Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Sanak Akmal NB, Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu Saya makin paham atas penjelasan tadi bahwa cerpen itu tidak harus kaku. Mungkin selama ini saya terlalu baku sehingga sulit merangkai sebuah kisah agar layak dihadirkan. Namun, bagi saya sebuah cerita yang melibat satu saja fakta nyata haruslah konsisten dengan fakta-fakta nyata berikutnya sampai kisah diakhiri. Sebuah cerita haruslah benar-benar hidup, melibatkan emosi, masuk akal, hingga terkesan seperti kisah nyata. Bacalah cerpen Dawam Rahardjo,Si Gila dari Dusun nCuni yang dimuat di KOMPAS Minggu, mencerminkan apa yang saya maksud. Cerita yang baik haruslah dapat dijadikan sebagai hadiah yang setimpal bagi pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membacanya dan mungkin juga telah membelinya. Saya sangat jarang membaca cerpen, novel, atau pun Kho Ping Hoo, termasuk Cerpen Minggu di Kompas karena enggan meluangkan waktu untuk itu. Namun, saya terbantu ketika membaca Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas tanpa khawatir akan kehilangan waktu karena cerpen yang ada hasil seleksi yang cukup ketat. Walau saya mengatakan jarang tidak berarti tidak pernah. Sekali waktu, saya sempat membaca karya IYUT FITRA yang ditulis di Payakumbuh tahun 2005 dan dimuat pada edisi KOMPAS Minggu, 30 Oktober, dengan tajuk Langit Malam. Saya beruntung karena saya menyukainya. Cerpen itu saya ketik ulang dan tersimpan di komputer saya hingga entah kapan. Bagi saya, sekali lagi, bagi saya, cerpen yang baik haruslah mendorong lahirnya komentar pembaca seperti, kok bisa ya! Kok kepikiran ya bikin cerita gini! Atau luar biasa... dan ia pun berkeinginan berbagi kisah ini dengan orang lain. Jika tidak, berarti itu cerpen hambalala1). Sanak Akmal YSH, Jujur, saya baru pertama kali mendengar kisah Kritikus dan Tukang Ikan tadi. Cerita yang bagus. Pesan moralnya adalah Don't believe everything you hear. Ini, tentulah bukan cerita hau-hau2). Saya teramat penasaran dan ingin tahu siapa Kritikus lebay ini sebenarnya. Setelah tanya sana-sini akhirnya saya tahu Kritikus Sastra Senior yang berasal dari Jawa Tengah ini suatu ketika pernah di karantina di sebuah rumah sakit jiwa karena kritik-kritik yang dilontarkannya terlalu pedas dan tajam, keluar dari norma-norma kepatutan, etika dan tata krama, tanpa mengindahkan perasaan si penulis. Menurutnya triangle ilmu sastra meliputi kritik sastra, teori sastra dan sejarah, bila dapat berjalan normal, fungsional dan optimal, maka kemajuan ilmu sastra dapat tercapai. Idealis memang. Namun demikian, beberapa rekannya menganggap Kritikus ini rada ”sedeng”. Hasil pemeriksaan psikater menyarankan supaya memberikan buku-buku untuk membantu percepatan penyembuhannya selama masa karantina. Setiap tiga hari kitikus gaek ini dikirimi berbagai buku, terutama yang berkaitan dengan sastra. Beliau mampu melahap 2-3 buku hanya dalam tiga empat hari saja, lalu mengkritiknya. Empat lima buku dikirim, seminggu selesai lalu dikritik. Demikian seterusnya. Tak ada yang luput dari kritikannya. Aneh, ”sakit”-nya tambah menjadi-jadi. Teman-teman dan keluarga kewalahan buku apalagi yang sebaiknya dikirim. Akhirnya diputuskan untuk memberikan sebuah buku yang agak tebal agar dibaca lebih