Re: Sensitivity against racism

1999-05-17 Terurut Topik Alexander Lumbantobing

Why is there a person doing so much ignorance and explaining so much excuse?

Alexander Lumbantobing



Re: Sensitivity against racism

1999-05-17 Terurut Topik Blucer Rajagukguk

No idea, maybe 'the dancing grass' knows the answer :).

Alexander Lumbantobing wrote:

 Why is there a person doing so much ignorance and explaining so much excuse?

 Alexander Lumbantobing



Re: Sensitivity against racism

1999-05-16 Terurut Topik Blucer Rajagukguk

Mengutip pepatah lama: sing waras ngalah. Hanya yang mau belajar kalah yang akan
bisa maju, kalau sudah kepinteran, enggak usah dilawan. Saya yakin mas moko bisa
mengerti apa yang saya maksud.
salam anti-diskriminasi.

Moko Darjatmoko wrote:

 At 5:20 PM 11/3/1998, Vincent Sitindjak wrote:

 |Mas Moko tulis:
 |
 | At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote:
 |
 | |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak
 | |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan
 | |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari
 | |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya
 | |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan.
 |
 | Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di
 | Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju.
 |
 | The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no
 | longer neutral! It is a racist's remark.
 |
 |he..he..koq saya jadi binun sekarang...
 |
 |kalo "tauke" dikutipan diatas ditujukan ke orang cina, mungkin aja
 |"it is a racist's remark".
 |tapi "tauke" dikutipan diatas khan ditujukan ke orang batak (Patrick
 |Simanjuntak), apa ini juga masuk dalem kategori "a racist's remark"?

 Bung Vincent yang sedang 'bingung',

 Mengulangi apa yang telah saya tulis sebelumnya, kata "tauke"
 --berdiri sendiri-- memang netral. Tetapi kenyataannya kan kata
 "tauke" ini tidak berdiri sendiri, tetapi diiringi oleh kata-kata
 dan kalimat lain yang membentuk konteksnya (kecuali kalau saya
 telah 'salah' kutip):

   * Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan bisa bayarin tiket buat
 keluarga untuk keluar dari Indonesia.
   * Tauke kayak KAMU ini yang biasanya jadi sasaran pertama tiap
 ada kerusuhan.

 Sounds familiar? ... terutama sejak pertengahan Mei tahun lalu?

 Memang kita tidak pernah tahu --kecuali si penulis sendiri-- apa
 persisya yang dimaksud oleh si penulis dalam suatu tulisan. Karena
 itulah penting sekali untuk berpikir masak-masak sebelum tekan
 tombol "send." Guy Kawasaki (a Mac Fellow) memberikan cara nge-test
 yang praktis dalam menulis email: "Read it out loud to your spouse,
 to your best friend, to your roomate, or even better, to your own
 mother. If you think it's okay say the words you just wrote on
 their faces, then it's okay to hit the send button." Kehati-hatian
 Kawasaki beralasan, ternyata peribahasa kuno "sticks and stones
 will break my bones, but names will never hurt me" itu tidak selalu
 benar. It has been known that arsh words hurt or even kill people.

 Saya dulu suka bertanya-tanya, kenapa kebanyakan kawan kerja atau
 staff di kampus itu kok tidak pernah bertindak rasis, baik dalam
 sikap maupun kata-kata. Apakah orang disini memang lebih
 'superior'? Setelah mengamati --dan mengalami sendiri-- ternyata
 semuanya itu tidak 'jatuh dari langit'. Racism adalah 'concsious
 choice', dan itu harus dikoreksi atau dilawan dengan kesadaran
 pula, dengan *conscious effort*. Waktu direkrut jadi TA dulu saya
 disuruh mengikuti apa yang disebut "sensitivity workshop" -- yang
 menjelaskan dampak buruk rasisme, mulai yang berbentuk unfair
 discrimination sampai hal yang 'kecil-kecil' seperti racial slurs,
 racist remaks, dsb. Dan ternyata setiap pegawai secara bertahap
 diwajibkan mengikuti workshop ini -- dimulai dari mereka yang
 banyak berhubungan dengan publik (yang plural itu). Ini adalah
 conscious effort komunitas disini utnuk mencegah "kesalahan lama"
 terulang kembali Dan ternyata ini juga diajarkan pada anak-anak
 sejak usia dini, sejak mereka di taman kanak-kanak.

