Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Nan salah tu BB Ambo jo Ambo, Ajo Zubir. Alun salasai Ambo tulih, tasintuang saketek sajo inyo alah langsung 'Send'. Saroman anak bujang, he he. Maaf. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: zubir.a...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Thu, 29 Mar 2012 23:35:00 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Saaf nn dihormati,apo kolah nn salah,di BB ambo acok bana ambo caliak, tarimo. thread ajo tanpa isi lansung je ditutuik,Saafruddin Bahar,Taqdir ditangan Tuhan ect.Mudah2an kelemahan itu ado pada penerimaan BB ambo. Baa kesehatan Ajo kini,semoga sihaik2 selalu. Dd JB,DtRJ,ugang Piaman juo,kini baladang di Bonjer,Jakbar. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 20:14:09 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Fw: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Date: Wed, 28 Mar 2012 05:48:04 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: saafroedin.ba...@rantaunet.org Cc: Dr. Mochtar Naimmochtarn...@yahoo.com; farhanm...@ymail.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Sur, sebagai sebuah sketsa cepat, kolom Ajo Sur cukup menggugah. Namun adalah jelas bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan untuk pendalaman latar belakang serta implikasinya. Dalam sketsa ini sudah terlihat bahwa secara kultural para perantau Minang sudah mengembangkan subkultur tersendiri, walau masih tetap diikat oleh hubungan nostalgis dengan nagari masing-masing. Dalam hubungan ini sangat menarik pengamatan bp Ir Mulyadi Dt Marah Bangso, perantau Minang di Palembang, yg menengarai adanya gejala tabu manih ka ujuang, yang artinya bahwa kecintaan kepada adat dan budaya Minang justru lebih kuat di kalangan perantau daripada masyarakat Minang yang ada di Sumatera Barat sendiri. Aneh memang. Izinkanlah saya mengelaborasi hal ini lebih lanjut. Demikianlah, misalnya, dua events kebudayaan penting Minang kontemporer di Sumatera Barat, yaitu KKM/SKM GM 2010 dan Musyawarah Adat Solok 2012, justru sepenuhnya diprakarsai oleh para perantau, bukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Minang di Sumatera Barat sendiri. Sungguh menarik, bahwa KKM/SKM GM 2010 yang dipersiapkan secara terbuka selama satu tahun untuk membahas ABS SBK dan semula direncanakan diadakan di Bukit Tinggi , malah dihujat beramai-ramai oleh sekelompok 'budayawan' di Padang dan tokoh masyarakat lokal di Bukit Tinggi, tetapi justru didukung oleh seribu orang utusan nagari dan perantau. Hujatan thd KKM/SKM GM yang akan membahas ABS SBK terkesan lebih dahsyat daripada perlawanan terhadap arus pemurtadan serta kecanduan narkoba dan kemerosotan moral, yang ditengarai berlangsung secara terus menerus di Sumatera Barat. Syukur bahwa semua hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik pada momen-momen terakhir. Syukurnya Musyawarah Adat Solok yang dipersiapkan selama sembilan tahun, secara 'low profile' dan tak langsung ke 'biliak gadang', bisa berjalan mulus. Bagaimana cara kita menjelaskan hal ini ? Di bawah ini ada sebuah hipotesa saya, bersisian dengan berbagai kemungkinan hipotesa lainnya. Bukan mustahil hal ini terjadi oleh karena perbedaan temperamen antara masyarakat di eks daerah Paderi yang dipilih pemrakarsa KKM/SKM GM 2010 sebagai lokasi, dengan masyarakat di luar eks daerah Paderi, yang menjadi lokasi Musyawarah Adat Solok. Secara teoretikal, besar kemungkinan KKM dahulu juga akan berjalan mulus sekiranya diadakan di Solok. Seperti Ajo Sur tengarai, ada beda karakter antara 'urang Darek' dan ' urang Pasisia/Rantau', yang saya tambahkan kemungkinan adanya beda karakter antara masyarakat ' Darek Utara' yang Paderi, dengan 'Darek Selatan' yang non Paderi. Saya tidak tahu sampai kapan gejala ini akan bertahan, oleh karena perobahan sosial terjadi dengan tidak dapat dihambat, baik di Rantau maupun di Ranah. Secara pribadi saya memang sangat khawatir menyaksikan betapa dahsyatnya perobahan sosial yang terjadi di Minangkabau dewasa ini, yang kelihatannya tanpa reaksi yang efektif dari jajaran kepemimpinan sosialnya. Memang jelas sekali adanya gejala tabu manih ka ujuang , bak kata pak Ir Mulyadi Dt Marah Bangso. Ajo Sur, atau siapapun yang punya minat terhadap Minangkabau yang sedang berubah ini, perlu meneliti hal ini secara sungguh-sungguh. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Nofend St. Mudo nof...@gmail.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 03:14:25 To: RN - Palanta RantauNetrantaunet@googlegroups.com
Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Djo Saaf,panggalinyang BB ajo tu nampak 'e komah.Pantang ta'away'.Lai pakai kaco mato ajo ukatu maresek BB tu.Ughang2 saumua ajo ko tamasuak ambo,kaco mato io lah jadi alat nn paralu bana diawak. BTW,mokasih responnyo djo. JB,DtRJ,sadang ma-akuak2 sambia lalok2 sikinantan dimuko TV Arirang Korsel.He, he,he. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 30 Mar 2012 07:58:45 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Nan salah tu BB Ambo jo Ambo, Ajo Zubir. Alun salasai Ambo tulih, tasintuang saketek sajo inyo alah langsung 'Send'. Saroman anak bujang, he he. Maaf. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: zubir.a...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Thu, 29 Mar 2012 23:35:00 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Saaf nn dihormati,apo kolah nn salah,di BB ambo acok bana ambo caliak, tarimo. thread ajo tanpa isi lansung je ditutuik,Saafruddin Bahar,Taqdir ditangan Tuhan ect.Mudah2an kelemahan itu ado pada penerimaan BB ambo. Baa kesehatan Ajo kini,semoga sihaik2 selalu. Dd JB,DtRJ,ugang Piaman juo,kini baladang di Bonjer,Jakbar. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 20:14:09 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Fw: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Date: Wed, 28 Mar 2012 05:48:04 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: saafroedin.ba...@rantaunet.org Cc: Dr. Mochtar Naimmochtarn...@yahoo.com; farhanm...@ymail.