Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Kalau mambaco panjelehan Mak Muchlis Hamid di bawah ko, nan takasan lebih mancaliak kajadian 2005 dan 2012 sebagai direct approach ketimbang indirect approach, ambo satuju bahwa nan tajadi adalah direct approach. Kuncinyo pada partisipasi bukan mobilisasi jiko kito maminjam model dikotomis Ulf Sundhaussen, Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 8, 2012, at 4:12 PM, Muchlis Hamid hamid_much...@yahoo.com wrote: Pak Saaf, Diskusi ini makin menarik setelah beradu pemikiran Pak Saaf dan Nakan Akmal. 3 on 3 masing-masing pada direct and indirect approach, Saya ingin menunjukkan kejadian di Solok 2005 dan 2012 di bidang adat. Kita bisa duduk bersama dan bicara tentang adat dan agama (ABS-SBK juga dibicarakan). Pada kedua kejadian ini Pak Saaf ikut aktif bahkan pada 2005 Pak Saaf ikut hadir di Koto Baru Solok. Pada kejadian kedua Pak Saaf memberikan masukan yang sangat berarti. Ide untuk menindaklanjuti hasil Musyawarah Adat 2005 kita bawa ke Padang. Kita ajak pakar-pakar Unand untuk sharing. Mereka antusias dan ikut bahkan didorong oleh Dekan FH dengan memberikan surat tugas resmi dari Fakultas. Demikian pula kepada Ninik Mamak kita bawakan cara yang sama. Kita hanya membawa ide, semua makalah muncul dari ranah dan pelaksanaan oleh sanak-sanak kita di daerah. Apakah ini dapat digolongkan kepada indirect approach, bukan direct approach pada adat, agama dan politik? Salam, Muchlis Hamid From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com To: rantaunet@googlegroups.com rantaunet@googlegroups.com Cc: Rantau Net rantaunet@googlegroups.com Sent: Saturday, December 8, 2012 3:03 PM Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Mak Darwin NAH, terima kasih ateh sharing pikirannya, tapi manuruik ambo ini agak berbeda entry point-nya dari posting awal Pak Saaf. CSR = Corporate Social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Korporasi. Titik beratnya pada korporasi. Yang sedang ditawarkan Pak Saaf adalah model imajiner 3 on 3 dari Masyarakat Minang, khususnya yang terlihat dari Palanta ini. 3 hal yang menyatukan (kuliner, wisata, sastra) vis-a-vis 3 hal yang sulit menyatakan (adat, agama, politik). Sinyalemen Pak Saaf itu sesungguhnya bukan partikularitas yang hanya berlaku di Minang. Kerisauan yang sama pernah menggayuti pemikiran Prof. Abdussalam, Nobelis Fisika asal Pakistan, ketika melihat bangsanya dan India yang berasal dari rahim subetnis yang sama terjebak dalam pertikaian tiada akhir. Jika orang India dan Pakistan bertemu, Abdussalam memulai pernyataannya dengan getir, Mereka akan saling bacok kepala. Tapi jika keduanya ahli fisika, mereka bisa langsung akrab seketika. Dalam konteks ini maka kuliner, wisata, sastra bagi suku-suku Minang, adalah seperti halnya fisika bagi Pakistan-India, yang mempertemukan. Kuliner, lebih dari sekadar aktivitas memindahkan makanan dari luar tubuh ke dalam perut, dalam semua peradaban adalah aktivitas pertemuan, aktivitas yang menyatukan. Keluarga modern yang tercerai-berai kesibukan mereka, akan bertemu di meja makan pada malam hari. Pada masyarakat berburu, perdamaian pascaperang ditandai dengan makan bersama. Dalam keadaan non-perang, konsep kuliner, terutama saat makan bersama, adalah momen penyatuan pengalaman bersama (bukankah itu juga yang menjadi dasar filosofi makan bajamba?) Demikian juga halnya dengan sastra, dalam konteks Palanta ini adalah proyek Antologi Ranah, Aktivitas yang dulu bersifat sangat individual (mana ada pada jaman Balai Pustaka para pujangga mau sharing menulis bersama, semua melahirkan karya individual), kini mempunyai kesempatan untuk menulis bajamba. Duduk basilo basamo, ndak ado senioritas yunioritas, membincangkan apa yang bisa dibuat sebagai produk kolektif, namun pada saat yang sama masing-masing karya juga harus memancarkan keunikannya sendiri. Karena itu ketika Pak Saaf melihat ini sebagai aplikasi dari The Theory of Indirect Approach-nya BL Hart (yang awalnya murni teori militer dengan dua asumsi Hart seperti saya kutip sebelumnya), saya masih agak ragu bahwa yang terjadi adalah sebuah Indirect Approach, karena what read between those lines, yang tak terucap Pak Saaf adalah: dengan begitu 3 hal yang kurang menyatukan warga Minang (adat, agama, politik) pastilah sebuah Direct Approach Nah, dari fakta 3 on 3 yang kasat mata, kini diskusi memasuki model teoritis Indirect Approach (kuliner, wisata, sastra) versus Direct Approach (adat, agama, politik). Pertanyaan no. 1: Apakah dikotomi di atas valid? Menurut saya tidak sesederhana itu. Tapi mengingat ini diskusi terbuka, silakan yang lain menanggapi dulu, dengan sementara mengenyampingkan pendekatan mengenai model dan fungsi CSR karena community development (ComDev) yang saya sebutkan sebelumnya memiliki skala lebih luas dari CSR, di mana peran korporasi hanya salah satu bagian saja dari ComDev. Salam
