Re: [mediacare] Re: Surat Keberatan Media Watch atas iklan XL versi Perempuan Rp 1,-

2007-09-28 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro
Rekan MJ, Saya kira persoalannya bukan pada perempuan, tetapi grand
desain iklan inilah pangkal masalahnya. Iklan tersebut bisa jadi tidak
muncul ketika biro iklan tidak memberikan ide tentang 1 detik di kaos
yang digunakan perempuan. Saya kira perempuan juga punya hak ya,
mengambil dan menjadi bintang iklan tersebut, apalagi perempuan yang
menjadi model bukanlah anak-anak, tetapi perempuan dewasa yang saya
kira juga sadar akan ketentuan kontrak.

Salam,

Eko Bambang S

Pada tanggal 27/09/07, Manneke Budiman <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
>
>
>
>
>
>
>
>  Setuju. Seruan protes terhadap iklan Prox XL, dan juga semua posting yang
> bernada kritis terhadap iklan itu, harus dibaca sebagai ajang pendidikan dan
> peningkatan kesadaran publik--baik itu laki-laki maupun perempuan--untuk
> lebih sensitif gender. Tapi kita jangan lupa juga bahwa yang dihadapi adalah
> pemodal-pemodal besar. Maka itu, cara melawan mereka bukanlah dengan
> rusak-rusakan, tetapi dengan membangun kesadaran publik.
>
>  manneke
>
>  -Original Message-
>
>  > Date: Thu Sep 27 16:31:21 PDT 2007
>  > From: "marthajan04" <[EMAIL PROTECTED]>
>  > Subject: [mediacare] Re: Surat Keberatan Media Watch atas iklan XL versi
> Perempuan Rp 1,-
>  > To: mediacare@yahoogroups.com
>  >
>  > sebetulnya siapa sih yang paling salah dalam hal iklan2 yang
>  > merendahkan wanita?
>  > saya yang perempuan, lebih condong malah menyalahkan si perempuan itu
>  > sendiri yang jadi modelnya.
>  > sebagai perempuan, seharusnya dia tidak tergiur oleh uang yang
>  > merendahkan perempuan terutama dirinya sendiri.
>  > pihak pengusaha memang dia nyari akal untuk melariskan dagangannya.
>  > pihak lelaki apa urusannya, bukan dia yang direndahkan.
>  > Jadi saya lebih mengharapkan lembaga2 wanita, mulailah usaha
>  > menyadarkan wanita2 entah goblog atau tidak punya harga diri wanita2
>  > model seperti ini. caranya terserah bagaimana bijaknya anda2 saja.
>  >
>  > salam,
>  > mj
>  >
>  >
>  >
>  >
>  > --- In mediacare@yahoogroups.com, "Daniel H.T." <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>  > >
>  > >
>  > > Saya lihat iklan tsb masih ada di website XL (www.xl.co.id)
>  > > Ini dia:
>  > >
>  > >
>  > >
>  > >
>  > >
>  > >
>  > > - Original Message -
>  > > From: M. Irwan Hrp
>  > > To: mediacare@yahoogroups.com
>  > > Cc: Milis Perempuan ; Forum PembacaKompas ; Milis KOMNAS
>  > > Sent: Thursday, September 27, 2007 4:32 PM
>  > > Subject: Re: [mediacare] Surat Keberatan Media Watch atas iklan
>  > XL versi Perempuan Rp 1,-
>  > >
>  > >
>  > > Dear All,
>  > >
>  > > Sudah saya sampaikan ke team terkait. Semoga menjadi masukan bagi
>  > kita semua.
>  > >
>  > >
>  > > On 9/27/07, Titiana Adinda < [EMAIL PROTECTED]> wrote:
>  > >
>  > > MEDIA WATCH
>  > > Jl.Bangka Raya No 43 ,Jakarta Selatan 12770
>  > > Telp: 021-7192627 Fax:021-7192523
>  > > Email: [EMAIL PROTECTED]
>  > >
>  > > No : 001/E/MW/SK/IX/07
>  > > Lamp : 1 buah foto contoh iklan
>  > > Hal : Surat Keberatan
>  > >
>  > > Jakarta, 26 September 2007
>  > >
>  > > Kepada Yth.
>  > > Pimpinan Perusahaan
>  > > Kartu Seluler XL
>  > > di tempat
>  > >
>  > > Dengan hormat,
>  > > Kami bermaksud menyampaikan surat keberatan kami atas iklan XL
>  > versi perempuan dengan menggunakan kaos bertuliskan Rp 1/detik
>  > > Dari cara mempromosikan iklan tersebut menunjukkan citra yang
>  > melecehkan
>  > > perempuan, karena :
>  > >
>  > > Model yang diperagakan adalah seorang perempuan dewasa berdiri
>  > dan dibagian
>  > > perut serta sekitar payudara bertuliskan Rp 1 / per detik.
>  > >
>  > > Citraan ini sangat merendahkan perempuan, memberi kesan tubuh
>  > perempuan tersebut sama dengan seharga Rp 1 / per detik. Bahwa iklan
>  > ini menunjukkan citraan penjualan seorang perempuan, atau ide dari
>  > bisnis hotline.
>  > >
>  > > Dengan ini kami sangat keberatan sekali iklan tersebut terus
>  > menerus ditayangkan dan diterbitkan di media-media sampai sekarang
>  > yang dapat dilihat oleh semua orang. Masih banyak iklan XL lain
>  > sebelumnya yang terlihat lebih kreatif tanpa mencitrakan perempuan
>  > seperti itu.
>  > >
>  > > Negara Indonesia sudah sepakat untuk menghapuskan semua bentuk
>  > diskriminasi terhadap perempuan baik langsung maupun tidak langsung
>  > (UU No. 7 Tahun 1984) salah satunya peran media massa (termasuk
>  > iklan)
>  > >
>  > > Semoga masukan dari kami ini sangat bermanfaat bagi perusahaan
>  > Anda.
>  > > Kami sangat terbuka untuk berdialog dengan pihak XL mengenai
>  > keberatan kami ini. Agar terjadi pengertian masyarakat dan untuk
>  > selanjutnya silahkan menghubungi Dinda di 08151609391 atau email kami
>  > di [EMAIL PROTECTED] bila tertarik untuk merencanakan pertemuan.
>  > > Media Watch akan terus memantau tayangan televisi yang
>  > memiliki tayangan yang membuat citraan perempuan menjadi negatif.
>  > Tujuannya bukan untuk memberangus media industri, tetapi
>  > memberi 'masukan lebih' segala hal yang berhubungan dengan prinsip
>  > hak asasi manusia. Di negara la

