Teori Matematika Monumental (Seri III)
From: ALUMNUS JURUSAN MATEMATIKA DI EROPA To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] Date: Monday, February 14, 2000 15:51 Hallo Terima kasih. Saya pun akan melanjutkan diskusi. *Saya mempunyai seorang teman di sini yang sayangnya karena masalah keluarga harus kembali ke Indonesia. Beliau mengadakan suatu research di suatu field yang belum lama berkembang. Setelah hampir delapan bulan bergulat dengannya, tiba-tiba seorang dari Jepang mempublish paper dengan thema yang sama dan result yang serupa hanya lebih advanced. #Menurut hipotesa saya ada beberapa kemungkinan (anggap saja ini tebak2an ya). Pertama : Teman anda itu pernah mempunyai kontak dengan Orang Jepang itu, langsung atau melalui email, yang antara lain membahas masalah itu. Dalam hal ini, teman anda, sadar atau tidak sadar, telah mengilhami Orang Jepang itu. Atau mungkin juga sebaliknya. Kedua : Ada pemikiran Teman Anda itu masuk ke Homepage tertentu melalui Homepage raksasa seperti Yahoo, lalu dijadikan titi tolak pemikiran oleh Orang Jepang itu. Ketiga : Teman anda itu mengikuti salah satu Milis Matematika yang juga diikuti oleh Orang Jepang itu (hanya orang ini bersifat pasif). Di milis ini, Teman anda itu mengemukakan pemikiran yang justru menjadi titik tolak pemikiran oleh Orang Jepang itu. Keempat : Peper Teman anda itu dan Orang Jepang itu sama-sama bertitik-tolak dari sumber yang sama. Kelima : Ya kebetulan saja. Toh bisa saja dua orang berencana untuk menggunakan user yang sama ketika berlangganan email di salah satu server. Taroklah user itu adalah penemuan baru. Coba saja anda membuat email di Hotmai.Com dengan user "nama anda". Bisa berhasil nggak kira-kira? *Sebaliknya begitu banyak professor di dunia barat yang dengan senang mengelus dada karena telah berhasil mendefine suatu problem yang sepertinya smooth dan luar biasa. Suatu saat dia dengan malu mudur karena di Rusia itu tertulis dalam suatu lecture note. #Jangankan itu. Terkadang penemuan orang dari Timur pun diklaim sebagai penemuan Orang Barat. Padahal yang mengklaimnya tahu bahwa itu adalah memang penemuan orang dari Timur. Jadi mereka tidak lagi berbicara masalah "original", melainkan kemampuan "kehumasan". Profesor di mana pun kan tidak semuanya menjunjung sportivitas/kejujuran intelektual. Ada juga yang memaksakan pemikiran demi melanggengkan sosok selebritis yang terkandung pada "keprofesorannya" itu sendiri. *Untuk menjajaginya kita perlu bergulat sekian lama dengan problem-problem yang anda katakan biasa, untuk sampai pada yang luar biasa. #Yang pertama kali kita ciptakan sajalah dulu tradisi berpikir matematika yang tidak terpikirkan oleh kebanyakan orang. Segmennya tidak usaha global. Cukuplah kawasan satu RT. Pokoknya berjenjang. *Dan terkadang yang luar biasa itu ada di tempat atau jalur yang lain. Lorenz menemukan Chaos yang se- benernya sudah dilihat orang bertahun-tahun yang lalu tetapi mereka tidak berani mempublishnya. #Saya punya teman seorang dokter wanita yang mengisyaratkan bahwa "Dokter seharusnya semakin pintar memasak". Hanya ia tidak berani mengemukakannya, karena khawatir bisa mengganggu perasaan rekan2nya yang seprofesi, khususnya mereka yang jarang masak atau nggak pintar memasak. #Kalau boleh didefinisikan secara total, maka awal munculnya Matematika tuh ketika orang untuk pertama kali dalam hidupnya melihat adanya yang datang dan adanya yang pergi. Karena yang datang dan yang pergi itu bisa terdiri dari lebih satu objek, di sanalah awal keinginan menyaksikan sisa dan jumlah. *Pernyataan anda sangat menarik. Sayangnya saya tidak yakin. Saya akan berdiskusi dengan seseorang disini yang memang bekerja dengan sejarah matematika. #Itu bagus sekali. Tetapi kalau direnungkan memang begitu kok, meskipun kelahiran istilah "Matematika" itu sendiri mungkin saja titik tolaknya bukan dari itu. Kalau seorang bayi tiba2 nangis setelah ibu meninggalkannya sendirian di dalam kamar, berarti ada sesuatu yang dianggapnya kurang. Demikian pula kalau seorang bayi tiba2 berhenti menangis karena kedatangan ibunya ke dalam kamar, berarti ada sesuatu yang dianggapnya bertambah. Bukankah proses matematika sudah berjalan ketika itu. Salam, Nasrullah Idris
Lho kok jadi marah Jendral?
