Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-24 Terurut Topik mediacare
Mas Budi,

Kalau menyimak 3 lembaga yang Anda paparkan, apakah terbuka juga untuk orang 
miskin yang non muslim? Ataukah khusus buat orang miskin yang muslim saja.

Salam,

MOD



  - Original Message - 
  From: Budi - Production Control 
  To: mediacare@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, September 25, 2007 8:59 AM
  Subject: Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta


   

  Dear refunny & elias,

  Untuk lembaga pengelola dana (zakat) yang profesional dan dapat dipercaya 
bisa anda coba di :

  1. PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) www.pkpu.or.id
  2. Rumah Zakat www.rumahzakat.org
  3. DPU-DT (Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid) www.dpu-online.com

  Disamping meyalurkan zakat, lembaga2 diatas juga memberdayakan masyarakat 
miskin agar dapat mandiri.

  Wassalaam,
  Budi-pc

- Original Message - 
From: [EMAIL PROTECTED] 
To: mediacare@yahoogroups.com 
Sent: Tuesday, September 25, 2007 6:18 AM
Subject: Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta


Kenyataannya memang ada sindikat pengemis semacam itu. Seperti saya 
kemukakan sebelumnya, pernah ada liputan khusus di salah satu majalah 
nasional. Entah sekarang masih ada atau tidak, tapi biasanya kalau 
bulan puasa atau mendekati lebaran seperti sekarang ini bisa kita 
rasakan jumlah pengemis, pengamen, dsb akan meningkat di sekitar lampu 
merah. 

Untuk membasmi sindikat semacam itu, tentunya pemerintah memerlukan 
dasar hukum yang kuat. Nah, mudah2an Perda yang dikeluarkan Pemda DKI 
bisa menjadi dasar hukum untuk membongkar 'mafia' pengemis ini. Kalau 
tidak ada Perda, maka akan sulit bagi kepolisian untuk mengambil 
tindakan terhadap para pengemis dan mafia-nya.

Sebenarnya yang diperangi dalam hal ini bukanlah individu dari 
pengemis itu. Tapi lebih kepada perilaku mengemis yang merugikan si 
pengemis itu sendiri. Saya rasa lebih bijaksana kalau kita bisa 
mendidik pengemis menjadi orang-orang yang memiliki kreatifitas dan 
pekerjaan yang lebih produktif dibandingkan hanya sekedar meminta2 di 
pinggir jalan. Dalam upaya ini, dibutuhkan sumber daya dan dana 
operasional. Saya sepakat bahwa sewajarnya, dana tersebut diambil 
pemerintah dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan bukan dari 
dana yang disumbangkan oleh para donatur. 

Namun demikian, upaya ini tetap menjadi sulit kalau mengemis masih 
merupakan pekerjaan yang legal dilakukan oleh masyarakat. Para pengemis 
akan mengambil jalan pintas dengan meminta langsung kepada masyarakat, 
tidak mau mengikuti program2 yang dijalankan oleh pemerintah atau 
lembaga swasta. Kalau program ini diselewengkan oleh mereka yang 
menjalankannya, tentu lain lagi persoalannya. Setiap penyelewengan 
harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. 

Prinsip2 kemurahan hati tentunya tidak boleh dihambat. Tapi dalam 
kasus ini, mudah2an kemurahan hati masyarakat bisa disalurkan secara 
lebih terorganisasi melalui lembaga2 profesional. Dengan demikian, 
tujuan para penderma untuk memajukan kesejahteraan para pengemis bisa 
tercapai. 

--
Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Posted by: "Elias Moning" [EMAIL PROTECTED] emoning2000
Date: Sun Sep 23, 2007 11:39 pm ((PDT))

Kawan Refunny,
Tolong jawab pertanyaan saya ini:

1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan
ribu ini adalah pengemis profesional?
2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis-
pengemis
ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu.

Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan 
Kepolisian
untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat 
ini
melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti
mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar 
membuat
rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb.

PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan,
rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya. 
Dalam
UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak-
anak
terlantar orang-orang cacat dan miskin.

Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, 
mungkin
betul. Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost
sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola. Coba kalau dana ini
diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati
orang-orang miskin ini?

Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas
korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja 
saja
terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara,
padahal uang kolekte ini

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-24 Terurut Topik Budi - Production Control
Dear refunny & elias,

Untuk lembaga pengelola dana (zakat) yang profesional dan dapat dipercaya bisa 
anda coba di :

1. PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) www.pkpu.or.id
2. Rumah Zakat www.rumahzakat.org
3. DPU-DT (Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid) www.dpu-online.com

Disamping meyalurkan zakat, lembaga2 diatas juga memberdayakan masyarakat 
miskin agar dapat mandiri.