lama. Setelah tiga hari tidak ada kabar darinya meminta buku baru seperti biasa. Selang dua minggu kemudian demikian pula; tak ada permintaan. Temannya jadi penasaran dan membezoeknya didampingi teman lain. Setelah menanyakan keadaan si Kritikus, teman itu bertanya, ”Bagaimana dengan buku yang dikirim dua minggu lalu, Pak?” ”Saya masih membacanya!” ”Kenapa sekarang Bapak membaca lebih lama dan tidak seperti biasanya?” tanyanya lagi. ”Buku ini unik. Terlalu banyak tokoh yang terlibat. Pola hubungan antara satu tokoh dengan tokoh lain tidak dijelaskan. Alur ceritanya melompat-lompat. Peran masing-masing tokoh sangat samar. Tak ada karakter yang menonjol. Si apa ayah, siapa ibu, mana anak? Siapa yang lebih muda, lebih tua, dll, sulit ditebak. Mungkin harus dibaca berulang baru bisa dipahami,” katanya antusias. ”Satu-satunya hal yang paling jelas adalah domisili masing-masing tokohnya,” lanjutnya. ”Baik Pak,” katanya sambil mengangguk-angguk. ”Silakan Bapak lanjutkan membacanya dan kami mohon pamit.” Setelah di luar ruangan, si pendamping yang sejak tadi diam bertanya penasaran, ”Buku apa sih yang diberikan?” ”Buku telepon,” kata temannya tak acuh! Salam, ZulTan, L, Bogor Bahasa Minang: 1. Hambalala: tak ada rasa apa-apa 2. Hau-hau: asal-asalan, sembarangan Action cures fear. -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Dinda Ronald YBH, Sapandapek ambo jo Ronald, baso manulis cerpen bisa labiah bebas ndak saroman manyusun karya ilmiah. Namun ambo caliak ada juo cerpen yang ditulis dengan bahaso EYD dan tatap lamak dibaco. Iko ambo rasokan kalau mambaco cerpen Dawan Rahardjo. Mungkin paralu waktu dan karajo kareh untuak mambuek cerpen jenis iko. Tarimo kasih atas masukan Dinda nan lah mampalueh pamahaman ambo tantang tulih manulih. Salam, ZulTan, L, Bogor Action cures fear. -- -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting - Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Sanak Akmal YSH, Ambo yo salut dengan Sanak. Ndak sumbarang panulis bisa cerpennyo dimuek di Kompas Minggu. Sanak Akmal lah mambuktikannyo. Iko cito-cito ambo sajak sari, namun aluh panah kasampaian. Alun ciek juo cerpen ambo nan ambo kirim ka Kompas karano memang alun panah manulis cerpen. Hampia tiok tahun ambo mambali kumpulan Cerpen Pilihan Kompas terbitan Gramedia. Bilolah kamasuak namo ambo di situ? Baa triknyo mambuek cerpen tu Sanak Akmal? Ambo suko cerpen Boyon ko karano ndak banyak kato-kato babungo sarupo: angin semilir, bulan tersenyum di balik awan yang merekah, derik pintu menikam keheningan malam, matahari bersinar lembut, dlsb. Bukannyo ambo alergi hanyo kadang-kadang bakalabihan. Ambo bisa sajo bakomentar mantap taradok Si Boyon ko, tapi ambo ndak dapek baraja dari siko. Dek ingin baraja itulah, makonyo ado babarapo partanyaan satantang Si Boyon ko. Satiok pertanyaan ambo dahului jo kutipan yang marupakan penggalan kalimat dari Cerpen Boyon. Kutipan: ... di desa Kapau yang terkenal dengan kelezatan nasinya. Apakah nasinya atau masakannya yang terkenal lezat? Tentu kelezatan nasi Kapaunya. Kutipan: ... kontraksi perut ibu berlangsung lebih cepat tiga pekan dari perkiraan. Malam harinya ibu melahirkan dengan bantuan bidan. Kapan Boyon lahir? Apakah sudah ada cara mendeteksi kelahiran pada masa itu? Belakangan saya