[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama

2005-09-08 Terurut Topik The saint

Sudah lah mengenai agama ini kok ribut, agama di dunia kan ada 
banyak banget. Produk hukum itu kan produk hukum masa lalu, akalo 
memang udah enggak relevan lagi ya udah ganti ajah

Udah deh bolehin ajah semua orang menganut agama yang mau 
dianutnyaasal JANGAN NGAJARIN KRIMINAL 


--- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:
 http://www.harianbatampos.com/mod.php?
mod=publisherop=viewarticleartid=13864
 
 
   Quo Vadis Pengakuan Lima Agama 
   Oleh redaksi 
 Senin, 05-September-2005, 09:22:56
  
  
 Oleh: Anly Cenggana SH 
  
  
   Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan 
bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang 
dikelola lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang 
Jakarta bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan 
Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur diskriminasi 
yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 
60 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga 
peran serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. 
 
   Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta 
Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM 
di Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, 
Kabid Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil 
Politik Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah 
bekerja selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud 
UU Catatan Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. 
 
   Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap 
sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan 
karena agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan 
tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI, 
perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, 
penyelundupan hukum dsb. 
 
   Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat 
sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam 
karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini 
dalam diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan 
kawin, menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana 
yang menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang 
ada hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi 
Menteri Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas 
berlasarkan peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan 
yang mana? Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. 
 
   Salah Tafsir 
   Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan 
pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama 
yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No 
477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut 
berdasarkan Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut 
Tap MPR No IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap 
Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap 
MPR tersebut). 
 
   Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan 
terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan 
pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun, 
sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah 
Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, sejumlah 
pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima 
agama. 
 
   Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan 
negara hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya 
dalam kolidor hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka 
sebagai hukum semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya 
lagi. Peraturan perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan 
setiap kebijakan harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan 
disimpan dalam laci meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada 
apa? 
 
   Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk meluruskan 
pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima agama 
selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian 
hari dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru 
realistis bukan slogan kiasan belaka. 
 
   Angin Reformasi 
   Bahwa angin segar dibaratkan embun menghembus Indonesia era-
baru pemerintahan 'reformasi' diawali adanya Kepres No 6 tahun 2000 
yang mencabut Inpres No 14 tahun 1967, mengenai pembatasan perayaan 
kegiatan agama dan adat istiadat China di depan umum, melainkan di 
dalam lingkungan keluarga. Kebijakan ini telah memasung aktivitas 
masyarakat Tionghoa secara umum, hambatan kegiatan keagamaan Kong Hu 
Chu secara khususnya telah dijegal rezim orde baru. 
 
   Wujud nyata kelanjutan reformasi ini, dikabulkannya 
pencatatan perkawinan secara agama Kong Hu Chu oleh Mahkamah Agung 
RI melalui putusan No 178/K/TUN/1997 (30 Maret 2000), 

[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama

2005-09-08 Terurut Topik The saint

Makanya datangnya ke Orang China yang agamanya Konghucu jangan orang 
China yang udah kabur dari negerinya lama, bahkan udah gak tahu lagi 
tanah kelahirannya di China dan udah punya agama lain

Atau baca deh buku sejarah emangnya cuman kita orang yang berhak 
punya agama, apa Tuhan cuman kasian ama orang timur tengah dan India 
doang?

Padahal Orang China jumlahnya terbesar di Dunia dan Kemajuan Budaya 
dan Peradabannya termasuk yang paling awal dibandingkan Bangsa lain.

hmhh gak mungkin gak mungkin kalau Tuhan gak pernah ngasi 
petunjuk kepada mereka.

--- In ppiindia@yahoogroups.com, Rama B. Swandana [EMAIL PROTECTED] 
wrote:
 
 Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? 
Orang
 China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka itu 
itu
 ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu 
gimana
 ceritanya?
 
 RAMA
 
 
 --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 http://www.harianbatampos.com/mod.php?
mod=publisherop=viewarticleartid=13864
  
  
Quo Vadis Pengakuan Lima Agama 
Oleh redaksi 
  Senin, 05-September-2005, 09:22:56
   
   
  Oleh: Anly Cenggana SH 
   
   
Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi 
kehidupan
 bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang 
dikelola
 lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta
 bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan
 Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur 
diskriminasi
 yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 
60
 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga 
peran
 serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. 
  
Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta
 Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas 
HAM di
 Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, 
Kabid
 Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil 
Politik
 Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja
 selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU 
Catatan
 Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. 
  
Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap
 sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan 
karena
 agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan
 tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI,
 perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga,
 penyelundupan hukum dsb. 
  
Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat
 sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam
 karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini 
dalam
 diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan 
kawin,
 menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang
 menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada
 hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi 
Menteri
 Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan
 peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana?
 Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. 
  
Salah Tafsir 
Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan
 pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama
 yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No
 477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut 
berdasarkan
 Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No
 IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang 
Maha
 Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). 
  
Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan
 terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan
 pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun,
 sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah
 Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, 
sejumlah
 pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima 
agama. 
  
Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan 
negara
 hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam 
kolidor
 hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum
 semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. 
Peraturan
 perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan
 harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam 
laci
 meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? 
  
Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk 
meluruskan
 pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima 
agama
 selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian 
hari
 dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru 
realistis
 bukan slogan kiasan belaka. 
  
Angin 

[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama

2005-09-08 Terurut Topik Ikranagara
Dear all;

Soal agama selalu menarik untuk didiskusikan. Tapi jangan pakai 
OKOL, melainkan gunakanlah OTAK dalam berdiskusi! Jangan main paksa! 
Harus siap untuk punya pandangan terbuka. Tidak ada paksaan dalam 
agama, bukan?

Agama itu memang terbagi dua:
(1) Yang berdasarkan keyakinan agama itu datangnya Tuhan langsung 
atau pakai perantara Nabi
(2) Agama hasil meditasi/renungan/pemikiran manusia dalam perjalanan 
spirital maupun filsafat metafisik

Yang jenis kedua ini justeru sekarang banyak, meskipun tidak 
terorganisir, tidak punya Kitab Suci dan tidak punya Rumah Ibadat, 
tidak juga punya Pendeta atau Ulama. Misalnya agama yang berdasarkan 
Ilmu Pengetahuan Modern itu menolak semua yang berunsur dongeng atau 
fakta puitis. Ini sekarang banyak dianut orang di Barat, di kalangan 
profesor-profesor, tetapi tidak mengorganisir diri, mereka biasanya 
hanya mengadakan pertemuan bebas dan berdiskusi mengutarakan buah 
pengalaman spiritualnya maupun pendangan filsafat masing-masing. 
Mereka ini percaya kepada adanya Tuhan, menurut tafsir dan 
pengalaman spiritual dan pandangan filsafat masing-masing orang, 
tetapi tidak lagi percaya bahwa adanya agama yang diturunkan 
langsung oleh Tuhan lewat siapa pun. Agama bagi mereka ini harus 
dicari sendiri lewat perjalanan spiritual individual atau pun 
renungan filsafat metafisik. Nah, ini salah satu modelnya dari jenis 
kedua. Model-model lainnya masih banyak!

Ada jenis ke-(3) yang merupakan gabungan kedua jenis itu. Artinya, 
mereka ini percaya adanya Tuhan, percaya juga bahwa Tuhan 
pengajarkan agama-Nya lewat Kitab Suci. Tapi, Kitab Suci yang ada 
sekarang ini bagi mereka sudah banyak dicampuri tangan manusia dalam 
perjalanan sejarahnya yang panjang, sehingga banyak hal-hal yang 
aneh-aneh dan tidak pas dengan kebenaran yang universal (menurut 
ukuran mereka lho!), karenanya haruslah pintar-pintar memilah-milah 
mana yang benar-benar firman Tuhan dan mana yang bukan.

Singkat kata, jenis kedua dan ketiga itu meyakini bahwa hubungan 
antara manusia dan Tuhan itu sangat pribadi tidak bisa diatur-atur 
oleh organisasi keagamaan yang berpusat di Rumah Ibadat.

Jadi, jenis kedua dan ketiga ini sangat serius dalam pencarian nilai-
nilai spiritualnya, dan menolak warisan dari orang tua ataupun 
masyarakat.

Konghuchu itu unik! Meskipun itu dasarnya filsafat, tetapi 
sebenarnya itu kan pengalaman spiritual seseorang yang mengandung 
praktik-praktik keagamaan. Jadi, mungkin sekali, Konghuchu ini 
termasuk jenis yang kedua tadi. Atau mungkin juga yang ketiga. Tapi 
pengikutnya di Negeri Tiongkok banyak! Ahirnya menjadi agama juga, 
sebagaimana agama yang lain itu. Mungkin begitu lho perjalanan 
sejarahnya!