Wassalaam,
Budi-pc

  - Original Message - 
  From: [EMAIL PROTECTED] 
  To: mediacare@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, September 25, 2007 6:18 AM
  Subject: Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta


  Kenyataannya memang ada sindikat pengemis semacam itu. Seperti saya 
  kemukakan sebelumnya, pernah ada liputan khusus di salah satu majalah 
  nasional. Entah sekarang masih ada atau tidak, tapi biasanya kalau 
  bulan puasa atau mendekati lebaran seperti sekarang ini bisa kita 
  rasakan jumlah pengemis, pengamen, dsb akan meningkat di sekitar lampu 
  merah. 

  Untuk membasmi sindikat semacam itu, tentunya pemerintah memerlukan 
  dasar hukum yang kuat. Nah, mudah2an Perda yang dikeluarkan Pemda DKI 
  bisa menjadi dasar hukum untuk membongkar 'mafia' pengemis ini. Kalau 
  tidak ada Perda, maka akan sulit bagi kepolisian untuk mengambil 
  tindakan terhadap para pengemis dan mafia-nya.

  Sebenarnya yang diperangi dalam hal ini bukanlah individu dari 
  pengemis itu. Tapi lebih kepada perilaku mengemis yang merugikan si 
  pengemis itu sendiri. Saya rasa lebih bijaksana kalau kita bisa 
  mendidik pengemis menjadi orang-orang yang memiliki kreatifitas dan 
  pekerjaan yang lebih produktif dibandingkan hanya sekedar meminta2 di 
  pinggir jalan. Dalam upaya ini, dibutuhkan sumber daya dan dana 
  operasional. Saya sepakat bahwa sewajarnya, dana tersebut diambil 
  pemerintah dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan bukan dari 
  dana yang disumbangkan oleh para donatur. 

  Namun demikian, upaya ini tetap menjadi sulit kalau mengemis masih 
  merupakan pekerjaan yang legal dilakukan oleh masyarakat. Para pengemis 
  akan mengambil jalan pintas dengan meminta langsung kepada masyarakat, 
  tidak mau mengikuti program2 yang dijalankan oleh pemerintah atau 
  lembaga swasta. Kalau program ini diselewengkan oleh mereka yang 
  menjalankannya, tentu lain lagi persoalannya. Setiap penyelewengan 
  harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. 

  Prinsip2 kemurahan hati tentunya tidak boleh dihambat. Tapi dalam 
  kasus ini, mudah2an kemurahan hati masyarakat bisa disalurkan secara 
  lebih terorganisasi melalui lembaga2 profesional. Dengan demikian, 
  tujuan para penderma untuk memajukan kesejahteraan para pengemis bisa 
  tercapai. 

  --
  Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
  Posted by: "Elias Moning" [EMAIL PROTECTED] emoning2000
  Date: Sun Sep 23, 2007 11:39 pm ((PDT))

  Kawan Refunny,
  Tolong jawab pertanyaan saya ini:

  1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan
  ribu ini adalah pengemis profesional?
  2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis-
  pengemis
  ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu.

  Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan 
  Kepolisian
  untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat 
  ini
  melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti
  mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar 
  membuat
  rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb.

  PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan,
  rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya. 
  Dalam
  UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak-
  anak
  terlantar orang-orang cacat dan miskin.

  Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, 
  mungkin
  betul. Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost
  sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola. Coba kalau dana ini
  diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati
  orang-orang miskin ini?

  Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas
  korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja 
  saja
  terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara,
  padahal uang kolekte ini ngitungnya di depan hidung pastor :(. Saya 
  tidak
  tahu apa yang terjadi di kalangan muslim atau agama-agama lain. 
  Payung
  Agama ternyata tidak menjamin kejujuran dari setiap manusia yang 
  bernaung di
  bawahnya.