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Sur, sebagai sebuah sketsa cepat, kolom Ajo Sur cukup menggugah. Namun adalah jelas bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan untuk pendalaman latar belakang serta implikasinya. Dalam sketsa ini sudah terlihat bahwa secara kultural para perantau Minang sudah mengembangkan subkultur tersendiri, walau masih tetap diikat oleh hubungan nostalgis dengan nagari masing-masing. Dalam hubungan ini sangat menarik pengamatan bp Ir Mulyadi Dt Marah Bangso, perantau Minang di Palembang, yg menengarai adanya gejala tabu manih ka ujuang, yang artinya bahwa kecintaan kepada adat dan budaya Minang justru lebih kuat di kalangan perantau daripada masyarakat Minang yang ada di Sumatera Barat sendiri. Aneh memang. Izinkanlah saya mengelaborasi hal ini lebih lanjut. Demikianlah, misalnya, dua events kebudayaan penting Minang kontemporer di Sumatera Barat, yaitu KKM/SKM GM 2010 dan Musyawarah Adat Solok 2012, justru sepenuhnya diprakarsai oleh para perantau, bukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Minang di Sumatera Barat sendiri. Sungguh menarik, bahwa KKM/SKM GM 2010 yang dipersiapkan secara terbuka selama satu tahun untuk membahas ABS SBK dan semula direncanakan diadakan di Bukit Tinggi , malah dihujat beramai-ramai oleh sekelompok 'budayawan' di Padang dan tokoh masyarakat lokal di Bukit Tinggi, tetapi justru didukung oleh seribu orang utusan nagari dan perantau. Hujatan thd KKM/SKM GM yang akan membahas ABS SBK terkesan lebih dahsyat daripada perlawanan terhadap arus pemurtadan serta kecanduan narkoba dan kemerosotan moral, yang ditengarai berlangsung secara terus menerus di Sumatera Barat. Syukur bahwa semua hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik pada momen-momen terakhir. Syukurnya Musyawarah Adat Solok yang dipersiapkan selama sembilan tahun, secara 'low profile' dan tak langsung ke 'biliak gadang', bisa berjalan mulus. Bagaimana cara kita menjelaskan hal ini ? Di bawah ini ada sebuah hipotesa saya, bersisian dengan berbagai kemungkinan hipotesa lainnya. Bukan mustahil hal ini terjadi oleh karena perbedaan temperamen antara masyarakat di eks daerah Paderi yang dipilih pemrakarsa KKM/SKM GM 2010 sebagai lokasi, dengan masyarakat di luar eks daerah Paderi, yang menjadi lokasi Musyawarah Adat Solok. Secara teoretikal, besar kemungkinan KKM dahulu juga akan berjalan mulus sekiranya diadakan di Solok. Seperti Ajo Sur tengarai, ada beda karakter antara 'urang Darek' dan ' urang Pasisia/Rantau', yang saya tambahkan kemungkinan adanya beda karakter antara masyarakat ' Darek Utara' yang Paderi, dengan 'Darek Selatan' yang non Paderi. Saya tidak tahu sampai kapan gejala ini akan bertahan, oleh karena perobahan sosial terjadi dengan tidak dapat dihambat, baik di Rantau maupun di Ranah. Secara pribadi saya memang sangat khawatir menyaksikan
Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Samo lawak tu ajo baduo. Kalau indak pakai kaco mato, lain nan ditakan lain nan kalua. Kadang indak ditakan kalua surang senyo. Wayooiii...*antahlah sansai badan. On 3/30/12, zubir.a...@yahoo.com zubir.a...@yahoo.com wrote: Djo Saaf,panggalinyang BB ajo tu nampak 'e komah.Pantang ta'away'.Lai pakai kaco mato ajo ukatu maresek BB tu.Ughang2 saumua ajo ko tamasuak ambo,kaco mato io lah jadi alat nn paralu bana diawak. BTW,mokasih responnyo djo. JB,DtRJ,sadang ma-akuak2 sambia lalok2 sikinantan dimuko TV Arirang Korsel.He, he,he. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 30 Mar 2012 07:58:45 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Nan salah tu BB Ambo jo Ambo, Ajo Zubir. Alun salasai Ambo tulih, tasintuang saketek sajo inyo alah langsung 'Send'. Saroman anak bujang, he he. Maaf. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: zubir.a...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Thu, 29 Mar 2012 23:35:00 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Saaf nn dihormati,apo kolah nn salah,di BB ambo acok bana ambo caliak, tarimo. thread ajo tanpa isi lansung je ditutuik,Saafruddin Bahar,Taqdir ditangan Tuhan ect.Mudah2an kelemahan itu ado pada penerimaan BB ambo. Baa kesehatan Ajo kini,semoga sihaik2 selalu. Dd JB,DtRJ,ugang Piaman juo,kini baladang di Bonjer,Jakbar. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 20:14:09 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Fw: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Date: Wed, 28 Mar 2012 05:48:04 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: saafroedin.ba...@rantaunet.org Cc: Dr. Mochtar Naimmochtarn...@yahoo.com; farhanm...@ymail.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Sur, sebagai sebuah sketsa cepat, kolom Ajo Sur cukup menggugah. Namun adalah jelas bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan untuk pendalaman latar belakang serta implikasinya. Dalam sketsa ini sudah terlihat bahwa secara kultural para perantau Minang sudah mengembangkan subkultur tersendiri, walau masih tetap diikat oleh hubungan nostalgis dengan nagari masing-masing. Dalam hubungan ini sangat menarik pengamatan bp Ir Mulyadi Dt Marah Bangso, perantau Minang di Palembang, yg menengarai adanya gejala tabu manih ka ujuang, yang artinya bahwa kecintaan kepada adat dan budaya Minang justru lebih kuat di kalangan perantau daripada masyarakat Minang yang ada di Sumatera Barat sendiri. Aneh memang. Izinkanlah saya mengelaborasi hal ini lebih lanjut. Demikianlah, misalnya, dua events kebudayaan penting Minang kontemporer di Sumatera Barat, yaitu KKM/SKM GM 2010 dan Musyawarah Adat Solok 2012, justru sepenuhnya diprakarsai oleh para perantau, bukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Minang di Sumatera Barat sendiri. Sungguh menarik, bahwa KKM/SKM GM 2010 yang dipersiapkan secara terbuka selama satu tahun untuk membahas ABS SBK dan semula direncanakan diadakan di Bukit Tinggi , malah dihujat beramai-ramai oleh sekelompok 'budayawan' di Padang dan tokoh masyarakat lokal di Bukit Tinggi, tetapi justru didukung oleh seribu orang utusan nagari dan perantau. Hujatan thd KKM/SKM GM yang akan membahas ABS SBK terkesan lebih dahsyat daripada perlawanan terhadap arus pemurtadan serta kecanduan narkoba dan kemerosotan moral, yang ditengarai berlangsung secara terus menerus di Sumatera Barat. Syukur bahwa semua hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik pada momen-momen terakhir. Syukurnya Musyawarah Adat Solok yang dipersiapkan selama sembilan tahun, secara 'low profile' dan tak langsung ke 'biliak gadang', bisa berjalan mulus. Bagaimana cara kita menjelaskan hal ini ? Di bawah ini ada sebuah hipotesa saya, bersisian dengan berbagai kemungkinan hipotesa lainnya. Bukan mustahil hal ini terjadi oleh karena perbedaan temperamen antara masyarakat di eks daerah Paderi yang dipilih pemrakarsa KKM/SKM GM 2010 sebagai lokasi, dengan masyarakat di luar eks daerah Paderi, yang menjadi lokasi Musyawarah Adat Solok. Secara teoretikal, besar kemungkinan KKM dahulu juga akan berjalan mulus sekiranya diadakan di Solok. Seperti Ajo Sur tengarai, ada beda karakter antara 'urang Darek' dan ' urang Pasisia/Rantau', yang saya tambahkan kemungkinan adanya beda karakter antara masyarakat ' Darek Utara
Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Ajo Saaf nn dihormati,apo kolah nn salah,di BB ambo acok bana ambo caliak, tarimo. thread ajo tanpa isi lansung je ditutuik,Saafruddin Bahar,Taqdir ditangan Tuhan ect.Mudah2an kelemahan itu ado pada penerimaan BB ambo. Baa kesehatan Ajo kini,semoga sihaik2 selalu. Dd JB,DtRJ,ugang Piaman juo,kini baladang di Bonjer,Jakbar. Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 20:14:09 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Fw: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Date: Wed, 28 Mar 2012 05:48:04 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: saafroedin.ba...@rantaunet.org Cc: Dr. Mochtar Naimmochtarn...@yahoo.com; farhanm...@ymail.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Sur, sebagai sebuah sketsa cepat, kolom Ajo Sur cukup menggugah. Namun adalah jelas bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan untuk pendalaman latar belakang serta implikasinya. Dalam sketsa ini sudah terlihat bahwa secara kultural para perantau Minang sudah mengembangkan subkultur tersendiri, walau masih tetap diikat oleh hubungan nostalgis dengan nagari masing-masing. Dalam hubungan ini sangat menarik pengamatan bp Ir Mulyadi Dt Marah Bangso, perantau Minang di Palembang, yg menengarai adanya gejala tabu manih ka ujuang, yang artinya bahwa kecintaan kepada adat dan budaya Minang justru lebih kuat di kalangan perantau daripada masyarakat Minang yang ada di Sumatera Barat sendiri. Aneh memang. Izinkanlah saya mengelaborasi hal ini lebih lanjut. Demikianlah, misalnya, dua events kebudayaan penting Minang kontemporer di Sumatera Barat, yaitu KKM/SKM GM 2010 dan Musyawarah Adat Solok 2012, justru sepenuhnya diprakarsai oleh para perantau, bukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Minang di Sumatera Barat sendiri. Sungguh menarik, bahwa KKM/SKM GM 2010 yang dipersiapkan secara terbuka selama satu tahun untuk membahas ABS SBK dan semula direncanakan diadakan di Bukit Tinggi , malah dihujat beramai-ramai oleh sekelompok 'budayawan' di Padang dan tokoh masyarakat lokal di Bukit Tinggi, tetapi justru didukung oleh seribu orang utusan nagari dan perantau. Hujatan thd KKM/SKM GM yang akan membahas ABS SBK terkesan lebih dahsyat daripada perlawanan terhadap arus pemurtadan serta kecanduan narkoba dan kemerosotan moral, yang ditengarai berlangsung secara terus menerus di Sumatera Barat. Syukur bahwa semua hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik pada momen-momen terakhir. Syukurnya Musyawarah Adat Solok yang dipersiapkan selama sembilan tahun, secara 'low profile' dan tak langsung ke 'biliak gadang', bisa berjalan mulus. Bagaimana cara kita menjelaskan hal ini ? Di bawah ini ada sebuah hipotesa saya, bersisian dengan berbagai kemungkinan hipotesa lainnya. Bukan mustahil hal ini terjadi oleh karena perbedaan temperamen antara masyarakat di eks daerah Paderi yang dipilih pemrakarsa KKM/SKM GM 2010 sebagai lokasi, dengan masyarakat di luar eks daerah Paderi, yang menjadi lokasi Musyawarah Adat Solok. Secara teoretikal, besar kemungkinan KKM dahulu juga akan berjalan mulus sekiranya diadakan di Solok. Seperti Ajo Sur tengarai, ada beda karakter antara 'urang Darek' dan ' urang Pasisia/Rantau', yang saya tambahkan kemungkinan adanya beda karakter antara masyarakat ' Darek Utara' yang Paderi, dengan 'Darek Selatan' yang non Paderi. Saya tidak tahu sampai kapan gejala ini akan bertahan, oleh karena perobahan sosial terjadi dengan tidak dapat dihambat, baik di Rantau maupun di Ranah. Secara pribadi saya memang sangat khawatir menyaksikan betapa dahsyatnya perobahan sosial yang terjadi di Minangkabau dewasa ini, yang kelihatannya tanpa reaksi yang efektif dari jajaran kepemimpinan sosialnya. Memang jelas sekali adanya gejala tabu manih ka ujuang , bak kata pak Ir Mulyadi Dt Marah Bangso. Ajo Sur, atau siapapun yang punya minat terhadap Minangkabau yang sedang berubah ini, perlu meneliti hal ini secara sungguh-sungguh. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Nofend St. Mudo nof...@gmail.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 03:14:25 To: RN - Palanta RantauNetrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Harian Haluan : Rabu, 28 Maret 2012 01:20 http://bit.ly/Hj6Qpj ‘Makhluk’ ini ada di mana-mana. Bahkan ketika Neil Amstrong mendarat di bulan, di sana didapatinya telah berdiri rumah makan Padang – sebuah anekdot yang merefleksikan bahwa perantau Minang dapat ditemukan di empat penjuru angin, yang jumlahnya konon sebanding dengan jumlah saudara seetnis mereka yang tinggal di kampung
Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Ajo Sur, sebagai sebuah sketsa cepat, kolom Ajo Sur cukup menggugah. Namun adalah jelas bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan untuk pendalaman latar belakang serta implikasinya. Dalam sketsa ini sudah terlihat bahwa secara kultural para perantau Minang sudah mengembangkan subkultur tersendiri, walau masih tetap diikat oleh hubungan nostalgis dengan nagari masing-masing. Dalam hubungan ini sangat menarik pengamatan bp Ir Mulyadi Dt Marah Bangso, perantau Minang di Palembang, yg menengarai adanya gejala tabu manih ka ujuang, yang artinya bahwa kecintaan kepada adat dan budaya Minang justru lebih kuat di kalangan perantau daripada masyarakat Minang yang ada di Sumatera Barat sendiri. Aneh memang. Izinkanlah saya mengelaborasi hal ini lebih lanjut. Demikianlah, misalnya, dua events kebudayaan penting Minang kontemporer di Sumatera Barat, yaitu KKM/SKM GM 2010 dan Musyawarah Adat Solok 2012, justru sepenuhnya diprakarsai oleh para perantau, bukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Minang di Sumatera Barat sendiri. Sungguh menarik, bahwa KKM/SKM GM 2010 yang dipersiapkan secara terbuka selama satu tahun untuk membahas ABS SBK dan semula direncanakan diadakan di Bukit Tinggi , malah dihujat beramai-ramai oleh sekelompok 'budayawan' di Padang dan tokoh masyarakat lokal di Bukit Tinggi, tetapi justru didukung oleh seribu orang utusan nagari dan perantau. Hujatan thd KKM/SKM GM yang akan membahas ABS SBK terkesan lebih dahsyat daripada perlawanan terhadap arus pemurtadan serta kecanduan narkoba dan kemerosotan moral, yang ditengarai berlangsung secara terus menerus di Sumatera Barat. Syukur bahwa semua hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik pada momen-momen terakhir. Syukurnya Musyawarah Adat Solok yang dipersiapkan selama sembilan tahun, secara 'low profile' dan tak langsung