dapat perkirakan si Boyon lahir antara tahun 1970-1971. Ini saya duga dari saat dirilisnya film Catatan Si Boy tahun 1987, Si Boyon baru masuk SMA, umur 16 tahun. Apa iya, tahun 1970, sudah dapat diperkirakan kapan seorang ibu hamil melahirkan, yang tinggalnya jauh dari peradaban moderen? Apakah dihitung sejak bulan tidak haid? Bisakah tahu tiga minggu lagi? Kutipan: ... Tentu saja aku tak ingat kejadian itu kalau tidak diceritakan lagi oleh ibu. Ada dua kata yang terasa kurang pas: ingat dan lagi. Tidak ingat berarti sesuatu pernah diketahui pada masa lalu dan kini lupa. Tidakkah kata tidak tahu lebih cocok di sini. Kata lagi dalam konteks itu, tentu bercerita kembali. Apakah memang demikian? Tidakkah kalimat di bawah ini lebih cocok untuk menggambarkan kalimat di atas. ... Tentu saja aku tidak tahu kejadian itu, jika ibu tidak pernah menceritakannya. Kutipan: 'Nama yang bagus, tapi ... Ayah jelas tak setuju.' Kenapa kata jelas yang digunakan. Kata ini memberikan makna kepastian, padahal Ayah belum menyelesaikan kalimatnya. Entah apa yang akan dikatakannya sesudah itu. Apakah kata tampaknya, seperti, atau seakan tidak lebih sesuai. Ayah tampaknya tidak setuju. Kutipan: Setelah beberapa detik gagal menemukan kata-kata yang pantas, sikap ayahku yang gadang ota,... Apa fakta yang telah diungkapkan sejauh ini, sehingga pembaca dapat menerima kesimpulan si Boyon (si Penulis) bahwa Ayahnya gadang ota? Selain itu, saya melihat kata gadang ota terlalu dipaksakan hadir dalam kisah ini. Setidaknya, kata ini diulang tiga kali. Bahkan, ada satu alinea sampai mengulangnya dua kali. Jika perilaku ayah digambarkan dengan tepat, sifat gadang ota ini tentu dengan sendirinya akan muncul dibenak pembaca. Kepulangan Ayah ke tanah air karena takut polisi, bagi saya lebih cocok disebut gadang kalang daripada gadang ota. Kutipan: ... ayah menjentikkan jarinya seperti mendapatkan ilham. Saya bertanya, apakah seseorang akan menjentikkan jarinya ketika mendapat ilham? Apakah maksudnya menggesekkan ibu jari dan jari manis hingga mengeluarkan bunyi? Menjentikkan biasanya digunakan ketika mengusir lalat yang hinggap di bibir gelas atau ketika guru menghukum murid. Kutipan: Pendidikan ayahku yang kandas setingkat kelas 4 Ibtidaiyah,... Bukankah kata-kata setingkat dan kelas kedua-duanya bermakna serupa? Tidakkah jadi redundant alias mubazir? Menurut saya dapat saja keduanya digunakan dalam satu kalimat dalam makna yang berbeda jika kalimatnya seperti ini, Pendidikan ayahku kandas di kelas 4 Ibtidaiyah, setingkat Sekolah Dasar di kota-kota. Kutipan: SEWAKTU bersekolah di SD dekat rumah, teman-teman memanggilku Boyon. Aku merasa biasa saja, .. Ada dua kata yang ingin saya tanyakan. Satu, kata SEWAKTU. Apakah sebelum SD, Boyon tidak dipanggil Boyon? Kedua, Aku merasa biasa saja, ... Ucapan ini membingungkan. Bukankah memang seharusnya dipanggil Boyon? Lain jika di SD itu ia dipanggil Bonyok, lalu bersikap biasa saja wajar adanya. Kutipan: Menjelang pucuk malam,... Sedangkan guru mengaji yang rajin berkhalwat kepada Allah Ta'ala itu kuintip tengah mengerjakan shalat malam. Jam berapa pucuk malam itu? Saya menangkapnya pukul 00.00.Jika pengertian pucuk malam seperti pemahaman saya, tentu guru mengaji ini melakukan amalan yang tidak ada contohnya. Namun pertanyaan saya tentu tidak relevan jika pucuk malam diganti dengan selepas tengah malam atau di sisa malam. Kutip: .., wajahku terlihat lebih mirip Emon karena rambut ikalku serta postur dengan berat 82 kilogram dan tinggi 164 sentimeter. Terlalu berat?