[R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Sekedar pengisi waktu luang, boleh setuju boleh tidak. Menurut penglihatan saya setelah memperhatikan wacana di Rantau Net ini, ada tiga hal yang bisa menyatukan orang Minang, yaitu : makanan / kuliner; keindahan alam; dan kesenian, khususnya seni sastra. Jika diurus dengan baik, berpotensi sebagai titik kuat dalam Bidang pariwisata. Tapi nampaknya juga ada tiga hal yang susah untuk mencari kesepakatan di kalangan orang Minang, yaitu tentang adat, tentang agama, dan tentang politik, dimana terjadi sengketa tiada putus( Jeff Hadler ) dan.goyahnya tangga menuju mufakat ( von Benda-Bekmann ). Hati-hati, karena bisa langsung menuai kecurigaan. ABS SBK nampaknya menyentuh tiga bidang ini, sehingga susah untuk ditindaklanjuti. Wallahualambissawab. Teriring salam. Dikirim dari iPad saya -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang. Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa. Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi, seperti Palanta RN yang memiliki ragam anggota dari berbagai keahlian, bisa ikut menjadi motor perubahan. Jika Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh saja bisa, seorang diri pada awalnya, lewat ide Grameen Bank yang meminjamkan kredit mikro bagi warga supermiskin untuk membeli barang produktif sederhana seperti payung dan telepon genggam, Palanta RN ini saja memiliki berapa orang Doktor dan Profesor? Fokus pada pengembangan EK bisa menjadi jalan alternatif yang powerful jika potensi yang sudah ada, namun masih terserak, bisa dikoordinasi dalam sebuah master plan jangka pendek (katakanlah 5 tahun) yang kohesif, sambil tetap menjaga kemandirian masing-masing subsektor EK yang ada. Silakan tema menarik yang digulirkan Pak Saaf ini dilanjutkan sanak palanta lain yang mendalami EK. Salam, Akmal N. Basral On Dec 7, 2012, at 6:18 PM, Dr Saafroedin Bahar saaf10...@yahoo.com wrote: Sekedar pengisi waktu luang, boleh setuju boleh tidak. Menurut penglihatan saya setelah memperhatikan wacana di Rantau Net ini, ada tiga hal yang bisa menyatukan orang Minang, yaitu : makanan / kuliner; keindahan alam; dan kesenian, khususnya seni sastra. Jika diurus dengan baik, berpotensi sebagai titik kuat dalam Bidang pariwisata. Tapi nampaknya juga ada tiga hal yang susah untuk mencari kesepakatan di kalangan orang Minang, yaitu tentang adat, tentang agama, dan tentang politik, dimana terjadi sengketa tiada putus( Jeff Hadler ) dan. goyahnya tangga menuju mufakat ( von Benda-Bekmann ). Hati-hati, karena bisa langsung menuai kecurigaan. ABS SBK nampaknya menyentuh tiga bidang ini, sehingga susah untuk ditindaklanjuti. Wallahualambissawab. Teriring salam. Dikirim dari iPad saya -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang. Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa. Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi, seperti Palanta RN yang memiliki ragam anggota dari berbagai keahlian, bisa ikut menjadi motor perubahan. Jika Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh saja bisa, seorang diri pada awalnya, lewat ide Grameen Bank yang meminjamkan kredit mikro bagi warga supermiskin untuk membeli barang produktif sederhana seperti payung dan telepon genggam, Palanta RN ini saja memiliki berapa orang Doktor dan Profesor? Fokus pada pengembangan EK bisa menjadi jalan alternatif yang powerful jika potensi yang sudah ada, namun masih terserak, bisa dikoordinasi dalam sebuah master plan jangka pendek (katakanlah 5 tahun) yang kohesif, sambil tetap menjaga kemandirian masing-masing subsektor EK yang ada. Silakan tema menarik yang digulirkan Pak Saaf ini dilanjutkan sanak palanta lain yang mendalami EK. Salam, Akmal N. Basral On Dec 7, 2012, at 6:18 PM, Dr Saafroedin Bahar saaf10...