ke 'biliak gadang', bisa berjalan mulus. Bagaimana cara kita menjelaskan hal ini ? Di bawah ini ada sebuah hipotesa saya, bersisian dengan berbagai kemungkinan hipotesa lainnya. Bukan mustahil hal ini terjadi oleh karena perbedaan temperamen antara masyarakat di eks daerah Paderi yang dipilih pemrakarsa KKM/SKM GM 2010 sebagai lokasi, dengan masyarakat di luar eks daerah Paderi, yang menjadi lokasi Musyawarah Adat Solok. Secara teoretikal, besar kemungkinan KKM dahulu juga akan berjalan mulus sekiranya diadakan di Solok. Seperti Ajo Sur tengarai, ada beda karakter antara 'urang Darek' dan ' urang Pasisia/Rantau', yang saya tambahkan kemungkinan adanya beda karakter antara masyarakat ' Darek Utara' yang Paderi, dengan 'Darek Selatan' yang non Paderi. Saya tidak tahu sampai kapan gejala ini akan bertahan, oleh karena perobahan sosial terjadi dengan tidak dapat dihambat, baik di Rantau maupun di Ranah. Secara pribadi saya memang sangat khawatir menyaksikan betapa dahsyatnya perobahan sosial yang terjadi di Minangkabau dewasa ini, yang kelihatannya tanpa reaksi yang efektif dari jajaran kepemimpinan sosialnya. Memang jelas sekali adanya gejala tabu manih ka ujuang , bak kata pak Ir Mulyadi Dt Marah Bangso. Ajo Sur, atau siapapun yang punya minat terhadap Minangkabau yang sedang berubah ini, perlu meneliti hal ini secara sungguh-sungguh. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Nofend St. Mudo nof...@gmail.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 03:14:25 To: RN - Palanta RantauNetrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Harian Haluan : Rabu, 28 Maret 2012 01:20 http://bit.ly/Hj6Qpj ‘Makhluk’ ini ada di mana-mana. Bahkan ketika Neil Amstrong mendarat di bulan, di sana didapatinya telah berdiri rumah makan Padang – sebuah anekdot yang merefleksikan bahwa perantau Minang dapat ditemukan di empat penjuru angin, yang jumlahnya konon sebanding dengan jumlah saudara seetnis mereka yang tinggal di kampung. Mereka berseliweran di sekitar kita, dan mungkin diri kita sendiri adalah bagian dari mereka. Tapi siapakah gerangan mereka sebenarnya? Tentu saja tidak mudah mengidentifikasi sosok mereka secara lengkap dalam esai yang pendek ini. Namun demikian, sejumlah perantau dan mereka yang tinggal di Ranah Minang melalui fb-group Palanta R@tauNet mencoba mencungkil beberapa ciri perantau Minang itu (yang agaknya refleksi terhadap diri sendiri): para entrepreneur ulet tapi cenderung hanya jadi pemain di kelas bawah, kata Arif Sulkifli dan Saafroedin Bahar; orang-orang yang meninggalkan kampung karena tacemo (melanggar adat) atau karena harga diri mereka terendahkan oleh berbagai keadaan (konflik sosial, perang, dll.) kata Arif lagi; mereka yang di rantau mempraktekkan budaya ‘galir’ dan kepintaran ‘bersilat lidah’, yang mengaku sebagai ‘orang Padang’, malah sering menyembunyikan identitas keminangannya, tapi diam-diam menanggung rindu dendam tak sudah kepada ranah bundo-nya (gejala Minang Complex) yang alam dan budayanya diharap tetap lestari
Fw: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Date: Wed, 28 Mar 2012 05:48:04 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: saafroedin.ba...@rantaunet.org Cc: Dr. Mochtar Naimmochtarn...@yahoo.com; farhanm...@ymail.com Subject: Re: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Ajo Sur, sebagai sebuah sketsa cepat, kolom Ajo Sur cukup menggugah. Namun adalah jelas bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan untuk pendalaman latar belakang serta implikasinya. Dalam sketsa ini sudah terlihat bahwa secara kultural para perantau Minang sudah mengembangkan subkultur tersendiri, walau masih tetap diikat oleh hubungan nostalgis dengan nagari masing-masing. Dalam hubungan ini sangat menarik pengamatan bp Ir Mulyadi Dt Marah Bangso, perantau Minang di Palembang, yg menengarai adanya gejala tabu manih ka ujuang, yang artinya bahwa kecintaan kepada adat dan budaya Minang justru lebih kuat di kalangan perantau daripada masyarakat Minang yang ada di Sumatera Barat sendiri. Aneh memang. Izinkanlah saya mengelaborasi hal ini lebih lanjut. Demikianlah, misalnya, dua events kebudayaan penting Minang kontemporer di Sumatera Barat, yaitu KKM/SKM GM 2010 dan Musyawarah Adat Solok 2012, justru sepenuhnya diprakarsai oleh para perantau, bukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Minang di Sumatera Barat sendiri. Sungguh menarik, bahwa KKM/SKM GM 2010 yang dipersiapkan secara terbuka selama satu tahun untuk membahas ABS SBK dan semula direncanakan diadakan di Bukit Tinggi , malah dihujat beramai-ramai oleh sekelompok 'budayawan' di Padang dan tokoh masyarakat lokal di Bukit Tinggi, tetapi justru didukung oleh seribu orang utusan nagari dan perantau. Hujatan thd KKM/SKM GM yang akan membahas ABS SBK terkesan lebih dahsyat daripada perlawanan terhadap arus pemurtadan serta kecanduan narkoba dan kemerosotan moral, yang ditengarai berlangsung secara terus menerus di Sumatera Barat. Syukur bahwa semua hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik pada momen-momen terakhir. Syukurnya Musyawarah Adat Solok yang dipersiapkan selama sembilan tahun, secara 'low profile' dan tak langsung ke 'biliak gadang', bisa berjalan mulus. Bagaimana cara kita menjelaskan hal ini ? Di bawah ini ada sebuah hipotesa saya, bersisian dengan berbagai kemungkinan hipotesa lainnya. Bukan mustahil hal ini terjadi oleh karena perbedaan temperamen antara masyarakat di eks daerah Paderi yang dipilih pemrakarsa KKM/SKM GM 2010 sebagai lokasi, dengan masyarakat di luar eks daerah Paderi, yang menjadi lokasi Musyawarah Adat Solok. Secara teoretikal, besar kemungkinan KKM dahulu juga akan berjalan mulus sekiranya diadakan di Solok. Seperti Ajo Sur tengarai, ada beda karakter antara 'urang Darek' dan ' urang Pasisia/Rantau', yang saya tambahkan kemungkinan adanya beda karakter antara masyarakat ' Darek Utara' yang Paderi, dengan 'Darek Selatan' yang non Paderi. Saya tidak tahu sampai kapan gejala ini akan bertahan, oleh karena perobahan sosial terjadi dengan tidak dapat dihambat, baik di Rantau maupun di Ranah. Secara pribadi saya memang sangat khawatir menyaksikan betapa dahsyatnya perobahan sosial yang terjadi di Minangkabau dewasa ini, yang kelihatannya tanpa reaksi yang efektif dari jajaran kepemimpinan sosialnya. Memang jelas sekali adanya gejala tabu manih ka ujuang , bak kata pak Ir Mulyadi Dt Marah Bangso. Ajo Sur, atau siapapun yang punya minat terhadap Minangkabau yang sedang berubah ini, perlu meneliti hal ini secara sungguh-sungguh. Wassalam, Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Nofend St. Mudo nof...