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Selamat pagi kanda ZulTan di Bogor, Wah pertanyaannya kelas berat semua, seperti sedang dalam kelas Teknik Editing atau Apresiasi Prosa :) Cerpen Boyon ini pertama kali muncul di Koran Tempo Minggu, dengan editor (tamu) sastrawan Nirwan Dewanto. (Kalau tidak salah, sampai sekarang Nirwan masih di posisi ini). Syarat teknis cerpen koran yang maksimal 10.000 karakter membuat versi koran agak sedikit berbeda dengan cerpen asli yang hampir 15.000 karakter, atau 1,5 kali lebih panjang. Secara umum, cerpen tak ubahnya seperti Asinan Bogor atau Pecal. Di Cibubur ada Asinan Bogor Ibu Yenny yang terkenal (bukan Asinan Bogor Ibu Non-Yenny). Di Bukittinggi, ada Pical Si Kai. Kalau kedua kandungan makanan ini dianalisis ahli nutrisi atau ahli gizi secara cermat, mungkin tak ada lagi orang yang mau berkunjung makan. Tapi seringkali enaknya makanan bukanlah tergantung pada pengetahuan si pencecap tentang komposisi karbo, protein, dll. Horace mempostulasikan sifat ini dalam sastra sebagai dolce et utile (manis dan berguna). Manis adalah sebuah kondisi yang berbeda dengan normal. Kadar manis pun berbeda bagi setiap orang. Begitu juga dengan berguna. Apa yang menurut Horace berguna dari sebuah karya, mungkin kurang gunanya bagi pembaca lain. Tetapi, secara rata-rata, pembaca/pendengar/penonton paling awam bisa mengetahui mana karya sastra/film/musik yang manis dan berguna. Karya-karya yang benar secara aturan gramatika, seringkali menjadi klinis, kering, dan akibatnya, tak memenuhi kaidah dolce et utile. Itu sebabnya sastra bisa menerima gaya penulisan mubazir yang disebut Pleonasme, bentuk majas yang lebay meminjam istilah anak muda sekarang. (Badu maju ke depan, contohnya. Masak sudah jelas maju masih perlu ditambah ke depan pula, menurut logika bahasa yang efektif. Tapi dalam konteks sebuah karya ini yang menjadi manis-nya karya itu). Ada contoh lucu tentang seseorang yang punya kebiasaan menakar pemakaian bahasa secara kritis, ketika orang ini berkunjung ke pasar. Dia mampir ke sebuah los penjual ikan yang memasang tulisan DI SINI JUAL IKAN SEGAR yang ditulis indah untuk menarik minat pembeli. Sang kritikus langsung bertanya, Kemarin saya lihat belum ada tulisan itu, kapan dipasangnya? Dan apa gunanya? Memang baru dipasang Tuan, jawab penjual ikan. Semoga semakin banyak pengunjung pasar ini yang membeli ikan saya setelah membaca tulisan itu. Tetapi itu mubazir, jelas Sang Kritikus. Semua pengunjung pasar ini tahu bapak menjualnya di sini, bukan di sana. Jadi mengapa harus ada tulisan DI SINI? Coba bapak pikirkan. Seperginya Sang Kritikus, penjual ikan memutuskan bahwa pendapat itu benar, sehingga dia memotong bagian kayu yang bertuliskan kata DI SINI, sehingga yang tersisa hanya JUAL IKAN SEGAR Keesokan harinya Sang Kritikus datang lagi ke los ikan itu, melihat pada tulisan yang sudah lebih pendek dan bertanya kepada si penjual ikan, Jadi selama ini bapak menjual ikan TIDAK segar ya? Kagetlah si penjual ikan sampai