Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-08 Terurut Topik Akmal N. Basral

Kalau mambaco panjelehan Mak Muchlis Hamid di bawah ko, nan takasan lebih 
mancaliak kajadian 2005 dan 2012 sebagai direct approach ketimbang indirect 
approach, ambo satuju bahwa nan tajadi adalah direct approach.

Kuncinyo pada partisipasi bukan mobilisasi jiko kito maminjam model 
dikotomis Ulf Sundhaussen,

Salam,

Akmal N. Basral 

Sent from my iPad

On Dec 8, 2012, at 4:12 PM, Muchlis Hamid hamid_much...@yahoo.com wrote:

 Pak Saaf,
 
 Diskusi ini makin menarik setelah beradu pemikiran Pak Saaf dan Nakan Akmal. 
 3 on 3 masing-masing pada direct and indirect approach, 
 
 Saya ingin menunjukkan kejadian di Solok 2005 dan 2012 di bidang adat. Kita 
 bisa duduk bersama dan bicara tentang adat dan agama (ABS-SBK juga 
 dibicarakan). Pada kedua kejadian ini Pak Saaf ikut aktif bahkan pada 2005 
 Pak Saaf ikut hadir di Koto Baru Solok. Pada kejadian kedua Pak Saaf 
 memberikan masukan yang sangat berarti.
 
 Ide untuk menindaklanjuti hasil Musyawarah Adat 2005 kita bawa ke Padang. 
 Kita ajak pakar-pakar Unand untuk sharing. Mereka antusias dan ikut bahkan 
 didorong oleh Dekan FH dengan memberikan surat tugas resmi dari Fakultas. 
 Demikian pula kepada Ninik Mamak kita bawakan cara yang sama.
 
 Kita hanya membawa ide, semua makalah muncul dari ranah dan pelaksanaan oleh 
 sanak-sanak kita di daerah.
 
 Apakah ini dapat digolongkan kepada indirect approach, bukan direct approach 
 pada adat, agama dan politik?
 
 Salam,
 
 Muchlis Hamid
 
 
 
 
 
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 To: rantaunet@googlegroups.com rantaunet@googlegroups.com 
 Cc: Rantau Net rantaunet@googlegroups.com 
 Sent: Saturday, December 8, 2012 3:03 PM
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 
 Mak Darwin NAH,
 terima kasih ateh sharing pikirannya, tapi manuruik ambo ini agak berbeda 
 entry point-nya dari posting awal Pak Saaf.
 
 CSR = Corporate Social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Korporasi. Titik 
 beratnya pada korporasi. Yang sedang ditawarkan Pak Saaf adalah model 
 imajiner 3 on 3 dari Masyarakat Minang, khususnya yang terlihat dari 
 Palanta ini. 3 hal yang menyatukan (kuliner, wisata, sastra) vis-a-vis 3 
 hal yang sulit menyatakan (adat, agama, politik).
 
 Sinyalemen Pak Saaf itu sesungguhnya bukan partikularitas yang hanya berlaku 
 di Minang. Kerisauan yang sama pernah menggayuti pemikiran Prof. Abdussalam, 
 Nobelis Fisika asal Pakistan, ketika melihat bangsanya dan India yang berasal 
 dari rahim subetnis yang sama terjebak dalam pertikaian tiada akhir. Jika 
 orang India dan Pakistan bertemu, Abdussalam memulai pernyataannya dengan 
 getir, Mereka akan saling bacok kepala. Tapi jika keduanya ahli fisika, 
 mereka bisa langsung akrab seketika.
 
 Dalam konteks ini maka kuliner, wisata, sastra bagi suku-suku Minang, 
 adalah seperti halnya fisika bagi Pakistan-India, yang mempertemukan. 
 Kuliner, lebih dari sekadar aktivitas memindahkan makanan dari luar tubuh ke 
 dalam perut, dalam semua peradaban adalah aktivitas  pertemuan, aktivitas 
 yang menyatukan. Keluarga modern yang tercerai-berai kesibukan mereka, 
 akan bertemu di meja makan pada malam hari. Pada masyarakat berburu, 
 perdamaian pascaperang ditandai dengan makan bersama. Dalam keadaan 
 non-perang, konsep kuliner, terutama saat makan bersama, adalah momen 
 penyatuan pengalaman bersama (bukankah itu juga yang menjadi dasar filosofi 
 makan bajamba?) 
 
 Demikian juga halnya dengan sastra, dalam konteks Palanta ini adalah proyek 
 Antologi Ranah, Aktivitas yang dulu bersifat sangat individual (mana ada pada 
 jaman Balai Pustaka para pujangga mau sharing menulis bersama, semua 
 melahirkan karya individual), kini mempunyai kesempatan untuk menulis 
 bajamba. Duduk basilo basamo, ndak ado senioritas yunioritas, membincangkan 
 apa yang bisa dibuat sebagai produk kolektif, namun pada saat yang sama 
 masing-masing karya juga harus memancarkan keunikannya sendiri.
 
