[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama
Sudah lah mengenai agama ini kok ribut, agama di dunia kan ada banyak banget. Produk hukum itu kan produk hukum masa lalu, akalo memang udah enggak relevan lagi ya udah ganti ajah Udah deh bolehin ajah semua orang menganut agama yang mau dianutnyaasal JANGAN NGAJARIN KRIMINAL --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.harianbatampos.com/mod.php? mod=publisherop=viewarticleartid=13864 Quo Vadis Pengakuan Lima Agama Oleh redaksi Senin, 05-September-2005, 09:22:56 Oleh: Anly Cenggana SH Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang dikelola lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur diskriminasi yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 60 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga peran serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM di Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, Kabid Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil Politik Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU Catatan Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan karena agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI, perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, penyelundupan hukum dsb. Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini dalam diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan kawin, menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi Menteri Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana? Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. Salah Tafsir Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No 477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut berdasarkan Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun, sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, sejumlah pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima agama. Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan negara hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam kolidor hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. Peraturan perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam laci meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk meluruskan pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima agama selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian hari dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru realistis bukan slogan kiasan belaka. Angin Reformasi Bahwa angin segar dibaratkan embun menghembus Indonesia era- baru pemerintahan 'reformasi' diawali adanya Kepres No 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No 14 tahun 1967, mengenai pembatasan perayaan kegiatan agama dan adat istiadat China di depan umum, melainkan di dalam lingkungan keluarga. Kebijakan ini telah memasung aktivitas masyarakat Tionghoa secara umum, hambatan kegiatan keagamaan Kong Hu Chu secara khususnya telah dijegal rezim orde baru. Wujud nyata kelanjutan reformasi ini, dikabulkannya pencatatan perkawinan secara agama Kong Hu Chu oleh Mahkamah Agung RI melalui putusan No 178/K/TUN/1997 (30 Maret 2000),
[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama
Makanya datangnya ke Orang China yang agamanya Konghucu jangan orang China yang udah kabur dari negerinya lama, bahkan udah gak tahu lagi tanah kelahirannya di China dan udah punya agama lain Atau baca deh buku sejarah emangnya cuman kita orang yang berhak punya agama, apa Tuhan cuman kasian ama orang timur tengah dan India doang? Padahal Orang China jumlahnya terbesar di Dunia dan Kemajuan Budaya dan Peradabannya termasuk yang paling awal dibandingkan Bangsa lain. hmhh gak mungkin gak mungkin kalau Tuhan gak pernah ngasi petunjuk kepada mereka. --- In ppiindia@yahoogroups.com, Rama B. Swandana [EMAIL PROTECTED] wrote: Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? Orang China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka itu itu ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu gimana ceritanya? RAMA --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.harianbatampos.com/mod.php? mod=publisherop=viewarticleartid=13864 Quo Vadis Pengakuan Lima Agama Oleh redaksi Senin, 05-September-2005, 09:22:56 Oleh: Anly Cenggana SH Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang dikelola lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur diskriminasi yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 60 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga peran serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM di Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, Kabid Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil Politik Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU Catatan Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan karena agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI, perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, penyelundupan hukum dsb. Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini dalam diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan kawin, menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi Menteri Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana? Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. Salah Tafsir Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No 477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut berdasarkan Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun, sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, sejumlah pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima agama. Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan negara hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam kolidor hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. Peraturan perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam laci meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk meluruskan pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima agama selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian hari dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru realistis bukan slogan kiasan belaka. Angin
[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama
Dear all; Soal agama selalu menarik untuk didiskusikan. Tapi jangan pakai OKOL, melainkan gunakanlah OTAK dalam berdiskusi! Jangan main paksa! Harus siap untuk punya pandangan terbuka. Tidak ada paksaan dalam agama, bukan? Agama itu memang terbagi dua: (1) Yang berdasarkan keyakinan agama itu datangnya Tuhan langsung atau pakai perantara Nabi (2) Agama hasil meditasi/renungan/pemikiran manusia dalam perjalanan spirital maupun filsafat metafisik Yang jenis kedua ini justeru sekarang banyak, meskipun tidak terorganisir, tidak punya Kitab Suci dan tidak punya Rumah Ibadat, tidak juga punya Pendeta atau Ulama. Misalnya agama yang berdasarkan Ilmu Pengetahuan Modern itu menolak semua yang berunsur dongeng atau fakta puitis. Ini sekarang banyak dianut orang di Barat, di kalangan profesor-profesor, tetapi tidak mengorganisir diri, mereka biasanya hanya mengadakan pertemuan bebas dan berdiskusi mengutarakan buah pengalaman spiritualnya maupun pendangan filsafat masing-masing. Mereka ini percaya kepada adanya Tuhan, menurut tafsir dan pengalaman spiritual dan pandangan filsafat masing-masing orang, tetapi tidak lagi percaya bahwa adanya agama yang diturunkan langsung oleh Tuhan lewat siapa pun. Agama bagi mereka ini harus dicari sendiri lewat perjalanan spiritual individual atau pun renungan filsafat metafisik. Nah, ini salah satu modelnya dari jenis kedua. Model-model lainnya masih banyak! Ada jenis ke-(3) yang merupakan gabungan kedua jenis itu. Artinya, mereka ini percaya adanya Tuhan, percaya juga bahwa Tuhan pengajarkan agama-Nya lewat Kitab Suci. Tapi, Kitab Suci yang ada sekarang ini bagi mereka sudah banyak dicampuri tangan manusia dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, sehingga banyak hal-hal yang aneh-aneh dan tidak pas dengan kebenaran yang universal (menurut ukuran mereka lho!), karenanya haruslah pintar-pintar memilah-milah mana yang benar-benar firman Tuhan dan mana yang bukan. Singkat kata, jenis kedua dan ketiga itu meyakini bahwa hubungan antara manusia dan Tuhan itu sangat pribadi tidak bisa diatur-atur oleh organisasi keagamaan yang berpusat di Rumah Ibadat. Jadi, jenis kedua dan ketiga ini sangat serius dalam pencarian nilai- nilai spiritualnya, dan menolak warisan dari orang tua ataupun masyarakat. Konghuchu itu unik! Meskipun itu dasarnya filsafat, tetapi sebenarnya itu kan pengalaman spiritual seseorang yang mengandung praktik-praktik keagamaan. Jadi, mungkin sekali, Konghuchu ini termasuk jenis yang kedua tadi. Atau mungkin juga yang ketiga. Tapi pengikutnya di Negeri Tiongkok banyak! Ahirnya menjadi agama juga, sebagaimana agama yang lain itu. Mungkin begitu lho perjalanan sejarahnya! Dan memang, jenis kedua dan ketiga tadi bukanlah jenis yang baru. Sejak dulu juga sudah ada. Zarathustra, misalnya, yang paling terkenal itu. Itu juga filsafat atau malah ilmu pengetahuan zaman kuno. Yang uniknya, Zarathustra ini hidup sebelum Nabi-nabi di Timur Tengah itu malah! Istilah-istilah atau pun figur religius seperti Malaikat dan Iblis, serta beberapa hal misalnya Hari Kejadian dan Hari Kiamat, Sorga dan Neraka, dll itu adalah buah renungan Zarathustra, yang serba dualisme. Banyak ahli sejarah agama yang mengatakan, bahwa Zarathustra itulah salah satu sumber agama-ama yang lahir di Timur Tengah. Mungkin! Tapi entahlah! Harus diselidiki dulu lebih jauh sejarahnya, bukan? Jadi, silahkanlah baca buku-buku yang memuat pembahasan segala aspek perbandingan agama kalau ingin mendalami masalah ini. Selamat belajar! Ikra.