berteriak, Demi Allah dan RasulNya, tak pernah sekali pun saya menjual ikan busuk yang menipu pembeli. Kalau begitu untuk apa ada kata SEGAR di sana? tunjuk Sang Kritikus pada kalimat di atas kepalanya. Sepulangnya Sang Kritikus, penjual ikan yang merasakan ada benarnya pendapat itu, memotong tulisan SEGAR, sehingga kini yang tersisa hanya JUAL IKAN. Besok harinya, Sang Kritikus kembali ke pasar itu. Sambil melewati los ikan, dia berkata kepada sang penjual, Saya tidak tahu kalau sebelum ini bapak selalu memberikan gratis ikan-ikan kepada orang lain. Bingunglah si penjual ikan dan bertanya, Kenapa bapak berpikir begitu? Bukankah bapak tahu bahwa ini pasar, tempat jual beli. Kalau begitu kenapa harus dijelaskan dengan kata JUAL, sambar Sang Kritikus. Bukankah tanpa tulisan itu pun orang-orang tahu bahwa bapak menjual ikan, bukan membagi-bagikan dengan gratis? Maka untuk ketiga kalinya si penjual ikan pun menghilangkan tulisan itu sehingga hanya tersisa kata IKAN saja. Selesai? Belum sama sekali. Keesokan harinya lagi Sang Kritikus yang lewat di depan los ikan memanggil seorang anak kecil yang ada di dekatnya, membuat si penjual ikan bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan Zang Kritikus. Rupanya lelaki itu bertanya kepada sang bocah, Nak, kau tahu hewan apa itu? katanya sambil menunjuk pada tumpukan ikan si penjual. Ikan, jawab si anak. Nah, bapak lihat sendiri bukan, ujar Sang Kritikus kepada si penjual ikan, bahkan anak kecil pun tak perlu dibantu dengan tulisan IKAN untuk tahu bahwa yang bapak jual adalah ikan. Kecuali bapak menjual hewan yang namanya tak diketahui pengunjung pasar, maka tak ada guna sama sekali tulisan IKAN itu masih bapak pampang selain menunjukkan kemubaziran saja. Akhirnya pada akhir hari yang malang itu, sembari membereskan los dagangan, si penjual ikan membuang kata terakhir IKAN di losnya ke dalam tong sampah bersama sisa-sisa kotoran ikan. Moral of the story: jangan berjualan ikan pada kritikus bahasa,
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Assalammualaikum Wr Wb pak Akmal Iyo Rancak dan lasuah mambaco tulisan bpk Takana lo di awak katiko SMA Namo awak babedo sen surang di tangah namo nan rancak-rancak Yulfidesy, desy yunio sari, susiana, tinawati, medya rosha dll Sahinggo alah ibo lo ati, sudahlah indak rancak, namo kuno pulo... Kato papa, papa agiah namo hanifah, supayo nanti ipah jadi urang jujur Nah baru tasadar namo itu rancak Katiko basuo jo mantan mahasiswi yang cantik namanya EKA di angkot. EKA jadi guru, dan alah punyo anak. Bu, saya sudah punya anak, nama anak saya HANIFAH... Wass Hanifah Pada 31 Agustus 2012 14:11, Dasriel Noeha dasrielno...@yahoo.com menulis: Rancak, itu kalimat kekaguman ambo, ka sdr Akmal, tentang cerpen Boyon. Ambo SMA di Padang Panjang lulus 71, acok juo manulis cerpen dan puisi utk koran di Padang dan Jakarta, tapi indak sarancak nan ditulis sanak Akmal salam, dasriel *Dari:* akmal n. basral an...@yahoo.com *Kepada:* rantaunet@googlegroups.com rantaunet@*Judul:* [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon Sanak sapalanta nan budiman, talampia adalah cerpen ambo Boyon (2006) nan ado dalam kumpulan cerpen Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku, antologi nan masuak long list Khatulistiwa Literary Award 2007. Iko bacaan ringan untuak akhia pakan. Mangingek ambo lahia dan gadang di Jakarta, mohon maaf jiko ado detail kisah tentang kampuang nan indak sasuai.