Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Mas Budi, Kalau menyimak 3 lembaga yang Anda paparkan, apakah terbuka juga untuk orang miskin yang non muslim? Ataukah khusus buat orang miskin yang muslim saja. Salam, MOD - Original Message - From: Budi - Production Control To: mediacare@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 25, 2007 8:59 AM Subject: Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Dear refunny & elias, Untuk lembaga pengelola dana (zakat) yang profesional dan dapat dipercaya bisa anda coba di : 1. PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) www.pkpu.or.id 2. Rumah Zakat www.rumahzakat.org 3. DPU-DT (Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid) www.dpu-online.com Disamping meyalurkan zakat, lembaga2 diatas juga memberdayakan masyarakat miskin agar dapat mandiri. Wassalaam, Budi-pc - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: mediacare@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 25, 2007 6:18 AM Subject: Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Kenyataannya memang ada sindikat pengemis semacam itu. Seperti saya kemukakan sebelumnya, pernah ada liputan khusus di salah satu majalah nasional. Entah sekarang masih ada atau tidak, tapi biasanya kalau bulan puasa atau mendekati lebaran seperti sekarang ini bisa kita rasakan jumlah pengemis, pengamen, dsb akan meningkat di sekitar lampu merah. Untuk membasmi sindikat semacam itu, tentunya pemerintah memerlukan dasar hukum yang kuat. Nah, mudah2an Perda yang dikeluarkan Pemda DKI bisa menjadi dasar hukum untuk membongkar 'mafia' pengemis ini. Kalau tidak ada Perda, maka akan sulit bagi kepolisian untuk mengambil tindakan terhadap para pengemis dan mafia-nya. Sebenarnya yang diperangi dalam hal ini bukanlah individu dari pengemis itu. Tapi lebih kepada perilaku mengemis yang merugikan si pengemis itu sendiri. Saya rasa lebih bijaksana kalau kita bisa mendidik pengemis menjadi orang-orang yang memiliki kreatifitas dan pekerjaan yang lebih produktif dibandingkan hanya sekedar meminta2 di pinggir jalan. Dalam upaya ini, dibutuhkan sumber daya dan dana operasional. Saya sepakat bahwa sewajarnya, dana tersebut diambil pemerintah dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan bukan dari dana yang disumbangkan oleh para donatur. Namun demikian, upaya ini tetap menjadi sulit kalau mengemis masih merupakan pekerjaan yang legal dilakukan oleh masyarakat. Para pengemis akan mengambil jalan pintas dengan meminta langsung kepada masyarakat, tidak mau mengikuti program2 yang dijalankan oleh pemerintah atau lembaga swasta. Kalau program ini diselewengkan oleh mereka yang menjalankannya, tentu lain lagi persoalannya. Setiap penyelewengan harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. Prinsip2 kemurahan hati tentunya tidak boleh dihambat. Tapi dalam kasus ini, mudah2an kemurahan hati masyarakat bisa disalurkan secara lebih terorganisasi melalui lembaga2 profesional. Dengan demikian, tujuan para penderma untuk memajukan kesejahteraan para pengemis bisa tercapai. -- Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Posted by: "Elias Moning" [EMAIL PROTECTED] emoning2000 Date: Sun Sep 23, 2007 11:39 pm ((PDT)) Kawan Refunny, Tolong jawab pertanyaan saya ini: 1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan ribu ini adalah pengemis profesional? 2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis- pengemis ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu. Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan Kepolisian untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat ini melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar membuat rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb. PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan, rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya. Dalam UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak- anak terlantar orang-orang cacat dan miskin. Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, mungkin betul. Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola. Coba kalau dana ini diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati orang-orang miskin ini? Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja saja terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara, padahal uang kolekte ini