@gmail.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Wed, 28 Mar 2012 03:14:25 To: RN - Palanta RantauNetrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [R@ntau-Net] PERANTAU MINANG Harian Haluan : Rabu, 28 Maret 2012 01:20 http://bit.ly/Hj6Qpj ‘Makhluk’ ini ada di mana-mana. Bahkan ketika Neil Amstrong mendarat di bulan, di sana didapatinya telah berdiri rumah makan Padang – sebuah anekdot yang merefleksikan bahwa perantau Minang dapat ditemukan di empat penjuru angin, yang jumlahnya konon sebanding dengan jumlah saudara seetnis mereka yang tinggal di kampung. Mereka berseliweran di sekitar kita, dan mungkin diri kita sendiri adalah bagian dari mereka. Tapi siapakah gerangan mereka sebenarnya? Tentu saja tidak mudah mengidentifikasi sosok mereka secara lengkap dalam esai yang pendek ini. Namun demikian, sejumlah perantau dan mereka yang tinggal di Ranah Minang melalui fb-group Palanta R@tauNet mencoba mencungkil beberapa ciri perantau Minang itu (yang agaknya refleksi terhadap diri sendiri): para entrepreneur ulet tapi cenderung hanya jadi pemain di kelas bawah, kata Arif Sulkifli dan Saafroedin Bahar; orang-orang yang meninggalkan kampung karena tacemo (melanggar adat) atau karena harga diri mereka terendahkan oleh
[R@ntau-Net] PERANTAU MINANG
Harian Haluan : Rabu, 28 Maret 2012 01:20 http://bit.ly/Hj6Qpj ‘Makhluk’ ini ada di mana-mana. Bahkan ketika Neil Amstrong mendarat di bulan, di sana didapatinya telah berdiri rumah makan Padang – sebuah anekdot yang merefleksikan bahwa perantau Minang dapat ditemukan di empat penjuru angin, yang jumlahnya konon sebanding dengan jumlah saudara seetnis mereka yang tinggal di kampung. Mereka berseliweran di sekitar kita, dan mungkin diri kita sendiri adalah bagian dari mereka. Tapi siapakah gerangan mereka sebenarnya? Tentu saja tidak mudah mengidentifikasi sosok mereka secara lengkap dalam esai yang pendek ini. Namun demikian, sejumlah perantau dan mereka yang tinggal di Ranah Minang melalui fb-group Palanta R@tauNet mencoba mencungkil beberapa ciri perantau Minang itu (yang agaknya refleksi terhadap diri sendiri): para entrepreneur ulet tapi cenderung hanya jadi pemain di kelas bawah, kata Arif Sulkifli dan Saafroedin Bahar; orang-orang yang meninggalkan kampung karena tacemo (melanggar adat) atau karena harga diri mereka terendahkan oleh berbagai keadaan (konflik sosial, perang, dll.) kata Arif lagi; mereka yang di rantau mempraktekkan budaya ‘galir’ dan kepintaran ‘bersilat lidah’, yang mengaku sebagai ‘orang Padang’, malah sering menyembunyikan identitas keminangannya, tapi diam-diam menanggung rindu dendam tak sudah kepada ranah bundo-nya (gejala Minang Complex) yang alam dan budayanya diharap tetap lestari, kata Nelson Mq, Andiko Sutan Mancayo, Buya Masoed Abidin, dan Yulizal Yunus; individual state less yang pergi merantau karena di kampung berguna belum, kata Zulkarnain Kahar dan Ali Cestar. Apa pun ciri yang melekat pada perantau Minang, yang jelas mereka adalah migran sebuah etnis yang secara sosio-psikologis berbeda dengan migran-migran dari ratusan etnis lainnya di Indonesia. Sosiolog Mochtar Naim mengungkapkan sebagian identitas mereka dalam disertasinya, Merantau: Minangkabau Voluntary Migration (Singapura: NUS, 1973). Menurutnya: mereka pergi dari kampungnya secara sukarela (voluntary), tapi ada dorongan internal secara kultural yang membuat para pancacak sampai profesional kerah putih asal Minangkabau itu pergi meninggalkan ranah bundo mereka di bagian tengah pulau Sumatra yang vulkanis dengan perbukitan dan dataran yang hijau subur. Jika ingin mengetahui siapa sebenarnya perantau Minang, dengarlah kisah yang dilantunkan oleh para tukang rabab dan tukang saluang, tiliklah isi pantun-pantun klasik Minangkabau (lihat: R.J. Chadwick, Topics in Minangkabau Vernacular Literature, disertasi, University of Western Australia, 1986), bacalah karya-karya sastra Indonesia modern sebelum kemerdekaan yang berlatar Minangkabau. Di dalamnya terekam suara hati, kegelisahan jiwa, harapan-harapan, dan rindu dendam kultural mereka. Dan kini, sesuai dengan perkembangan zaman, isi pikiran mereka, sampai batas tertentu, dapat pula dilacak melalui laman-laman mailing list dan forum-forum facebook-groups. Perantau Minang–meminjam kata-kata tukang rabab Pariaman, Amir Hosen–adalah orang-orang yang ‘sadang indak lala daulu [sebab] tingga di kampuang [hati] kurang sanang.’ Mereka lebih dari sekedar para pengembara fisik yang menuju negeri asing karena ‘di kampung berguna belum’. ‘Sadang indak’ (lagi miskin) mungkin menjadi salah satu saja dari berbagai faktor pendorong perantau Minang pergi menghadang ‘laut sakti rantau bertuah’. Tetapi Ranah Minang yang begitu subur mestinya membuat mereka tidak terus berada dalam kondisi ‘sadang indak’. Tapi mengapa agaknya hati mereka jadi ‘kurang sanang’ berada di kampung? Penyebabnya, seperti kata Mochtar Naim, dapat diidentifikasi dalam struktur adat Minangkabau sendiri: posisi yang labil di rumah istri dan di rumah keluarga matrilineal sendiri, terhalang menikah dengan pujaan hati karena sesuku, perbenturan ideologi, perang saudara, dan lain sebagainya. Kegelisahan kultural itulah yang konon menjadi energi utama yang telah ‘melemparkan’ jutaan dagang Minangkabau ke negeri-negeri lain. Apa pun alasan kepergian dari kampung, perantau Minang terus mengalami transformasi psikologis dan sosiologis mengikuti perubahan rantau yang mereka hinggapi dalam perjalanan hidup mereka akibat globalisasi dan revolusi sarana komunikasi dan transportasi. Kompetisi yang semakin keras dengan migran dari berbagai etnis lainnya menyebabkan pula okupasi kerja mereka di rantau makin bervariasi, walau kebanyakan masih menghindari kerja sebagai petani di perantauan. Setidaknya ada dua tipe perantau Minang: 1) mereka yang berangkat dari kampung halaman ke berbagai rantau, yang sebagian di antaranya telah ‘merantau pipit’ dan sebagian lagi telah ‘merantau Cina’; 2) generasi yang dilahirkan di rantau dari ayah dan ibu perantau Minang atau ibu orang Minang dan ayah dari etnis lain. Kebanyakan dari kelompok ini telah berbeda antara bungkus dan isi: bungkus bermerek Minang, tapi isi sudah seperti bubur kampiun, yang tak pas lagi dimasukkan ke dalam
[R@ntau-Net] Perantau Minang JawaTimur Ramaikan 'Rumah Gadang'