 Forum Internet (seperti mailing list ini) memberi kita "kebebasan"
 utnuk menyatakan pendapat kita. Kebebasan ini terasa lebih longgar
 ketimbang yang kita rasakan dalm dunia nyata--terutama karena ada
 kesan 'anonimitas', dimana orang hanya dikenal sebagai email
 address saja. kebebasan ini bak pisau bermata dua, disisi lain
 orang juga "bebas" mengartikan tulisan kita. Ditambah keterbatasan
 kata-kata yang tidak bisa mentertakan intonasi, raut muka maupun
 isyarat badan yang lain, gampang sekali terjadi misunderstanding.
 Di forum elektronis seperti ini, kebanyakan kita ini hanya kenal
 dari tulisan kita, sehingga tidak bisa dihindari terjadinya feomena
 "you are what you write" -- kita ini di'nilai' melulu dari apa yang
 kita tulis saja. Tulisan kita merupakan 'representasi' dari
 personality kita. Tentu saja ini tidak benar, kita semua tahu,
 tetapi itulah 'impression' yang terjadi di Internet (in the absence
 of other means of physical contact).

 |Terus abis gitu, yang dikatain sama Mas Jaya khan orang batak, kalopun yang
 |dikatain orang cina, koq yang pusing Andrew? Andrew khan neither batak nor
 |cina. Emang di AKABRI diajarin supaya suka ngatur-ngatur orang laen,
 |mangkanya ABRI sukanya ngatur orang laen. Saya baru tau kalo ternyata di
 |Norwich juga diajarin yang sama dengan di AKABRI.

 That's wrong .. one doesn't have to be the victim (chinese, jew, or
 any victimized person) to sense the pain, to feel disgusted by such
 injustice 

Re: Sensitivity against racism

1999-05-15 Terurut Topik FNU Brawijaya

Moko Darjatmoko wrote:

 Bung Vincent yang sedang 'bingung',

 Mengulangi apa yang telah saya tulis sebelumnya, kata "tauke"
 --berdiri sendiri-- memang netral. Tetapi kenyataannya kan kata
 "tauke" ini tidak berdiri sendiri, tetapi diiringi oleh kata-kata
 dan kalimat lain yang membentuk konteksnya (kecuali kalau saya
 telah 'salah' kutip):

   * Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan bisa bayarin tiket buat
 keluarga untuk keluar dari Indonesia.
   * Tauke kayak KAMU ini yang biasanya jadi sasaran pertama tiap
 ada kerusuhan.

 Sounds familiar? ... terutama sejak pertengahan Mei tahun lalu?

Anda tidak membaca bagaimana posting awal yg saya reply itu.
Di posting yang anda cut itu terdapat identitas si pengirim posting.
He is NOT an Indonesia chinese. Saya juga sudah jelaskan pada
posting berikutnya. Anda cuman mau cari-cari saja nih


 Memang kita tidak pernah tahu --kecuali si penulis sendiri-- apa
 persisya yang dimaksud oleh si penulis dalam suatu tulisan. Karena
 itulah penting sekali untuk berpikir masak-masak sebelum tekan
 tombol "send." Guy Kawasaki (a Mac Fellow) memberikan cara nge-test
 yang praktis dalam menulis email: "Read it out loud to your spouse,
 to your best friend, to your roomate, or even better, to your own
 mother. If you think it's okay say the words you just wrote on
 their faces, then it's okay to hit the send button." Kehati-hatian
 Kawasaki beralasan, ternyata peribahasa kuno "sticks and stones
 will break my bones, but names will never hurt me" itu tidak selalu
 benar. It has been known that arsh words hurt or even kill people.

Ini menjelaskan mengapa anda jarang kirim posting. Setahun sekali
kirim posting untuk menterjemahkan sesuai dengan keinginan anda.
Dari penjelasan anda, terkesan bahwa berkomunikasi di milis adalah
suatu pekerjaan besar. Tidak heran bila anda memerlukan waktu berbulan-
bulan untuk mengirim satu buah posting. Anda akan mencari berbagai
referensi dulu, studi perpustakaan, dlsb. Weleh...weleh Milis ini
adalah salah satu milis yang paling dinamis justru karena pesertanya
mulai meninggalkan berbagai kesungkanan akibat segala aturan yang
anda anjurkan itu.

