[ppiindia] Menangislah!
Menangislah! By: agussyafii Pernahkah anda merasa ingin menangis? Bila ingin menangis, menangislah! Sebab Allah menyukai tangisan hamba-hambaNya yang bertaqwa sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu hurairah, Rasulullah bersabda, 'Tiada sesuatu pun yang Allah lebih sukai daripada dua tetesan dan dua luka yatiu setetes air mata karena takut kepada Allah dan setetes darah yang tertumpah dijalan Allah. Dan ada dua bekas itu adalah bekas di jalan Allah dan bekas pada perintah-perintah Allah yang fardhu (HR. at-Tirmidzi). Aisyah juga berkata, 'Rasulullah duduk sambil menangis hingga tanah menjadi basah. Lalu datang Bilal mengumandangkan azan waktu sholat. Ketika Bilal melihat Rasulullah menangis, ia bertanya, 'Wahai Rasulullah, engkau menangis sedangan Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang?' Rasulullah menjawab, 'Apakah engkau tidak suka, jika aku menjadi hamba yang bersyukur? Malam ini telah turun satu ayat kepadaku celakalah orang yang membaca satu ayat tapi tidak merenungkannya.' Adapun Abdullah bin Asyakhir berkata, 'Aku datang menemui Rasulullah sedang sholat isya sambil menangis. Suara tangisnya seperti bunyi air dalam bejana sudah mendidih. Beliau juga bangun diwaktu tengah malam dan melakukan sholat tanpa henti menangis hingga pangkuannya beliau menjadi basah.' Maka berbahagialah kita yang masih bisa menangis karena kecintaan dan rasa syukur atas karunia Allah yang dilimpahkan kepada diri kita. Ingin menangis? Menangislah! --- Apabila dibacakan satu ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.' (QS. Maryam:58). Wassalam, agussyafii --- Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Munajat Amalia (MULIA)' Hari Ahad, Tanggal 7 Maret 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii atau http://agussyafii.blogspot.com, http://www.twitter.com/agussyafii, atau sms di 087 8777 12 431 [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [ppiindia] Menangislah Petani Indonesia
Ah, mas saya kadang menganggap Pa SBY layaknya boneka manis. Tergantung siapa dibelakangnya. masih inget penundaan pengumuman kabinet yang dilakukan berulang kali, siapa berkuasa, siapa yang dikuasai. Sejak awal saya sudah pesimis sama beliau bahkan untuk siapapun presidennya nanti. Ilmu ke-IPB-annya atau ilmu apapun nggak akan laku bila berhadapan dengan orang-orang yang berkapital dan berkentingan tingkat tinggi. Buktinya Habibie di Indonesia.sudahlah. Saya sendiri mengganggap pertanian itu baru sekeping dari permasalahan yang luas. Yang menderita berurai air mata bukan hanya petani saja ko, nelayan, pemulung,karyawan pabrik, ibu rumah tangga ah mungkin sebentar lagi seluruh negri. Sekarang klo menghadiri setiap seminar saya neg dengan orang yang bilang pertanian harus dibela mati-matian dibanding yang lain. (aneh ya) Karena pasti di dunia lain ada seminar lain yang mengatakan pertambangan harus diutamakan, ekonomi diutamakan, koperasi diutamakan, komunikasi diutamakan,pengarusutamaan gender gharus diperjuangkan, lingkungan diutamakan dll. Ah orang macam begini malah saya anggap orang yang berlebihan, kurang proporsional dan ada suatu maksud. Yang lebih neg lagi klo orang birokrat (pejabat) sebagai pembicara ditanya solusi masalah eh jawabannya menyalahkan masalah lho piye tho. --- Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Yaaa, dulu si SBY kuliahnya di IPB gimana > Dulu kan juga saya bilang, > gemes ama jajaran tim ekonominya oom Beye > Pendekatannya lebih ke > industri dan sifatnya ke sisi supply, tapi ke > industri dasar dan > agrokompleks pertanian yang butuh cucuran