 Karena itu ketika Pak Saaf melihat ini sebagai aplikasi dari The Theory of 
 Indirect Approach-nya BL Hart (yang awalnya murni teori militer dengan dua 
 asumsi Hart seperti saya kutip sebelumnya), saya masih agak ragu bahwa yang 
 terjadi adalah sebuah Indirect Approach, karena what read between those 
 lines, yang tak terucap Pak Saaf adalah: dengan begitu 3 hal yang kurang 
 menyatukan warga Minang (adat, agama, politik) pastilah sebuah Direct 
 Approach
 
 Nah, dari fakta 3 on 3 yang kasat mata, kini diskusi memasuki model 
 teoritis Indirect Approach (kuliner, wisata, sastra) versus Direct 
 Approach (adat, agama, politik).
 
 Pertanyaan no. 1: Apakah dikotomi di atas valid? Menurut saya tidak 
 sesederhana itu. 
 
 Tapi mengingat ini diskusi terbuka, silakan yang lain menanggapi dulu, dengan 
 sementara mengenyampingkan pendekatan mengenai model dan fungsi CSR karena 
 community development (ComDev) yang saya sebutkan sebelumnya memiliki skala 
 lebih luas dari CSR, di mana peran korporasi hanya salah satu bagian saja 
 dari ComDev.
 
 Salam

[R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Dr Saafroedin Bahar
Sekedar pengisi waktu luang, boleh setuju boleh tidak. Menurut penglihatan saya 
setelah memperhatikan wacana di Rantau Net ini, ada tiga hal yang bisa 
menyatukan orang Minang, yaitu : makanan / kuliner; keindahan alam; dan 
kesenian, khususnya seni sastra. Jika diurus dengan baik, berpotensi sebagai 
titik kuat dalam Bidang pariwisata.

Tapi nampaknya juga ada tiga hal yang susah untuk mencari kesepakatan di 
kalangan orang Minang, yaitu tentang adat, tentang agama, dan tentang politik, 
dimana terjadi  sengketa tiada putus( Jeff Hadler ) dan.goyahnya 
tangga menuju  mufakat ( von Benda-Bekmann ). Hati-hati, karena bisa langsung 
menuai kecurigaan. ABS SBK nampaknya menyentuh tiga bidang ini, sehingga susah 
untuk ditindaklanjuti. 

Wallahualambissawab.
 
Teriring salam. Dikirim dari iPad saya

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Akmal N. Basral
Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
Minang itu, yakni:
1. Makanan/kuliner
2. Keindahan alam/wisata
3. Kesenian/sastra
maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
pemberdayaan ekonomi.

Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar 
kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan 
alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), 
Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). 
Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 
15 subsektor EK (40 %).

Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk 
diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang.

Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony 
Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art 
(NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force 
(1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan 
CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk 
mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa.

Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama 
Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur 
masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi, seperti Palanta RN 
yang memiliki ragam anggota dari berbagai keahlian, bisa ikut menjadi motor 
perubahan.

Jika Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh saja bisa, seorang diri pada awalnya, 
lewat ide Grameen Bank yang meminjamkan kredit mikro bagi warga supermiskin 
untuk membeli barang produktif sederhana seperti payung dan telepon genggam, 
Palanta RN ini saja memiliki berapa orang Doktor dan Profesor? 

Fokus pada pengembangan EK bisa menjadi jalan alternatif yang powerful jika 
potensi yang sudah ada, namun masih terserak, bisa dikoordinasi dalam sebuah 
master plan jangka pendek (katakanlah 5 tahun) yang kohesif, sambil tetap 
menjaga kemandirian masing-masing subsektor EK yang ada.

Silakan tema menarik yang digulirkan Pak Saaf ini dilanjutkan sanak palanta 
lain yang mendalami EK. 

Salam,

Akmal N. Basral


On Dec 7, 2012, at 6:18 PM, Dr Saafroedin Bahar saaf10...@yahoo.com wrote:

 Sekedar pengisi waktu luang, boleh setuju boleh tidak. Menurut penglihatan 
 saya setelah memperhatikan wacana di Rantau Net ini, ada tiga hal yang bisa 
 menyatukan orang Minang, yaitu : makanan / kuliner; keindahan alam; dan 
 kesenian, khususnya seni sastra. Jika diurus dengan baik, berpotensi sebagai 
 titik kuat dalam Bidang pariwisata.
 
 Tapi nampaknya juga ada tiga hal yang susah untuk mencari kesepakatan di 
 kalangan orang Minang, yaitu tentang adat, tentang agama, dan tentang 
 politik, dimana terjadi  sengketa tiada putus( Jeff Hadler ) dan.
 goyahnya tangga menuju  mufakat ( von Benda-Bekmann ). Hati-hati, karena bisa 
 langsung menuai kecurigaan. ABS SBK nampaknya menyentuh tiga bidang ini, 
 sehingga susah untuk ditindaklanjuti. 
 
 Wallahualambissawab.
 
 Teriring salam. Dikirim dari iPad saya
 
 -- 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
 - DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
 - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
 http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
 - Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 - Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
 subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 
 
 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Dr Saafroedin Bahar
Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah 
menggeliat lagi.
Wassalam,
SB. 
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
Minang itu, yakni:
1. Makanan/kuliner
2. Keindahan alam/wisata
3. Kesenian/sastra
maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
pemberdayaan ekonomi.

Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar 
kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan 
alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), 
Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). 
Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 
15 subsektor EK (40 %).

Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk 
diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang.

Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony 
Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art 
(NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force 
(1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan 
CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk 
mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa.

Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama 
Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur 
masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi, seperti Palanta RN 
yang memiliki ragam anggota dari berbagai keahlian, bisa ikut menjadi motor 
perubahan.

Jika Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh saja bisa, seorang diri pada awalnya, 
lewat ide Grameen Bank yang meminjamkan kredit mikro bagi warga supermiskin 
untuk membeli barang produktif sederhana seperti payung dan telepon genggam, 
Palanta RN ini saja memiliki berapa orang Doktor dan Profesor? 

Fokus pada pengembangan EK bisa menjadi jalan alternatif yang powerful jika 
potensi yang sudah ada, namun masih terserak, bisa dikoordinasi dalam sebuah 
master plan jangka pendek (katakanlah 5 tahun) yang kohesif, sambil tetap 
menjaga kemandirian masing-masing subsektor EK yang ada.

Silakan tema menarik yang digulirkan Pak Saaf ini dilanjutkan sanak palanta 
lain yang mendalami EK. 

Salam,

Akmal N. Basral


On Dec 7, 2012, at 6:18 PM, Dr Saafroedin Bahar saaf10...@yahoo.com wrote:

 Sekedar pengisi waktu luang, boleh setuju boleh tidak. Menurut penglihatan 
 saya setelah memperhatikan wacana di Rantau Net ini, ada tiga hal yang bisa 
 menyatukan orang Minang, yaitu : makanan / kuliner; keindahan alam; dan 
 kesenian, khususnya seni sastra. Jika diurus dengan baik, berpotensi sebagai 
 titik kuat dalam Bidang pariwisata.
 
 Tapi nampaknya juga ada tiga hal yang susah untuk mencari kesepakatan di 
 kalangan orang Minang, yaitu tentang adat, tentang agama, dan tentang 
 politik, dimana terjadi  sengketa tiada putus( Jeff Hadler ) dan.
 goyahnya tangga menuju  mufakat ( von Benda-Bekmann ). Hati-hati, karena bisa 
 langsung menuai kecurigaan. ABS SBK nampaknya menyentuh tiga bidang ini, 
 sehingga susah untuk ditindaklanjuti. 
 
 Wallahualambissawab.
 
 Teriring salam. Dikirim dari iPad saya
 
 -- 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
 - DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
 - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
 http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
 - Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 - Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
 subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 
 
 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Akmal N. Basral
Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.

Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana 
terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, 
bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang 
hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang 
representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu).

Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 

Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama 
ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi 
menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak 
pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. 
Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan 
mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik 
antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa 
membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk 
melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga 
artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai 
topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).

Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi 
tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi 
mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The 
Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki 
lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.

Salam,

Akmal N. Basral

Sent from my iPad

On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah 
 menggeliat lagi.
 Wassalam,
 SB. 
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
 Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
 Minang itu, yakni:
 1. Makanan/kuliner
 2. Keindahan alam/wisata
 3. Kesenian/sastra
 maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
 pemberdayaan ekonomi.
 
 Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
 ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di 
 luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah 
 keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK 
 ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan 
 (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah 
 terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %).
 
 Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk 
 diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang.
 
 Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony 
 Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art 
 (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force 
 (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan 
 CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk 
 mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa.
 
 Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama 
 Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur 
 masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi, seperti Palanta RN 
 yang memiliki ragam anggota dari berbagai keahlian, bisa ikut menjadi motor 
 perubahan.
 
 Jika Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh saja bisa, seorang diri pada awalnya, 
 lewat ide Grameen Bank yang meminjamkan kredit mikro bagi warga supermiskin 
 untuk membeli barang produktif sederhana seperti payung dan telepon genggam, 
 Palanta RN ini saja memiliki berapa orang Doktor dan Profesor? 
 
 Fokus pada pengembangan EK bisa menjadi jalan alternatif yang powerful jika 
 potensi yang sudah ada, namun masih terserak, bisa dikoordinasi dalam sebuah 
 master plan

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Dr Saafroedin Bahar
Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya  pada  the 
strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk 
lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo.
Wassalam,
SB.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 
To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.

Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana 
terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, 
bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang 
hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang 
representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu).

Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 

Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama 
ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi 
menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak 
pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. 
Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan 
mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik 
antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa 
membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk 
melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga 
artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai 
topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).

Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi 
tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi 
mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The 
Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki 
lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.

Salam,

Akmal N. Basral

Sent from my iPad

On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah 
 menggeliat lagi.
 Wassalam,
 SB. 
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
 Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
 Minang itu, yakni:
 1. Makanan/kuliner
 2. Keindahan alam/wisata
 3. Kesenian/sastra
 maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
 pemberdayaan ekonomi.
 
 Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
 ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di 
 luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah 
 keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK 
 ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan 
 (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah 
 terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %).
 
 Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk 
 diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang.
 
 Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony 
 Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art 
 (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force 
 (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan 
 CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk 
 mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa.
 
 Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama 
 Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur 
 masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Akmal N. Basral
Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori 
blitzkrieg saja :)

Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi:
1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan 
dilakukan.
2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan 
ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama.

Betul begitu ya, Pak Saaf?

Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau 
kita posisi kan sebagai musuh Pak?

I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. 

Salam,

ANB



On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya  pada  
 the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi 
 utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo.
 Wassalam,
 SB.
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
 pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang 
 selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, 
 berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di 
 Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti 
 proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk 
 partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan 
 setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak 
 Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa 
 menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk 
 fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang 
 lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).
 
 Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
 bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK 
 menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek 
 utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang 
 Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku 
 jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 Sent from my iPad
 
 On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
 saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:
 
 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang 
 sudah menggeliat lagi.
 Wassalam,
 SB. 
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
 Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
 Minang itu, yakni:
 1. Makanan/kuliner
 2. Keindahan alam/wisata
 3. Kesenian/sastra
 maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
 pemberdayaan ekonomi.
 
 Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
 ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di 
 luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah 
 keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK 
 ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan 
 (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah 
 terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %).
 
 Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Dr Saafroedin Bahar
Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything 
will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk 
utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah 
lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun 
Tzu.
The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium 
musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK 
dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat.
Wassalam,
SB.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 
To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori 
blitzkrieg saja :)

Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi:
1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan 
dilakukan.
2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan 
ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama.

Betul begitu ya, Pak Saaf?

Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau 
kita posisi kan sebagai musuh Pak?

I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. 

Salam,

ANB



On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya  pada  
 the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi 
 utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo.
 Wassalam,
 SB.
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
 pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang 
 selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, 
 berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di 
 Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti 
 proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk 
 partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan 
 setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak 
 Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa 
 menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk 
 fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang 
 lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).
 
 Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
 bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK 
 menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek 
 utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang 
 Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku 
 jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 Sent from my iPad
 
 On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
 saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:
 
 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang 
 sudah menggeliat lagi.
 Wassalam,
 SB. 
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Yoen Aulina Casym
Pak Saaf nan ambo hormati

Sebagai orang MAPPAS senang juga rasanya mendengar pak Saaf bilang sekarang 
MAPPAS mulai menggeliat lagi, meskipun mungkin belum banyak artinya.

Proyek Antologi Ranah dari Akmal ini bikin ambo terusik lagi untuk meneruskan 
tulisan tentang pariwisata ranah yang sekian lama terhenti. (bahkan janji 
ketemu pak Saaf pun untuk membicarakan calon buku itupun belum sempat dilakoni).

Nah, sekarang dengan adanya Akmal, tambah lagi satu tempat ambo bisa minta 
pendapat ya Pak.

Salam,

Yoen Aulina Casym, 49
Jatiwaringin.






On 7 Des 2012, at 21:54, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote:

 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
 pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang 
 selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, 
 berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di 
 Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti 
 proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk 
 partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan 
 setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak 
 Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa 
 menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk 
 fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang 
 lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).
 
 Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
 bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK 
 menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek 
 utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang 
 Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku 
 jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 Sent from my iPad
 
 On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
 saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:
 
 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang 
 sudah menggeliat lagi.
 Wassalam,
 SB. 
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
 Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
 Minang itu, yakni:
 1. Makanan/kuliner
 2. Keindahan alam/wisata
 3. Kesenian/sastra
 maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
 pemberdayaan ekonomi.
 
 Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
 ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di 
 luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah 
 keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK 
 ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan 
 (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah 
 terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %).
 
 Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk 
 diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang.
 
 Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony 
 Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art 
 (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force 
 (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA 
 dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk 
 mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa.
 
 Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama 
 Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik anb99

Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 17:17:07 
To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything 
will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk 
utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah 
lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun 
Tzu.
The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium 
musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK 
dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat.
Wassalam,
SB.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 
To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori 
blitzkrieg saja :)

Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi:
1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan 
dilakukan.
2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan 
ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama.

Betul begitu ya, Pak Saaf?

Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau 
kita posisi kan sebagai musuh Pak?

I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. 

Salam,

ANB



On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya  pada  
 the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi 
 utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo.
 Wassalam,
 SB.
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
 pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang 
 selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, 
 berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di 
 Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti 
 proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk 
 partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan 
 setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak 
 Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa 
 menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk 
 fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang 
 lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).
 
 Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
 bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK 
 menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek 
 utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang 
 Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku 
 jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 Sent from my iPad
 
 On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
 saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:
 
 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang 
 sudah

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik anb99

Maaf talonsong terpencet tombol send tadi. Ini komentar yang lebih utuh:


Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf. Sangat inspiratif. Memang kalau 
teori Sun Tzu sudah banyak diaplikasikan dalam bisnis dan berlimpah pula buku 
yang membahas itu.

Tapi bagaimana dengan teori Hart ini bisa diterapkan dalam community 
development, Pak Saaf? Apakah setahu Pak Saaf pernah ada sebuahComDev dalam 
skala yang agak besar, baik di Indonesia maupun di negeri lain, pernah 
mengimplementasikan Indirect Approach ini dalam tahapan yang lebih taktis? 


Salam,

Akmal N. Basral


Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 23:53:32 
To: rantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.


Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 17:17:07 
To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything 
will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk 
utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah 
lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun 
Tzu.
The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium 
musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK 
dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat.
Wassalam,
SB.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 
To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori 
blitzkrieg saja :)

Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi:
1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan 
dilakukan.
2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan 
ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama.

Betul begitu ya, Pak Saaf?

Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau 
kita posisi kan sebagai musuh Pak?

I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. 