Perantau Minang JawaTimur Ramaikan 'Rumah Gadang' [image: PDF]http://gebuminangjatim.org/index.php?view=articlecatid=57%3Agm-jatimid=194%3Aperantau-minang-jawatimur-ramaikan-rumah-gadangformat=pdfoption=com_contentItemid=203 [image: Print]http://gebuminangjatim.org/index.php?view=articlecatid=57%3Agm-jatimid=194%3Aperantau-minang-jawatimur-ramaikan-rumah-gadangtmpl=componentprint=1layout=defaultpage=option=com_contentItemid=203 [image: E-mail]http://gebuminangjatim.org/index.php?option=com_mailtotmpl=componentlink=d14da6daaa88f374eada38d0b0bb1fa36005df0b Written by Administrator Sunday, 16 October 2011 09:16 SURABAYA, SO-- Warga Jawa Timur asal Minangkabau (Sumatera Barat), tumplek blek di Rumah Gadang Minangkabau, Jalan Gayung Kebonsari No. 64 Surabaya. Acara yang dihelat oleh Pengurus Gebu Minang Wilayah Jawa Timur ini, Minggu (2/10), dimulai pukul 09.00 WIB. Acara bertajuk Halal Bi Halal Keluarga Besar Gebu Minang Jawa Timur itu, dihadiri secara khusus oleh Ketua DPRD Kota Surabaya, Drs H Wisnu Wardhana, MM dan Walikota Surabaya diwakili oleh Kepala Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, Ir Hidayat Syah, MM. Kemeriahan Rumah Gadang Minangkabau ini disemarakkan acara Musik KIM (Kesenian Irama Minang) yang khusus didatangkan dari Kota Padang. Acara ini diisi pula dengan panggung hiburan musik dan tari-tarian khas Minang dari para pemuda pemudi yang tergabung dalam Ikatan Pemuda Pemudi Gebu Minang Jawa Timur. Selain itu, Bazaar Khas Minang baik berupa makanan seperti Sate, Soto, Martabak Kubang, Lamang Tapai dari para pengusaha makanan Minang di Jawa Timur dan sejumlah sponsor acara. Hadir juga dalam acara itu, sejumlah tokoh Minang di Jawa Timur, mereka tersebut diantaranya adalah Ketua Umum Gebu Minang Jawa Timur pertama, Dr H Syaferial Sabirin, Prof DR Taslim Ersam, H Azwir Thamin, Ketua IKM Sehati Malang, DR dr H Achdiat Agoes, dan sejumlah tokoh tua. Dalam acara Halal Bi Halal di Rumah Gadang Minangkabau ini, hadir sejumlah organisasi atau ikatan keluarga Minang yang tergabung dalam Gebu Minang Jawa Timur, Yan hadir menyemarakkan acara tahunan ini. Diantaranya dari Kota Malang, Madiun, Caruban, Jember, Banyuwangi, Bojonegoro, Tuban, Sidoarjo dan Surabaya. Ketua Panitia Pelaksana Halal Bi Halal Keluarga Besar Gebu Minang Jawa Timur, DR. Ir H Sumarzen Marzuki, MMT mengungkapkan pada www.sumbaronline.com, hari ini, Jumat (7/10), bahwa tradisi tahunan ini sudah merupakan agenda rutin setiap selesai Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri, dimanfaatkan untuk bisa bersilaturrahim antar sesama warga Jawa Timur asal Minangkabau, Sumatera Barat. Diungkapkannya, bahwa acara ini terbuka untuk umum dan gratis alias tidak dipungut biaya bagi siapa saja yang ingin hadir. Baik mereka yang asli dari Sumatera Barat, maupun yang tidak ada asal usulnya dari Minangkabau, namun peduli dan suka dengan Gebu Minang Jawa Timur. Ketua Umum Gebu Minang Wilayah Jawa Timur, Ir Firdaus HB mengungkapkan bahwa momentum acara Halal Bi Halal ini selain untuk mempererat rasa Ukhuwah Islamiyah sesama warga Jawa Timur asal Sumatera Barat, juga ingin dimanfaatkan untuk mensosialisasikan rencana akan digelarnya Musyawarah Wilayah (Muswil) Gebu Minang Wilayah Jawa Timur yang menurut rencana bakal digelar pada bulan Desember 2012 di Surabaya. Karena itu adalah akhir masa periode kepengurusan kami, ujar Firdaus yang juga Ketua Umum Forum Pembauran Kebangsaan Jawa Timur. Disamping itu nantinya seluruh perantau Minang di Jawa Timur untuk ikut memikirkan bagaimana menyelesaikan pembangunan Rumah Gadang ini. Dan yang jelas Gebu Minang Jawa Timur ingin mengembangkan semua potensi yang ada diantara kita, guna menyelesaikan segala seuatu yang belum terselesaikan. Barek samo dipikua ringan samo dijinjiang. Selain itu, menata kembali kinerja lembaga Gebu Minang Jawa Timur yang belum dapat memenuhi keinginan semua warga Jawa Timur asal Minangkabau ini. Sementara Ketua DPRD Kota Surabaya, Drs H Wisnu Wardhana , MM dalam sambutannnya menyampaikan terima kasih atas undangannya dan mengapreasiasikan selamatnya kepada warga Surabaya yang juga berasal dari Minangkabau - Sumatera Barat atas kepeduliannya terhadap Kota yang juga telah resmi menjadi Kota Kembar (sister city) dengan Kota Padang. Perkenalannya dengan orang Minangkabau di Surabaya diawali dengan pertemuannnya dengan Ir Firdaus HB, yang telah banyak berkontribusi dengan pembangunan di Kota Surabaya. Atas keterlibatan Ir Firdaus HB bersama PT Kumala Wandira yang telah berkarya nyata dengan sejumlah proyek, disamping itu telah memberangkatkan 3 siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu untuk disekolahkan ke luar negeri untuk tingkat perguruan tinggi. Sedangkan dengan DR Ir H Sumarzen Marzuki, MMT, dirinya adalah warga satu RW. Sehingga saling mengenal salah seorang petinggi di PT Terminal Peti Kemas Surabaya ini. Ini adalah kali pertama saya bisa bersilaturrahim langsung dengan warga Kota Surabaya dan Warga Jawa Timur asal Minang di Rumah Gadang ini, ujar Manager
[R@ntau-Net] Perantau Minang Malaysia akan Gelar Minangkabau Expo
Perantau Minang Kuala Lumpur Ingin Gelar Minangkabau Expo KUALA LUMPUR – Masyarakat Perantau Minang di Kuala Lumpur, Malaysia, berkeinginan untuk menggelar Minangkabau Expo di ibukota negara jiran tersebut untuk lebih memperkenalkan Sumatra Barat kepada dunia internasional, termasuk rencana untuk mendirikan Rumah Gadang Minangkabau. Keinginan itu mengapung saat digelarnya pertemuan sejumlah organisatoris perantau Minang Malaysia: Buchari Ibrahim (Ketua Pertubuhan Ikatan Kebajikan Masyarakat Minangkabau/PIKMM) dan Haswin Darwis (Ketua Koperasi Minang Kuala Lumpur) serta beberapa orang lainnya dengan Sekretaris Jenderal Forum Silaturahim Saudagar Minang (FSSM) yang juga Ketua Umum Gebu Minang Jawa Timur, Firdaus Hasan Basri di Kualalumpur, Jumat (18/3). Dalam penjelasannya kepada Haluan melalui melalui email, Firdaus melukiskan pertemuan di Restoran Puti Bungsu, depan Kuala Lumpur Central City (KLCC) itu, berlangsung sangat akrab sekitar tiga jam lebih. Ia menjelaskan, keinginan mengadakan Minang Expo di Malaysia itu sangat strategis baik untuk memperkenalkan produksi Sumatra Barat, sekaligus untuk memperkenalkan budaya dan obyek wisata Ranah Minangkabau bersama kulinernya kepada masyarakat dunia internasional. Menurut Firdaus, selain sasarannya masyarakat Malaysia sendir yang secara kultur merupakan negara serumpun Melayu, Malaysia juga memiliki potensi besar dalam menggaet turis karena negara ini tiap tahunnya telah berhasil menggaet turis mancanegara sekitar 15 juta orang. “Kita berharap melalui Minangkabau Expo itu nanti para turisman yang berkunjung ke Malaysia bisa melanjutkan perjalannya ke Sumatra Barat,” ujar Firdaus. Firdaus menambahkan, meski terkenal dekat, Malaysia belum begitu tergarap oleh Sumatra Barat untuk