  Dan satu hal yang fundamental SALAH besar di dalam peraturan TIBUM 
  ini,
  orang berbuat kebajikan malah di-inkriminasi-kan. Apakah ini sejalan 
  dengan
  prinsip-prinsip keutamaan manusia seperti kemurahan-hati, mengasihi 
  dan
  membantu sesama. Di mana logika kemanusiaan kita? Apakah tatanan 
  hukum kita
  harus disetel untuk menjadi anti 

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-24 Terurut Topik [EMAIL PROTECTED]
Kenyataannya memang ada sindikat pengemis semacam itu. Seperti saya 
kemukakan sebelumnya, pernah ada liputan khusus di salah satu majalah 
nasional. Entah sekarang masih ada atau tidak, tapi biasanya kalau 
bulan puasa atau mendekati lebaran seperti sekarang ini bisa kita 
rasakan jumlah pengemis, pengamen, dsb akan meningkat di sekitar lampu 
merah. 

Untuk membasmi sindikat semacam itu, tentunya pemerintah memerlukan 
dasar hukum yang kuat. Nah, mudah2an Perda yang dikeluarkan Pemda DKI 
bisa menjadi dasar hukum untuk membongkar 'mafia' pengemis ini. Kalau 
tidak ada Perda, maka akan sulit bagi kepolisian untuk mengambil 
tindakan terhadap para pengemis dan mafia-nya.

Sebenarnya yang diperangi dalam hal ini bukanlah individu dari 
pengemis itu. Tapi lebih kepada perilaku mengemis yang merugikan si 
pengemis itu sendiri. Saya rasa lebih bijaksana kalau kita bisa 
mendidik pengemis menjadi orang-orang yang memiliki kreatifitas dan 
pekerjaan yang lebih produktif dibandingkan hanya sekedar meminta2 di 
pinggir jalan. Dalam upaya ini, dibutuhkan sumber daya dan dana 
operasional. Saya sepakat bahwa sewajarnya, dana tersebut diambil 
pemerintah dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan bukan dari 
dana yang disumbangkan oleh para donatur. 

Namun demikian, upaya ini tetap menjadi sulit kalau mengemis masih 
merupakan pekerjaan yang legal dilakukan oleh masyarakat. Para pengemis 
akan mengambil jalan pintas dengan meminta langsung kepada masyarakat, 
tidak mau mengikuti program2 yang dijalankan oleh pemerintah atau 
lembaga swasta. Kalau program ini diselewengkan oleh mereka yang 
menjalankannya, tentu lain lagi persoalannya. Setiap penyelewengan 
harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. 

Prinsip2 kemurahan hati tentunya tidak boleh dihambat. Tapi dalam 
kasus ini, mudah2an kemurahan hati masyarakat bisa disalurkan secara 
lebih terorganisasi melalui lembaga2 profesional. Dengan demikian, 
tujuan para penderma untuk memajukan kesejahteraan para pengemis bisa 
tercapai.  


--
Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Posted by: "Elias Moning" [EMAIL PROTECTED] emoning2000
Date: Sun Sep 23, 2007 11:39 pm ((PDT))

Kawan Refunny,
Tolong jawab pertanyaan saya ini:

   1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan
   ribu ini adalah pengemis profesional?
   2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis-
pengemis
   ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu.

Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan 
Kepolisian
untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat 
ini
melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti
mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar 
membuat
rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb.

PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan,
rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya.  
Dalam
UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak-
anak
terlantar orang-orang cacat dan miskin.

Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, 
mungkin
betul.  Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost
sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola.  Coba kalau dana ini
diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati
orang-orang miskin ini?

Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas
korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja 
saja
terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara,
padahal uang kolekte ini ngitungnya di depan hidung pastor :(.  Saya 
tidak
tahu apa yang terjadi di kalangan muslim atau agama-agama lain.  
Payung
Agama ternyata tidak menjamin kejujuran dari setiap manusia yang 
bernaung di
bawahnya.

Dan satu hal yang fundamental SALAH besar di dalam peraturan TIBUM 
ini,
orang berbuat kebajikan malah di-inkriminasi-kan.  Apakah ini sejalan 
dengan
prinsip-prinsip keutamaan manusia seperti kemurahan-hati, mengasihi 
dan
membantu sesama.  Di mana logika kemanusiaan kita? Apakah tatanan 
hukum kita
harus disetel untuk menjadi anti keutamaan-keutamaan yang diajarkan 
dan
dianjurkan oleh setiap agama dan prinsip-prinsip etika dan moral 
manusia?
Tatanan hukum menjadi anti manusiawi?

Jadi peraturan TIBUM DKI ini sebetulnya mau apa?