@yahoo.com wrote: Sekedar pengisi waktu luang, boleh setuju boleh tidak. Menurut penglihatan saya setelah memperhatikan wacana di Rantau Net ini, ada tiga hal yang bisa menyatukan orang Minang, yaitu : makanan / kuliner; keindahan alam; dan kesenian, khususnya seni sastra. Jika diurus dengan baik, berpotensi sebagai titik kuat dalam Bidang pariwisata. Tapi nampaknya juga ada tiga hal yang susah untuk mencari kesepakatan di kalangan orang Minang, yaitu tentang adat, tentang agama, dan tentang politik, dimana terjadi sengketa tiada putus( Jeff Hadler ) dan. goyahnya tangga menuju mufakat ( von Benda-Bekmann ). Hati-hati, karena bisa langsung menuai kecurigaan. ABS SBK nampaknya menyentuh tiga bidang ini, sehingga susah untuk ditindaklanjuti. Wallahualambissawab. Teriring salam. Dikirim dari iPad saya -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang. Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa. Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi, seperti Palanta RN yang memiliki ragam anggota dari berbagai keahlian, bisa ikut menjadi motor perubahan. Jika Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh saja bisa, seorang diri pada awalnya, lewat ide Grameen Bank yang meminjamkan kredit mikro bagi warga supermiskin untuk membeli barang produktif sederhana seperti payung dan telepon genggam, Palanta RN ini saja memiliki berapa orang Doktor dan Profesor? Fokus pada pengembangan EK bisa menjadi jalan alternatif yang powerful jika potensi yang sudah ada, namun masih terserak, bisa dikoordinasi dalam sebuah master plan
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya pada the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang. Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa. Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan oleh unsur masyarakat madani (civil society) non-Pemerintah Provinsi
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori blitzkrieg saja :) Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi: 1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan dilakukan. 2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama. Betul begitu ya, Pak Saaf? Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau kita posisi kan sebagai musuh Pak? I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. Salam, ANB On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya pada the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun Tzu. The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori blitzkrieg saja :) Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi: 1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan dilakukan. 2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama. Betul begitu ya, Pak Saaf? Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau kita posisi kan sebagai musuh Pak? I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. Salam, ANB On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya pada the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Pak Saaf nan ambo hormati Sebagai orang MAPPAS senang juga rasanya mendengar pak Saaf bilang sekarang MAPPAS mulai menggeliat lagi, meskipun mungkin belum banyak artinya. Proyek Antologi Ranah dari Akmal ini bikin ambo terusik lagi untuk meneruskan tulisan tentang pariwisata ranah yang sekian lama terhenti. (bahkan janji ketemu pak Saaf pun untuk membicarakan calon buku itupun belum sempat dilakoni). Nah, sekarang dengan adanya Akmal, tambah lagi satu tempat ambo bisa minta pendapat ya Pak. Salam, Yoen Aulina Casym, 49 Jatiwaringin. On 7 Des 2012, at 21:54, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote: Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang. Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa. Dalam konteks Minang, saya kira model mini CITF, mungkin dengan nama Minangkabau Creative Industries Task Force yang digerakkan
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 17:17:07 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun Tzu. The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori blitzkrieg saja :) Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi: 1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan dilakukan. 2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama. Betul begitu ya, Pak Saaf? Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau kita posisi kan sebagai musuh Pak? I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. Salam, ANB On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya pada the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Maaf talonsong terpencet tombol send tadi. Ini komentar yang lebih utuh: Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf. Sangat inspiratif. Memang kalau teori Sun Tzu sudah banyak diaplikasikan dalam bisnis dan berlimpah pula buku yang membahas itu. Tapi bagaimana dengan teori Hart ini bisa diterapkan dalam community development, Pak Saaf? Apakah setahu Pak Saaf pernah ada sebuahComDev dalam skala yang agak besar, baik di Indonesia maupun di negeri lain, pernah mengimplementasikan Indirect Approach ini dalam tahapan yang lebih taktis? Salam, Akmal N. Basral Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 23:53:32 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 17:17:07 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun Tzu. The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori blitzkrieg saja :) Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi: 1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan dilakukan. 2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama. Betul begitu ya, Pak Saaf? Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau kita posisi kan sebagai musuh Pak? I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. Salam, ANB On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya pada the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Pak Saaf nan ambo hormati Sebagai orang MAPPAS senang juga rasanya mendengar pak Saaf bilang sekarang MAPPAS mulai menggeliat lagi, meskipun mungkin belum banyak artinya. Proyek Antologi Ranah dari Akmal ini bikin ambo terusik lagi untuk meneruskan tulisan tentang pariwisata ranah yang sekian lama terhenti. (bahkan janji ketemu pak Saaf pun untuk membicarakan calon buku itupun belum sempat dilakoni). Nah, sekarang dengan adanya Akmal, tambah lagi satu tempat ambo bisa minta pendapat ya Pak. Salam, Yoen Aulina Casym, 49 Jatiwaringin. On 7 Des 2012, at 21:54, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote: Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan pertama, seakan-akan hanya menyalurkan bakat menulis fiksi anggota (yang selama ini terpendam) saja. Pada lapisan kedua, seperti yang bapak lihat, berfungsi menyatukan karena cukup banyak yang hanya anggota pasif di Palanta, tidak pernah posting sehari-hari, ternyata antusias untuk mengikuti proyek antologi. Dan ini hal yang baik sekali karena merupakan bentuk partisipasi murni, bukan mobilisasi. Pada lapisan ketiga, yang saya harapkan setelah bentuk fisik antologi muncul pada Juni 2013, akan terjadi gerak Ekonomi Kreatif yang bisa membawa manfaat ekonomis. Apalagi jika kita bisa menemukan momentum untuk melanjutkan proyek ini tidak hanya dalam bentuk fiksi, melainkan juga artikel-artikel non-fiksi yang berkaitan dengan Minang lainnya (dari berbagai topik, tidak harus menyangkut ASB BSK). Misalkan bisa kita inisiasi (mulai pikirkan) untuk membuat buku non-fiksi bercorak Chicken Soup for The Soul atau Laa Tahzan di mana ASB BSK menjadi tulang punggung yang melandasi. Dia tidak muncul sebagai subyek utama, tapi mewarnai setiap kisah (non-fiksi) yang ada di buku Minang Chicken Soup for The Soul itu. Jika dirancang dengan serius, saya kira buku jenis ini akan memiliki lebih banyak (calon) penulis dari berbagai bidang. Salam, Akmal N. Basral Sent from my iPad On Dec 7, 2012, at 9:35 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Terima kasih, Bung Akmal. Saya tak mengira bahwa seluruhnya ada tempat dalam Ekonomi Kreatif. Syukur kita sudah beberapa tahun ini punya MAPPAS,yang sudah menggeliat lagi. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 19:52:50 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Penglihatan yang jeli, Pak Saaf. Kalau kita elaborasi lagi tiga hal yang Pak Saaf sebut menyatukan orang Minang itu, yakni: 1. Makanan/kuliner 2. Keindahan alam/wisata 3. Kesenian/sastra maka ketiga berada dalam gugus Ekonomi Kreatif (EK) yang terdiri dari 15 Subsektor, dan kini sedang digalakkan pemerintah sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi. Sastra (dalam bentuk buku) adalah EK ke-11, sedangkan kuliner merupakan EK ke-15 yang sudah diakui mulai tahun ini (tahun lalu hanya 14 subsektor di luar kuliner). Yang paling banyak mengandung muatan EK sebenarnya adalah keindahan alam/wisata, terutama jika dikaitkan dengan Pasar Barang Seni (EK ke-3), Kerajinan/kriya (ke-4), Musik Tradisional (ke-9) dan Seni pertunjukan (ke-10). Sehingga, dari 3 hal