Picture: logo SUARA MERDEKA Picture: Line Selasa, 15 Februari 2000 Berita Utama Picture: Line Wiranto Merasa Gagal Membina Agus JAKARTA-Jenderal TNI Wiranto menanggapi peryantaan Pangdam Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah agar ia sebaiknya mundur dan menjadi oposisi Golkar, merupakan hal yang tidak pantas diucapkan, karena hal itu bukan urusannya. Di samping itu, dia menyesal karena merasa gagal membina perwira seperti itu. "Jadi, menurut penilaian saya itu terlalu jauh ya. Saya bisa menyampaikan, kalau seorang panglima kodam menyampaikan hal seperti itu, ada empat hal yang tidak tepat,'' jelas Wiranto usai menyaksikan pengambilan sumpah Menko Polkam Ad Interin Surjadi Soedirdja di Bina Graha, Jakarta, kemarin. Keempat hal yang tidak tepat itu antara lain, Agus Wirahadikusumah sebagai pangdam tentu tidak perlu ikut campur langsung dalam masalah sistem politik nasional. "Dia mengurus saja kodamnya. Masalah ini sebenarnya urusan Panglima TNI atau mungkin KSAD. Urusan kodam kan cukup banyak dan memusingkan,'' jelasnya. "Kedua, saya pikir dia sangat gigih atau dalam visinya mempunyai suatu persepsi lebih baik militer tidak usah terlalu banyak mencampuri urusan-urusan politik. Itu konsep atau prinsip yang dianut. Tetapi saya melihat sepak terjangnya akhir-akhir ini justru lebih banyak masalah politik ketimbang masalah-masalah hankam,'' katanya lagi. "Saya kira yang kedua itu tadi masalah kosistensi. Kalau dia konsisten mengatakan seperti itu, dalam aplikasi seluruh kegiatan kita ya harus konsisten,'' tandasnya.. Gagal Membina Selanjutnya, kata Wiranto lagi, yang menyangkut TNI sendiri. "Saya pikir TNI harus tegas dalam membina, mengatur dan memilah-milah job description dari para perwiranya''. Harus sangat tegas untuk bisa memberikan suatu guidance, sehingga tidak ada kesimpangsiuran dalam merespons apa yang terjadi dalam lingkungannya. Sebab, berbagai respons dalam menanggapi kejadian-kejadian atau menanggapi permasalahan nasional tentu secara proporsional ada pejabat-pejabat tertentu yang ditunjuk. Dia juga menyatakan rasa kesedihannya dan merasa bersalah karena ikut bertanggung jawab dalam membina perwira-perwira seperti itu. "Dan saya merasa gagal karena ternyata para perwira yang saya bina dan saya didik mempunyai perilaku yang demikian,'' ujarnya. "Mengapa? Karena saya ini bintang empat masih aktif. Ada dua bintang dua masih aktif yang selalu memberikan sesuatu, entah itu kritikan, kecaman atau barangkali pandangan mengenai saya di muka umum. Karena itu, saya kira dilihat dari kode etik perwira itu sangat menyimpang. Dan saya kira, saya merasa gagal membina para perwira seperti itu,'' paparnya. Pangdam VII/Wirabuana Mayjen Agus Wirahadikusuma mengatakan, tidak sulit bagi Presiden untuk memberhentikan Menko Polkam Wiranto jika dia keras kepala. Presiden memiliki hak prerogatif yang dapat menerbitkan keppres untuk memberhentikan dan mengangkat pembantu-pembantunya yang dikehendaki. "Kalau saya sebagai pembantu Presiden, tentu dengan sikap lapang dada saya menerima keputusan untuk mengundurkan diri,'' katanya di Makassar, Jumat malam. (bu,A20-60k) Berita Utama | Semarang | Sala | Jawa Tengah | Budaya | Olahraga Internasional | Opini | Ekonomi | Fokus | English | Prakiraan Cuaca | Menu Utama Copyright© 1996 SUARA MERDEKA __ Do You Yahoo!? Talk to your friends online with Yahoo! Messenger. http://im.yahoo.com
Re: Lho kok jadi marah Jendral?
Ini baru salah satu dari banyak juragan lainnya yang masih 'alergi' dan belum siap mental terhadap kritikan ataupun komentar 'bawahannya'. Menurut saya, seharusnya Wiranto justru berbangga karena perwira yang dididiknya ada yang berani beropini didepan publik dan mampu mengembangkan wawasannya tanpa harus terus-menerus terbelenggu pada doktrin TNI. Namun, saya belum yakin benar terhadap hal ini, karena masih mempunyai dua pertanyaan, yaitu: 1. Apakah 'juragan' itu selalu benar? 2. Apakah 'bawahan' itu selalu tidak pernah benar? Salam, Budi Riyon Guswara wrote: Wiranto Merasa Gagal Membina Agus JAKARTA-Jenderal TNI Wiranto menanggapi peryantaan Pangdam Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah agar ia sebaiknya mundur dan menjadi oposisi Golkar, merupakan hal yang tidak pantas diucapkan, karena hal itu bukan urusannya. Di samping itu, dia menyesal karena merasa gagal membina perwira seperti itu. ===dihapus=
Mengurangi Waktu Penelitian Demi Memperoleh IP Sangat Bagus ?