(Saluruah namo urang dan tampek dalam kisah ko iyo hasil imajinasi ambo sajo). http://athinktokill.blogspot.com/2008/10/boyon.html Tapi ruponyo kisah ringan ambo ko dibedah serius oleh surang mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, banamo Puji Pramesti dengan judul barek manjadi A Portrait of Human Culture Toward Nature: An Ecocritical Analysis of The Short Stories by Akmal Nasery Basral Pengantar http://repository.upi.edu/abstrakview.php?no_abstrak=1009 Abstrak http://repository.upi.edu/operator/upload/s_033781_c0351__abstract.pdf Metodologi http://repository.upi.edu/operator/upload/s_033781_c0351_chapter3.pdf Kesimpulan http://repository.upi.edu/operator/upload/s_033781_c0351_chapter5.pdf Salam, Akmal Nasery Basral Cibubur * * * Cerpen BOYON Akmal Nasery Basral NAMAKU Boyon. Jems Boyon. Nama ini diberikan ayah setelah menonton film yang dibintangi Sean Connery di bioskop lusuh Pasar Atas, Bukittinggi, Sumatera Barat. Atau lebih tepatnya, setelah ayah dan ibuku yang hamil tua menonton film itu. Mereka tidak tinggal di Bukittinggi melainkan sekitar 14 kilometer ke arah Payakumbuh, di desa Kapau yang terkenal dengan kelezatan nasinya. Mungkin karena perjalanan yang cukup jauh, kontraksi perut ibu berlangsung lebih cepat tiga pekan dari perkiraan. Malam harinya ibu melahirkan dengan bantuan bidan. Aku ingin namanya Hatta, agar sikapnya harum wangi seperti proklamator kita, kata ibu sembari berulang kali menciumi pipiku. Tentu saja aku tak ingat kejadian itu kalau tidak diceritakan lagi oleh ibu. Nama yang bagus, tapi ... Ayah jelas tak setuju. Setelah beberapa detik gagal menemukan kata-kata yang pantas, sikap ayahku yang *gadang ota*, alias omong besar, tak bisa disembunyikan lagi. Pak Hatta hidupnya terlalu sederhana. Aku tak mau anakku hidup menderita di jamannya. Kalau begitu...Hamka? Itu lebih berat lagi. Nama ulama besar jangan sembarang diberikan. Kalau tidak kuat, anak kita bisa gila. Bagaimana kalau Navis, katanya itu nama penulis. Ibu pantang menyerah. Ah tidak. Penulis hidupnya miskin. Kita toh sudah melarat. Karena itu jangan ditambah-tambah lagi. Lidah ayahku seperti pesilat lincah. Setelah beberapa menit yang hingar oleh dengung nyamuk di rumah kami yang sumuk, ayah menjentikkan jarinya seperti mendapatkan ilham. Kita namakan saja Jems Boyon seperti film yang kita lihat tadi. Itu nama modern. Pintar, tampan, dan disenangi *padusi.** Ibuku seorang yang santun. Dia hanya berkata pendek. Uda yakin itu nama yang benar? Yakin. Saya pernah berdagang di Negeri Sembilan. Di sana, begitulah mereka mengucapkannya. Lidah warisan Inggris mereka tentu tak keliru seperti milik *urang awak*. Begitulah. Pendidikan ayahku yang kandas setingkat kelas 4 Ibtidaiyah, bergabung sempurna dengan sifat *gadang ota*-nya yang selalu membanggakan diri pernah ke luar negeri, meskipun hanya sebagai penjual bubur kampiun di Malaysia. Dua bulan kemudian beliau pulang kampung saat mendengar Polis Diraja Malaysia akan melancarkan razia terhadap pendatang haram. Seperti halnya para *gadang ota *sejati, ayah tak punya cukup nyali untuk kembali mengejar mimpinya. Semua terhenti sebatas kata-kata. ~ SEWAKTU bersekolah di SD dekat rumah, teman-teman memanggilku Boyon. Aku merasa biasa saja, mungkin karena belum punya konsep tentang keren tidaknya sebuah nama. Menginjak SMP aku baru tahu yang dimaksud ayah dengan Jems Boyon tak lain dari James Bond. Maka di sekolah, aku menulis namaku sebagai James. Kalaupun harus dipanjangkan, ya James B saja. Nama