yang Pak Saaf sebut itu sebetulnya sudah terkandung 6 dari 15 subsektor EK (40 %). Dengan kata lain, ini sebuah potensi lain yang membutuhkan kejelian untuk diolah, dalam kaitannya untuk economic empowerment bagi Minang. Balik sejenak ke masa kebangkitan EK pada awal 90-an di Inggris ketika Tony Blair dan Partai Buruh membentuk National Endowment for Science and The Art (NESTA) dan dilanjutkan dengan pembentukan Creative Industries Task Force (1997) setelah Blair menjadi penghuni baru Downing Street 10, model NESTA dan CITF segera dimultiplikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan pada industri manufaktur dan jasa. Dalam konteks Minang, saya
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Saya mau kasih jempol karena senang atas ulasan ini. Buat saya uasan ini benar2 menambah wawasan saya yang bergelut di ruang 6 kali 4. Tambuah ciek. Rahyussalim berbagi meringankan derita bangsa -Original Message- From: an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Sat, 8 Dec 2012 01:35:23 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Ni Yoen, kalau pariwisata ini mau dilihat dari perspektif Ekonomi Kreatif bukan hanya dalam tataran umum, sedikitnya MAPPAS mempunyai potensi 4 x lebih besar dari Antologi Ranah. Kenapa sedikitnya 4 x? Lihat posting pertama saya mengomentari thread ini yang menelisik beberapa subsektor EK. Lebih baik 4 subsektor itu yang dioptimalkan. Kalau mau ditambah dengan subsektor EK lain yakni film, maka keindahan alam Minang sebagai lokasi film (dalam hal ini mencakup sinetron/FTV dll produk audio visual) menjadi kekuatan kelima, karena potensi ekonomi wisatawan perfilman yang besar dibandingkan wisatawan individual yang menghabiskan waktu yang sama. Saat saya mengikuti Busan International Film Festival, Korea Selatan (2006) saya bertemu beberapa anggota penggodok RUU Perfilman dari Komisi X yang dipimpin Hakam Naja (PAN). Waktu itu Dubes RI adalah Jacob Tobing (Golkar). Asumsi HJ dan Tim RUU Perfilman saat itu masih sama dengan asumsi birokrat puluham tahun sebelumnya, terutama pada masa Harmoko, bahwa Indonesia sangat potensial sebagai lokasi film-film besar karena alamnya indah, ada Borobudur, ada Danau Toba, dll. Ini paradigma lama. Saya sampaikan pada saat itu bahwa yang membuat Selandia Baru terpilih sebagai surga syuting bagi film-film genre high fantasy seperti Hercules, Xena, Trilogi Lord of The Ring, Chronicles of Narnia dll, bukan hanya akibat keindahan alam per se. Tapi juga kemudahan investasi (perfilman) berupa, dan yang paling utama, penerapan tax deduction yang signifikan. Tahun 2006 itu, Irlandia kampanye besar-besaran untuk menarik sineas dunia agar membuat film di sana dengan mereduksi pajak sampai 25 %. Dalam bujet major film yang bisa jutaan USD, that means a lot! Irlandia apa kurang cantiknya alam dan budaya mereka? Toh mereka bukan favorit tempat pembuatan film sebelumnya sampai menerapkan kebijakan itu. Sekitar tahun yang sama Australia juga kampanye jor-joran untuk menyaingi Selandia Baru. Maskapai mereka Qantas bahkan sampai bersedia membuat kompetisi bagi sineas muda di Indonesia untuk mengeksplorasi sudut-sudut negeri itu dalam format film indie (karena mereka melihat banyaknya pelajar dan mahasiswa Indonesia di sana). Saya tahu persis hal ini karena terlibat sebagai salah seorang yang menginisiasi program awal via Ad Agency Qantas di Indonesia. Dalam 2-3 tahun terakhir, Turki yang gila-gilaan menggaet devisa dengan cara ini. Dalam sebulan terakhir di Indonesia, juga di seluruh dunia, sedikitnya ada dua film blockbuster yang menjadikan Istanbul sebagai setting cerita, Taken 2 (Liam Neeson) dan Skyfall, seri terbaru James Bond. Yang sudah nonton salah satu dari 2 film ini, pasti tahu bagaimana Istanbul bisa muncul dengan kekhasan atap rumah yang saling menyambung dengan semacam pematang kecil yang membuat adegan balap motor bisa terlihat khas dan mencekam karena berlangsung di atap rumah! Yang sudah nonton 2 film itu akan tahu, bahwa lokasi syuting adalah ... sama! Rumah-rumah itu sejak dulu sudah ada, dengan segala kekhasannya. Tetapi kejelian EK yang membuat sesuatu yang given itu memiliki nilai tambah baru. Rumah-rumah Turki itu bukan hanya dekorasi pasif yang menjadi latar belakang pemandangan, tapi bagian integral dari cerita. Rumah gadang Minang bagaimana? Apakah cukup hanya sebagai dekorasi pasif atau mau dioptimalisasi? MAPPAS bisa dapat PR