Mohon dicernakan secara lebih jernih,
Elias


On 9/23/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Yang lebih memprihatinkan setidaknya di Jakarta, pengemis, 
pengamen,
> dll sudah menjadi bisnis yang terorganisasi dengan baik. Bisa 
dilihat
> pagi hari mereka diangkut entah darimana menggunakan truk dan
> disebarkan di berbagai lokasi strategis di ibu kota. Malam harinya
> mereka dijemput lagi dengan truk oleh pihak yang mengorganisasi dan
> mendapatkan keuntungan dari aktivitas mengemis ini.
>
> Liputan tentang masalah ini pernah dimuat di salah satu majalah
> bebe

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-23 Terurut Topik Elias Moning
Kawan Refunny,
Tolong jawab pertanyaan saya ini:

   1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan
   ribu ini adalah pengemis profesional?
   2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis-pengemis
   ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu.

Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan Kepolisian
untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat ini
melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti
mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar membuat
rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb.

PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan,
rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya.  Dalam
UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak-anak
terlantar orang-orang cacat dan miskin.

Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, mungkin
betul.  Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost
sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola.  Coba kalau dana ini
diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati
orang-orang miskin ini?

Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas
korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja saja
terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara,
padahal uang kolekte ini ngitungnya di depan hidung pastor :(.  Saya tidak
tahu apa yang terjadi di kalangan muslim atau agama-agama lain.  Payung
Agama ternyata tidak menjamin kejujuran dari setiap manusia yang bernaung di
bawahnya.

Dan satu hal yang fundamental SALAH besar di dalam peraturan TIBUM ini,
orang berbuat kebajikan malah di-inkriminasi-kan.  Apakah ini sejalan dengan
prinsip-prinsip keutamaan manusia seperti kemurahan-hati, mengasihi dan
membantu sesama.  Di mana logika kemanusiaan kita? Apakah tatanan hukum kita
harus disetel untuk menjadi anti keutamaan-keutamaan yang diajarkan dan
dianjurkan oleh setiap agama dan prinsip-prinsip etika dan moral manusia?
Tatanan hukum menjadi anti manusiawi?

Jadi peraturan TIBUM DKI ini sebetulnya mau apa?

Mohon dicernakan secara lebih jernih,
Elias


On 9/23/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Yang lebih memprihatinkan setidaknya di Jakarta, pengemis, pengamen,
> dll sudah menjadi bisnis yang terorganisasi dengan baik. Bisa dilihat
> pagi hari mereka diangkut entah darimana menggunakan truk dan
> disebarkan di berbagai lokasi strategis di ibu kota. Malam harinya
> mereka dijemput lagi dengan truk oleh pihak yang mengorganisasi dan
> mendapatkan keuntungan dari aktivitas mengemis ini.
>
> Liputan tentang masalah ini pernah dimuat di salah satu majalah
> beberapa tahun lalu, sayang saya lupa majalah yang mana. Dalam liputan
> itu bahkan dijelaskan bahwa kehidupan para pengemis dan bos2nya sudah
> berada di atas garis kemiskinan dan beberapa di antaranya memiliki
> rumah cukup mentereng di kampung2 di luar ibu kota.
>
> Mudah2an upaya yang dilakukan pemerintah DKI dapat membuat para
> pengemis lebih kreatif lagi dalam berusaha memnuhi kebutuhan hidup.
> Jangan sampai kondisinya seperti yang diceritakan oleh seorang kawan
> asal India. Ternyata di India pengemis sudah menjadi pekerjaan
> profesional yang sangat menggiurkan. Lahan strategis untuk mengemis
> seluas 1x1 m2 bisa disewakan oleh pemiliknya apabila yang bersangkutan
> sedang berlibur ke luar kota. Bayangkan, hasil dari mengemis tidak
> hanya cukup untuk hidup layak namun juga cukup untuk berlibur. Hal ini
> dikisahkan oleh kawan tersebut setelah dia membaca berita berbahasa
> Inggris tentang rencana pemerintah DKI mengenakan denda bagi pengemis
> dan pemberi derma.
>
> Penyaluran ke lembaga2 sosial, saya kira tidak perlu selalu dicurigai
> akan dikorupsi. Selama ini lembaga2 swasta baik yang berbasis agama,
> perusahaan ataupun komunitas tertentu dapat dilihat kiprahnya secara
> nyata dalam menyalurkan bantuan sosial untuk orang miskin maupun korban
> bencana alam. Pengalaman saya, beberapa lembaga cukup profesional
> mengirimkan laporan hasil aktifitas mereka kepada para penyumbang.
> Bahkan ada yang berhasil berkembang membuka sarana sosial seperti
> sekolah, rumah sakit (sehat), dsb yang sifatnya gratis bagi orang
> miskin dan anak terlantar.
>
> --
> Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
> Posted by: "ati gustiati" [EMAIL 
> PROTECTED]hatiku_rumahku
> Date: Sun Sep 23, 2007 4:30 am ((PDT))
>
> Niat utk mendisiplinkan ketertiban umum dan menciptakan citra ibu kota
> perlu didukung, hanya saja bangsa kita tidak terbiasa dengan cara ini,
> sudah puluhan thn kita hidup dalam tradisi spt yg ada, pengemis,
> pelacuran , pengamen, tukang lap kaca mobil dijalanan, pengamen dll,
> inilah wajah Indonesia, wajah ibukota, lalu utk merubah wajah Indonesia
> mendadak menjadi wajah Australia, adalah tantangan yg cukup pelik.
>
> Pemerintah tidak 