Cara men-test email yang anda anjurkan sama sekali tidak praktis.
Tidak setiap partisipan milis punya spouse, best friend juga tidak ada
di setiap saat di mana kita akan mengirim posting. Buat yg punya boyfriend
atau girlfriend jelas nggak akan bersibuk ria dengan menulis email pada
saat pacar mereka hadir (rugi amir.). Room-mate punya pekerjaan lain
yang lebih penting, dan ibu kita jelas ndak di sini lah...kepriben tho mas..
Wong bule gendeng kurang kerjaan kok dijadikan patokan. Eh, wong
Jepang tho?

Anda menempatkan milis sebagai BATTLE FIELD, sementara kita sedang
berusaha menjadikan milis ini sebagai semacam PAGUYUBAN, di mana
para anggotanya dapat berkomunikasi dengan akrab. Nah, silakan
lihat acara kumpul-kumpul itu. Sangat jauh sekali filosofi permilisan anda
dengan perkembangan permilisan saat ini, terutama milis Permias@.
Di sini pertengkaran sering terjadi, tetapi entah mengapa justru makin
ramai. Silakan lihat milis lain yang dengan ketat menerapkan segala
macam aturan yang anda anjurkan. Sepi oom...


 Orang Eropa sendiri juga pernah menarik pelajaran [pahit] dari
 sejarahnya (sekitar Perang Dunia II). Ketika Nazi/Hitler mulai
 menagkapi orang Yahudi, sebagian besar yang bukan Yahudi
 'memalingkan muka', juga negara-negara tetangganya. "it doesn't
 cocern us ... they're only Jews", sampai akhirnya serdadu Nazi
 mulai menduduki rumah-rumah mereka (Polandia, Belanda, Perancis,
 dsb) dan juga menangkapi dan membunuhi mereka dalam kamp
 konsentrasi. Salah seorang korban yang meninggal di kamp
 konsentrasi Auschwitz adalah seorang pastor, Martin Niemoller. Dia
 menulis dalam catatannya, yang kemudian berhasil diselamatkan dan
 diselundupkan keluar:

   "In Germany they first came for the communists and I didn't
   speak up because I wasn't a communist. Then they came for the
   Jews, and I didn't speak up because I wasn't a Jew. Then they
   came for the trade unionists, and I didn't speak up because I
   wasn't a trade unionist. Then they came for the Catholics, and
   I didn't speak up because I was a Protestant. Then they came for
   me - and by that time no one was left to speak up."

Nah, rupanya anda tidak membacakan posting ini kepada spouse
anda, sahabat anda, dan bahkan kepada ibu anda. Ini adalah salah
satu ketidak-konsistenan anda. Anda sebutkan Martin Niemoller
sebagai pastor, sementara itu di penjelasannya disebutkan dia
seorang protestan. Apakah memang terdapat perbedaan definisi
di Eropa thd yg di Indonesia? Bila memang di Eropa sebutan pastor
juga digunakan untuk pendeta Kristen, maka terdapat perbedaan
penggunaan istilah antara di Eropa dan Indonesia. Dan anda membawa
konsensus istilah dari suatu tempat ke tempat lain tanpa memberikan
suatu warning. Sama dengan saya yang membawa suatu istilah (tauke)
yang sudah menjadi milik publik, bukan milik suatu 

Re: Sensitivity against racism

1999-05-15 Terurut Topik Darwin Tjowandi

Setelah ditunggu-tunggu ternyata tdk ada permintaan maaf dari FNU
Brawijaya ttg his racist remark.  Email anda telah menunjukkan bahwa anda
termasuk golongan pribumi yg racist and not sensitive thd perasaan kaum
non-pribumi.

Sungguh heran anda berkata anda tdk racist karena anda memaki Patrick yg
org Batak (non-Chinese). bagi saya itu kurang ajar dua kali.  Mengapa anda
memaki org Batak dgn istilah2 and stereotype org Chinese  Haruskah
anda melakukan itu ?? kenapa tdk memakai istilah Batak ???
Saya duga anda keliru sasaran anda kira Patrick adlh non-pribumi karena
tiga hal yg diucapkan Patrick:
1.mampu menggaji karyawan dalm jumlah jutaan (org kaya)
2.ingin 'lari' ke luar negeri
3.membenci rasialisme
Bukankah ketiga hal diatas adlh ciri2 khas org-nonpri ???