banyak dari sini. :) Balik ke potensi MAPPAS dan potensi wisata Minang dalam konteks EK, coba lihat sejak awal 2000, berapa film besar (level Indonesia) yang dibuat di Sumbar? Hanya Di Bawah Lindungan Ka'bah (2011) yang dibuat Hanny Saputra dari roman Buya Hamka. Itupun karena setting lokasi di dalam novel yang memang di Sumbar. Tapi feature film baru yang memasukkan Sumbar by design? Nehi. Bandingkan dengan Papua yang untuk periode sama melahirkan Ijinkan Aku Menciummu Sekali Saja (Garin Nugroho), Denias (John de Rantau, yang anak Minang) dan terbaru Di Timur Matahari (Ari Sihasale). Tahun depan, rencananya akan dibuat Senja di Kaimana. Kalau ditambah dengan film-film yang mengambil lokasi Timur lainnya, ketertinggalan Sumbar makin jauh. Ada Tanah Air Beta (Ari Sihasale, lokasi NTT/Atambua), Sepeda Kumbang (Ari Sihasale lagi, Sumbawa), dan yang terbaru Atambua 39 derajat Celsius (Riri Riza). Kenapa film jadi primadona? Karena dalam film seluruh elemen subsektor EK bisa tercakup, optimalisasi pariwisata dalam kecepatan penuh. Jadi, kalau sekarang konsentrasi MAPPAS mau bikin buku pariwisata, itu hanya semangkuk es batu dari gunung
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Bung Akmal, kalau saya tidak salah, Liddle Hart juga menimba inspirasi dari Sun Tzu. Setahu saya, belum ada program ComDev berskala besar yg secara langsung didasarkan pada the strategy of indirect approach ini. Hal ini berarti peluang bagi kita cq MAPPAS utk mengujicoba. Gagasan yg bung Akmal tawarkan ttg EK rasanya sudah merupakan titik tolak yang bagus. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Sat, 8 Dec 2012 00:02:42 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Maaf talonsong terpencet tombol send tadi. Ini komentar yang lebih utuh: Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf. Sangat inspiratif. Memang kalau teori Sun Tzu sudah banyak diaplikasikan dalam bisnis dan berlimpah pula buku yang membahas itu. Tapi bagaimana dengan teori Hart ini bisa diterapkan dalam community development, Pak Saaf? Apakah setahu Pak Saaf pernah ada sebuahComDev dalam skala yang agak besar, baik di Indonesia maupun di negeri lain, pernah mengimplementasikan Indirect Approach ini dalam tahapan yang lebih taktis? Salam, Akmal N. Basral Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 23:53:32 To: rantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Terima kasih atas pencerahannya, Pak Saaf Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 17:17:07 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Ganti kata musuh dengan sasaran atau subjek, bung Akmal, and everything will fall into place. Strategy pada dasarnya kan sama dengan rencana induk utk mencapai sasaran, dan bisa dipakai dalam berbagai bidang. Businessmen sudah lama memanfaatkan prinsipnya, merujuk pada pokok-pokok pikiran yang ditulis Sun Tzu. The strategy of indirect approach rasanya tidak perlu menggoyahkan ekulibrium musuh. Juga bisa membiarkannya intact. Jadi gagasan utk tak menyentuh ABS SBK dalam mengembangkan EK kelihatannya kok sudah tepat. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 23:58:29 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Cc: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Waduh, Pak Saaf menyebut-nyebut BL Hart, jadi seperti membahas Teori blitzkrieg saja :) Asumsi Hart dengan Indirect Approach kan memiliki dua asumsi: 1. Serangan langsung pada musuh tak akan pernah berhasil, dan sebaiknya jangan dilakukan. 2. Yang harus dilakukan untuk mengalahkan musuh, pertama-pertama menggoyahkan ekuilibriumnya sebelum melancarkan serangan utama. Betul begitu ya, Pak Saaf? Tapi masak masyarakat dan kebudayaan Minang, yang asal keberadaan kita, mau kita posisi kan sebagai musuh Pak? I feel in the dark now. Please enlighten me, Pak Saaf. Salam, ANB On Dec 7, 2012, at 11:46 PM, Dr Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org wrote: Aha, gaya bung Akmal menangani potensi Minang ini mengingatkan saya pada the strategy of indirect approach-nya Basil Liddle Hart. Memang berpotensi utk lebih berhasil, seperti terlihat sekarang. Bravo. Wassalam, SB. Saafroedin Bahar. Taqdir di tangan Allah swt, nasib di tangan kita. -Original Message- From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 7 Dec 2012 21:54:58 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Betul Pak Saaf, alhamdulillah MAPPAS sudah menggeliat lagi. Mungkin