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-23 Terurut Topik [EMAIL PROTECTED]
Yang lebih memprihatinkan setidaknya di Jakarta, pengemis, pengamen, 
dll sudah menjadi bisnis yang terorganisasi dengan baik. Bisa dilihat 
pagi hari mereka diangkut entah darimana menggunakan truk dan 
disebarkan di berbagai lokasi strategis di ibu kota. Malam harinya 
mereka dijemput lagi dengan truk oleh pihak yang mengorganisasi dan 
mendapatkan keuntungan dari aktivitas mengemis ini. 

Liputan tentang masalah ini pernah dimuat di salah satu majalah 
beberapa tahun lalu, sayang saya lupa majalah yang mana. Dalam liputan 
itu bahkan dijelaskan bahwa kehidupan para pengemis dan bos2nya sudah 
berada di atas garis kemiskinan dan beberapa di antaranya memiliki 
rumah cukup mentereng di kampung2 di luar ibu kota.

Mudah2an upaya yang dilakukan pemerintah DKI dapat membuat para 
pengemis lebih kreatif lagi dalam berusaha memnuhi kebutuhan hidup. 
Jangan sampai kondisinya seperti yang diceritakan oleh seorang kawan 
asal India. Ternyata di India pengemis sudah menjadi pekerjaan 
profesional yang sangat menggiurkan. Lahan strategis untuk mengemis 
seluas 1x1 m2 bisa disewakan oleh pemiliknya apabila yang bersangkutan 
sedang berlibur ke luar kota. Bayangkan, hasil dari mengemis tidak 
hanya cukup untuk hidup layak namun juga cukup untuk berlibur. Hal ini 
dikisahkan oleh kawan tersebut setelah dia membaca berita berbahasa 
Inggris tentang rencana pemerintah DKI mengenakan denda bagi pengemis 
dan pemberi derma.

Penyaluran ke lembaga2 sosial, saya kira tidak perlu selalu dicurigai 
akan dikorupsi. Selama ini lembaga2 swasta baik yang berbasis agama, 
perusahaan ataupun komunitas tertentu dapat dilihat kiprahnya secara 
nyata dalam menyalurkan bantuan sosial untuk orang miskin maupun korban 
bencana alam. Pengalaman saya, beberapa lembaga cukup profesional 
mengirimkan laporan hasil aktifitas mereka kepada para penyumbang. 
Bahkan ada yang berhasil berkembang membuka sarana sosial seperti 
sekolah, rumah sakit (sehat), dsb yang sifatnya gratis bagi orang 
miskin dan anak terlantar. 


--
Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Posted by: "ati gustiati" [EMAIL PROTECTED] hatiku_rumahku
Date: Sun Sep 23, 2007 4:30 am ((PDT))

Niat utk mendisiplinkan ketertiban umum dan menciptakan citra ibu kota 
perlu didukung, hanya saja bangsa kita tidak terbiasa dengan cara ini, 
sudah puluhan thn kita hidup dalam tradisi spt yg ada, pengemis, 
pelacuran , pengamen, tukang lap kaca mobil dijalanan, pengamen dll, 
inilah wajah Indonesia, wajah ibukota, lalu utk merubah wajah Indonesia 
mendadak menjadi wajah Australia, adalah tantangan yg cukup pelik.
   