Re: [mediacare] Dukung Bang Ade Armando:Mari menerima KetidakMunafikan!

2007-02-18 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

sdr buku miring,
Anda tidak punya nama?

saya kira ini bukan persoalan munafik atau tidak munafik, ini persoalan
kepercayaan dan apresiasi yang selama ini diberikan teman-teman yang peduli
akan masalah kekerasan terhadap perempuan kepada bang ade armando. Pemikiran
bang ade armando bagus, apalagi berkaitan dengan persoalan media, yang
tentunya harapan bagi teman-teman aktivis perempuan yang selama ini sebal
dengan tayangan media yang melakukan kekerasan. Tidak sekedar itu, saya
kira teman-teman juga percaya bahwa bang ade armando mempunyai pemahaman
yang baik soal kekerasan, karena memahami persoalan perempuan tidaklah
mudah, kalau memang orang tersebut tidak serius. Jurnal perempuan pernah
membuat diskusi tentang kekerasan terhadap perempuan, salah satunya jelas
poligami. Salah satu pembicara yang diundang adalah ade armando, karena bang
ade dipercaya bisa membawa misi kesetaraan.

Secara pribadi saya menolak poligami, karena poligami saya yakini sebagai
perlakuan kekerasan terhadap perempuan. Jika bang ade berpoligami sebagai
pilihan, maka kami yang menolak poligami juga dengan sadar tidak lagi
percaya dengan bang ade sebagai agen untuk anti kekerasan terhadap
perempuan. saya kira teman-teman yang menolak poligami buka saja sekedar
main-main. Teman-teman tidak saja membutuhka orang-orang yang mempunyai
pemikiran, tetapi juga tindakan. Visi seseorang akan dilihat dari tindakan
dan ucapan. Banyak orang pintar, namun dalam beberapa tindakan menjadi tidak
konsisten. Konsistensi inilah yang dibutuhkan, sehingga kepercayaan dan
apresiasi orang-orang tidak mudah untuk dicederai. Untuk itulah apakah salah
mereka yang kecewa dengan bang ade armando karena merasa kepercayaanya
dicedarai? Sekali lagi, jika poligami dianggap sebagai pilihan, maka pilihan
pula ketika kita gantungkan kepercayaan yang selama ini diberikan.

Karena kecerdasan bang adelah kami menjadi kecewa. Dan ini bukan persoalan
menufik atau tidak munafik.

salam,

Eko Bambang Subiyantoro






Pada tanggal 07/02/18, bukumiring <[EMAIL PROTECTED]> menulis:


  Mbak Titiana Adinda..saya kasihan sama Bang Ade...kenapa Anda dan
sejumlah orang lain tidak bisa menerima ketidakmunafikan ? Pasti Anda
munafik

Setelah 20 tahun lewat...saya baru tahu Bang Ade Armando punya dua
istri.Dulu saya adik kelas Bang Ade di Fisip UI... Bang Ade sama
sekali belum dikenal,...sekarang Bang Ade demikian terkenal tidak
heran sebab yang saya tahu Bang Ade itu orangnya pendek, ada
kumisnya,..senyumnya simpatik...saya jadi membayangkan Napoleon
Bonaparte... konon Napoleon juga pendek dan banyak perempuannya. Bang
Ade cuma punya 2 belum tiga...kalau lebih banyak lagi perempuannya
pasti Bang Ade akan sehebat Napoleon atau Bung Karno ...

Bagaimanapun saya salut pada Abang...Selamat yaa Bang Selamat juga
pade Nina...bisa menerima Ade apa adanya...
Poligami..poliandri...lucu juga kalau terusan dibahas dan dibesarin
buat menjatuhkan/menaikan popularitas orangsebab menurut saya
punya pacar banyak sama dengan punya istri/suami banyak, ini hanya
soal orientasi seks... pernah gak kebayang puluhan tahun hidup dengan
orang yang sama dalam satu atap, satu kamar tidur.betapa
membosankannya kepura-puraan.

Teknologi dan ilmu pengetahuan mengantarkan kita pada pentingnya
benchmarking,misalnya, rumah tangga juga butuh benchmarking, istri dan
suami perlu lebih dari satu, kalau bisa dan sah diformalkan ya
diformalkan kalau tidak ya diselingkuhkan asal nggak sampai konflik...
asal jangan sampai istri mengadu ke kantor secara formal hingga
suami/istri diturunkan jabatannya,semua ada dalilnya ada
prosedurnya,..silahkan

Dimadu,memadu atau Selingkuh adalah
Benchmark yang mengantarkan kita pada peningkatan kualitas menghadapi
suami agar istri lama kompetitif dengan istri baru, agar suami timbul
api nyala cemburu dan perhatian pada istri dengan jujur pada soal uang
gaji, uang korupsi dan lain-lain sebelum istrinya kebelet beneran
minta cerai 

Jangan sudutkan perempuan dengan membesar-besarkan poliandri dan
poligami,aktivis perempuan juga sebaiknya jangan mentabukan
poligami,seks itu enak kok... dimadu itu macam ekstasi kok...ada rasa
sakit yang nikmat karena ada cinta dan kencan ditengah kebosanan
berumah tangga dengan orang yang sama ...jujur saja kalau jadi
diri sendiri dan punya kesempatan serakah kita semua pasti mau aja
serakah asal tidak dinilai/dibilang serakahhanya sedikit orang
yang berani menyatakan dirinya serakah dengan segala dalil. ... orang
orang demikian adalah orang orang yang tidak munafik..