keringat > dan mikir jangka panjang, > kurang banget > > salam, > Ari Condro > > - Original Message - > From: "aris solikhah" <[EMAIL PROTECTED]> > > Nggak kalah dengan gandum, but siapa yang > peduli. > Katanya, Pemerintah mau mengadopsi untuk > dikembangkan.Benarkah??? Seberapa kuat perjuangan > seorang Anton Apriyantono melawan tim ekonominya > SBY:-( Maaf bukan pesimis tapi melihat analisa > sederhana di lapang. > > > > > > > > > "Hendaknya kita mengukur ilmu bukan dari tumpukan buku yang kita habiskan. Bukan dari tumpukan naskah yang kita hasilkan. Bukan juga dari penatnya mulut dalam diskusi tak putus yang kita jalani. Tapi...dari amal yang keluar dari setiap desah nafas kita".(Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah) __ Yahoo! Mail - PC Magazine Editors' Choice 2005 http://mail.yahoo.com Yahoo! Groups Sponsor ~--> 1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery. http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~-> *** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ppiindia] Menangislah Petani Indonesia
pemerintah mang cemen.. aris solikhah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sudah terlalu banyak menangis mas. Hingga tak ada lagi air mata yang keluar. Sejujurnya kalau pemerintah serius (tapi mau ditujukan pada siapa, benarkah pada pemerintah...kepercayaan itu sudah mendekati ambang batas bahkan negatif) pertanian dan kelautan jadi prime mover ekonomi. Dua bulan ini berbagai seminar digelar IPB untuk membicarakan bagaimana pertanian terangkat. Setahun silam serangkaian lokakarya politik pertanian juga diselenggarakan. Diperoleh konsep pertanian matang dari para ahli yang kompeten. Kemudian dihaturkan pada pemerintah, namun semua itu hanya jadi onggokan sampah. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk semua itu... nggak kehitung. Pemerintah melirik konsep itupun tidak, boro-boro mau mengimplimentasikannya. Mereka tak mau kerja keras, pengen yang instan. Korupsi dan menjual aset negara kan cepet memperoleh hasil kan. Privatisasi aja sekalian air, biar petani nggak bisa nanam di lahannya. Setiap tahun IPB melaunching produk baru. Dua hari lalu dilaunching produk nenas Delik subang (berukuran jumbo), nenas mahkota (sangat manis rasanya), Melon varietas terbaru, pepaya Thailand (ukuran jumbo juga). Ditambah lagi ada Buru Hotong, serealia dari pulau Buru yang kandungan karbohidratnya setara beras bahkan proteinnya lebih tinggi. IPB sudah mengolah buru hotong menjadi berbagai produk olahan, kue, brownies dll. Teknologi penyosohnya pun ada, sekarang lagi diteliti pemuliaan tanamannya. Nggak kalah dengan gandum, but siapa yang peduli. Katanya, Pemerintah mau mengadopsi untuk dikembangkan.Benarkah??? Seberapa kuat perjuangan seorang Anton Apriyantono melawan tim ekonominya SBY:-( Maaf bukan pesimis tapi melihat analisa sederhana di lapang. Saya katakan kita (Indonesia) punya teknologinya ko nggak kalah deh. Tapi sekali lagi siapa peduli. Oh petaniku sayang petaniku malang. dalam kesahajaanmu, ada usaha keras yang tiada kunjung padam. Salam, dari orang yang dibesarkan dari keluarga petani,tumbuh, besar, hidup dari hasil pertanian serta belajar mengenal hidup dari pertanian --- irwank wrote: > Dan orang harus tersenyum apapun yang terjadi. :-P > Harga BBM mau dinaikkan, beras lokal banyak tapi > impor jalan terus.. > Utang konglomerat ditanggung rakyat (lewat APBN - > keputusan pemerintah).. > Orang coba protes dibilang marah.. malah dicap cuma > bisa nyalahin doank.. > :-( > > CMIIW.. > > Wassalam, > > Irwan.K > > Pada tanggal 9/20/05, RM Danardono HADINOTO > menulis: > > > > *** Indonesia adalah negara pertanian, tapi > petaninya menangis > > > > SUARA PEMBARUAN DAILY > > > -- > > -- > > > > Menangislah Petani Indonesia > > > > SUNGGUH malang nasib petani. Sudah dijadikan warga > kelas bawah, > > diabaikan hak-haknya, dipelintir pula nasibnya > oleh pejabat dan orang- > > orang yang tidak bertanggung jawab. Sejak masa > lalu, petani dijadikan > > objek, diproyekkan, dan harga produk mereka selalu > ditekan semurah > > mungkin dengan berbagai alasan, antara lain untuk > kepentingan rakyat > > banyak. > > > > Padahal, mayoritas petani masih hidup dalam > kemiskinan yang parah. > > Petani di sektor persawahan yang memproduksi beras > untuk makanan > > pokok rakyat Indonesia, jumlahnya puluhan juta. > Data yang diungkap > > berbeda-beda, ada yang mengatakan sekitar 35 juta. > Sebagian besar > > buruh tani. Yang punya lahan pun, umumnya sempit, > tak lebih dari > > seperempat hektare. > > > > Sebagian juga menerima program beras untuk rakyat > miskin (raskin). > > Berdasarkan data resmi pemerintah, tahun ini > raskin hanya ditujukan > > kepada delapan juta keluarga, dari sekitar 15 juta > keluarga miskin. > > Tak jelas jumlah keluarga miskin di Indonesia, > karena ukurannya pun > > tak jelas. Faktanya, di mana-mana kita melihat > kemiskinan dan > > kehidupan yang menyayat hati. > > > > Perjuangan petani tak kalah dengan tentara dan > guru. Tentara sering > > dianggap pahlawan. Guru pun disebut pahlawan tanpa > tanda jasa, dan > > selalu diperjuangkan agar gaji dan > kesejahteraannya meningkat. > > > > Nasib tentara dan guru mungkin lebih baik. Masih > ada celah yang > > bisa ''dimanfaatkan'' untuk menambah penghasilan. > > > > Tentara, misalnya, bisa berbisnis, atau > menyediakan jasa keamanan > > partikelir. Sementara guru, lewat sekolah > tempatnya bekerja, > > berkesempatan memunguti uang dari orangtua murid. > > > > Namun, tak jelas siapa yang memperjuangkan nasib > petani. Tak jelas > > juga disebut apa kepahlawanan para petani, karena > petani hanya > > dianggap warga kelas dua. Mereka sering didatangi > pejabat, dan > > menjadi tontonan orang kota yang sukses, yang > sebagian dengan tega > > mengambil hak-hak keluarga petani, hak-hak rakyat > miskin. > > > > Pukulan keras sering datang bertubi-tubi. Petani > harus menanggung > > risiko terberat dalam usaha pertanian, > dibandingkan pedagang, apalagi > > c
Re: [ppiindia] Menangislah Petani Indonesia
Yaaa, dulu si SBY kuliahnya di IPB gimana Dulu kan juga saya bilang, gemes ama jajaran tim ekonominya oom Beye Pendekatannya lebih ke industri dan sifatnya ke sisi supply, tapi ke industri dasar dan agrokompleks pertanian yang butuh cucuran keringat dan mikir jangka panjang, kurang banget salam, Ari Condro - Original Message - From: "aris solikhah" <[EMAIL PROTECTED]> Nggak kalah dengan gandum, but siapa yang peduli. Katanya, Pemerintah mau mengadopsi untuk dikembangkan.Benarkah??? Seberapa kuat perjuangan seorang Anton Apriyantono melawan tim ekonominya SBY:-( Maaf bukan pesimis tapi melihat analisa sederhana di lapang. Yahoo! Groups Sponsor ~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~-> *** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ppiindia] Menangislah Petani Indonesia