Dan memang, jenis kedua dan ketiga tadi bukanlah jenis yang baru. 
Sejak dulu juga sudah ada. Zarathustra, misalnya, yang paling 
terkenal itu. Itu juga filsafat atau malah ilmu pengetahuan zaman 
kuno. Yang uniknya, Zarathustra ini hidup sebelum Nabi-nabi di Timur 
Tengah itu malah! Istilah-istilah atau pun figur religius seperti 
Malaikat dan Iblis, serta beberapa hal misalnya Hari Kejadian dan 
Hari Kiamat, Sorga dan Neraka, dll itu adalah buah renungan 
Zarathustra, yang serba dualisme. Banyak ahli sejarah agama yang 
mengatakan, bahwa Zarathustra itulah salah satu sumber agama-ama 
yang lahir di Timur Tengah. Mungkin! Tapi entahlah! Harus diselidiki 
dulu lebih jauh sejarahnya, bukan? 

Jadi, silahkanlah baca buku-buku yang memuat pembahasan segala aspek 
perbandingan agama kalau ingin mendalami masalah ini.

Selamat belajar!

Ikra.-
==


--- In ppiindia@yahoogroups.com, The saint [EMAIL PROTECTED] 
wrote:
 
 Makanya datangnya ke Orang China yang agamanya Konghucu jangan 
orang 
 China yang udah kabur dari negerinya lama, bahkan udah gak tahu 
lagi 
 tanah kelahirannya di China dan udah punya agama lain
 
 Atau baca deh buku sejarah emangnya cuman kita orang yang berhak 
 punya agama, apa Tuhan cuman kasian ama orang timur tengah dan 
India 
 doang?
 
 Padahal Orang China jumlahnya terbesar di Dunia dan Kemajuan 
Budaya 
 dan Peradabannya termasuk yang paling awal dibandingkan Bangsa 
lain.
 
 hmhh gak mungkin gak mungkin kalau Tuhan gak pernah ngasi 
 petunjuk kepada mereka.
 
 --- In ppiindia@yahoogroups.com, Rama B. Swandana 
[EMAIL PROTECTED] 
 wrote:
  
  Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? 
 Orang
  China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka 
itu 
 itu
  ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu 
 gimana
  ceritanya?
  
  RAMA
  
  
  --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
  http://www.harianbatampos.com/mod.php?
 mod=publisherop=viewarticleartid=13864
   
   
 Quo Vadis Pengakuan Lima Agama 
 Oleh redaksi 
   Senin, 05-September-2005, 09:22:56


   Oleh: Anly Cenggana SH 


 Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi 
 kehidupan
  bangsa, salah satu 

[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama

2005-09-07 Terurut Topik Rama B. Swandana

Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? Orang
China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka itu itu
ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu gimana
ceritanya?

RAMA


--- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:

http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=13864
 
 
   Quo Vadis Pengakuan Lima Agama 
   Oleh redaksi 
 Senin, 05-September-2005, 09:22:56
  
  
 Oleh: Anly Cenggana SH 
  
  
   Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan
bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang dikelola
lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta
bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan
Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur diskriminasi
yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 60
tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga peran
serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. 
 
   Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta
Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM di
Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, Kabid
Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil Politik
Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja
selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU Catatan
Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. 
 
   Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap
sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan karena
agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan
tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI,
perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga,
penyelundupan hukum dsb. 
 
   Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat
sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam
karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini dalam
diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan kawin,
menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang
menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada
hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi Menteri
Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan
peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana?
Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. 
 
   Salah Tafsir 
   Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan
pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama
yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No
477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut berdasarkan
Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No
IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). 
 
   Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan
pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun,
sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah
Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, sejumlah
pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima agama. 
 
   Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan negara
hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam kolidor
hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum
semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. Peraturan
perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan
harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam laci
meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? 
 
   Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk meluruskan
pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima agama
selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian hari
dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru realistis
bukan slogan kiasan belaka. 
 