Mbak Titiana..dan yang lainlain,.. marilah kita meniru Nina... belajar
menerima
ketidakmunafikan dengan tulus..

Salam,
saya adalah juga berjender perempuan!
(Mohon Maaf kalau ada yg tidak berkenan dan tersinggung ini sekedar
tukar pikiran,..)





[mediacare] Berpoligami di Hari Kasih Sayang

2007-02-15 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=perspektif%7C-49%7CX
Kamis, 15 Februari 2007
*Berpoligami di Hari Kasih Sayang *


Oleh: *Adriana Venny*

Berikut adalah sms saya terakhir kepada Ade Armando, Dosen FISIP UI, salah
satu anggota Komisi Penyiaran Indonesia, penulis Jurnal Perempuan,
narasumber dalam sosialisasi YJP tentang "Remaja Perempuan Melek Media" dan
narasumber kampanye 16 hari "Anti Kekerasan terhadap Perempuan":

Selasa, 13 Februari 2007: sms ke No. HP Ade Armando: 0818-1794…

*Halo Mas Ade, ini Venny dari YJP, maaf saya mau nanya apa benar Mas Ade
berpoligami?*

*Dijawab dari No. HP Ade Armando:*

*Benar.*

Sms saya selanjutnya:

*Sejak kapan? Kok Mas Ade tega banget sih? Apa itu berarti anda tidak akan
memperjuangkan lagi isu perempuan di KPI?*

….

Rabu pagi, 14 Februari 2007

*Jawaban dari No.HP Ade Armando:*

*Maaf baru baca. Kalau anda menganggap saya jahat, tentu saya nggak bisa
bilang apa2. Masing2 orang punya jalan hidup masing2. Oh ya saya dalam waktu
dekat nggak di KPI lagi.*

Sms saya selanjutnya:

*Bukan salah anda Mas. Ini salah UU Perkawinan di Indonesia yang tidak
seperti di negara2 lain melarang poligami untuk melindungi hak perempuan.
Doakan perjuangan kami Mas. Salam untuk Mbak Nina.*

*Jawaban dari No.HP Ade Armando:*

*Terimakasih. Saya doakan anda semua.*

Sms saya selanjutnya:

*Mudah-mudahan amandemen UU Perkawinan berhasil dan kami tidak perlu lagi
kehilangan penulis JP yang bagus seperti anda.*

….

Nampaknya itulah salam perpisahan kami dengan seorang ex feminis laki-laki,
meski itu bukan perpisahan yang pertama. Beberapa tahun lalu kami juga
terpaksa mengucap selamat jalan kepada Masdar Mar'soedi, seorang *public
figure* laki-laki yang memahami gerakan perempuan, namun lalu memutuskan
untuk berpoligami.
Kenapa kami terpaksa harus mengucapkan selamat tinggal adalah karena
kepercayaan gerakan perempuan bahwa praktek poligami melanggar hak-hak
perempuan dan hak asasi manusia secara universal. Yakni bahwa:

*Negara harus membuat peraturan-peraturan yang tepat termasuk pembuatan
undang-undang untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang,
peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan, dan praktek-praktek yang
diskriminatif terhadap wanita.*

(Pasal 2f UU RI No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita-CEDAW)

*Negara peserta wajib membuat peraturan yang tepat untuk mengubah pola
tingkah laku social dan budaya pria dan wanita dengan maksud untuk mencapai
penghapusan prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktek
lainnya yang berdasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu
jenis kelamin atau berdasarkan peranan stereotip bagi pria dan wanita.*

(Pasal 5a UU RI No.7 tahun 1984)

*Setiap manusia dilahirkan bebas dan sama kedudukannya dalam martabat dan
hak.*

(Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)

Pertanyaan selanjutnya: bagaimana dengan orang biasa jika seorang yang
sehari-harinya mengajar di universitas terkemuka, mengenyam pendidikan
tinggi di manca negara, bahkan ahli di isu kesetaraan gender pula, menjawab
alasan berpoligami yang paling dangkal yaitu bahwa masing-masing orang punya
jalan hidup sendiri-sendiri.

Hal lain yang biasanya yang menjadi alasan laki-laki Indonesia untuk
berpoligami adalah ingin punya anak atau anak laki-laki. Seolah-olah
komitmen, cinta, kesetiaan, bukanlah satu hal yang layak diperjuangkan. Dan
tidak ada apa-apanya dengan obsesi punya anak kandung atau bahkan dibanding
nafsu syahwat yang paling-paling cuma 2 menit berereksi: tidak beda jauh
dengan kambing atau monyet.

Pertanyaan yang lalu menjadi absurd di hari kasih sayang: Apakah kita memang
tidak bisa menuntut kesetiaan laki-laki, sementara perempuan justru selalu
dituntut untuk setia? Lalu cinta macam apa yang seperti itu? Cinta yang
selalu menuntut pengorbanan perempuan tapi tidak menuntut apapun dari
laki-laki, adalah cinta yang mengerikan.