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Dear refunny & elias, Untuk lembaga pengelola dana (zakat) yang profesional dan dapat dipercaya bisa anda coba di : 1. PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) www.pkpu.or.id 2. Rumah Zakat www.rumahzakat.org 3. DPU-DT (Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid) www.dpu-online.com Disamping meyalurkan zakat, lembaga2 diatas juga memberdayakan masyarakat miskin agar dapat mandiri. Wassalaam, Budi-pc - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: mediacare@yahoogroups.com Sent: Tuesday, September 25, 2007 6:18 AM Subject: Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Kenyataannya memang ada sindikat pengemis semacam itu. Seperti saya kemukakan sebelumnya, pernah ada liputan khusus di salah satu majalah nasional. Entah sekarang masih ada atau tidak, tapi biasanya kalau bulan puasa atau mendekati lebaran seperti sekarang ini bisa kita rasakan jumlah pengemis, pengamen, dsb akan meningkat di sekitar lampu merah. Untuk membasmi sindikat semacam itu, tentunya pemerintah memerlukan dasar hukum yang kuat. Nah, mudah2an Perda yang dikeluarkan Pemda DKI bisa menjadi dasar hukum untuk membongkar 'mafia' pengemis ini. Kalau tidak ada Perda, maka akan sulit bagi kepolisian untuk mengambil tindakan terhadap para pengemis dan mafia-nya. Sebenarnya yang diperangi dalam hal ini bukanlah individu dari pengemis itu. Tapi lebih kepada perilaku mengemis yang merugikan si pengemis itu sendiri. Saya rasa lebih bijaksana kalau kita bisa mendidik pengemis menjadi orang-orang yang memiliki kreatifitas dan pekerjaan yang lebih produktif dibandingkan hanya sekedar meminta2 di pinggir jalan. Dalam upaya ini, dibutuhkan sumber daya dan dana operasional. Saya sepakat bahwa sewajarnya, dana tersebut diambil pemerintah dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan bukan dari dana yang disumbangkan oleh para donatur. Namun demikian, upaya ini tetap menjadi sulit kalau mengemis masih merupakan pekerjaan yang legal dilakukan oleh masyarakat. Para pengemis akan mengambil jalan pintas dengan meminta langsung kepada masyarakat, tidak mau mengikuti program2 yang dijalankan oleh pemerintah atau lembaga swasta. Kalau program ini diselewengkan oleh mereka yang menjalankannya, tentu lain lagi persoalannya. Setiap penyelewengan harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. Prinsip2 kemurahan hati tentunya tidak boleh dihambat. Tapi dalam kasus ini, mudah2an kemurahan hati masyarakat bisa disalurkan secara lebih terorganisasi melalui lembaga2 profesional. Dengan demikian, tujuan para penderma untuk memajukan kesejahteraan para pengemis bisa tercapai. -- Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Posted by: "Elias Moning" [EMAIL PROTECTED] emoning2000 Date: Sun Sep 23, 2007 11:39 pm ((PDT)) Kawan Refunny, Tolong jawab pertanyaan saya ini: 1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan ribu ini adalah pengemis profesional? 2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis- pengemis ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu. Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan Kepolisian untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat ini melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar membuat rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb. PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan, rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya. Dalam UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak- anak terlantar orang-orang cacat dan miskin. Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, mungkin betul. Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola. Coba kalau dana ini diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati orang-orang miskin ini? Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja saja terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara, padahal uang kolekte ini ngitungnya di depan hidung pastor :(. Saya tidak tahu apa yang terjadi di kalangan muslim atau agama-agama lain. Payung Agama ternyata tidak menjamin kejujuran dari setiap manusia yang bernaung di bawahnya. Dan satu hal yang fundamental SALAH besar di dalam peraturan TIBUM ini, orang berbuat kebajikan malah di-inkriminasi-kan. Apakah ini sejalan dengan prinsip-prinsip keutamaan manusia seperti kemurahan-hati, mengasihi dan membantu sesama. Di mana logika kemanusiaan kita? Apakah tatanan hukum kita harus disetel untuk menjadi anti