  Pemerintah tidak pernah mendidik dalam praktek kehidupan rakyat utk 
hidup berdisiplin, karena pemerintah sendiri sama sekali tidak 
disiplin, perilaku bangsa adalah cermin perilaku pemerintahan nya. 
  Bangsa Indonesia terkenal bangsa yg murah hati dan mudah kasihan, 
memberi sedekah pada orang2 miskin disamping perilaku kemanusiaan juga 
dianjurkan oleh agama2 nya, jadi sulit hal ini dihindari, kalaupun ada 
anjuran utk mengirimkan sedekah pada yayasan yg tersedia, tentunya sama 
dengan menyuapi para maling, saya pikir kita memang memerlukan sebuah 
organisasi khusus utk menangani masalah ini, mereka para " pengusaha" 
yg dianggap penyebab perusak citra ketertiban umum ini, dididik 
keterampilan lalu disalurkan utk berkarya, anak2 kecil di jalanan di 
sekolahkan, pelacur2 di tertibkan dengan penyediaan fasilitas2 yg 
khusus, program ini tentunya akan makan jutaan dollar, tetapi saya 
yakin kalau pemerintah memang bertekad utk mengatasi ketertiban 
sedemikian rupa tentunya akan mampu mewujudkan nya.
  Bangsa Indonesia tidak susah diatur kalau mereka bisa mendapatkan 
hidup yg layak seperti pendidikan, pekerjaan, dan kebutuhan hidup se 
hari2 bisa tercukupi.
  Untuk mendisiplinkan orang2 yg sedang sakit lapar dan tertekan, 
tentunya lebih sulit daripada menjinak kan hewan buas, pemerintah tidak 
bisa memperbaiki kerusakan dari permukaan, tetapi harus menyusup 
kedasar, dari sana lah persoalan seharusnya diperbaiki.
   
  Yang selalu prihatin
  omie
   
   
   
   
  

Elias Moning <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Teman,
  Sebetulnya peraturan ini tidak logis dan melanggar langsung prinsip 
dasar peri-kemanusiaan. Bagaimana bisa atas nama ketertiban umum orang 
mau memberi sedekah dan yang minta sedekah dikenakan hukuman? Orang 
tidak boleh diperlakukan sebagai kriminal karena dia ingin berbuat 
baik, atau peduli kepada orang lain yang miskin dan papa. 
   
  Penyaluran dana lewat lembaga-lembaga amal sebetulnya hanya menambah 
jalur birokrasi dan berapa pula overhead yang harus dipotong untuk 
menjalankan pembagian rejeki ini? Apakah bisa dijamin dana orang miskin 
ini tidak akan disunat dan dikorupsi?  Lha kita sudah baca di mana-mana 
bantuan untuk korban gempa saja di sunat kiri kanan. 
   
  Malam ini saya lewat perampatan Tebet dengan MT Haryono(?) 
perempatan di bawah patung di Pancoran, sepi 

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-14 Terurut Topik eka zulkarnain
Mengemis dilarang oleh agama Islam - ini karena saya beragama Islam. Tapi 
sebaiknya kita melihat akar permasalahan munculnya pengemis di negeri ini, 
khususnya di Jakarta. Salah satu faktornya adalah tekanan ekonomi. Tapi bukan 
berarti karena tekanan ekonomi, mengemis dijadikan sebagai budaya masyarakat 
untuk mencari uang dengan mudah dengan cara mengemis.
   Saya setuju agar pengemis ditertibkan. Mereka sebaiknya dilarang 
mengemis di lampu-lampu merah jalan protokol, di tempat-tempat perbelanjaan dan 
sejumlah tempat lainnya. Jangan jadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang baik 
untuk mengemis. 
  Tapi...jika pemerintah dan Pemda DKI Jakarta ingin mengusir para pengemis 
itu, ya sediakan tempat atau pekerjaan di mana mereka bisa mendapatkan rejeki 
untuk menambal rasa lapar dan dahaga perutnya dan kebutuhan ekonominya. Sesuai 
dengan konstitusi, orang-orang terlantar dsb dipelihara oleh negara. Nah, 
negara harus menyediakan wadah agar orang-orang miskin, anak terlantar bisa 
mendapatkan kebutuhan ekonominya.
  

Wielsma Baramuli <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Dear all,

Apakah ciri sebuah kota atau kota metropolitan harus selalu identik dengan 
ketidakmanusiawian. Apakah kota atau kota metropolitan apalagi megapolitan 
harus idatur dengan cara-cara menyangkali kenyataan rakyat penghuni kota itu?