Jika demikian, waspadalah wahai para perempuan. Karena ternyata konsep cinta
yang selama ini kita pahami adalah timpang dan merugikan. Cinta yang menjadi
dasar perkawinanpun tidak cukup melindungimu dari praktek ini, buktinya UU
Perkawinan di Indonesia memperbolehkan kali-laki berpoligami, itu mengapa UU
tahun 1970 ini sangat mendesak untuk diamandemen. Sebelum kekasihmu yang
sekarang ini suatu saat akan menuntut untuk boleh berpoligami.

Namun sayapun salut karena masih ada beberapa laki-laki Indonesia yang
selalu setia dengan pasangannya sampai selamanya apapun yang terjadi, meski
tidak punya anak, bahkan meski pasangannya sakit keras. Sayangnya jumlahnya
hanya satu dari sejuta. Namun satu dari sejuta itu lalu memberi makna yang
terdalam bagi kita sebagai manusia. Bahwa nilai-nilai cinta, kesetiaan, rasa
hormat dan saling menghargai jauh lebih berharga ketimbang nafsu untuk kawin
lagi.

Karenanya tidak terlalu berlebihan jika hari kasih sayang tahun ini kita
persembahkan bagi para laki-laki yang masih menggunakan akal sehatnya, yang
tetap berkomitmen u

Re: [mediacare] IRONI DI MASJID "KUBAH EMAS" DEPOK

2007-01-23 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

Pak Hilmi,
Saya khawatir jangan-jangan itu bukan masjid, tapi bangunan yang dinamakan
masjid dan sebenarnya itu pameran kekayaan saja. Lalu buat apa bikin masjid
bagus-bagus jika harus dibatasi pengunjungnya. Saya ngeri orang memang suka
mengedepankan simbol. Banyak masjid dibangun bagus-bagus tapi bangunan itu
tidak bisa membuat masyarakat memahami dan mengenal secara baik fungsi
masjid baik secara religius maupun sosial. Orang membangun masjid sering
menjadi simbol. Simbol keumatan, simbol kesolehan, simbol ketaatan, simbol
religiusitas, namun tidak pernah menjadikan dirinya benar-benar orang
yang religius.

Saya kira Tuhan tidak menilai pahala seseorang dari berapa banyak dia
membangun masjid dan seberapa bagus masjid dibuat.

Pak Hilmi, untuk mengurangi rasa kecewa asumsikan saja keinginan mengunjungi
masjid depok kemarin itu sebagai salah persepsi dan salah tujuan, bahwa
bangunan itu ternyata bukan masjid dalam arti tempat ibadah, tetapi masjid
sebagai bangunan mewah, jadi tidak bisa berwisata rohani. Saya kira bapak
dan keluarga akan lebih bisa menikmati wisata rohani dengan mengunjungi
masjid-masjid yang saya kira di Indonesia jauh lebih kaya secara kultural
seperti masjid demak, masjid sunan ampel di surabaya, dan masjid-masjid kuno
di seluruh Indonesia yang mempunyai nilai historis bagi perkembangan Islam
di Indonesia. Biasanya disetiap alun-alun kota ada masjid Jami, saya kira
nilai bangunannya tidak kalah mewah. :)

salam,

Eko Bambang S


Pada tanggal 07/01/24, Iyo Tengil <[EMAIL PROTECTED]> menulis:


  IRONI DI MASJID "KUBAH EMAS" DEPOK
Kegundahan seorang Ayah

Hari minggu tgl 14 Januari 2007, kami sekeluarga
(istri dan kedua anak saya masing-masing berumur 9 dan
5 tahun) bermaksud pergi ke untuk sholat ashar di
Masjid "Kubah Emas" (kalau tidak salah namanya Masjid
Dian Al Mahri), Istri dan kedua anak saya begitu
bersemangat untuk sholat di Masjid yang terletak
daerah Meruyung, Depok tsb, Selain sholat saya juga
ingin memberikan alternatif wisata rohani yang positif
pada anak saya. Namun saat kami hendak masuk ke pintu
gerbang Masjid, satpam penjaga melarang anak saya
masuk dengan alasan masih di bawah 10 tahun
(begitupula nasib sama dialami pengunjung lainnya).

Saya melihat pengumuman yang memang menuliskan
melarang anak usia dibawah 10 tahun masuk ke areal
masjid dengan alasan untuk menjaga kebersihan,
ketertiban, dan kekhusuan ibadah. Saya langsung
terhentak kaget, kecewa karena seumur hidup saya baru
kali ini saya menemui sebuah Masjid yang membuat
larangan anak kecil masuk, bahkan ke halamannya saja
tidak boleh. Yang semakin menusuk hati saya adalah
kekecewaan yang begitu terlihat dari ekspresi anak
saya terutama anak laki-laki saya yang berusia 5
tahun, dia heran dan bertanya "kenapa yah, aku tidak
boleh masuk?, emangnya yang punya mesjid tidak suka
anak kecil yah?". Saat itu saya tidak bisa menjawab
apapun, jawaban seperti apa yang harus saya berikan
pada anak saya?. Selama ini saya berusaha untuk selalu
membiasakan anak saya sholat di masjid sebelah rumah.
Namun saat ia begitu antusias untuk melihat Masjid
yang begitu tersohor dan indah justru ia tidak bisa
masuk. Akhirnya kami sholat Ashar di Mushola dekat
pintu gerbang Masjid "Kubah Emas". Mushola yang -maaf-
tempat wudhunya tidak terawat dan kotor namun welcome
kepada kami termasuk anak-anak saya.

Setelah sholat saya berpikir mengapa pemilik Masjid
itu menerapkan sebuah aturan yang bahkan melebihi
aturan di Masjidilharam? dimana ada orang yang thawaf
terlihat membawa bayi dan tidak dilarang oleh Asykar
(polisi kerajaan). Saya tidak pernah mendengar atau
membaca sebuah ayat atau hadits yang melarang anak
dibawah 10 tahun tidak diperbolehkan pergi ke Masjid.
Yang saya tahu memang Rasulullah melarang anak kecil
sholat di shaff terdepan bukan melarang datang sholat
ke Masjid. Saya khawatir aturan di Masjid "Kubah Emas"
ini melewati apa yang digariskan Rasulullah.