Salam,

ANB



On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya  pada  
 the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi 
 utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo.
 Wassalam,
 SB.
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
 pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang 
 selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, 
 berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di 
 Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti 
 proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk 
 partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan 
 setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak 
 Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa 
 menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk 
 fiksi, melainkan juga

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik anb99
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Pak Saaf nan ambo hormati

Sebagai orang MAPPAS senang juga rasanya mendengar pak Saaf bilang sekarang 
MAPPAS mulai menggeliat lagi, meskipun mungkin belum banyak artinya.

Proyek Antologi Ranah dari Akmal ini bikin ambo terusik lagi untuk meneruskan 
tulisan tentang pariwisata ranah yang sekian lama terhenti. (bahkan janji 
ketemu pak Saaf pun untuk membicarakan calon buku itupun belum sempat dilakoni).

Nah, sekarang dengan adanya Akmal, tambah lagi satu tempat ambo bisa minta 
pendapat ya Pak.

Salam,

Yoen Aulina Casym, 49
Jatiwaringin.






On 7 Des 2012, at 21:54, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote:

 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan 
 pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang 
 selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, 
 berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di 
 Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti 
 proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk 
 partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan 
 setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak 
 Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa 
 menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk 
 fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang 
 lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK).
 
 Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi 
 bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK 
 menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek 
 utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang 
 Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku 
 jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang.
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 Sent from my iPad
 
 On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar 
 saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:
 
 Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam 
 Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang 
 sudah menggeliat lagi.
 Wassalam,
 SB. 
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Penglihatan yang jeli, Pak Saaf.
 Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang 
 Minang itu, yakni:
 1. Makanan/kuliner
 2. Keindahan alam/wisata
 3. Kesenian/sastra
 maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 
 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif 
 pemberdayaan ekonomi.
 
 Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK 
 ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di 
 luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah 
 keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK 
 ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan 
 (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah 
 terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %).
 
 Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk 
 diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang.
 
 Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony 
 Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art 
 (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force 
 (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA 
 dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk 
 mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa.
 
 Dalam konteks Minang, saya

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Rahyussalim
Saya mau kasih jempol karena senang atas ulasan ini. Buat saya uasan ini benar2 
menambah wawasan saya yang bergelut di ruang 6 kali 4.
Tambuah ciek.

Rahyussalim
berbagi meringankan derita bangsa

-Original Message-
From: an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Sat, 8 Dec 2012 01:35:23 
To: rantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.


Ni Yoen, kalau pariwisata ini mau dilihat dari perspektif Ekonomi Kreatif bukan 
hanya dalam tataran umum, sedikitnya MAPPAS mempunyai potensi 4 x lebih besar 
dari Antologi Ranah.  Kenapa sedikitnya 4 x? Lihat posting pertama saya 
mengomentari thread ini yang menelisik beberapa subsektor EK. Lebih baik 4 
subsektor itu yang dioptimalkan.

Kalau mau ditambah dengan subsektor EK lain yakni film, maka keindahan alam 
Minang sebagai lokasi film (dalam hal ini mencakup sinetron/FTV dll produk 
audio visual) menjadi kekuatan kelima, karena potensi ekonomi wisatawan 
perfilman yang besar dibandingkan wisatawan individual yang menghabiskan waktu 
yang sama. 

Saat saya mengikuti Busan International Film Festival, Korea Selatan (2006) 
saya bertemu beberapa anggota penggodok RUU Perfilman dari Komisi X yang 
dipimpin Hakam Naja (PAN). Waktu itu Dubes RI adalah Jacob Tobing (Golkar). 
Asumsi HJ dan Tim RUU Perfilman saat itu masih sama dengan asumsi birokrat 
puluham tahun sebelumnya, terutama pada masa Harmoko, bahwa Indonesia sangat 
potensial sebagai lokasi film-film besar karena alamnya indah, ada Borobudur, 
ada Danau Toba, dll.

Ini paradigma lama. Saya sampaikan pada saat itu bahwa yang membuat Selandia 
Baru terpilih sebagai surga syuting bagi film-film genre high fantasy seperti 
Hercules, Xena, Trilogi Lord of The Ring, Chronicles of Narnia dll, bukan hanya 
akibat keindahan alam per se. Tapi juga kemudahan investasi (perfilman) 
berupa, dan yang paling utama, penerapan tax deduction yang signifikan.

Tahun 2006 itu, Irlandia kampanye besar-besaran untuk menarik sineas dunia agar 
membuat film di sana dengan mereduksi pajak sampai 25 %. Dalam bujet major film 
yang bisa jutaan USD, that means a lot! Irlandia apa kurang cantiknya alam dan 
budaya mereka? Toh mereka bukan favorit tempat pembuatan film sebelumnya sampai 
menerapkan kebijakan itu. 

Sekitar tahun yang sama Australia juga kampanye jor-joran untuk menyaingi 
Selandia Baru. Maskapai mereka Qantas bahkan sampai bersedia membuat kompetisi 
bagi sineas muda di Indonesia untuk mengeksplorasi sudut-sudut negeri itu dalam 
format film indie (karena mereka melihat banyaknya pelajar dan mahasiswa 
Indonesia di sana). Saya tahu persis hal ini karena terlibat sebagai salah 
seorang yang menginisiasi program awal via Ad Agency Qantas di Indonesia. 

