-6 adalah ttg "keberpihakan yang adil dalam
> pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi" agar informasi
> secara adil (tidak mesti proporsional) bisa menghargai semua peran
> baik mereka yg "ing ngarsa", "ing madya" maupun
"tut wuri" ...
> 
> Terlalu meng

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-27 Terurut Topik Ema Amalia
Wa'alaikumussalaam wr. wb.,

Terima kasih atas tanggapannya. Saya tidak ingin berdebat, tujuan saya 
menyampaikan ide di email saya sebelumnya adalah karena saya melihat 
kecenderungan arogansi dari etnis Jawa Tengah. Maaf kalau saya katakan itu, 
mungkin pandangan saya dari luar sebagai bukan dari etnis tersebut.Juga, 
mungkin orang yang dari etnis itu karena ada di dalam budaya itu perlu juga 
pandangan dari fihak luar - kalau mau berbesar hati menerima dengan jernih.

Mengenai mempertentangkan, saya kira tahap pertama dari menyaring segala macam 
budaya atau informasi adalah "mempertentangkan" hal-hal tersebut dengan yang 
ada di Al-Qur'an dan Hadits. Mungkin bahasa yang lebih halus dan disukai dalam 
kultur Indonesia secara umum adalah "menyaring", "mengkonfirmasi" 
atau "mengecek". Tentu saja untuk melakukan itu butuh pandangan dan pendapat 
dari para Ulama. Kalaupun kita sendiri punya pengetahuan tentang Al-Qur'an dan 
Hadits yang cukup dalam, tentu tidak ada salahnya menanyakan "second 
opinion", "third opinion", dll.

Saya kira itu saja dulu, 

Wassalaam,

Ema A



Kutipan ekobs <[EMAIL PROTECTED]>:

> 
> On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote :
> > 
> > Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari
> budaya 
> > Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk
> mencoba 
> > lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
> > Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
> ribuan...
> 
> Assalamu'alaikum ...
> 
> Tentu saja mbak. Prinsip dalam belajar dari budaya lokal, di luar Al
> Qur'an
> dan As Sunnah,adalah selalu menge-check dgn Al Qur'an dan As Sunnah.
> Tidak
> ada budaya lokal yang 100% sesuai Al Qur'an/As Sunnah, sebagaimana juga
> di
> budaya manapun kita bisa menemukan local wisdom ...
> 
> Termasuk budaya Arab misalnya. Kedatangan Rasulullah saw menunjukkan
> bahwa
> ada banyak budaya Arab yg perlu dibenahi melalui Al Quran dan As
> Sunnah.
> 
> Hanya saja, mengikuti panduan Aa Gym, saya hanya coba 3M. Mulai dari
> diri
> sendiri, Mulai dari apa yg bisa dilakukan, Mulai dari Sekarang. Nah !
> Jika
> ada masukan dari budaya lain, silahkan ...
> 
> Kita tidak perlu MEMPERTENTANGKAN Islam dengan budaya lokal ... baik
> Jawa,
> Cina, Minang, Aceh, Dayak, Asmat, Sasak, Bali dll ...
> 
> Islam jauh lebih tinggi dari semua itu, dan tidak ada yg lebih tinggi
> darinya.
> Bagaimanapun, saya misalnya juga membaca kisah-kisah dari Cina dll,
> bahkan
> dari Eropa ... Di manapun ada hikmah, itu milik Muslim yg hilang. 
> 
> Ini tantangan ART dalam mengelola KNOWLEDGE. Bagaimana kita bisa
> menjadi
> "chief knowledge officer" ...
> 
> Wassalamu'alaikum 
> 
> 
> 
> Eko Budhi S
> 
> On Tue, 26 Dec 2006 14:24:49 +0700 (JAVT), Ema Amalia <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote :
> 
> > Assalaamu'alaikum wr. wb.,
> > 
> > Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah,
> izinkanlah
> saya 
> > mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
> > 
> > Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum)
> dari 
> > seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran
> Prof. 
> > Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya
> menyimpulkan ada 
> > gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa
> (Tengah).
> > 
> > Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip
> "ngono yo 
> > ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang
> sangat 
> > dipentingkan dalam Islam.
> > Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis
> Jawa 
> > Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada
> dasarnya 
> > Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh
> ritual 
> > ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum
> selesai, 
> > keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.
> > 
> > So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari
> pendiri Taman 
> > Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali
> dihubungkan 
> > dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media
> dakwah Islam.
> > 
> > Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari
> budaya 
> > Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk
> mencoba 
> > lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
> > Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak
> ribuan...
> > 
> > Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI
> Keturunan 
> > Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari
> Aceh
> dan 
> > Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?
> > 
> > Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep
> budaya 
> > Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
> > Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri
> barangkali ada 
> > kekura

Re: [media-dakwah] Fwd: Tantangan ke 6 : Tut wuri handayani

2006-12-25 Terurut Topik Ema Amalia
Assalaamu'alaikum wr. wb.,

Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah saya 
mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.

Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari 
seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran Prof. 
Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada 
gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah).

Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip "ngono yo 
ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat 
dipentingkan dalam Islam.
Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa 
Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada dasarnya 
Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual 
ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, 
keburu datang penjajah Portugis dan Belanda.

So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman 
Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan 
dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam.

Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya 
Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba 
lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ?
Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan...

Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan 
Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh dan 
Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ?

Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya 
Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ?
Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada 
kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi 
kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah 
dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu 
introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah ditanyakan 
kontribusinya.

Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis 
Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, 
selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan 
Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai "way of life" 
orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat 
dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan 
Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. 

Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan...

Wassalaam,

Ema A

Kutipan "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]>:

> Fwded from :
> http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED], "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> 
> Assalamu'alaikum ...
> 
> Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah "bagaimana
> mempunyai pemimpin terbaik". Bagaimana mempunyai pemimpin yg "ing
> ngarsa sung tulodho" ...
> pemimpin yg memberi contoh.
> 
> Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat
> "naik daun". mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang middle
> class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan
> aspirasi 
> 
> dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai "ing madya mangun karsa" ... di
>  lapisan tengah membangun semangat, spirit ...
> 
> Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg "ing ngarsa" ...
> bahkan kecendurangannya media kita yg "istana-sentris" hanya
> mengedepankan peran-peran pemimpin ...
> 
> Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir
> bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang
> di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat
> keberhasilan.
> 
> Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi
> Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg
> dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate.
> 
> Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini
> dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class
> mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di
> media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ...
> 
> Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ?
> Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang. Mereka yg berhasil
> menulis code-code di balik Google atau Ms Windows.
> 
> Satu tantangan ke-6 adalah ttg "keberpihakan yang adil dalam
> pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi" agar informasi
> secara adil (tidak mesti proporsional) bisa menghargai semua peran
> baik mereka yg "ing ngarsa", "ing madya" maupun "tut wuri" ...
> 
> Terlalu meng