Secara Psikologis , pelarangan ini tentu menjadi
kontraproduktif dengan proses pengenalan dan
pembiasaan dini agar anak dekat dengan Masjid dan mau
ke Masjid. Bayangkan jika semua Masjid melarang anak
dibawah usia10 tahun sholat di Masjid, maka Masjid
akan kehilangan jama'ahnya sebab generasi mudanya
tidak pernah dibiasakan pergi ke Mesjid. Generasi muda
Islam akan semakin jauh dari tempat sujud ke Tuhannya
dan mungkin mereka akan "phobia" dengan Masjid.

Jika memang pemilik Masjid Kubah "Emas" ingin
membatasi segmen pengunjung maka seharusnya jangan
disebut Masjid, sebut saja "ini adalah tempat sholat
pribadi kami yang berada di areal pribadi, setiap yang
ingin sholat harus ikut peraturan keluarga kami".
Sebab jika disebut Masjid maka sudah memasuki dimensi
publik dimana semua muslim berhak sholat di Masjid
manapun termasuk dengan anak-anaknya. Tentu setiap
orang tua harus menjaga anaknya agar tertib.

Terakhir saya berharap "pemilik" Masjid "Kubah Emas"
(juga ke masjid
manapun) mau meninjau kebijakannya. Anak adalah
harapan masa depan Islam, mereka harus didik dekat dan

[mediacare] Undangan untuk menghadiri acara konferensi pers mengenai RUU PTPPO

2006-11-23 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

No.  :  19/JKP3/XI/2006
Lamp  : 1 lbr
Hal. :  Undangan
* *
*Kepada Yth*
*Rekan-Rekan Jaringan *
Di Tempat


Dengan hormat,

Dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia,
kami dari Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan bermaksud mengangkat isu
pemberantasan perdagangan orang (*trafficking*) khususnya perdagangan
perempuan sebagai isu utama untuk menjadi perhatian masyarakat Indonesia.
Terkait dengan hal itu, kami hendak mensosialisasikan pada publik bahwa
upaya untuk meminimalkan kekerasan terhadap perempuan, khususnya *
trafficking* sedang dimulai melalui RUU PTPPO.  Diharapkan masyarakat
mengetahui dan mendukung kelahiran RUU hingga menjai UU, karena itu kami
berinisiatif melaksanakan Pers Konferensi mengenai RUU tersebut.

Untuk itu kami mengharap kesediaan rekan-rekan sekalian untuk  hadir pada
acara Konferensi Pers "*Perkembangan Pembahasan RUU PTPPO untuk memberi
perlindungan perempuan dari perdagangan orang*" di ruang Press Room DPRRI,
yang akan diselenggarakan pada:

*Hari/tanggal   *:  Jumat, 24 November 2006
*Jam* :  10.30 s.d 12.00 wib
*Agenda*   :  Konferensi Pers JKP3 tentang Pembahasan
terakhir
  RUU PTPPO
*Pembicara*   : Ibu Dra Latifah Iskandar, Ketua PANJA DPRRI
RUU PTPPO
 Ratna Batara Munthi (JKP3)
 KH.Moh.Husein, (Agamawan)
 Sulistyowati (Akademisi)
 Salma Safitri (Solidaritas
Perempuan, aktifis buruh migran)
   *Moderator*  : Masruchah (Sekjen Koalisi
Perempuan Indonesia)
Sehubungan dengan pentingnya hal tersebut di atas kami mohon kesediaan
rekan-rekan sekalian  untuk hadir pada acara tersebut. Atas perhatian serta
dukungannya, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 21 November 2006

Hormat kami,


*Ratna Batara Munthi *
Kordinator JKP3

--
Cheap Talk? Check
outYahoo!
Messenger's low PC-to-Phone call rates.


[mediacare] Diskusi & Launching Buku Jurnalisme Berperspektif Ana

2006-11-23 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

Dear All,


Setelah lahirnya Jurnalisme damai, jurnalisme Empati,
lalu apakah Jurnalisme Berperspektif anak? Apakah
betul jurnalisme ini harus lahir karena banyaknya sisi
kelam kehidupan anak-anak? Lalu bagaimana anak dalam
melihat media? apakah media selama ini hanya
menjadikan anak sebagai obyek-sehingga mematikan
proses kreatif berpikir mereka? Lalu bagaimana media
memotret isu anak? apakah media sudah banyak
menuliskan persoalan anak? ataukah media hanya sibuk
menuliskan gaya hidup anak-anak perkotaan dan
anak-anak masa kini saja?

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan UNICEF akan
mengadakan Diskusi & Launching Buku Jurnalisme
Berperspektif Anak. Buku ini merupakan hasil dari
Lomba Penulisan Anak Nasional 2006 oleh Wartawan di
Indonesia yang telah diadakan oleh AJI dan UNICEF.