Dalam 2-3 tahun terakhir, Turki yang gila-gilaan menggaet devisa dengan cara 
ini. Dalam sebulan terakhir di Indonesia, juga di seluruh dunia, sedikitnya ada 
dua film blockbuster yang menjadikan Istanbul sebagai setting cerita, Taken 2 
(Liam Neeson) dan Skyfall, seri terbaru James Bond. Yang sudah nonton salah 
satu dari 2 film ini, pasti tahu bagaimana Istanbul bisa muncul dengan kekhasan 
atap rumah yang saling menyambung dengan semacam pematang kecil yang membuat 
adegan balap motor bisa terlihat khas dan mencekam karena berlangsung di atap 
rumah! 
Yang sudah nonton 2 film itu akan tahu, bahwa lokasi syuting adalah ... sama! 

Rumah-rumah itu sejak dulu sudah ada, dengan segala kekhasannya. Tetapi 
kejelian EK yang membuat sesuatu yang given itu memiliki nilai tambah baru. 
Rumah-rumah Turki itu bukan hanya dekorasi pasif yang menjadi latar belakang 
pemandangan, tapi bagian integral dari cerita.

Rumah gadang Minang bagaimana? Apakah cukup hanya sebagai dekorasi pasif atau 
mau dioptimalisasi? MAPPAS bisa dapat PR banyak dari sini. :)

Balik ke potensi MAPPAS dan potensi wisata Minang dalam konteks EK, coba lihat 
sejak awal 2000, berapa film besar (level Indonesia) yang dibuat di Sumbar? 
Hanya Di Bawah Lindungan Ka'bah (2011) yang dibuat Hanny Saputra dari roman 
Buya Hamka. Itupun karena setting lokasi di dalam novel yang memang di Sumbar. 
Tapi feature film baru yang memasukkan Sumbar by design? Nehi.

Bandingkan dengan Papua yang untuk periode sama melahirkan Ijinkan Aku 
Menciummu Sekali Saja (Garin Nugroho), Denias (John de Rantau, yang anak 
Minang) dan terbaru Di Timur Matahari (Ari Sihasale). Tahun depan, rencananya 
akan dibuat Senja di Kaimana. 

Kalau ditambah dengan film-film yang mengambil lokasi Timur lainnya, 
ketertinggalan Sumbar makin jauh. Ada Tanah Air Beta (Ari Sihasale, lokasi 
NTT/Atambua), Sepeda Kumbang (Ari Sihasale lagi, Sumbawa), dan yang terbaru 
Atambua 39 derajat Celsius (Riri Riza).

Kenapa film jadi primadona? Karena dalam film seluruh elemen subsektor EK bisa 
tercakup, optimalisasi pariwisata dalam kecepatan penuh. 

Jadi, kalau sekarang konsentrasi MAPPAS mau bikin buku pariwisata, itu hanya 
semangkuk es batu dari gunung

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Dr Saafroedin Bahar
Bung Akmal, kalau saya tidak salah, Liddle Hart juga menimba inspirasi dari Sun 
Tzu. Setahu saya, belum ada program ComDev berskala besar yg secara langsung 
didasarkan pada the strategy of indirect approach ini. Hal ini berarti 
peluang bagi kita cq MAPPAS utk mengujicoba. Gagasan yg bung Akmal tawarkan ttg 
EK rasanya sudah merupakan titik tolak yang bagus. 
Wassalam,
SB.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Sat, 8 Dec 2012 00:02:42 
To: rantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.


Maaf talonsong terpencet tombol send tadi. Ini komentar yang lebih utuh:


Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf. Sangat inspiratif. Memang kalau 
teori Sun Tzu sudah banyak diaplikasikan dalam bisnis dan berlimpah pula buku 
yang membahas itu.

Tapi bagaimana dengan teori Hart ini bisa diterapkan dalam community 
development, Pak Saaf? Apakah setahu Pak Saaf pernah ada sebuahComDev dalam 
skala yang agak besar, baik di Indonesia maupun di negeri lain, pernah 
mengimplementasikan Indirect Approach ini dalam tahapan yang lebih taktis? 


Salam,

Akmal N. Basral


Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 23:53:32 
To: rantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.


Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 17:17:07 
To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything 
will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk 
utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah 
lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun 
Tzu.
The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium 
musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK 
dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat.
Wassalam,
SB.
Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.

-Original Message-
From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 
To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori 
blitzkrieg saja :)

Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi:
1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan 
dilakukan.
2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan 
ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama.

Betul begitu ya, Pak Saaf?

Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau 
kita posisi kan sebagai musuh Pak?

I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. 

Salam,

ANB



On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar 
saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote:

 Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya  pada  
 the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi 
 utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo.
 Wassalam,
 SB.
 Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita.
 
 -Original Message-
 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 
 Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi.
 
 Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di 
 Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, 
 sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin 
 di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari 
 Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda 
 wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The 
 Hills, Juni lalu).
 
 Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski 
 belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah 
 terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. 
 
 Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan

Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik Reni Sisri Yanti
Da Mal

batua sekali yang da Mal caritoan bahwa Sinema sangek2 bapangaruah ka 
Pariwisata, caliaklah di TV Nasional awak...saminggu tu ado barakali sinetron 
yang maambia tampek shooting di Bali dan di Jogja, banyak...ndak tahituang 
laiSumbar ??? 

contoh pangaruahnyokarano kebanyakan sinetron yg maambiak lokasi tu 
mancaritokan carito remaja dan ditayangkan di jam yang mano anak2 masih tajago 
apolai kalo sadang libur anak2 tu sampai punyo keinginan pai ka sinan..atau 
ingin baliak ka sinan

ponakan Reni kalau la manonton sinetron tu pasti langsuang bacaloteh...kalau 
inyo alun pernah ka sinan nah la sibuk inyo marayu2 apak jo amak e terakhir 
tantu tante e...nah kalau inyo lah pernah ka sinanbacaloteh pulo inyo 
sampai kalah pulo dari carito sinetron tu..ujuang2nyo Tante aku ingin 
kesana lagi ah.belom puas

anak remaja sajo la terbius akan pesona2 alam di sinetron2 tersebutapolai 
yg lain ??

tapi alhamdulillah..MAPPAS sudah mulai mengenalkan Pesona Ranah MinangKabau 
walau baru sedikit bana lewat kalender...

iko carito di kantou Reni, kebetulan stock kalender ado di kantou dan karyawan 
mancigok2 kalender tu...yg urang Jawa takagum2 sampai batanyo2...Reni emang ado 
Kereta api di Padang ? ( wakatu mancaliak foto da Nof ) foto uda wak ko subana 
rancakpemandangan danau Singkarak jo Kereta api ko sungguh indahnah 
kawan ambo yg dari Padang lain menerangkan soal object wisata tu.dan 
ujuang2nyo batanyo Kapan kita jalan2 ke sana Ren ?  

Ranah Minangkabau adolah kawasan konservasi yang memiliki potensi sebagai 
industri wisata alam yang sangaik2 bervariasi, tersebar dalam berbagai unit dan 
luas, babagai kegiatan potensia bisa dikembangkan saroman 
tracking,hiking,rafling , interpretasi alan dan lingkungan, outbound, sepeda 
gunung,berkemah dan fotografi, malah bisa meliputi kegiatan 
snorling,diving,fishing, surfing,wind wurfing,ski air, tapikasadonyo bisa 
terwujud kalau ado dukungan untuk pengembangan sagalo macam wisata alam ko 
dengan berbagai pihak , peraturan dan lembaga2 yang mandukuang tantu dengan 
menyelesaikan masalah2 teknis terkait ketentuan2 yang berlaku...dan banyak lagi 
kendala untuk pengembangan pariwisata alam awak ko , saroman produk pariwisata 
alam yg alun dikemas dalam paket wisata yang menarik dan terjangkau, Promosi 
dan informasi yang kurang, terbatasnyo sarana dan prasarana penunjang serta 
minimnyo pelatihan pendidikan bidang perencanaan , penyelenggaraan dan
 pemantauan pariwasata itulah yang marupoan beberapo permasalah yang mahambek 
berkembangnyo sektor wisata tsb.

Jadi ? Siapo ? Apo ? Bilo ? awak yo cuma bisa batanyo2 ? saroman pertanyaan 
ponakan2 Reni, Tante...kapan ada sinetron seperti ini yang menayangkan 
keindahan alam kampung kita ? 


 

 
Renny.Bintara




 From: an...@yahoo.com an...@yahoo.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Saturday, December 8, 2012 8:35 AM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 

Ni Yoen, kalau pariwisata ini mau dilihat dari perspektif Ekonomi Kreatif bukan 
hanya dalam tataran umum, sedikitnya MAPPAS mempunyai potensi 4 x lebih besar 
dari Antologi Ranah.  Kenapa sedikitnya 4 x? Lihat posting pertama saya 
mengomentari thread ini yang menelisik beberapa subsektor EK. Lebih baik 4 
subsektor itu yang dioptimalkan.

Kalau mau ditambah dengan subsektor EK lain yakni film, maka keindahan alam 
Minang sebagai lokasi film (dalam hal ini mencakup sinetron/FTV dll produk 
audio visual) menjadi kekuatan kelima, karena potensi ekonomi wisatawan 
perfilman yang besar dibandingkan wisatawan individual yang menghabiskan waktu 
yang sama. 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





Bls: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.

2012-12-07 Terurut Topik de . pandeka
Assalammualaikum, perkenalkan namo awak Deri Ilham, tingga di Pariaman tapeknyo 
di Nagari Kasang. Awak baru bagabuang di Grup iko mah Uda, Uni, Apak, Mande, 
dari ujuag sampai pangka, dak basabuik namo jo gala. maaf sarato rila, ambo nak 
nio juo sato ma otak-ota ketek, untuk kampuang halaman..





 Dari: an...@yahoo.com an...@yahoo.com
Kepada: rantaunet@googlegroups.com 
Dikirim: Sabtu, 8 Desember 2012 8:35
Judul: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
 

Ni Yoen, kalau pariwisata ini mau dilihat dari perspektif Ekonomi Kreatif bukan 
hanya dalam tataran umum, sedikitnya MAPPAS mempunyai potensi 4 x lebih besar 
dari Antologi Ranah.  Kenapa sedikitnya 4 x? Lihat posting pertama saya 
mengomentari thread ini yang menelisik beberapa subsektor EK. Lebih baik 4 
subsektor itu yang dioptimalkan.