Saya bergabung dgn Permias list utk mengetahui activitas yg dilakukan mhs2
Indo di US ternyata yg sering saya dapat adlh perang agama and racist
remarks or comments.  Permias list mencerminkan budaya Indonesia krn
anggotanya mhs2 Indonesia.  dari list ini pula bisa disimpulkan bahwa
budaya org pribumi adlh 'fanatisme agama yg membabi buta' and rasialis.
Oleh karena itu saya memutuskan utk sign off karena saya tdk ingin email
saya dikotori email2 kotor dari kaum fantisme agama and racist Indonesian.

Khusus utk Brawijaya:
Org yg menabur padi menuai padi. KAMU telah menabur kevbencian kerana itu
KAMU telah and akan menuai kebencian. Untung anda tdk di hadapan saya
kalau tdk sudah saya gampar muka KAMU sejak pertama kali KAMU memaki
Patrick

Darwin Tjowandi
Once Chinese forever Chinese



Re: Sensitivity against racism

1999-05-15 Terurut Topik Notrida Mandica

Dear Rekan Tjowandi,

Please do not let yourself  go down to the level of uselessness.
Prilaku Brawijaya adalah prilaku dia.
Bukan prilaku PRIBUMI. Saya kira anda setuju dengan saya  sebab anda juga
pribumi. Jika anda lahir di bumi no matter which country, maka anda adalah
pribumi. Kecuali anda lahir di planet lain maka anda adalah alien.
Mari kita hapuskan istilah PRIBUMI dan NON PRIBUMI sebab itu adalah idea
penghancur dari Suharto.

Dalam masyarakat ada tiga jenis manusia, according to my friend Rey,:

1. First class adalah manusia yang berfikir tentang great ideas and punya
great minds.
2. Second class adalah manusia yang berfikir tentang kejadian-kejadian
3. Third class people or small people adalah orang-orang yang membicarakan
tentang orang lain.

Nah be the first class!!!

salam,

ida


From: Darwin Tjowandi [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Sensitivity against racism
Date: Sat, 15 May 1999 14:47:19 -0500

Setelah ditunggu-tunggu ternyata tdk ada permintaan maaf dari FNU
Brawijaya ttg his racist remark.  Email anda telah menunjukkan bahwa anda
termasuk golongan pribumi yg racist and not sensitive thd perasaan kaum
non-pribumi.

Sungguh heran anda berkata anda tdk racist karena anda memaki Patrick yg
org Batak (non-Chinese). bagi saya itu kurang ajar dua kali.  Mengapa anda
memaki org Batak dgn istilah2 and stereotype org Chinese  Haruskah
anda melakukan itu ?? kenapa tdk memakai istilah Batak ???
Saya duga anda keliru sasaran anda kira Patrick adlh non-pribumi karena
tiga hal yg diucapkan Patrick:
1.mampu menggaji karyawan dalm jumlah jutaan (org kaya)
2.ingin 'lari' ke luar negeri
3.membenci rasialisme
Bukankah ketiga hal diatas adlh ciri2 khas org-nonpri ???

Saya bergabung dgn Permias list utk mengetahui activitas yg dilakukan mhs2
Indo di US ternyata yg sering saya dapat adlh perang agama and racist
remarks or comments.  Permias list mencerminkan budaya Indonesia krn
anggotanya mhs2 Indonesia.  dari list ini pula bisa disimpulkan bahwa
budaya org pribumi adlh 'fanatisme agama yg membabi buta' and rasialis.
Oleh karena itu saya memutuskan utk sign off karena saya tdk ingin email
saya dikotori email2 kotor dari kaum fantisme agama and racist Indonesian.

Khusus utk Brawijaya:
Org yg menabur padi menuai padi. KAMU telah menabur kevbencian kerana itu
KAMU telah and akan menuai kebencian. Untung anda tdk di hadapan saya
kalau tdk sudah saya gampar muka KAMU sejak pertama kali KAMU memaki
Patrick

Darwin Tjowandi
Once Chinese forever Chinese


__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com