yang harus dirapikan justru kesiapan dari lokasi kunjungan wisata di Minang dengan 4 subsektor Ekonomi Kreatif yang harus dioptimalkan, sebagaimana terlihat dari laporan pandangan mata Pak Suryadi Sunuri kemarin di milis ini, bahwa (hanya) Sawahlunto yang cukup siap. Lebih siap dari Bukittinggi yang hotel sekelas The Hills pun tak memiliki brosur agenda wisata yang representatif (ambo juga mengalami hal yang sama saat di The Hills, Juni lalu). Proyek antologi Ranah sebenarnya juga mengancik pada wilayah EK juga meski belum saya paparkan dengan gamblang, tapi rupanya secara tak langsung sudah terlihat oleh pandangan Pak Saaf yang jeli. Proyek antologi Ranah ini seperti kita mengupas bawang putih. Lapisan
Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Da Mal batua sekali yang da Mal caritoan bahwa Sinema sangek2 bapangaruah ka Pariwisata, caliaklah di TV Nasional awak...saminggu tu ado barakali sinetron yang maambia tampek shooting di Bali dan di Jogja, banyak...ndak tahituang laiSumbar ??? contoh pangaruahnyokarano kebanyakan sinetron yg maambiak lokasi tu mancaritokan carito remaja dan ditayangkan di jam yang mano anak2 masih tajago apolai kalo sadang libur anak2 tu sampai punyo keinginan pai ka sinan..atau ingin baliak ka sinan ponakan Reni kalau la manonton sinetron tu pasti langsuang bacaloteh...kalau inyo alun pernah ka sinan nah la sibuk inyo marayu2 apak jo amak e terakhir tantu tante e...nah kalau inyo lah pernah ka sinanbacaloteh pulo inyo sampai kalah pulo dari carito sinetron tu..ujuang2nyo Tante aku ingin kesana lagi ah.belom puas anak remaja sajo la terbius akan pesona2 alam di sinetron2 tersebutapolai yg lain ?? tapi alhamdulillah..MAPPAS sudah mulai mengenalkan Pesona Ranah MinangKabau walau baru sedikit bana lewat kalender... iko carito di kantou Reni, kebetulan stock kalender ado di kantou dan karyawan mancigok2 kalender tu...yg urang Jawa takagum2 sampai batanyo2...Reni emang ado Kereta api di Padang ? ( wakatu mancaliak foto da Nof ) foto uda wak ko subana rancakpemandangan danau Singkarak jo Kereta api ko sungguh indahnah kawan ambo yg dari Padang lain menerangkan soal object wisata tu.dan ujuang2nyo batanyo Kapan kita jalan2 ke sana Ren ? Ranah Minangkabau adolah kawasan konservasi yang memiliki potensi sebagai industri wisata alam yang sangaik2 bervariasi, tersebar dalam berbagai unit dan luas, babagai kegiatan potensia bisa dikembangkan saroman tracking,hiking,rafling , interpretasi alan dan lingkungan, outbound, sepeda gunung,berkemah dan fotografi, malah bisa meliputi kegiatan snorling,diving,fishing, surfing,wind wurfing,ski air, tapikasadonyo bisa terwujud kalau ado dukungan untuk pengembangan sagalo macam wisata alam ko dengan berbagai pihak , peraturan dan lembaga2 yang mandukuang tantu dengan menyelesaikan masalah2 teknis terkait ketentuan2 yang berlaku...dan banyak lagi kendala untuk pengembangan pariwisata alam awak ko , saroman produk pariwisata alam yg alun dikemas dalam paket wisata yang menarik dan terjangkau, Promosi dan informasi yang kurang, terbatasnyo sarana dan prasarana penunjang serta minimnyo pelatihan pendidikan bidang perencanaan , penyelenggaraan dan pemantauan pariwasata itulah yang marupoan beberapo permasalah yang mahambek berkembangnyo sektor wisata tsb. Jadi ? Siapo ? Apo ? Bilo ? awak yo cuma bisa batanyo2 ? saroman pertanyaan ponakan2 Reni, Tante...kapan ada sinetron seperti ini yang menayangkan keindahan alam kampung kita ? Renny.Bintara From: an...@yahoo.com an...@yahoo.com To: rantaunet@googlegroups.com Sent: Saturday, December 8, 2012 8:35 AM Subject: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Ni Yoen, kalau pariwisata ini mau dilihat dari perspektif Ekonomi Kreatif bukan hanya dalam tataran umum, sedikitnya MAPPAS mempunyai potensi 4 x lebih besar dari Antologi Ranah. Kenapa sedikitnya 4 x? Lihat posting pertama saya mengomentari thread ini yang menelisik beberapa subsektor EK. Lebih baik 4 subsektor itu yang dioptimalkan. Kalau mau ditambah dengan subsektor EK lain yakni film, maka keindahan alam Minang sebagai lokasi film (dalam hal ini mencakup sinetron/FTV dll produk audio visual) menjadi kekuatan kelima, karena potensi ekonomi wisatawan perfilman yang besar dibandingkan wisatawan individual yang menghabiskan waktu yang sama. -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
Bls: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang.