Sudah terlalu banyak menangis mas. Hingga tak ada lagi air mata yang keluar. Sejujurnya kalau pemerintah serius (tapi mau ditujukan pada siapa, benarkah pada pemerintah...kepercayaan itu sudah mendekati ambang batas bahkan negatif) pertanian dan kelautan jadi prime mover ekonomi. Dua bulan ini berbagai seminar digelar IPB untuk membicarakan bagaimana pertanian terangkat. Setahun silam serangkaian lokakarya politik pertanian juga diselenggarakan. Diperoleh konsep pertanian matang dari para ahli yang kompeten. Kemudian dihaturkan pada pemerintah, namun semua itu hanya jadi onggokan sampah. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk semua itu... nggak kehitung. Pemerintah melirik konsep itupun tidak, boro-boro mau mengimplimentasikannya. Mereka tak mau kerja keras, pengen yang instan. Korupsi dan menjual aset negara kan cepet memperoleh hasil kan. Privatisasi aja sekalian air, biar petani nggak bisa nanam di lahannya. Setiap tahun IPB melaunching produk baru. Dua hari lalu dilaunching produk nenas Delik subang (berukuran jumbo), nenas mahkota (sangat manis rasanya), Melon varietas terbaru, pepaya Thailand (ukuran jumbo juga). Ditambah lagi ada Buru Hotong, serealia dari pulau Buru yang kandungan karbohidratnya setara beras bahkan proteinnya lebih tinggi. IPB sudah mengolah buru hotong menjadi berbagai produk olahan, kue, brownies dll. Teknologi penyosohnya pun ada, sekarang lagi diteliti pemuliaan tanamannya. Nggak kalah dengan gandum, but siapa yang peduli. Katanya, Pemerintah mau mengadopsi untuk dikembangkan.Benarkah??? Seberapa kuat perjuangan seorang Anton Apriyantono melawan tim ekonominya SBY:-( Maaf bukan pesimis tapi melihat analisa sederhana di lapang. Saya katakan kita (Indonesia) punya teknologinya ko nggak kalah deh. Tapi sekali lagi siapa peduli. Oh petaniku sayang petaniku malang. dalam kesahajaanmu, ada usaha keras yang tiada kunjung padam. Salam, dari orang yang dibesarkan dari keluarga petani,tumbuh, besar, hidup dari hasil pertanian serta belajar mengenal hidup dari pertanian --- irwank <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Dan orang harus tersenyum apapun yang terjadi. :-P > Harga BBM mau dinaikkan, beras lokal banyak tapi > impor jalan terus.. > Utang konglomerat ditanggung rakyat (lewat APBN - > keputusan pemerintah).. > Orang coba protes dibilang marah.. malah dicap cuma > bisa nyalahin doank.. > :-( > > CMIIW.. > > Wassalam, > > Irwan.K > > Pada tanggal 9/20/05, RM Danardono HADINOTO > <[EMAIL PROTECTED]> menulis: > > > > *** Indonesia adalah negara pertanian, tapi > petaninya menangis > > > > SUARA PEMBARUAN DAILY > > > -- > > -- > > > > Menangislah Petani Indonesia > > > > SUNGGUH malang nasib petani. Sudah dijadikan warga > kelas bawah, > > diabaikan hak-haknya, dipelintir pula nasibnya > oleh pejabat dan orang- > > orang yang tidak bertanggung jawab. Sejak masa > lalu, petani dijadikan > > objek, diproyekkan, dan harga produk mereka selalu > ditekan semurah > > mungkin dengan berbagai alasan, antara lain untuk > kepentingan rakyat > > banyak. > > > > Padahal, mayoritas petani masih hidup dalam > kemiskinan yang parah. > > Petani di sektor persawahan yang memproduksi beras > untuk makanan > > pokok rakyat Indonesia, jumlahnya puluhan juta. > Data yang diungkap > > berbeda-beda, ada yang mengatakan sekitar 35 juta. > Sebagian besar > > buruh tani. Yang punya lahan pun, umumnya sempit, > tak lebih dari > > seperempat hektare. > > > > Sebagian juga menerima program beras untuk rakyat > miskin (raskin). > > Berdasarkan data resmi pemerintah, tahun ini > raskin hanya ditujukan > > kepada delapan juta keluarga, dari sekitar 15 juta > keluarga miskin. > > Tak jelas jumlah keluarga miskin di Indonesia, > karena ukurannya pun > > tak jelas. Faktanya, di mana-mana kita melihat > kemiskinan dan > > kehidupan yang menyayat hati. > > > > Perjuangan petani tak kalah dengan tentara dan > guru. Tentara sering > > dianggap pahlawan. Guru pun