Mungkinkah kita membangun kota dengan tidak menyangkali kemiskinan, melainkan 
memecahkan masalah kemiskinan? Sehingga kota (dengan segala fasilitas 
kehidupannya) menjadi tempat di mana peradaban kemanusiaan disemaikan. 
Pertanyaan naif mungkin? Tapi, yang jelas setiap pembangunan (kota) harus 
menjadi solusi bagi rakyat yang mendiami kota itu. Kalau itu Ibu Kota, harus 
menjadi model solutif bagi rakyat seantero negeri.

Salam,
Wedekabe 


Roy Ferdinand <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   

"[EMAIL PROTECTED]"  wrote:   From: "[EMAIL PROTECTED]" 
Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700
Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa begitu banyak pengemis 
di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah berpikir bahwa kita 
juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan selalu rajin memberikan 
sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari peraturan di ibukota yang sudah 
disahkan? Sila direnungkan�
   
  
  Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
  http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm 
  KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada 
pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. 
Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga 
maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. 
  
  Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang 
Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, 
Senin (10/9).  Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 
tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan 
kondisi sosial Ibu Kota.  
  Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis 
 itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis 
saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap 
mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan 
lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi 
PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung 
DPRD DKI, kemarin. 
  
  Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah 
bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, 
atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, 
sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau 
mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau 
kurungan maksimal 90 hari.  
  Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda 
tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan 
warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu 
Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus 
ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama.  Perda ini harus kita lakukan 
secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. 
  
  Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda 
baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara 
efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan 
kinerja aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan 
hukum atas perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah 
mentalnya, dan akan kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk 
disiplin, karena masalah disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-11 Terurut Topik Wielsma Baramuli
Dear all,

Apakah ciri sebuah kota atau kota metropolitan harus selalu identik dengan 
ketidakmanusiawian. Apakah kota atau kota metropolitan apalagi megapolitan 
harus idatur dengan cara-cara menyangkali kenyataan rakyat penghuni kota itu?

Mungkinkah kita membangun kota dengan tidak menyangkali kemiskinan, melainkan 
memecahkan masalah kemiskinan? Sehingga kota (dengan segala fasilitas 
kehidupannya) menjadi tempat di mana peradaban kemanusiaan disemaikan. 
Pertanyaan naif mungkin? Tapi, yang jelas setiap pembangunan (kota) harus 
menjadi solusi bagi rakyat yang mendiami kota itu. Kalau itu Ibu Kota, harus 
menjadi model solutif bagi rakyat seantero negeri.

Salam,
Wedekabe 


Roy Ferdinand <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  

"[EMAIL PROTECTED]"  wrote:  From: "[EMAIL PROTECTED]" 
Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700
Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa begitu banyak pengemis 
di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah berpikir bahwa kita 
juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan selalu rajin memberikan 
sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari peraturan di ibukota yang sudah 
disahkan? Sila direnungkan�
   
  
  Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
  http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm 
  KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada 
pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. 
Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga 
maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. 
  
  Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang 
Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, 
Senin (10/9).  Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 
tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan 
kondisi sosial Ibu Kota.  
  Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis 
 itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis 
saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap 
mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan 
lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi 
PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung 
DPRD DKI, kemarin. 
  
  Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah 
bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, 
atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, 
sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau 
mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau 
kurungan maksimal 90 hari.  
  Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda 
tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan 
warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu 
Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus 
ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama.  Perda ini harus kita lakukan 
secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. 
  
  Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda 
baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara 
efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan 
kinerja aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan 
hukum atas perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah 
mentalnya, dan akan kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk 
disiplin, karena masalah disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional 
kita lemah di bidang ini," ujar  gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat 
itu. 
  Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan besar baru akan 
diberlakukan efektif mulai tahun depan.  
  Kewajiban dan Larangan  
  Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut:
  - Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan.
  - Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan.
  - Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang ditetapkan 
 (pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp 100.000-Rp 20 juta, atau 
kurungan 10-60 hari).
  - Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang di 
tempat pemberhentian yang ditentukan  (pelanggaran didenda Rp 500.000 - Rp 30 
juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari).
  - Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway (pelanggaran 
didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). 
  - Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki  (pelanggaran didenda Rp 
500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). 
  - Larangan

Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-11 Terurut Topik widya ismadi
Lalu Bagaimana dengan para "Polisi Cepek" apakah juga akan diatur dalam undang2 
ini? ko' di bawah ga tercantum yach? padahal khan keberadaan mereka seringkali 
bukannya bikin jalanan lancar malah jadi tambah macet.

thank you 



Roy Ferdinand <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   

"[EMAIL PROTECTED]"  wrote:
 From: "[EMAIL PROTECTED]" 
Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700
Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa 
begitu banyak pengemis di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah 
berpikir bahwa kita juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan 
selalu rajin memberikan sedekah kepada mereka? Mungkin ini  maksud dari 
peraturan di ibukota yang  sudah disahkan? Sila direnungkan�
  
 
 Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
  http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm 
 KEBON  SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada 
pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. 
Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga 
maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. 
 
 Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang 
Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, 
Senin (10/9).  Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 
tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan 
kondisi sosial Ibu Kota.  
 Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis  
itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis 
saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap 
mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan 
lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi 
PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung 
DPRD DKI, kemarin. 
 
 Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah 
bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, 
atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi  mereka ini lebih 
berat, sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, 
mengamen, atau mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 
juta, atau kurungan maksimal 90 hari.  
 Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda 
tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan 
warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu 
Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus 
ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama.  Perda ini harus kita lakukan 
secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. 
 
 Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda baru 
itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara efektif 
memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan kinerja 
aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas 
perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan 
kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah 
disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional kita lemah di bidang ini," 
ujar  gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat itu. 
 Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan  besar baru akan 
diberlakukan efektif mulai tahun depan.  
 Kewajiban dan Larangan  
 Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut:
 - Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan.
 - Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan.
 - Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang ditetapkan  
(pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp 100.000-Rp  20 juta, atau 
kurungan 10-60 hari).
 - Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang di 
tempat pemberhentian yang ditentukan  (pelanggaran didenda Rp  500.000 - Rp 30 
juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari).
 - Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway (pelanggaran 
didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). 
 - Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki  (pelanggaran didenda Rp  
500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). 
 - Larangan menjadi joki 3 in 1 (pelanggaran didenda Rp 100.000-Rp 20 juta, 
atau sanksi kurungan 10-60 hari).
 - Larangan menjadi penjaja seks atau memakai jasa penjaja seks komersial 
(pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari) 
 - Larangan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang untuk menjadi 
penjaja seks komersial (pelanggarannya dianggap sebagai tindak pidana 
kejahatan) 
 - Larangan menyedi

[mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

2007-09-10 Terurut Topik Roy Ferdinand


"[EMAIL PROTECTED]"  wrote: From: "[EMAIL PROTECTED]" 
Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700
Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

 Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, 
kenapa begitu banyak pengemis di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita 
pernah berpikir bahwa kita juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut 
dengan selalu rajin memberikan sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari 
peraturan di ibukota yang  sudah disahkan? Sila direnungkan�
  
 
 Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
  http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm 
 KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada 
pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. 
Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga 
maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. 
 
 Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang 
Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, 
Senin (10/9).  Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 
tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan 
kondisi sosial Ibu Kota.  
 Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis  
itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis 
saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap 
mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan 
lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi 
PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung 
DPRD DKI, kemarin. 
 
 Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah 
bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, 
atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, 
sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau 
mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau 
kurungan maksimal 90 hari.  
 Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda 
tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan 
warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu 
Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus 
ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama.  Perda ini harus kita lakukan 
secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. 
 
 Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda baru 
itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara efektif 
memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan kinerja 
aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas 
perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan 
kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah 
disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional kita lemah di bidang ini," 
ujar  gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat itu. 
 Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan besar baru akan diberlakukan 
efektif mulai tahun depan.  
 Kewajiban dan Larangan  
 Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut:
 - Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan.
 - Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan.
 - Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang ditetapkan  
(pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp 100.000-Rp  20 juta, atau 
kurungan 10-60 hari).
 - Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang di 
tempat pemberhentian yang ditentukan  (pelanggaran didenda Rp  500.000 - Rp 30 
juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari).
 - Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway (pelanggaran 
didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). 
 - Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki  (pelanggaran didenda Rp 
500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). 
 - Larangan menjadi joki 3 in 1 (pelanggaran didenda Rp 100.000-Rp 20 juta, 
atau sanksi kurungan 10-60 hari).
 - Larangan menjadi penjaja seks atau memakai jasa penjaja seks komersial 
(pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari) 
 - Larangan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang untuk menjadi 
penjaja seks komersial (pelanggarannya dianggap sebagai tindak pidana 
kejahatan) 
 - Larangan menyediakan bangunan sebagai tempat berbuat asusila (didenda Rp 5 
juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari).  (dra) 


 
 
 __.



   
-
Don't let your dream ride pass you by.Make it a reality with Yahoo! Autos.