Taroklah sebuah PTN mempunyai 1000 materi pelajaran bidang Kedokteran untuk program dokter umum. Kita sebutlah Materi-1, Materi-2, sampai Materi-1000. Pada Materi-251, tepatnya Semester III, salah seorang mahasiswa (kita sebutlah Polan) sangat antusias untuk melakukan penelitian dari berbagai sudut pandangan. Sejak itulah ia sering melakukan penelitian seputar Materi-251, sambil tetap pergi ke kampus setiap hari. Hasilnya : ia mencetuskan berbagai penemuan baru yang bermanfaat bagi kebanyakan orang. Malah mempunyai diperkirakan bisa masuk pada jurnal ilmiah dengan kualitas nasional. Hanya dengan asyiknya melakukan penelitian Materi-251 itu, banyak materi pelajaran yang tertinggal. Sehingga ketika ujian sering memperoleh nilai "D". Akhirnya IP-nya pun sangat kecil. Yang menjadi pertanyaan : Apakah sebaiknya ia mengurangi waktu penelitian seputar Materi-251, agar ia bisa mengikuti setiap Materi, dari Materi-1 sampai Materi-1000, sehingga ia berhasil mempunyai IP yang sangat bagus, yang berarti bisa menyelesaikan kuliah pada waktunya. Salam, Nasrullah Idris
Kapolri, Soal Pesan Sponsor...
Kompas, Selasa, 15 Februari 2000 Kapolri Letjen (Pol) Rusdihardjo Soal Kasus 27 Juli Ada "Pesan Sponsor" dalam Penyidikan Semarang, Kompas Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Letjen (Pol) Rusdihardjo mengakui, pada waktu lalu, Polri kesulitan mengusut kasus penyerbuan Kantor DPP PDI di Jl Diponegoro tanggal 27 Juli 1996, karena ada "pesan sponsor" dari pihak tertentu. Bahkan, karena "pesan sponsor" tersebut maka penyidikan kasus tersebut tidak obyektif. "Penyidikan yang tidak obyektif itu menyebabkan masyarakat yang tidak bersalah menjadi korban dan menderita akibat kasus itu yang justru disidik, dituntut, dan diadili. Ini yang mengusik hati nurani kita semua," tandasnya kepada wartawan, Senin (14/2) seusai upacara serah terima jabatan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Tengah dari Mayjen (Pol) Nurfaizi kepada Mayjen (Pol) Kadaryanto. Meski tidak menyebut secara jelas siapa yang memberi "pesan sponsor", namun Kapolri mengakui kenyataan tersebut merupakan kendala besar polisi mengungkap kembali kasus 27 Juli. Rusdihardjo prihatin, karena penyidikan waktu itu yang seharusnya diarahkan pada satu hasil, tidak berjalan sesuai hukum yang berlaku. Suasana waktu lalu itulah yang kini mendorong Kapolri mengungkap kembali kasus 27 Juli, agar orang yang tidak bersalah tidak menjadi korban. "Secara bodoh saja, Anda tahu bagaimana orang diserang, digebuki dan dilukai, mereka itulah yang dituntut," tandasnya. Kapan kasus ini disidangkan, Kapolri menyatakan tidak bisa secepatnya diselesaikan, karena beberapa faktor seperti minimnya penyidik di Mabes Polri. Kasus 27 Juli telah lama terjadi, dan masalah yang dihadapi polisi banyak. Namun, tanpa menyebut jumlahnya, Kapolri menyatakan telah ada yang diminta keterangannya. Mengenai Soerjadi yang waktu itu menjadi Ketua Umum DPP PDI, Kapolri tidak menjawab secara tegas menyatakan akan diperiksa. "Anda sendiri yang mengatakan. Tetapi berilah kesempatan kepada kami untuk minta keterangan dari korban, pelaku, saksi korban dan saksi lain," tandasnya. Kapolri juga menolak menjawab apakah Jenderal (Pur) Feisal Tanjung juga akan diperiksa. "Nanti ada urutan yang akan diperiksa. Saya tidak bisa menyatakan langsung, tetapi kalau memang suatu saat ada petunjuk ke sana kita akan periksa," tegasnya. Kapolri menegaskan, jika saat ini polisi melakukan penelitian ulang terhadap kasus 27 Juli itu, bukan karena didesak, diimbau atau ditekan pihak tertentu, tetapi semata-mata untuk mencari kebenaran. "Kita akan melakukan penelitian ulang, dan ditindaklanjuti penyelidikan dan akhirnya ke penyidikan. Kita tidak boleh lagi seperti dulu, saat ini supremasi hukum harus kita junjung tinggi," tandasnya. (son) ;-)