disebut pahlawan tanpa > tanda jasa, dan > > selalu diperjuangkan agar gaji dan > kesejahteraannya meningkat. > > > > Nasib tentara dan guru mungkin lebih baik. Masih > ada celah yang > > bisa ''dimanfaatkan'' untuk menambah penghasilan. > > > > Tentara, misalnya, bisa berbisnis, atau > menyediakan jasa keamanan > > partikelir. Sementara guru, lewat sekolah > tempatnya bekerja, > > berkesempatan memunguti uang dari orangtua murid. > > > > Namun, tak jelas siapa yang memperjuangkan nasib > petani. Tak jelas > > juga disebut apa kepahlawanan para petani, karena > petani hanya > > dianggap warga kelas dua. Mereka sering didatangi > pejabat, dan > > menjadi tontonan orang kota yang sukses, yang > sebagian dengan tega > > mengambil hak-hak keluarga petani, hak-hak rakyat > miskin. > > > > Pukulan keras sering datang bertubi-tubi. Petani > harus menanggung > > risiko terberat dalam usaha pertanian, > dibandingkan pedagang, apalagi > > calo. Petani harus memu
Re: [ppiindia] Menangislah Petani Indonesia
Dan orang harus tersenyum apapun yang terjadi. :-P Harga BBM mau dinaikkan, beras lokal banyak tapi impor jalan terus.. Utang konglomerat ditanggung rakyat (lewat APBN - keputusan pemerintah).. Orang coba protes dibilang marah.. malah dicap cuma bisa nyalahin doank.. :-( CMIIW.. Wassalam, Irwan.K Pada tanggal 9/20/05, RM Danardono HADINOTO <[EMAIL PROTECTED]> menulis: > > *** Indonesia adalah negara pertanian, tapi petaninya menangis > > SUARA PEMBARUAN DAILY > -- > -- > > Menangislah Petani Indonesia > > SUNGGUH malang nasib petani. Sudah dijadikan warga kelas bawah, > diabaikan hak-haknya, dipelintir pula nasibnya oleh pejabat dan orang- > orang yang tidak bertanggung jawab. Sejak masa lalu, petani dijadikan > objek, diproyekkan, dan harga produk mereka selalu ditekan semurah > mungkin dengan berbagai alasan, antara lain untuk kepentingan rakyat > banyak. > > Padahal, mayoritas petani masih hidup dalam kemiskinan yang parah. > Petani di sektor persawahan yang memproduksi beras untuk makanan > pokok rakyat Indonesia, jumlahnya puluhan juta. Data yang diungkap > berbeda-beda, ada yang mengatakan sekitar 35 juta. Sebagian besar > buruh tani. Yang punya lahan pun, umumnya sempit, tak lebih dari > seperempat hektare. > > Sebagian juga menerima program beras untuk rakyat miskin (raskin). > Berdasarkan data resmi pemerintah, tahun ini raskin hanya ditujukan > kepada delapan juta keluarga, dari sekitar 15 juta keluarga miskin. > Tak jelas jumlah keluarga miskin di Indonesia, karena ukurannya pun > tak jelas. Faktanya, di mana-mana kita melihat kemiskinan dan > kehidupan yang menyayat hati. > > Perjuangan petani tak kalah dengan tentara dan guru. Tentara sering > dianggap pahlawan. Guru pun disebut pahlawan tanpa tanda jasa, dan > selalu diperjuangkan agar gaji dan kesejahteraannya meningkat. > > Nasib tentara dan guru mungkin lebih baik. Masih ada celah yang > bisa ''dimanfaatkan'' untuk menambah penghasilan. > > Tentara, misalnya, bisa berbisnis, atau menyediakan jasa keamanan > partikelir. Sementara guru, lewat sekolah tempatnya bekerja, > berkesempatan memunguti uang dari orangtua murid. > > Namun, tak jelas siapa yang memperjuangkan nasib petani. Tak jelas > juga disebut apa kepahlawanan para petani, karena petani hanya > dianggap warga kelas dua. Mereka sering didatangi pejabat, dan > menjadi tontonan orang kota yang sukses, yang sebagian dengan tega > mengambil hak-hak keluarga petani, hak-hak rakyat miskin. > > Pukulan keras sering datang bertubi-tubi. Petani harus menanggung > risiko terberat dalam usaha pertanian, dibandingkan pedagang, apalagi > calo. Petani harus memulai dengan ketersediaan dan kondisi lahan yang > sempit. Usaha mereka juga sangat bergantung pada ketersediaan air, > bibit, pupuk, obat pembasmi hama, ditambah cuaca yang sering berubah- > ubah. > > > Impor Beras > > Jumat (9/9) lalu, petani kembali mendapat hantaman godam menyakitkan. > Menteri Perdagangan (Menperdag) Mari Elka Pangestu dan Direktur Utama > Perum Bulog Widjanarko Puspoyo, di Istana Wakil Presiden di Jakarta, > mengumumkan Perum Bulog diizinkan mengimpor 250.000 ton beras. Impor > dilakukan bertahap, mulai Oktober sampai Desember 2005. > > Menurut Mari, jumlah impor itu sangat sedikit, paling kecil dalam > sejarah impor beras di negeri ini. Jadi, tak perlu dipermasalahkan. > > Widjanarko pun menjamin tidak akan ada distorsi harga beras di dalam > negeri, karena impor dikhususkan sebagai cadangan program beras untuk > rakyat miskin (raskin) yang dianggap tidak cukup. Untuk kesekian > kalinya petani harus menelan mentah-mentah keputusan bak geledek di > siang bolong itu. > > Sejumlah pengamat pertanian menilai kebijakan membuka keran impor > beras menunjukkan inkonsistensi dan tidak adanya keberpihakan kepada > petani. Keputusan itu juga menunjukkan, pemerintah kehilangan wibawa > dan kredibilitas. Juni lalu, pemerintah telah menetapkan impor beras > dilarang sampai akhir tahun ini, kecuali harga beras melewati Rp > 3.500 per kilogram (kg). Itu pun harus dengan pertimbangan sangat > matang. > > Pengamat pertanian dan perberasan, Bustanul Arifin, mengatakan, > kredibilitas pemerintah telah jatuh. Tim ekonomi tidak konsisten > terhadap kebijakan, dan mengambil jalan pintas yang menimbulkan > ketidakpastian. Lebih parah lagi, kebijakan itu bisa berdampak besar > terhadap kehidupan petani. Mereka bisa kehilangan semangat dan > produktivitas. > > Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti), Agusdin Pulungan, > mengingatkan, untuk tujuan-tujuan ketahanan pangan nasional, > kebijakan impor harus ditempatkan pada upaya yang paling akhir. Bulog > sebagai lembaga usaha yang dibentuk pemerintah, seharusnya menjadi > instrumen untuk memperkuat pertanian dan petani Indonesia, bukan > sebaliknya, sekadar menjadi pedagang bahkan mungkin broker. > > Bulog dinilai mau enaknya saja dengan mengimpor beras, yang nantinya > akan ditenderkan
[ppiindia] Menangislah Petani Indonesia
*** Indonesia adalah negara pertanian, tapi petaninya menangis SUARA PEMBARUAN DAILY -- -- Menangislah Petani Indonesia SUNGGUH malang nasib petani. Sudah dijadikan warga kelas bawah, diabaikan hak-haknya, dipelintir pula nasibnya oleh pejabat dan orang- orang yang tidak bertanggung jawab. Sejak masa lalu, petani dijadikan objek, diproyekkan, dan harga produk mereka selalu ditekan semurah mungkin dengan berbagai alasan, antara lain untuk kepentingan rakyat banyak. Padahal, mayoritas petani masih hidup dalam kemiskinan yang parah. Petani di sektor persawahan yang memproduksi beras untuk makanan pokok rakyat Indonesia, jumlahnya puluhan juta. Data yang diungkap berbeda-beda, ada yang mengatakan sekitar 35 juta. Sebagian besar buruh tani. Yang punya lahan pun, umumnya sempit, tak lebih dari seperempat hektare. Sebagian juga menerima program beras untuk rakyat miskin (raskin). Berdasarkan data resmi pemerintah, tahun ini raskin hanya ditujukan kepada delapan juta keluarga, dari sekitar 15 juta keluarga miskin. Tak jelas jumlah keluarga miskin di Indonesia, karena ukurannya pun tak jelas. Faktanya, di mana-mana kita melihat kemiskinan dan kehidupan yang menyayat hati. Perjuangan petani tak kalah dengan tentara dan