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Kenyataannya memang ada sindikat pengemis semacam itu. Seperti saya kemukakan sebelumnya, pernah ada liputan khusus di salah satu majalah nasional. Entah sekarang masih ada atau tidak, tapi biasanya kalau bulan puasa atau mendekati lebaran seperti sekarang ini bisa kita rasakan jumlah pengemis, pengamen, dsb akan meningkat di sekitar lampu merah. Untuk membasmi sindikat semacam itu, tentunya pemerintah memerlukan dasar hukum yang kuat. Nah, mudah2an Perda yang dikeluarkan Pemda DKI bisa menjadi dasar hukum untuk membongkar 'mafia' pengemis ini. Kalau tidak ada Perda, maka akan sulit bagi kepolisian untuk mengambil tindakan terhadap para pengemis dan mafia-nya. Sebenarnya yang diperangi dalam hal ini bukanlah individu dari pengemis itu. Tapi lebih kepada perilaku mengemis yang merugikan si pengemis itu sendiri. Saya rasa lebih bijaksana kalau kita bisa mendidik pengemis menjadi orang-orang yang memiliki kreatifitas dan pekerjaan yang lebih produktif dibandingkan hanya sekedar meminta2 di pinggir jalan. Dalam upaya ini, dibutuhkan sumber daya dan dana operasional. Saya sepakat bahwa sewajarnya, dana tersebut diambil pemerintah dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan bukan dari dana yang disumbangkan oleh para donatur. Namun demikian, upaya ini tetap menjadi sulit kalau mengemis masih merupakan pekerjaan yang legal dilakukan oleh masyarakat. Para pengemis akan mengambil jalan pintas dengan meminta langsung kepada masyarakat, tidak mau mengikuti program2 yang dijalankan oleh pemerintah atau lembaga swasta. Kalau program ini diselewengkan oleh mereka yang menjalankannya, tentu lain lagi persoalannya. Setiap penyelewengan harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. Prinsip2 kemurahan hati tentunya tidak boleh dihambat. Tapi dalam kasus ini, mudah2an kemurahan hati masyarakat bisa disalurkan secara lebih terorganisasi melalui lembaga2 profesional. Dengan demikian, tujuan para penderma untuk memajukan kesejahteraan para pengemis bisa tercapai. -- Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Posted by: "Elias Moning" [EMAIL PROTECTED] emoning2000 Date: Sun Sep 23, 2007 11:39 pm ((PDT)) Kawan Refunny, Tolong jawab pertanyaan saya ini: 1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan ribu ini adalah pengemis profesional? 2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis- pengemis ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu. Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan Kepolisian untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat ini melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar membuat rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb. PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan, rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya. Dalam UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak- anak terlantar orang-orang cacat dan miskin. Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, mungkin betul. Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola. Coba kalau dana ini diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati orang-orang miskin ini? Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja saja terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara, padahal uang kolekte ini ngitungnya di depan hidung pastor :(. Saya tidak tahu apa yang terjadi di kalangan muslim atau agama-agama lain. Payung Agama ternyata tidak menjamin kejujuran dari setiap manusia yang bernaung di bawahnya. Dan satu hal yang fundamental SALAH besar di dalam peraturan TIBUM ini, orang berbuat kebajikan malah di-inkriminasi-kan. Apakah ini sejalan dengan prinsip-prinsip keutamaan manusia seperti kemurahan-hati, mengasihi dan membantu sesama. Di mana logika kemanusiaan kita? Apakah tatanan hukum kita harus disetel untuk menjadi anti keutamaan-keutamaan yang diajarkan dan dianjurkan oleh setiap agama dan prinsip-prinsip etika dan moral manusia? Tatanan hukum menjadi anti manusiawi? Jadi peraturan TIBUM DKI ini sebetulnya mau apa? Mohon dicernakan secara lebih jernih, Elias On 9/23/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Yang lebih memprihatinkan setidaknya di Jakarta, pengemis, pengamen, > dll sudah menjadi bisnis yang terorganisasi dengan baik. Bisa dilihat > pagi hari mereka diangkut entah darimana menggunakan truk dan > disebarkan di berbagai lokasi strategis di ibu kota. Malam harinya > mereka dijemput lagi dengan truk oleh pihak yang mengorganisasi dan > mendapatkan keuntungan dari aktivitas mengemis ini. > > Liputan tentang masalah ini pernah dimuat di salah satu majalah > bebe