Diskusi dan Launching Buku akan diadakan pada :

Hari/Tanggal : Kamis, 30 November 2006
Tempat   : Hotel Kartika Chandra-Kirana Room
 (Samping Planet Hollywood)-Jl. Gatot
 Subroto-Jakarta Selatan.
Waktu: Pukul 09.00-14.00
Agenda   : Diskusi dan Launching Buku Berjudul:
 Sebab Ia Dijuluki "Hari Ini" (Jurnalis
 Memandang Anak)

Pembicara:
1. Atmakusumah Astraatmaja (Pengamat Pers): Jurnalisme
Berperspektif Anak
2. Raisa Aurora (Siswi Kelas 1 SMAN 5 Bekasi/ Pemenang
Lomba Essay Remaja UNICEF 2005): Anak Memandang Media
3. Magdalena Sitorus (Komisioner Komisi Perlindungan
Anak Indonesia/KPAI): Isu Anak dalam Media
Moderator:
-Luviana (AJI)


Untuk konfirmasi Kedatangan, bisa menghubungi Sdr.
Minda di Sekretariat AJI no Telp.3151214, atau
fax.3151261 atau email ke:
[EMAIL PROTECTED] atau menghubungi Luviana
(08164809844). Terimakasih atas partisipasi dan
dukungannya.


Salam,


Luviana (Koordinator Divisi Perempuan AJI)




Sponsored Link

Degrees online in as fast as 1 Yr
MBA, Bachelor's, Master's, Assoc
http://yahoo.degrees.info


[mediacare] Peran Media dalam Menghapus Diskriminasi terhadap Perempuan

2006-11-16 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=berita%7C-719%7CX
Senin, 13 November 2006
*Peran Media dalam Menghapus Diskriminasi terhadap Perempuan *
Jurnalis: Henny Irawati

*Jurnalperempuan.com-Jakarta. *Media adalah ujung tombak sosialisasi. Tidak
saja mengenai kovenan-kovenan internasional yang sudah diratifikasi
Indonesia, seperti *Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women* (CEDAW, Konvensi Penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan) atau Beijing Platform for Action (BPFA,
Landasan Aksi Beijing), tapi juga keputusan dan ketetapan pemerintah terkait
dengan konvensi-konvensi tersebut. Pandangan ini disampaikan Deputi II
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Sri Danti, dalam "Workshop Jurnalis
dalam Rangka Advokasi Penghapusan Diskriminasi Gender Menuju Tujuan
Pembangunan Millenium" yang bertempat di Hotel Cemara, Sabtu (11/11). Selain
peran sebagai ujung tombak, Sri Danti menjelaskan bahwa media juga berperan
sebagai pengawas. Misal mengawasi pelaksanaan pembangunan atau penetapan
Undang-undang. Menjadi hak media untuk mengkritisi langkah-langkah yang
dilakukan pemerintah.

Namun, lebih lanjut Sri Danti memaparkan, selain hak, media juga mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab. Harus ada akuntabilitas di dalam
pandangan-pandangan yang disampaikan dalam pemberitaannya. "Menulis
berdasarkan faktalah konkretnya. Jangan ada pandangan pribadi. Selain itu,
sertakan juga saran-saran yang dapat dijadikan sebagai alternatif jalan
keluar." Pendapat Sri Danti ini semakin menguatkan mengapa perempuan dan
media menjadi salah satu, di antara 12 isu kritis, yang ditetapkan dalam
yang merupakan hasil dari Konferensi Perempuan Se-Dunia ke-IV, 1995, di
Beijing, China.

Menurut Achie Sudiarti Luhulima yang bertindak juga sebagai narasumber,
sasaran strategis BPFA, berkait dengan isu perempuan dan media, pertama,
memberi kesempatan untuk perempuan untuk semakin meningkatkan partisipasinya
dalam berekspresi dan mengambil keputusan di dalam dan melalui media massa.
Dia harapkan sasaran pertama itu dapat menunjang sasaran BPFA yang kedua,
yakni memajukan gambaran yang seimbang dan tidak stereotip dalam media.
Karena sudah menjadi rahasia umum, sebagian besar media juga berperan serta
dalam eksploitasi perempuan. Karena itu, Achie yang aktif di LIPI dan
Convention Watch Universitas Indonesia ini menegaskan, "Isu prioritas yang
ingin dihapuskan dari media adalah viktimisasi perempuan dalam media,
banyaknya bias gender dalam pemberitaan di media, dan perlunya pemahaman
kesetaraan gender bagi pekerja media."

Lebih lanjut, Sri Danti memuji media-media yang sudah banyak mengangkat
perempuan sebagai korban kekerasan. Akan tetapi, dia juga mempertanyakan,
apa peran media untuk mengikis persoalan ini. "Misalnya, dengan
mensosialisasikan, bila perlu sampai ke daerah-daerah, program-program yang
menayangkan langkah-langkah yang harus diambil perempuan korban kekerasan
atau prosedur menjadi tenaga kerja luar negeri," usulnya. Sementara menurut
Achie, langkah ke depan yang harus diambil adalah melakukan pembenahan
regulasi media berkaitan dengan sanksi, mengadakan pelatihan jurnalisme
gender bagi media, serta melarang penayangan iklan-iklan yang
mengeksploitasi perempuan.*


[mediacare] Instansi Pemerintah Diminta Dukung Kesetaraan Gender

2006-11-16 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

http://www.korantempo.com/korantempo/2006/11/16/Nasional/krn,20061116,3.id.html

Kamis, 16 November 2006


*Instansi Pemerintah Diminta Dukung Kesetaraan Gender*
*JAKARTA* -- Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta meminta semua
departemen, khususnya Departemen Agama serta Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, mendukung upaya penyetaraan gender. Alasannya, diskriminasi dan
ketidakadilan gender ini disebabkan oleh dominasi patriarki yang kuat dan
membudaya karena tafsir agama dan budaya.
"Departemen Agama, misalnya, dalam ceramah agama oleh ustad dan tokoh agama
juga harus menanamkan kesetaraan gender. Jangan merendahkan perempuan," ujar
Meutia setelah membuka Pertemuan Tingkat Tinggi Se-ASEAN dalam
Pengarusutamaan Gender di Jakarta kemarin.