Kalau mau ditambah dengan subsektor EK lain yakni film, maka keindahan alam 
Minang sebagai lokasi film (dalam hal ini mencakup sinetron/FTV dll produk 
audio visual) menjadi kekuatan kelima, karena potensi ekonomi wisatawan 
perfilman yang besar dibandingkan wisatawan individual yang menghabiskan waktu 
yang sama. 

Saat saya mengikuti Busan International Film Festival, Korea Selatan (2006) 
saya bertemu beberapa anggota penggodok RUU Perfilman dari Komisi X yang 
dipimpin Hakam Naja (PAN). Waktu itu Dubes RI adalah Jacob Tobing (Golkar). 
Asumsi HJ dan Tim RUU Perfilman saat itu masih sama dengan asumsi birokrat 
puluham tahun sebelumnya, terutama pada masa Harmoko, bahwa Indonesia sangat 
potensial sebagai lokasi film-film besar karena alamnya indah, ada Borobudur, 
ada Danau Toba, dll.

Ini paradigma lama. Saya sampaikan pada saat itu bahwa yang membuat Selandia 
Baru terpilih sebagai surga syuting bagi film-film genre high fantasy seperti 
Hercules, Xena, Trilogi Lord of The Ring, Chronicles of Narnia dll, bukan hanya 
akibat keindahan alam per se. Tapi juga kemudahan investasi (perfilman) 
berupa, dan yang paling utama, penerapan tax deduction yang signifikan.

Tahun 2006 itu, Irlandia kampanye besar-besaran untuk menarik sineas dunia agar 
membuat film di sana dengan mereduksi pajak sampai 25 %. Dalam bujet major film 
yang bisa jutaan USD, that means a lot! Irlandia apa kurang cantiknya alam dan 
budaya mereka? Toh mereka bukan favorit tempat pembuatan film sebelumnya sampai 
menerapkan kebijakan itu. 

Sekitar tahun yang sama Australia juga kampanye jor-joran untuk menyaingi 
Selandia Baru. Maskapai mereka Qantas bahkan sampai bersedia membuat kompetisi 
bagi sineas muda di Indonesia untuk mengeksplorasi sudut-sudut negeri itu dalam 
format film indie (karena mereka melihat banyaknya pelajar dan mahasiswa 
Indonesia di sana). Saya tahu persis hal ini karena terlibat sebagai salah 
seorang yang menginisiasi program awal via Ad Agency Qantas di Indonesia. 

Dalam 2-3 tahun terakhir, Turki yang gila-gilaan menggaet devisa dengan cara 
ini. Dalam sebulan terakhir di Indonesia, juga di seluruh dunia, sedikitnya ada 
dua film blockbuster yang menjadikan Istanbul sebagai setting cerita, Taken 2 
(Liam Neeson) dan Skyfall, seri terbaru James Bond. Yang sudah nonton salah 
satu dari 2 film ini, pasti tahu bagaimana Istanbul bisa muncul dengan kekhasan 
atap rumah yang saling menyambung dengan semacam pematang kecil yang membuat 
adegan balap motor bisa terlihat khas dan mencekam karena berlangsung di atap 
rumah! 
Yang sudah nonton 2 film itu akan tahu, bahwa lokasi syuting adalah ... sama! 

Rumah-rumah itu sejak dulu sudah ada, dengan segala kekhasannya. Tetapi 
kejelian EK yang membuat sesuatu yang given itu memiliki nilai tambah baru. 
Rumah-rumah Turki itu bukan hanya dekorasi pasif yang menjadi latar belakang 
pemandangan, tapi bagian integral dari cerita.

Rumah gadang Minang bagaimana? Apakah cukup hanya sebagai dekorasi pasif atau 
mau dioptimalisasi? MAPPAS bisa dapat PR banyak dari sini. :)

Balik ke potensi MAPPAS dan potensi wisata Minang dalam konteks EK, coba lihat 
sejak awal 2000, berapa film besar (level Indonesia) yang dibuat di Sumbar? 
Hanya Di Bawah Lindungan Ka'bah (2011) yang dibuat Hanny Saputra dari roman 
Buya Hamka. Itupun karena setting lokasi di dalam novel yang memang di Sumbar. 
Tapi feature film baru yang memasukkan Sumbar by design? Nehi.

Bandingkan dengan Papua yang untuk periode sama melahirkan Ijinkan Aku 
Menciummu Sekali Saja (Garin Nugroho), Denias (John de Rantau, yang anak 
Minang) dan terbaru Di Timur Matahari (Ari Sihasale). Tahun depan, rencananya 
akan dibuat Senja di Kaimana. 

Kalau ditambah dengan film-film yang mengambil lokasi Timur lainnya, 
ketertinggalan Sumbar makin jauh. Ada Tanah Air Beta (Ari Sihasale, lokasi 
NTT/Atambua), Sepeda Kumbang (Ari Sihasale lagi, Sumbawa), dan yang terbaru 
Atambua 39 derajat Celsius (Riri Riza).

Kenapa film jadi primadona? Karena dalam film seluruh elemen subsektor EK bisa 
tercakup, optimalisasi pariwisata dalam kecepatan penuh. 

Jadi, kalau sekarang konsentrasi MAPPAS mau