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Kawan Refunny, Tolong jawab pertanyaan saya ini: 1. Apakan semua pengemis di Jakarta, yang jumlahnya ribuan/puluhan ribu ini adalah pengemis profesional? 2. Apakah ada kelompok syndikat yang mengkoordinir pengemis-pengemis ini? Katakanlah semacam Mafia-nya begitu. Kalau ini memang kenyataannya PEMDA DKI harus kerja sama dengan Kepolisian untuk membongkar dan menangkapi bos-bos syndikat ini, karena syndikat ini melanggar segala prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan: seperti mempekerjakan anak-anak, bayi yang diajak-ajak untuk mengemis agar membuat rasa kasihan orang, orang-orang cacat, tua-renta dllsb. PEMDA DKI juga harus menyediakan tempat-tempat panti-panti asuhan, rumah-rumah jompo, rehabilitasi cacat dan panti-panti sosial lainnya. Dalam UUD-45 pasal 33 ayat 1, jelas ditulis Negara wajib menyantuni anak-anak terlantar orang-orang cacat dan miskin. Soal lembaga-lembaga sosial yang anda jamin tidak akan dikorup, mungkin betul. Tapi mereka, maksudnya lembaga-lembaga ini punya overhead cost sekitar 30%-50% dari anggaran yang mereka kelola. Coba kalau dana ini diberikan sebagai dana operasi berapa manfaat yang bisa dinikmati orang-orang miskin ini? Mengenai jaminan lembaga-lembaga agama yang mengelola maka akan bebas korupsi, jangan mimpi lah, sedangkan uang kolekte di gereja-gereja saja terbukti beberapa kasus terjadi uang kolekte "dikentit" penyelenggara, padahal uang kolekte ini ngitungnya di depan hidung pastor :(. Saya tidak tahu apa yang terjadi di kalangan muslim atau agama-agama lain. Payung Agama ternyata tidak menjamin kejujuran dari setiap manusia yang bernaung di bawahnya. Dan satu hal yang fundamental SALAH besar di dalam peraturan TIBUM ini, orang berbuat kebajikan malah di-inkriminasi-kan. Apakah ini sejalan dengan prinsip-prinsip keutamaan manusia seperti kemurahan-hati, mengasihi dan membantu sesama. Di mana logika kemanusiaan kita? Apakah tatanan hukum kita harus disetel untuk menjadi anti keutamaan-keutamaan yang diajarkan dan dianjurkan oleh setiap agama dan prinsip-prinsip etika dan moral manusia? Tatanan hukum menjadi anti manusiawi? Jadi peraturan TIBUM DKI ini sebetulnya mau apa? Mohon dicernakan secara lebih jernih, Elias On 9/23/07, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Yang lebih memprihatinkan setidaknya di Jakarta, pengemis, pengamen, > dll sudah menjadi bisnis yang terorganisasi dengan baik. Bisa dilihat > pagi hari mereka diangkut entah darimana menggunakan truk dan > disebarkan di berbagai lokasi strategis di ibu kota. Malam harinya > mereka dijemput lagi dengan truk oleh pihak yang mengorganisasi dan > mendapatkan keuntungan dari aktivitas mengemis ini. > > Liputan tentang masalah ini pernah dimuat di salah satu majalah > beberapa tahun lalu, sayang saya lupa majalah yang mana. Dalam liputan > itu bahkan dijelaskan bahwa kehidupan para pengemis dan bos2nya sudah > berada di atas garis kemiskinan dan beberapa di antaranya memiliki > rumah cukup mentereng di kampung2 di luar ibu kota. > > Mudah2an upaya yang dilakukan pemerintah DKI dapat membuat para > pengemis lebih kreatif lagi dalam berusaha memnuhi kebutuhan hidup. > Jangan sampai kondisinya seperti yang diceritakan oleh seorang kawan > asal India. Ternyata di India pengemis sudah menjadi pekerjaan > profesional yang sangat menggiurkan. Lahan strategis untuk mengemis > seluas 1x1 m2 bisa disewakan oleh pemiliknya apabila yang bersangkutan > sedang berlibur ke luar kota. Bayangkan, hasil dari mengemis tidak > hanya cukup untuk hidup layak namun juga cukup untuk berlibur. Hal ini > dikisahkan oleh kawan tersebut setelah dia membaca berita berbahasa > Inggris tentang rencana pemerintah DKI mengenakan denda bagi pengemis > dan pemberi derma. > > Penyaluran ke lembaga2 sosial, saya kira tidak perlu selalu dicurigai > akan dikorupsi. Selama ini lembaga2 swasta baik yang berbasis agama, > perusahaan ataupun komunitas tertentu dapat dilihat kiprahnya secara > nyata dalam menyalurkan bantuan sosial untuk orang miskin maupun korban > bencana alam. Pengalaman saya, beberapa lembaga cukup profesional > mengirimkan laporan hasil aktifitas mereka kepada para penyumbang. > Bahkan ada yang berhasil berkembang membuka sarana sosial seperti > sekolah, rumah sakit (sehat), dsb yang sifatnya gratis bagi orang > miskin dan anak terlantar. > > -- > Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta > Posted by: "ati gustiati" [EMAIL > PROTECTED]hatiku_rumahku > Date: Sun Sep 23, 2007 4:30 am ((PDT)) > > Niat utk mendisiplinkan ketertiban umum dan menciptakan citra ibu kota > perlu didukung, hanya saja bangsa kita tidak terbiasa dengan cara ini, > sudah puluhan thn kita hidup dalam tradisi spt yg ada, pengemis, > pelacuran , pengamen, tukang lap kaca mobil dijalanan, pengamen dll, > inilah wajah Indonesia, wajah ibukota, lalu utk merubah wajah Indonesia > mendadak menjadi wajah Australia, adalah tantangan yg cukup pelik. > > Pemerintah tidak