   Angin Reformasi 
   Bahwa angin segar dibaratkan embun menghembus Indonesia
era-baru pemerintahan 'reformasi' diawali adanya Kepres No 6 tahun
2000 yang mencabut Inpres No 14 tahun 1967, mengenai pembatasan
perayaan kegiatan agama dan adat istiadat China di depan umum,
melainkan di dalam lingkungan keluarga. Kebijakan ini telah memasung
aktivitas masyarakat Tionghoa secara umum, hambatan kegiatan keagamaan
Kong Hu Chu secara khususnya telah dijegal rezim orde baru. 
 
   Wujud nyata kelanjutan reformasi ini, dikabulkannya pencatatan
perkawinan secara agama Kong Hu Chu oleh Mahkamah Agung RI melalui
putusan No 178/K/TUN/1997 (30 Maret 2000), kemudian disusul surat
Mendagri No 477/005/sj (31 Maret 2000) yang mencabut Surat Edaran
Mendagri No 477/74054 yang 

[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama

2005-09-07 Terurut Topik Lina Dahlan
Supaya tidak heran, jangan dibolak-balik ...:-))

Saya mencoba membantu supaya sampean gak heran dan ini juga 
merupakan ideku saja. Bahwasanya kita harus memfokuskan pikiran kita 
kpd kehidupan bernegara. Jadi, seyogyanya negara tsb merumuskan 
sendiri apa definisi agama menurut negara ini. Baru memberikan 
batasan hukumnya.

Mengenai capil, saya pikir sih memang sebaiknya pemerintah/negara 
Indonesia menyediakan juga fasilitas capil untuk yang non-agama. 

wassalam,

--- In ppiindia@yahoogroups.com, Rama B. Swandana [EMAIL PROTECTED] 
wrote:
 
 Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? 
Orang China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg 
mereka itu itu ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi 
agama, itu gimana ceritanya?
 
 RAMA
 
 
 --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 http://www.harianbatampos.com/mod.php?
mod=publisherop=viewarticleartid=13864
  
  
Quo Vadis Pengakuan Lima Agama 
Oleh redaksi 
  Senin, 05-September-2005, 09:22:56
   
   
  Oleh: Anly Cenggana SH 
   
   
Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi 
kehidupan
 bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang 
dikelola
 lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta
 bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan
 Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur 
diskriminasi
 yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 
60
 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga 
peran
 serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. 
  
Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta
 Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas 
HAM di
 Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, 
Kabid
 Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil 
Politik
 Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja
 selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU 
Catatan
 Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. 
  
Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap
 sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan 
karena
 agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan
 tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI,
 perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga,
 penyelundupan hukum dsb. 
  
Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat
 sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam
 karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini 
dalam
 diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan 
kawin,
 menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang
 menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada
 hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi 
Menteri
 Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan
 peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana?
 Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. 
  
Salah Tafsir 
Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan
 pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama
 yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No
 477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut 
berdasarkan
 Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No
 IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang 
Maha
 Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). 
  
Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan
 terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan
 pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun,
 sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah
 Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, 
sejumlah
 pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima 
agama. 
  
Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan 
negara
 hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam 
kolidor
 hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum
 semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. 
Peraturan
 perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan
 harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam 
laci
 meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? 
  
Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk 
meluruskan
 pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima 
agama
 selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian 
hari
 dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru 
realistis
 bukan slogan kiasan belaka. 
  
Angin Reformasi 
Bahwa angin segar dibaratkan embun menghembus Indonesia
 era-baru pemerintahan 'reformasi' 

Re: [ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama

2005-09-07 Terurut Topik haxfor
well, sepertinya ndak mungkin...
lah, wong kita make pancasila,
yang udah jelas di sila pertamanya : KETUHANAN YANG MAHA ESA...
...
berarti hanti falsafah sama dasar negara, ganti UUD...
ah... banyak yang musti diganti,
sama kaya bikin negara baru...
intinya...
ATHEIS di Indonesia itu dilarang !!

On 9/8/05, Lina Dahlan [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Supaya tidak heran, jangan dibolak-balik ...:-))
...
 Mengenai capil, saya pikir sih memang sebaiknya pemerintah/negara
 Indonesia menyediakan juga fasilitas capil untuk yang non-agama.
 
 wassalam,



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today!
http://us.click.yahoo.com/O4u7KD/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~- 

***
Berdikusi dg Santun  Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality  Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***
__
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/