- == --- In ppiindia@yahoogroups.com, The saint [EMAIL PROTECTED] wrote: Makanya datangnya ke Orang China yang agamanya Konghucu jangan orang China yang udah kabur dari negerinya lama, bahkan udah gak tahu lagi tanah kelahirannya di China dan udah punya agama lain Atau baca deh buku sejarah emangnya cuman kita orang yang berhak punya agama, apa Tuhan cuman kasian ama orang timur tengah dan India doang? Padahal Orang China jumlahnya terbesar di Dunia dan Kemajuan Budaya dan Peradabannya termasuk yang paling awal dibandingkan Bangsa lain. hmhh gak mungkin gak mungkin kalau Tuhan gak pernah ngasi petunjuk kepada mereka. --- In ppiindia@yahoogroups.com, Rama B. Swandana [EMAIL PROTECTED] wrote: Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? Orang China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka itu itu ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu gimana ceritanya? RAMA --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.harianbatampos.com/mod.php? mod=publisherop=viewarticleartid=13864 Quo Vadis Pengakuan Lima Agama Oleh redaksi Senin, 05-September-2005, 09:22:56 Oleh: Anly Cenggana SH Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan bangsa, salah satu
[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama
Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? Orang China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka itu itu ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu gimana ceritanya? RAMA --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticleartid=13864 Quo Vadis Pengakuan Lima Agama Oleh redaksi Senin, 05-September-2005, 09:22:56 Oleh: Anly Cenggana SH Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang dikelola lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur diskriminasi yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 60 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga peran serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM di Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, Kabid Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil Politik Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU Catatan Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan karena agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI, perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, penyelundupan hukum dsb. Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini dalam diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan kawin, menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi Menteri Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana? Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. Salah Tafsir Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No 477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut berdasarkan Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun, sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, sejumlah pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima agama. Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan negara hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam kolidor hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. Peraturan perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam laci meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk meluruskan pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima agama selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian hari dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru realistis bukan slogan kiasan belaka. Angin Reformasi Bahwa angin segar dibaratkan embun menghembus Indonesia era-baru pemerintahan 'reformasi' diawali adanya Kepres No 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No 14 tahun 1967, mengenai pembatasan perayaan kegiatan agama dan adat istiadat China di depan umum, melainkan di dalam lingkungan keluarga. Kebijakan ini telah memasung aktivitas masyarakat Tionghoa secara umum, hambatan kegiatan keagamaan Kong Hu Chu secara khususnya telah dijegal rezim orde baru. Wujud nyata kelanjutan reformasi ini, dikabulkannya pencatatan perkawinan secara agama Kong Hu Chu oleh Mahkamah Agung RI melalui putusan No 178/K/TUN/1997 (30 Maret 2000), kemudian disusul surat Mendagri No 477/005/sj (31 Maret 2000) yang mencabut Surat Edaran Mendagri No 477/74054 yang
[ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama
Supaya tidak heran, jangan dibolak-balik ...:-)) Saya mencoba membantu supaya sampean gak heran dan ini juga merupakan ideku saja. Bahwasanya kita harus memfokuskan pikiran kita kpd kehidupan bernegara. Jadi, seyogyanya negara tsb merumuskan sendiri apa definisi agama menurut negara ini. Baru memberikan batasan hukumnya. Mengenai capil, saya pikir sih memang sebaiknya pemerintah/negara Indonesia menyediakan juga fasilitas capil untuk yang non-agama. wassalam, --- In ppiindia@yahoogroups.com, Rama B. Swandana [EMAIL PROTECTED] wrote: Bolak-balik saya itu heran. Kok bisa Kong Hu chu kok jadi agama? Orang China sendiri saya tanya ngga ada agama Kong Hu Chu. Yg mereka itu itu ada ajaran filsafat. Lha kok tiba di Indonesia jadi agama, itu gimana ceritanya? RAMA --- In ppiindia@yahoogroups.com, Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.harianbatampos.com/mod.php? mod=publisherop=viewarticleartid=13864 Quo Vadis Pengakuan Lima Agama Oleh redaksi Senin, 05-September-2005, 09:22:56 Oleh: Anly Cenggana SH Amanat reformasi bertekad memperbaiki segala sendi kehidupan bangsa, salah satu diantaranya pencatatan sipil (capil) yang dikelola lembaga bernama GANDI Jalan Kosambi 16 Jatipulo, Tomang Jakarta bernama konsorsium catatan sipil, bertujuan untuk melahirkan Undang-Undang Catatan Sipil yang bebas dari unsur-unsur diskriminasi yang berlaku dewasa ini, merupakan warisan kolonial. Dalam usia ke 60 tahun kita merdeka masih belum berhasil memperbaikinya, sehingga peran serta segala elemen masyarakat sangat diperlukan. Tulisan ini berdasar dari hasil roundtable discussion Akta Catatan Sipil dan Perlindungan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM di Novotel Batam 8 Agustus 2005 lalu. Sebagai nara sumber, Salim, Kabid Capil Kota Batam dan Lies Soegondo SH, Ketua Sub Komisi Sipil Politik Komnas HAM juga sebagai Ketua Konsorsium Capil yang sudah bekerja selama empat tahun, hingga belum jelas kapan akan terwujud UU Catatan Sipil yang univikasi dan bebas dari diskriminasi. Dalam acara diskusi berlangsung sangat seruh, terungkap sejumlah persoalan antara lain: penolakan pencatatan perkawinan karena agamanya tidak diakui pemerintah, status anak dari perkawinan tersebut, perkawinan WNI dengan WNA, perkawinan beda agama, SBKRI, perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, penyelundupan hukum dsb. Kabid Capil Kota Batam antara lain menyampaikan, terdapat sejumlah pencatatan perkawinan yang tidak bisa dicatatkan di Batam karena agamanya (Kong Hu Chu) tidak diakui negara. Statemen ini dalam diskusi dikejar oleh peserta yang kebetulan sebentar lagi akan kawin, menghendaiki agar menjelaskan peraturan secara jelas mana yang menghalangi. Namun, sayang sekali hal ini tidak diperoleh yang ada hanya menjelaskan secara diplomasi seputar Tap MPR, Intruksi Menteri Agama, Mendagri dll. Intinya, capil melaksanakan tugas berlasarkan peraturan yang berlaku. Lantas ditanyai lagi peraturan yang mana? Jawaban tetap mutar tanpa ketegasan. Salah Tafsir Senjata pamungkas yang dipakai pemerintah dalam menerapkan pencatatan perkawinan di luar lima agama yang konon dikatakan agama yang diakui pemerintah hanya lima berdasarkan surat Mendagri No 477/74054 (18-11-1978), sedangkan surat Mendagri tersebut berdasarkan Instruksi Menteri No :4/1978 yang intinya bahwa menurut Tap MPR No IV/1978 tentang GBHN menyatakan, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama (acuan utama adalah Tap MPR tersebut). Padahal, makna dari GBHN cukup jelas bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama, dilakukan pembinaan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru. Namun, sangat sayang sekali telah ditafsirkan yang salah bahwa seolah-olah Kong Hu Chu adalah aliran kepercayaan bukan agama. Malahan, sejumlah pejabat secara tegas menyatakan, menurut GBHN hanya mengakui lima agama. Kontek ini menarik untuk dikaji, karena NKRI merupakan negara hukum. Sehingga, segala peraturan perundangan seyogyanya dalam kolidor hukum dalam UU yang mendasarinya, bila tidak ada maka sebagai hukum semu dan adanya arogansi kekuasaan yang bukan eranya lagi. Peraturan perundangan seyogyanya terbuka untuk umum, bahkan setiap kebijakan harus melalui sosialisasi secara menyeluruh bukan disimpan dalam laci meja dan patut dicari tahu sesungguhnya, ada apa? Maksud dari pengkajian ini tidak lain hanya untuk meluruskan pernyataan yang salah tentang pengakuan negara terhadap lima agama selama ini, sehingga diharapkan pemahaman yang benar di kemudian hari dan bagi pemimpin negara masa depan adanya, menuju era-baru realistis bukan slogan kiasan belaka. Angin Reformasi Bahwa angin segar dibaratkan embun menghembus Indonesia era-baru pemerintahan 'reformasi'
Re: [ppiindia] Re: Quo Vadis Pengakuan Lima Agama
well, sepertinya ndak mungkin... lah, wong kita make pancasila, yang udah jelas di sila pertamanya : KETUHANAN YANG MAHA ESA... ... berarti hanti falsafah sama dasar negara, ganti UUD... ah... banyak yang musti diganti, sama kaya bikin negara baru... intinya... ATHEIS di Indonesia itu dilarang !! On 9/8/05, Lina Dahlan [EMAIL PROTECTED] wrote: Supaya tidak heran, jangan dibolak-balik ...:-)) ... Mengenai capil, saya pikir sih memang sebaiknya pemerintah/negara Indonesia menyediakan juga fasilitas capil untuk yang non-agama. wassalam, Yahoo! Groups Sponsor ~-- DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today! http://us.click.yahoo.com/O4u7KD/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM ~- *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/