menggaet wisatawan negara itu dan mancanegara untuk bisa berkunjung ke Sumbar. Karena itu, kata dia, kita harus memperbanyak ivent di Malaysia. Dengan adanya keinginan pernatau Minang yang jumlahnya di Malaysia cukup besar, Firdaus optimis mereka bisa diberdayakan menjadi “duta-duta” wisata Ranah Minang di masa mendatang. Untuk rencana besar ini, pihak pemuka masyarakat Minang Kuala Lumpur dan Firdaus sendiri sudah menemui Tan Sri Rais Yatim (Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia) yang cukup dekat dengan masyarakat Minangkabau, untuk membicarakan rencana kegiatan tersebut. Dalam pertemuan itu, kata Firdaus, pihaknya sudah diminta untuk segera menjadwalkan pertemuan dengan istri Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Rosmah yang berasal dari Bukittinggi untuk membicarakan masalah ini. Hal strategis lainnya yang juga memiliki nilai historis dan strategis, sebut Firdaus adalah keinginan perantau Malaysia untuk membangun Rumah Gadang (bagonjong) Minangkabau di Kuala Lumpur. Selain untuk dijadikan sekretariat organisasi Minang di Kuala Lumpur, Rumah Gadang itu nantinya juga bisa digunakan untuk berbagai pertemuan masyarakat Minang dan dapat pula menjadi salah satu ikon wisata guna menarik minat turisman untuk datang ke Sumatra Barat. “Ya, seperti rumah gadang kita di Jawa Timur lah,” ujar Firdaus. Meski kultur budaya Negara Bagian Seremban Negeri IX punya kaitan erat dengan Minangkabau, namun di Kuala Lumpur memang tidak ada rumah gadang berciri Minang, kecuali berupa replika di sejumlah tempat di Malaysia untuk menunjukkan gaya rumah bagonjong negeri IX. Gelar Kehormatan Tahun 2010 lalu, Pemda Sumatra Barat yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Pemasaran, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menggelar Minangkabau Food Festival di ibukota negara jiran itu. Waktu itu Minangkabau Food Festival ini dibuka resmi oleh Rais Yatim bersama Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Dai Bachtiar. Namun jauh sebelumnya, Dirjen Pemasaran, Kembudpar, DR. Sapta Nirwandar pernah menggagas pemberian gelar kehormatan budaya Minangkabau untuk Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Badawi. Namun karena terjadi perubahan politik yang begitu cepat, rencana itu akhirnya diurungkan. Kasubdit Promosi Wisata Wilayah I Sumatra, Raseno Arya, yang dihubungi di Padang akhir pekan ini, menyebutkan rencana pemberian gelar kehormatan untuk PM Najib bisa saja diwacanakan kembali. Apalagi beliau (Najib) adalah sumando orang Minang sendiri. “Ya, itu ada baiknya. Perlu ada inisiasi untuk itu. Untuk kepentingan pariwisata Sumatra Barat, berbagai langkah kongkret dan sesuai prosedur yang baik, kan sangat bagus,” ujar Raseno. Ia berjanji akan melaporkan adanya keinginan Masyarakat Minang di Kuala Lumpur untuk mengadakan Minangkabau Expo itu ke Dirjen Pemasara Sapta Nirwandar. “Mudah-mudahan beliau merespons,” ucapnya. *– syaf al* -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail
Bls: [R@ntau-Net] Perantau Minang Malaysia akan Gelar Minangkabau Expo
Pak Syaruddin, Berita nan Pak Syaf postingan di bawah ko dari mas sumbernyo ko? Iko nan kalua di Haluan? Mohon info lbh lengkap. Salam, Suryadi --- Pada Sab, 19/3/11, Syafruddin Ujang syaff...@gmail.com menulis: Dari: Syafruddin Ujang syaff...@gmail.com Judul: [R@ntau-Net] Perantau Minang Malaysia akan Gelar Minangkabau Expo Kepada: RantauNet@googlegroups.com Tanggal: Sabtu, 19 Maret, 2011, 1:21 PM Perantau Minang Kuala Lumpur Ingin Gelar Minangkabau Expo KUALA LUMPUR – Masyarakat Perantau Minang di Kuala Lumpur, Malaysia, berkeinginan untuk menggelar Minangkabau Expo di ibukota negara jiran tersebut untuk lebih memperkenalkan Sumatra Barat kepada dunia internasional, termasuk rencana untuk mendirikan Rumah Gadang Minangkabau. Keinginan itu mengapung saat digelarnya pertemuan sejumlah organisatoris perantau Minang Malaysia: Buchari Ibrahim (Ketua Pertubuhan Ikatan Kebajikan Masyarakat Minangkabau/PIKMM) dan Haswin Darwis (Ketua Koperasi Minang Kuala Lumpur) serta beberapa orang lainnya dengan Sekretaris Jenderal Forum Silaturahim Saudagar Minang (FSSM) yang juga Ketua Umum Gebu Minang Jawa Timur, Firdaus Hasan Basri di Kualalumpur, Jumat (18/3). Dalam penjelasannya kepada Haluan melalui melalui email, Firdaus melukiskan pertemuan di Restoran Puti Bungsu, depan Kuala Lumpur Central City (KLCC) itu, berlangsung sangat akrab sekitar tiga jam lebih. Ia menjelaskan, keinginan mengadakan Minang Expo di Malaysia itu sangat strategis baik untuk memperkenalkan produksi Sumatra Barat, sekaligus untuk memperkenalkan budaya dan obyek wisata Ranah Minangkabau bersama kulinernya kepada masyarakat dunia internasional. Menurut Firdaus, selain sasarannya masyarakat Malaysia sendir yang secara kultur merupakan negara serumpun Melayu, Malaysia juga memiliki potensi besar dalam menggaet turis karena negara ini tiap tahunnya telah berhasil menggaet turis mancanegara sekitar 15 juta orang. “Kita berharap melalui Minangkabau Expo itu nanti para turisman yang berkunjung ke Malaysia bisa melanjutkan perjalannya ke Sumatra Barat,” ujar Firdaus. Firdaus menambahkan, meski terkenal dekat, Malaysia belum begitu tergarap oleh Sumatra Barat untuk menggaet wisatawan negara itu dan mancanegara untuk bisa berkunjung ke Sumbar. Karena itu, kata dia, kita harus memperbanyak ivent di Malaysia. Dengan adanya keinginan pernatau Minang yang jumlahnya di Malaysia cukup besar, Firdaus optimis mereka bisa diberdayakan menjadi “duta-duta” wisata Ranah Minang di masa mendatang. Untuk rencana besar ini, pihak pemuka masyarakat Minang Kuala Lumpur dan Firdaus sendiri sudah menemui Tan Sri Rais Yatim (Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia) yang cukup dekat dengan masyarakat Minangkabau, untuk membicarakan rencana kegiatan tersebut. Dalam pertemuan itu, kata Firdaus, pihaknya sudah diminta untuk segera menjadwalkan pertemuan dengan istri Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Rosmah yang berasal dari Bukittinggi untuk membicarakan masalah ini. Hal strategis lainnya yang juga memiliki nilai historis dan strategis, sebut Firdaus adalah keinginan perantau Malaysia untuk membangun Rumah Gadang (bagonjong) Minangkabau di Kuala Lumpur. Selain untuk dijadikan sekretariat organisasi Minang di Kuala Lumpur, Rumah Gadang itu nantinya juga bisa digunakan untuk berbagai pertemuan masyarakat Minang dan dapat pula menjadi salah satu ikon wisata guna menarik minat turisman untuk datang ke Sumatra Barat. “Ya, seperti rumah gadang kita di Jawa Timur lah,” ujar Firdaus. Meski kultur budaya