guru. Tentara sering dianggap pahlawan. Guru pun disebut pahlawan tanpa tanda jasa, dan selalu diperjuangkan agar gaji dan kesejahteraannya meningkat. Nasib tentara dan guru mungkin lebih baik. Masih ada celah yang bisa ''dimanfaatkan'' untuk menambah penghasilan. Tentara, misalnya, bisa berbisnis, atau menyediakan jasa keamanan partikelir. Sementara guru, lewat sekolah tempatnya bekerja, berkesempatan memunguti uang dari orangtua murid. Namun, tak jelas siapa yang memperjuangkan nasib petani. Tak jelas juga disebut apa kepahlawanan para petani, karena petani hanya dianggap warga kelas dua. Mereka sering didatangi pejabat, dan menjadi tontonan orang kota yang sukses, yang sebagian dengan tega mengambil hak-hak keluarga petani, hak-hak rakyat miskin. Pukulan keras sering datang bertubi-tubi. Petani harus menanggung risiko terberat dalam usaha pertanian, dibandingkan pedagang, apalagi calo. Petani harus memulai dengan ketersediaan dan kondisi lahan yang sempit. Usaha mereka juga sangat bergantung pada ketersediaan air, bibit, pupuk, obat pembasmi hama, ditambah cuaca yang sering berubah- ubah. Impor Beras Jumat (9/9) lalu, petani kembali mendapat hantaman godam menyakitkan. Menteri Perdagangan (Menperdag) Mari Elka Pangestu dan Direktur Utama Perum Bulog Widjanarko Puspoyo, di Istana Wakil Presiden di Jakarta, mengumumkan Perum Bulog diizinkan mengimpor 250.000 ton beras. Impor dilakukan bertahap, mulai Oktober sampai Desember 2005. Menurut Mari, jumlah impor itu sangat sedikit, paling kecil dalam sejarah impor beras di negeri ini. Jadi, tak perlu dipermasalahkan. Widjanarko pun menjamin tidak akan ada distorsi harga beras di dalam negeri, karena impor dikhususkan sebagai cadangan program beras untuk rakyat miskin (raskin) yang dianggap tidak cukup. Untuk kesekian kalinya petani harus menelan mentah-mentah keputusan bak geledek di siang bolong itu. Sejumlah pengamat pertanian menilai kebijakan membuka keran impor beras menunjukkan inkonsistensi dan tidak adanya keberpihakan kepada petani. Keputusan itu juga menunjukkan, pemerintah kehilangan wibawa dan kredibilitas. Juni lalu, pemerintah telah menetapkan impor beras dilarang sampai akhir tahun ini, kecuali harga beras melewati Rp 3.500 per kilogram (kg). Itu pun harus dengan pertimbangan sangat matang. Pengamat pertanian dan perberasan, Bustanul Arifin, mengatakan, kredibilitas pemerintah telah jatuh. Tim ekonomi tidak konsisten terhadap kebijakan, dan mengambil jalan pintas yang menimbulkan ketidakpastian. Lebih parah lagi, kebijakan itu bisa berdampak besar terhadap kehidupan petani. Mereka bisa kehilangan semangat dan produktivitas. Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti), Agusdin Pulungan, mengingatkan, untuk tujuan-tujuan ketahanan pangan nasional, kebijakan impor harus ditempatkan pada upaya yang paling akhir. Bulog sebagai lembaga usaha yang dibentuk pemerintah, seharusnya menjadi instrumen untuk memperkuat pertanian dan petani Indonesia, bukan sebaliknya, sekadar menjadi pedagang bahkan mungkin broker. Bulog dinilai mau enaknya saja dengan mengimpor beras, yang nantinya akan ditenderkan kepada pengusaha yang akan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Padahal, harga impor akan sangat tinggi mengingat nilai rupiah yang sedang anjlok, kecuali membeli beras dengan kualitas sangat jelek. Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Siswono Yudo Husodo, menambahkan, impor beras sangat tidak wajar karena diizinkan justru saat kondisi rupiah sedang melemah dan harga beras sedang tinggi di pasar internasional. Pemerintah dinilai terlalu tergesa-gesa