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Yang lebih memprihatinkan setidaknya di Jakarta, pengemis, pengamen, dll sudah menjadi bisnis yang terorganisasi dengan baik. Bisa dilihat pagi hari mereka diangkut entah darimana menggunakan truk dan disebarkan di berbagai lokasi strategis di ibu kota. Malam harinya mereka dijemput lagi dengan truk oleh pihak yang mengorganisasi dan mendapatkan keuntungan dari aktivitas mengemis ini. Liputan tentang masalah ini pernah dimuat di salah satu majalah beberapa tahun lalu, sayang saya lupa majalah yang mana. Dalam liputan itu bahkan dijelaskan bahwa kehidupan para pengemis dan bos2nya sudah berada di atas garis kemiskinan dan beberapa di antaranya memiliki rumah cukup mentereng di kampung2 di luar ibu kota. Mudah2an upaya yang dilakukan pemerintah DKI dapat membuat para pengemis lebih kreatif lagi dalam berusaha memnuhi kebutuhan hidup. Jangan sampai kondisinya seperti yang diceritakan oleh seorang kawan asal India. Ternyata di India pengemis sudah menjadi pekerjaan profesional yang sangat menggiurkan. Lahan strategis untuk mengemis seluas 1x1 m2 bisa disewakan oleh pemiliknya apabila yang bersangkutan sedang berlibur ke luar kota. Bayangkan, hasil dari mengemis tidak hanya cukup untuk hidup layak namun juga cukup untuk berlibur. Hal ini dikisahkan oleh kawan tersebut setelah dia membaca berita berbahasa Inggris tentang rencana pemerintah DKI mengenakan denda bagi pengemis dan pemberi derma. Penyaluran ke lembaga2 sosial, saya kira tidak perlu selalu dicurigai akan dikorupsi. Selama ini lembaga2 swasta baik yang berbasis agama, perusahaan ataupun komunitas tertentu dapat dilihat kiprahnya secara nyata dalam menyalurkan bantuan sosial untuk orang miskin maupun korban bencana alam. Pengalaman saya, beberapa lembaga cukup profesional mengirimkan laporan hasil aktifitas mereka kepada para penyumbang. Bahkan ada yang berhasil berkembang membuka sarana sosial seperti sekolah, rumah sakit (sehat), dsb yang sifatnya gratis bagi orang miskin dan anak terlantar. -- Re: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Posted by: "ati gustiati" [EMAIL PROTECTED] hatiku_rumahku Date: Sun Sep 23, 2007 4:30 am ((PDT)) Niat utk mendisiplinkan ketertiban umum dan menciptakan citra ibu kota perlu didukung, hanya saja bangsa kita tidak terbiasa dengan cara ini, sudah puluhan thn kita hidup dalam tradisi spt yg ada, pengemis, pelacuran , pengamen, tukang lap kaca mobil dijalanan, pengamen dll, inilah wajah Indonesia, wajah ibukota, lalu utk merubah wajah Indonesia mendadak menjadi wajah Australia, adalah tantangan yg cukup pelik. Pemerintah tidak pernah mendidik dalam praktek kehidupan rakyat utk hidup berdisiplin, karena pemerintah sendiri sama sekali tidak disiplin, perilaku bangsa adalah cermin perilaku pemerintahan nya. Bangsa Indonesia terkenal bangsa yg murah hati dan mudah kasihan, memberi sedekah pada orang2 miskin disamping perilaku kemanusiaan juga dianjurkan oleh agama2 nya, jadi sulit hal ini dihindari, kalaupun ada anjuran utk mengirimkan sedekah pada yayasan yg tersedia, tentunya sama dengan menyuapi para maling, saya pikir kita memang memerlukan sebuah organisasi khusus utk menangani masalah ini, mereka para " pengusaha" yg dianggap penyebab perusak citra ketertiban umum ini, dididik keterampilan lalu disalurkan utk berkarya, anak2 kecil di jalanan di sekolahkan, pelacur2 di tertibkan dengan penyediaan fasilitas2 yg khusus, program ini tentunya akan makan jutaan dollar, tetapi saya yakin kalau pemerintah memang bertekad utk mengatasi ketertiban sedemikian rupa tentunya akan mampu mewujudkan nya. Bangsa Indonesia tidak susah diatur kalau mereka bisa mendapatkan hidup yg layak seperti pendidikan, pekerjaan, dan kebutuhan hidup se hari2 bisa tercukupi. Untuk mendisiplinkan orang2 yg sedang sakit lapar dan tertekan, tentunya lebih sulit daripada menjinak kan hewan buas, pemerintah tidak bisa memperbaiki kerusakan dari permukaan, tetapi harus menyusup kedasar, dari sana lah persoalan seharusnya diperbaiki. Yang selalu prihatin omie Elias Moning <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Teman, Sebetulnya peraturan ini tidak logis dan melanggar langsung prinsip dasar peri-kemanusiaan. Bagaimana bisa atas nama ketertiban umum orang mau memberi sedekah dan yang minta sedekah dikenakan hukuman? Orang tidak boleh diperlakukan sebagai kriminal karena dia ingin berbuat baik, atau peduli kepada orang lain yang miskin dan papa. Penyaluran dana lewat lembaga-lembaga amal sebetulnya hanya menambah jalur birokrasi dan berapa pula overhead yang harus dipotong untuk menjalankan pembagian rejeki ini? Apakah bisa dijamin dana orang miskin ini tidak akan disunat dan dikorupsi? Lha kita sudah baca di mana-mana bantuan untuk korban gempa saja di sunat kiri kanan. Malam ini saya lewat perampatan Tebet dengan MT Haryono(?) perempatan di bawah patung di Pancoran, sepi
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Mengemis dilarang oleh agama Islam - ini karena saya beragama Islam. Tapi sebaiknya kita melihat akar permasalahan munculnya pengemis di negeri ini, khususnya di Jakarta. Salah satu faktornya adalah tekanan ekonomi. Tapi bukan berarti karena tekanan ekonomi, mengemis dijadikan sebagai budaya masyarakat untuk mencari uang dengan mudah dengan cara mengemis. Saya setuju agar pengemis ditertibkan. Mereka sebaiknya dilarang mengemis di lampu-lampu merah jalan protokol, di tempat-tempat perbelanjaan dan sejumlah tempat lainnya. Jangan jadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang baik untuk mengemis. Tapi...jika pemerintah dan Pemda DKI Jakarta ingin mengusir para pengemis itu, ya sediakan tempat atau pekerjaan di mana mereka bisa mendapatkan rejeki untuk menambal rasa lapar dan dahaga perutnya dan kebutuhan ekonominya. Sesuai dengan konstitusi, orang-orang terlantar dsb dipelihara oleh negara. Nah, negara harus menyediakan wadah agar orang-orang miskin, anak terlantar bisa mendapatkan kebutuhan ekonominya. Wielsma Baramuli <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Dear all, Apakah ciri sebuah kota atau kota metropolitan harus selalu identik dengan ketidakmanusiawian. Apakah kota atau kota metropolitan apalagi megapolitan harus idatur dengan cara-cara menyangkali kenyataan rakyat penghuni kota itu? Mungkinkah kita membangun kota dengan tidak menyangkali kemiskinan, melainkan memecahkan masalah kemiskinan? Sehingga kota (dengan segala fasilitas kehidupannya) menjadi tempat di mana peradaban kemanusiaan disemaikan. Pertanyaan naif mungkin? Tapi, yang jelas setiap pembangunan (kota) harus menjadi solusi bagi rakyat yang mendiami kota itu. Kalau itu Ibu Kota, harus menjadi model solutif bagi rakyat seantero negeri. Salam, Wedekabe Roy Ferdinand <[EMAIL PROTECTED]> wrote: "[EMAIL PROTECTED]" wrote: From: "[EMAIL PROTECTED]" Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700 Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa begitu banyak pengemis di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah berpikir bahwa kita juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan selalu rajin memberikan sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari peraturan di ibukota yang sudah disahkan? Sila direnungkan� Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, Senin (10/9). Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan kondisi sosial Ibu Kota. Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, kemarin. Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau kurungan maksimal 90 hari. Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama. Perda ini harus kita lakukan secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan kinerja aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Dear all, Apakah ciri sebuah kota atau kota metropolitan harus selalu identik dengan ketidakmanusiawian. Apakah kota atau kota metropolitan apalagi megapolitan harus idatur dengan cara-cara menyangkali kenyataan rakyat penghuni kota itu? Mungkinkah kita membangun kota dengan tidak menyangkali kemiskinan, melainkan memecahkan masalah kemiskinan? Sehingga kota (dengan segala fasilitas kehidupannya) menjadi tempat di mana peradaban kemanusiaan disemaikan. Pertanyaan naif mungkin? Tapi, yang jelas setiap pembangunan (kota) harus menjadi solusi bagi rakyat yang mendiami kota itu. Kalau itu Ibu Kota, harus menjadi model solutif bagi rakyat seantero negeri. Salam, Wedekabe Roy Ferdinand <[EMAIL PROTECTED]> wrote: "[EMAIL PROTECTED]" wrote: From: "[EMAIL PROTECTED]" Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700 Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa begitu banyak pengemis di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah berpikir bahwa kita juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan selalu rajin memberikan sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari peraturan di ibukota yang sudah disahkan? Sila direnungkan� Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, Senin (10/9). Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan kondisi sosial Ibu Kota. Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, kemarin. Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau kurungan maksimal 90 hari. Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama. Perda ini harus kita lakukan secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan kinerja aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional kita lemah di bidang ini," ujar gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat itu. Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan besar baru akan diberlakukan efektif mulai tahun depan. Kewajiban dan Larangan Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut: - Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan. - Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan. - Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang ditetapkan (pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp 100.000-Rp 20 juta, atau kurungan 10-60 hari). - Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian yang ditentukan (pelanggaran didenda Rp 500.000 - Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). - Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway (pelanggaran didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). - Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki (pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). - Larangan
Re: [mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
Lalu Bagaimana dengan para "Polisi Cepek" apakah juga akan diatur dalam undang2 ini? ko' di bawah ga tercantum yach? padahal khan keberadaan mereka seringkali bukannya bikin jalanan lancar malah jadi tambah macet. thank you Roy Ferdinand <[EMAIL PROTECTED]> wrote: "[EMAIL PROTECTED]" wrote: From: "[EMAIL PROTECTED]" Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700 Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa begitu banyak pengemis di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah berpikir bahwa kita juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan selalu rajin memberikan sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari peraturan di ibukota yang sudah disahkan? Sila direnungkan� Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, Senin (10/9). Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan kondisi sosial Ibu Kota. Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, kemarin. Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau kurungan maksimal 90 hari. Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama. Perda ini harus kita lakukan secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan kinerja aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional kita lemah di bidang ini," ujar gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat itu. Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan besar baru akan diberlakukan efektif mulai tahun depan. Kewajiban dan Larangan Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut: - Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan. - Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan. - Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang ditetapkan (pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp 100.000-Rp 20 juta, atau kurungan 10-60 hari). - Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian yang ditentukan (pelanggaran didenda Rp 500.000 - Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). - Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway (pelanggaran didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). - Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki (pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). - Larangan menjadi joki 3 in 1 (pelanggaran didenda Rp 100.000-Rp 20 juta, atau sanksi kurungan 10-60 hari). - Larangan menjadi penjaja seks atau memakai jasa penjaja seks komersial (pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari) - Larangan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang untuk menjadi penjaja seks komersial (pelanggarannya dianggap sebagai tindak pidana kejahatan) - Larangan menyedi