Menurut Meutia, dalam memberikan ceramah agama, para tokoh agama hendaknya
juga menyebarkan dan mengungkapkan nilai-nilai kesetaraan gender.
"Nilai-nilai itu ada, tapi jarang diungkapkan dalam kegiatan agama,"
ujarnya. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata diminta memberikan pencerahan
budaya yang mengangkat kesetaraan gender. Sebab, menurut dia, budaya masih
bernilai patriarkis.

Pertemuan tingkat tinggi ini mengagendakan penyamaan persepsi bagaimana
menyejahterakan perempuan melalui landasan konvensi penghapusan diskriminasi
terhadap perempuan dan Landasan Aksi Beijing serta konsep Tujuan Pembangunan
Milenium. Wakil dari sepuluh negara anggota ASEAN membicarakan strategi
untuk menghapus diskriminasi dan dampaknya terhadap perempuan.

Persoalan pada perempuan yang menjadi bidang kritis yang harus ditangani
pemerintah dan lembaga nonpemerintah antara lain tingginya kemiskinan,
rendahnya pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, perempuan dan konflik,
hak asasi manusia, perempuan dan ekonomi, perempuan dan pemegang kekuasaan,
serta anak-anak perempuan.

Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan
pengarusutamaan gender ini pun di negara-negara ASEAN belum maksimal.
Seperti diakui oleh Thelma Kay dari ESCAP Bangkok, hukum dinilai belum
mendukung konvensi itu.

"Hukum tidak diimplementasikan, para penegak juga belum dilatih dan
menggunakan hukum berkeadilan gender. Konvensi ini juga tidak digunakan
sebagai landasan putusan pengadilan," ujarnya. *dian yuliastuti*


[mediacare] Meutia Hatta Minta Depag Ikut Cegah Diskriminasi Terhadap Perempuan

2006-11-16 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

*http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=15740&cl=Berita*
*Meutia Hatta Minta Depag Ikut Cegah Diskriminasi Terhadap Perempuan
*[16/11/06]

*Negara-negara anggota ASEAN membahas kemajuan dari implementasi Convention
on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW dalam
rangka menentukan rencana aksi menekan tindak kekerasan terhadap perempuan.*

**

**

Hari pertama *acara ASEAN High Level Meeting on Gender Mainstreaming within
The Context of CEDAW, BPFA and MDG's* ini membahas secara komprehensif
hasil-hasil implementasi CEDAW di seluruh Negara anggota ASEAN. Dalam
pembukaan acara, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono
mengatakan implementasi *mainstreaming *gender sampai saat ini terus
mendapat tantangan. Faktanya, masih banyak yang salah persepsi tentang
gender sehingga tetap saja terjadi pelanggaran atas hak-hak perempuan.
Gender lebih ditekankan pada tanggung jawab, peran dan fungsi dari perempuan
dan laki-laki, jadi gender bukanlah dilihat dari sisi jenis kelamin.



Baginya, saat diwawancarai *hukumonline*, proses mainstreaming gender ini
bisa diterapkan dalam seluruh sektor kehidupan. Hal ini memerlukan sinergi
dari banyak pihak termasuk dari para pemuka agama. Hendaknya, Departemen
Agama pun ikut berperan aktif dalam proses ini. "Melalui ceramah-ceramah
agama juga harus menanamkan tentang kesetaraan gender dan jangan merendahkan
perempuan. Nilai-nilai ini sebenarnya ada tapi tidak pernah diungkapkan",
tuturnya.



Lebih lanjut Meutia mengatakan CEDAW, BPFA dan MDG's merupakan rangkaian
langkah sebagai alat untuk menekan diskriminasi terhadap perempuan. CEDAW
lebih berfokus pada cara mengatasi berbagai bentuk diskriminasi terhadap
perempuan. BPFA (*Beijing Platform For
Action
*) lebih menekankan pada strategi menangani 12 wilayah kritis yang harus
ditempuh dalam upaya pemberdayaan perempuan di negara-negara anggota
PBB. Kemudian
MDG's (*Millenium Development
Goals*)merupakan
tujuan dengan titik berat pada peranan perempuan yang akan dicapai
pada 2015. "melalui ketiga alat itu maka diharapkan diskriminasi hilang, 12
area kritis dapat diatasi sehingga peranan perempuan dalam MDG's bisa
terwujud. Ini semua satu alur", tambahnya.



Menurut Thelma Kay dari UNESCAP (*United Nation Economic and Social
Commision for Asia and The Pasific*), ada beberapa alasasan yang menyebabkan
mainstreaming gender tidak bisa berjalan dengan baik. Antara lain karena
perangkat Nasional seperti peraturan pemerintah, sumberdaya manusia dan
ketrampilan teknis masih lemah. Kemudian norma-norma lembaga yang belum di
transformasi, hokum yang belum sepenuhnya terimplementasi serta pengadilan
yang belum menggunakan hokum gender. "oleh sebab-sebab itulah proses
kesetaraan perempuan masih terkendala", ungkapnya.



Misalnya Thailand. Data statistik Menteri Kesehatan Masyarakat
mengindikasikan masih cukup tingginya tingkat kerasan pada perempuan.
Tercatat jumlah korban yang ada sebanyak 11.542 orangpada 2005 dimana 51
persen diantaranya adalah anak-anak dan 49 persen lainnya adalah perempuan.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa agen terbesar yang melakukan tindak
kekerasan adalah suami sebesar 27,07 persen, teman atau kekasih sebesar
20,14 persen,  disusul pelaku kekerasan dari pihak keluarga termasuk orang
tua sebesar 17,64 persen dan terakhir kekerasan yang dilakukan oleh
pihak-pihak lainnya sebesar 16,46 persen.