Assalammualaikum, perkenalkan namo awak Deri Ilham, tingga di Pariaman tapeknyo di Nagari Kasang. Awak baru bagabuang di Grup iko mah Uda, Uni, Apak, Mande, dari ujuag sampai pangka, dak basabuik namo jo gala. maaf sarato rila, ambo nak nio juo sato ma otak-ota ketek, untuk kampuang halaman.. Dari: an...@yahoo.com an...@yahoo.com Kepada: rantaunet@googlegroups.com Dikirim: Sabtu, 8 Desember 2012 8:35 Judul: Re: [R@ntau-Net] Tiga hal yang mempersatukan orang Minang. Ni Yoen, kalau pariwisata ini mau dilihat dari perspektif Ekonomi Kreatif bukan hanya dalam tataran umum, sedikitnya MAPPAS mempunyai potensi 4 x lebih besar dari Antologi Ranah. Kenapa sedikitnya 4 x? Lihat posting pertama saya mengomentari thread ini yang menelisik beberapa subsektor EK. Lebih baik 4 subsektor itu yang dioptimalkan. Kalau mau ditambah dengan subsektor EK lain yakni film, maka keindahan alam Minang sebagai lokasi film (dalam hal ini mencakup sinetron/FTV dll produk audio visual) menjadi kekuatan kelima, karena potensi ekonomi wisatawan perfilman yang besar dibandingkan wisatawan individual yang menghabiskan waktu yang sama. Saat saya mengikuti Busan International Film Festival, Korea Selatan (2006) saya bertemu beberapa anggota penggodok RUU Perfilman dari Komisi X yang dipimpin Hakam Naja (PAN). Waktu itu Dubes RI adalah Jacob Tobing (Golkar). Asumsi HJ dan Tim RUU Perfilman saat itu masih sama dengan asumsi birokrat puluham tahun sebelumnya, terutama pada masa Harmoko, bahwa Indonesia sangat potensial sebagai lokasi film-film besar karena alamnya indah, ada Borobudur, ada Danau Toba, dll. Ini paradigma lama. Saya sampaikan pada saat itu bahwa yang membuat Selandia Baru terpilih sebagai surga syuting bagi film-film genre high fantasy seperti Hercules, Xena, Trilogi Lord of The Ring, Chronicles of Narnia dll, bukan hanya akibat keindahan alam per se. Tapi juga kemudahan investasi (perfilman) berupa, dan yang paling utama, penerapan tax deduction yang signifikan. Tahun 2006 itu, Irlandia kampanye besar-besaran untuk menarik sineas dunia agar membuat film di sana dengan mereduksi pajak sampai 25 %. Dalam bujet major film yang bisa jutaan USD, that means a lot! Irlandia apa kurang cantiknya alam dan budaya mereka? Toh mereka bukan favorit tempat pembuatan film sebelumnya sampai menerapkan kebijakan itu. Sekitar tahun yang sama Australia juga kampanye jor-joran untuk menyaingi Selandia Baru. Maskapai mereka Qantas bahkan sampai bersedia membuat kompetisi bagi sineas muda di Indonesia untuk mengeksplorasi sudut-sudut negeri itu dalam format film indie (karena mereka melihat banyaknya pelajar dan mahasiswa Indonesia di sana). Saya tahu persis hal ini karena terlibat sebagai salah seorang yang menginisiasi program awal via Ad Agency Qantas di Indonesia. Dalam 2-3 tahun terakhir, Turki yang gila-gilaan menggaet devisa dengan cara ini. Dalam sebulan terakhir di Indonesia, juga di seluruh dunia, sedikitnya ada dua film blockbuster yang menjadikan Istanbul sebagai setting cerita, Taken 2 (Liam Neeson) dan Skyfall, seri terbaru James Bond. Yang sudah nonton salah satu dari 2 film ini, pasti tahu bagaimana Istanbul bisa muncul dengan kekhasan atap rumah yang saling menyambung dengan semacam pematang kecil yang membuat adegan balap motor bisa terlihat khas dan mencekam karena berlangsung di atap rumah! Yang sudah nonton 2 film itu akan tahu, bahwa lokasi syuting adalah ... sama! Rumah-rumah itu sejak dulu sudah ada, dengan segala kekhasannya. Tetapi kejelian EK yang membuat sesuatu yang given itu memiliki nilai tambah baru. Rumah-rumah Turki itu bukan hanya dekorasi pasif yang menjadi latar belakang pemandangan, tapi bagian integral dari cerita. Rumah gadang Minang bagaimana? Apakah cukup hanya sebagai dekorasi pasif atau mau dioptimalisasi? MAPPAS bisa dapat PR banyak dari sini. :) Balik ke potensi MAPPAS dan potensi wisata Minang dalam konteks EK, coba lihat sejak awal 2000, berapa film besar (level Indonesia) yang dibuat di Sumbar? Hanya Di Bawah Lindungan Ka'bah (2011) yang dibuat Hanny Saputra dari roman Buya Hamka. Itupun karena setting lokasi di dalam novel yang memang di Sumbar. Tapi feature film baru yang memasukkan Sumbar by design? Nehi. Bandingkan dengan Papua yang untuk periode sama melahirkan Ijinkan Aku Menciummu Sekali Saja (Garin Nugroho), Denias (John de Rantau, yang anak Minang) dan terbaru Di Timur Matahari (Ari Sihasale). Tahun depan, rencananya akan dibuat Senja di Kaimana. Kalau ditambah dengan film-film yang mengambil lokasi Timur lainnya, ketertinggalan Sumbar makin jauh. Ada Tanah Air Beta (Ari Sihasale, lokasi NTT/Atambua), Sepeda Kumbang (Ari Sihasale lagi, Sumbawa), dan yang terbaru Atambua 39 derajat Celsius (Riri Riza). Kenapa film jadi primadona? Karena dalam film seluruh elemen subsektor EK bisa tercakup, optimalisasi pariwisata dalam kecepatan penuh. Jadi, kalau sekarang konsentrasi MAPPAS mau