Negara Bagian Seremban Negeri IX punya kaitan erat dengan Minangkabau, namun di Kuala Lumpur memang tidak ada rumah gadang berciri Minang, kecuali berupa replika di sejumlah tempat di Malaysia untuk menunjukkan gaya rumah bagonjong negeri IX. Gelar Kehormatan Tahun 2010 lalu, Pemda Sumatra Barat yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Pemasaran, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menggelar Minangkabau Food Festival di ibukota negara jiran itu. Waktu itu Minangkabau Food Festival ini dibuka resmi oleh Rais Yatim bersama Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Dai Bachtiar. Namun jauh sebelumnya, Dirjen Pemasaran, Kembudpar, DR. Sapta Nirwandar pernah menggagas pemberian gelar kehormatan budaya Minangkabau untuk Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Badawi. Namun karena terjadi perubahan politik yang begitu cepat, rencana itu akhirnya diurungkan. Kasubdit Promosi Wisata Wilayah I Sumatra, Raseno Arya, yang dihubungi di Padang akhir pekan ini, menyebutkan rencana pemberian gelar kehormatan untuk PM Najib bisa saja diwacanakan kembali. Apalagi beliau (Najib) adalah sumando orang Minang sendiri. “Ya, itu ada baiknya. Perlu ada inisiasi untuk itu. Untuk kepentingan pariwisata Sumatra Barat, berbagai langkah kongkret dan sesuai prosedur yang baik, kan sangat bagus,” ujar Raseno. Ia berjanji akan melaporkan adanya keinginan Masyarakat Minang di Kuala Lumpur untuk mengadakan Minangkabau Expo itu ke Dirjen Pemasara Sapta Nirwandar
Re: Bls: [R@ntau-Net] Perantau Minang Malaysia akan Gelar Minangkabau Expo
Betul ]o, Wass Syaf AL Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Lies Suryadi niadil...@yahoo.co.id Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Sat, 19 Mar 2011 19:35:25 To: RantauNet@googlegroups.com; rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Bls: [R@ntau-Net] Perantau Minang Malaysia akan Gelar Minangkabau Expo Pak Syaruddin, Berita nan Pak Syaf postingan di bawah ko dari mas sumbernyo ko? Iko nan kalua di Haluan? Mohon info lbh lengkap. Salam, Suryadi --- Pada Sab, 19/3/11, Syafruddin Ujang syaff...@gmail.com menulis: Dari: Syafruddin Ujang syaff...@gmail.com Judul: [R@ntau-Net] Perantau Minang Malaysia akan Gelar Minangkabau Expo Kepada: RantauNet@googlegroups.com Tanggal: Sabtu, 19 Maret, 2011, 1:21 PM Perantau Minang Kuala Lumpur Ingin Gelar Minangkabau Expo KUALA LUMPUR – Masyarakat Perantau Minang di Kuala Lumpur, Malaysia, berkeinginan untuk menggelar Minangkabau Expo di ibukota negara jiran tersebut untuk lebih memperkenalkan Sumatra Barat kepada dunia internasional, termasuk rencana untuk mendirikan Rumah Gadang Minangkabau. Keinginan itu mengapung saat digelarnya pertemuan sejumlah organisatoris perantau Minang Malaysia: Buchari Ibrahim (Ketua Pertubuhan Ikatan Kebajikan Masyarakat Minangkabau/PIKMM) dan Haswin Darwis (Ketua Koperasi Minang Kuala Lumpur) serta beberapa orang lainnya dengan Sekretaris Jenderal Forum Silaturahim Saudagar Minang (FSSM) yang juga Ketua Umum Gebu Minang Jawa Timur, Firdaus Hasan Basri di Kualalumpur, Jumat (18/3). Dalam penjelasannya kepada Haluan melalui melalui email, Firdaus melukiskan pertemuan di Restoran Puti Bungsu, depan Kuala Lumpur Central City (KLCC) itu, berlangsung sangat akrab sekitar tiga jam lebih. Ia menjelaskan, keinginan mengadakan Minang Expo di Malaysia itu sangat strategis baik untuk memperkenalkan produksi Sumatra Barat, sekaligus untuk memperkenalkan budaya dan obyek wisata Ranah Minangkabau bersama kulinernya kepada masyarakat dunia internasional. Menurut Firdaus, selain sasarannya masyarakat Malaysia sendir yang secara kultur merupakan negara serumpun Melayu, Malaysia juga memiliki potensi besar dalam menggaet turis karena negara ini tiap tahunnya telah berhasil menggaet turis mancanegara sekitar 15 juta orang. “Kita berharap melalui Minangkabau Expo itu nanti para turisman yang berkunjung ke Malaysia bisa melanjutkan perjalannya ke Sumatra Barat,” ujar Firdaus. Firdaus menambahkan, meski terkenal dekat, Malaysia belum begitu tergarap oleh Sumatra Barat untuk menggaet wisatawan negara itu dan mancanegara untuk bisa berkunjung ke Sumbar. Karena itu, kata dia, kita harus memperbanyak ivent di Malaysia. Dengan adanya keinginan pernatau Minang yang jumlahnya di Malaysia cukup besar, Firdaus optimis mereka bisa diberdayakan menjadi “duta-duta” wisata Ranah Minang di masa mendatang. Untuk rencana besar ini, pihak pemuka masyarakat Minang Kuala Lumpur dan Firdaus sendiri sudah menemui Tan Sri Rais Yatim (Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia) yang cukup dekat dengan masyarakat Minangkabau, untuk membicarakan rencana kegiatan tersebut. Dalam pertemuan itu, kata Firdaus, pihaknya sudah diminta untuk segera menjadwalkan pertemuan dengan istri Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Rosmah yang berasal dari Bukittinggi untuk membicarakan masalah ini. Hal strategis lainnya yang juga memiliki nilai historis dan strategis, sebut Firdaus adalah keinginan perantau Malaysia untuk membangun Rumah Gadang (bagonjong) Minangkabau di Kuala Lumpur. Selain untuk dijadikan sekretariat organisasi Minang di Kuala Lumpur, Rumah Gadang itu nantinya juga bisa digunakan untuk berbagai pertemuan masyarakat Minang dan dapat pula menjadi salah satu ikon wisata guna menarik minat turisman untuk datang ke Sumatra Barat. “Ya, seperti rumah gadang kita di Jawa Timur lah,” ujar Firdaus. Meski kultur budaya Negara Bagian Seremban Negeri IX punya kaitan erat dengan Minangkabau, namun di Kuala Lumpur memang tidak ada rumah gadang berciri Minang, kecuali berupa replika di sejumlah tempat di Malaysia untuk menunjukkan gaya rumah bagonjong negeri IX. Gelar Kehormatan Tahun 2010 lalu, Pemda Sumatra Barat yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Pemasaran, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menggelar Minangkabau Food Festival di ibukota negara jiran itu. Waktu itu Minangkabau Food Festival ini dibuka resmi oleh Rais Yatim bersama Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Dai Bachtiar. Namun jauh sebelumnya, Dirjen Pemasaran, Kembudpar, DR. Sapta Nirwandar pernah menggagas pemberian gelar kehormatan budaya Minangkabau untuk Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Badawi. Namun karena terjadi perubahan politik yang begitu cepat, rencana itu akhirnya diurungkan. Kasubdit Promosi Wisata Wilayah I Sumatra, Raseno Arya, yang dihubungi di Padang akhir pekan ini, menyebutkan rencana pemberian gelar kehormatan untuk PM Najib bisa saja diwacanakan kembali. Apalagi beliau (Najib) adalah