Dalam menekan tingkat kekerasan yang terjadi disana, dalam waktu kurang dari
10 tahun Thailand merencanakan pengembangan rencana ekonomi dan social. Dan
startegi yang disusun meliputi promosi tentang sikap positif atas kesetaraan
gender, membrikan ruang partisipasi dalam keputusan politik, menekankan
aspek hak-hak dan kesehatan reproduksi, kemanan hidup dan diri serta
diikutsertakan dalam kegiatan ekonomi nasional.



Sedangkan di Malaysia, dalam proses *mainstreaming gender* ini menyusun
strategi dengan menempatkan perempuan dalam sektor-sektor  formal nasional.
Seperti sejak 2005 porsi perempuan untuk lembaga perwakilan rakyat sebanyak
9,6 persen, senat sebesar 32,3 persen, kedudukan menteri sebesar 9,4 persen,
kedudukan deputi menteri sebanyak 7,7 persen dalam sekretris parlemen
sebanyak 30 persen, disektor public sebanyak 19 persen dan beberapa posisi
formal lainnnya. Persentase tersebut menunjukkan bahwa Malaysia mulai
mengarah pada mainstreaming gender melalui jalur politik.



Dalam mewujudkan MDG's memang berbagai tantangan dihadapi Negara-negara
ASEAN. Misalnya tingkat kemiskinan masyarakat khususnya perempuan,
pendidikan kalangan perempuan yang masih rendah, adat istiadat dan tingginya
infeksi HIV/AIDS pada perempuan. Khusus untuk kemiskinan, yang terjadi di
Indonesia pun masih cukup tinggi. Sehinga kondisi ini memicu 

[mediacare] Undangan Konferensi Pers - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Unifem

2006-11-15 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro

Undangan Konferensi Pers


*Kepada Yth *
*Koordinator Liputan*
*Media Massa Cetak dan elektronik*

*Di Jakarta*





Salam hormat,

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dan Sekretariat
ASEAN didukung oleh United Nations Development Fund For Women (UNIFEM) pada
tanggal 15-16 November 2006 telah melakukan "ASEAN High Level Meeting On
Gender Mainstreaming Within The Context Of CEDAW, BPFA And MDGs". Pertemuan
ini akan dihadiri pejabat Meteri dari 10 negara di ASEAN yaitu Malaysia,
Brunei Darussalam, Kamboja, Lao PDR, Myanmar, Phlilipina, Singapura,
Thailand, Vietnam dan Indonesia.



Dalam pertemuan ini telah menghasilkan kesepakatan bersama dalam upaya
peningkatan keadilan dan kesejahteraan perempuan dalam konteks CEDAW, BPFA
dan MDGs di tingkat ASEAN. Berkaitan dengan hasil pertemuan tersebut, kami
mengundang rekan-rekan wartawan untuk hadir dalam konferensi pers pada :



*Hari/Tanggal  : Kamis, 16 November 2006*

*Pukul   : 16.00 WIB - selesai*

*Tempat: ASEAN Room 8 -9,  Hotel Sultan (Eks. **Hotel Hilton)*

*   **  Jalan Gatot Subroto, Jakarta*

*Agenda : Konferensi Pers *

- *Oleh Prof.DR. Meutia Farida Hatta Swasono*

*(Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI)*



Demikian, besar harapan kami untuk kehadiran rekan-rekan wartawan dalam
peliputan acara ini. Untuk informasi dan konfirmasi lebih lanjut dapat
menghubungi Syafira : 0818707939 / Eko : 021-68682316. Terima kasih.





Salam hormat





*Syafira Hardani*

National Coordinator

CEDAW South East Asia Programme UNIFEM


[mediacare] undangan peliputan - Pertemuan tingkat tinggi se ASEAN tentang pengarusutamaan gender dalam konteks CEDAW, BPFA dan MDGS

2006-11-14 Terurut Topik Eko Bambang Subiantoro
Nomor   : CEDAW SEAP/OL/01/11/06
13 November 2006

Hal   : *Undangan Peliputan*



*Kepada Yth *

*Teman-teman media massa*





Salam hormat,

Pada tanggal 15 – 16 November 2006, Kementerian Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia dan Sekretariat ASEAN didukung oleh United Nations
Development Fund For Women (UNIFEM) akan menjadi tuan rumah pertemuan
tingkat tinggi ASEAN mengenai strategi pengarusutamaan gender dalam konteks
CEDAW, BPFA dan MDGs. Pertemuan ini akan dihadiri perwakilan pejabat tinggi
dari 10 negara di ASEAN yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Lao PDR,
Myanmar, Phlilipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan Indonesia.



Pertemuan ini dilakukan sebagai respon bersama sejumlah negara di ASEAN atas
berbagai persoalan yang menimpa perempuan seperti perdagangan perempuan,
kekerasan terhadap perempuan, masalah tenaga kerja perempuan yang terjadi.
Persoalan ini tidak saja menjadi persoalan satu negara saja, namun juga
menjadi persoalan yang melibatkan sejumlah negara, khususnya ASEAN.



Menyadari pentingnya kegiatan tersebut untuk dapat dikomunikasikan kepada
masyarakat, kami mengundang rekan-rekan jurnalis untuk melakukan peliputan
pada :



*Hari  : Rabu – Kamis*

*Tanggal: 15 – 16 November 2006*

*Pukul   :  09.00 – 17.00 wib*

*Tempat : ASEAN Room - Hotel Sultan (Eks. **Hotel Hilton)*

*  Jalan Gatot Subroto, Jakarta*

**



Demikian, besar harapan kami untuk kehadiran rekan-rekan jurnalis dalam
peliputan acara ini. Untuk informasi dan konfirmasi lebih lanjut dapat
menghubungi Syafira : 0818707939 / Eko : 021-68682316. Terima kasih.



Salam hormat



*Syafira Hardani*

National Coordinator

CEDAW South East Asia Programme UNIFEM




Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/