[mediacare] Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta
"[EMAIL PROTECTED]" wrote: From: "[EMAIL PROTECTED]" Date: Tue, 11 Sep 2007 11:14:33 +0700 Subject: Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta Kita mungkin selalu bingung dan prihatin, kenapa begitu banyak pengemis di jalan-jalan di Jakarta. Tapi, mungkin gak kita pernah berpikir bahwa kita juga yang membuka "lapangan pekerjaan" tersebut dengan selalu rajin memberikan sedekah kepada mereka? Mungkin ini maksud dari peraturan di ibukota yang sudah disahkan? Sila direnungkan� Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta http://www.kompas.com/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan. Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda hingga maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari. Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda) tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, Senin (10/9). Perda baru itu merupakan pengganti Perda No 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi memadai menghadapi perkembangan kondisi sosial Ibu Kota. Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas mengemis itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu, tak hanya mengemis saja yang dilarang melainkan juga mengamen, mengasongkan dagangan, dan mengelap mobil di tempat umum. "Kalau ingin menyumbang dan memberi sedekah, salurkan lewat lembaga resmi yang sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi PPP Achmad Suaedy, kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, kemarin. Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi sedekah bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang mengorganisasi, atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi bagi mereka ini lebih berat, sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau mengelap kaca mobil dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau kurungan maksimal 90 hari. Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru dalam perda tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan tertib di kalangan warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki citra Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang tertib dan nyaman. "Ketertiban umum di kota mana pun harus ditegakkan karena ini untuk kepentingan bersama. Perda ini harus kita lakukan secara konsekuen," ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin. Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi perda baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan, sebelum secara efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso berjanji akan meningkatkan kinerja aparat pamong praja yang dimiliki Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas perda itu. "Kalau soal aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan kita perbaiki. Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional kita lemah di bidang ini," ujar gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat itu. Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan besar baru akan diberlakukan efektif mulai tahun depan. Kewajiban dan Larangan Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut: - Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan. - Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan. - Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang ditetapkan (pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp 100.000-Rp 20 juta, atau kurungan 10-60 hari). - Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian yang ditentukan (pelanggaran didenda Rp 500.000 - Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). - Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway (pelanggaran didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). - Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki (pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari). - Larangan menjadi joki 3 in 1 (pelanggaran didenda Rp 100.000-Rp 20 juta, atau sanksi kurungan 10-60 hari). - Larangan menjadi penjaja seks atau memakai jasa penjaja seks komersial (pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari) - Larangan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang untuk menjadi penjaja seks komersial (pelanggarannya dianggap sebagai tindak pidana kejahatan) - Larangan menyediakan bangunan sebagai tempat berbuat asusila (didenda Rp 5 juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). (dra) __. - Don't let your dream ride pass you by.Make it a reality with Yahoo! Autos.