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Wa'alaikumsalam Wr Wb Bu Hanifah, Ado carito satu kutiko ambo mambao anak-anak ambo ka dokter anak, beberapa tahun silam. Ibu dokter ko urang awak lo, bajilbab, usia alah 50-an, tipikal amai-amai Minang. Dicaliaknyo wajah anak-anak ambo, lalu buku info pasien di tangannyo barulang kali. Nggak salah nih, Pak Akmal? keceknyo. Nggak salah apanyo, Dok? jawek ambo agak binguang sambia mancaliak istri. Putrinya cantik-cantik begini, kok namanya nama kampung semua, lanjuiknyo sambil mambaco buku anak ambo nan sulung JIHAN MAGHFIRA, keceknyo, lalu mambaco buku anak bungsu, MARYAM AYLATIRA, lanjuiknyo kareh-kareh. Anak kaduo (tangah) ndak ikuik wakatu itu. Lalu bu dokter mangecek ka Jihan, Minta tuker saja namanya sama Papa biar keren seperti anak Jakarta lain, Jihan, keceknyo tersenyum mambuek kito sadonyo tagalak. Anak-anak lahir di bulan Ramadhan, Dok, jawek ambo. Jihan tanggal 11 Ramadhan, makanya namanya Maghfira dari periode Maghfira. Kalau Ayla itu 3 Ramadhan, maka namanya Aylatira, Anugerah Yang LAhir TIga RAmadhan. O begitu, jawab si dokter. Nama ibu saya juga Maryam kok. Lalu kejadian lain saat Ayla berumur 3 tahun, ambo diundang buko puaso oleh Pak Haz Pohan, saat itu masih Dubes Indonesia di Polandia. Basamonyo ado pulo dosen Indonesia asal Bandung nan maaja di Poznan, salah satu kota di Poland. Pembicaraan manyenggol pulo soal namo anak-anak. Manuruik dosen asal Bandung tu, di Poland banyak bana namo Maryam dipakai dengan variasi panulihan Mariam/Meriam. Tapi biasanya nama panggilan mereka Mayla, bukan Ayla, kecek dosen ko. Anak ambo diam sajo salamo awak mangecek ko. Bisuak pagi di rumah, baitu bangun Ayla langsung mangecek ka ambo. Ayla namanya ganti jadi Mayla aja, Pa, keceknyo. Ruponyo didanganya nyo bana pambicaraan kapatang. Sajak itulah namo panggilannyo baganti hinggo kini manjadi Mayla. Akhia September muko umua Mayla 6 tahun, dan alah didapeknyo Piala Presiden nan labiah tinggi dari badannyo kutiko April lalu inyo dan kawan-kawannya memenangkan juara umum Kids Marching Band Festival VII (menang di tujuah kategori) nan diikuti TK Se-Indonesia. Piala asli ditempatkan di sekolah, setiap anggota mendapatkan replikanya. Salam, Akmal N. Basral On Aug 31, 2012, at 10:11 PM, Hanifah Damanhuri ifah...@gmail.com wrote: Assalammualaikum Wr Wb pak Akmal Iyo Rancak dan lasuah mambaco tulisan bpk. Takana lo di awak katiko SMA Namo awak babedo sen surang di tangah namo nan rancak-rancak Yulfidesy, desy yunio sari, susiana, tinawati, medya rosha dll Sahinggo alah ibo lo ati, sudahlah indak rancak, namo kuno pulo... Kato papa, papa agiah namo hanifah, supayo nanti ipah jadi urang jujur Nah baru tasadar namo itu rancak Katiko basuo jo mantan mahasiswi yang cantik namanya EKA di angkot. EKA jadi guru, dan alah punyo anak. Bu, saya sudah punya anak, nama anak saya HANIFAH... Wass Hanifah Pada 31 Agustus 2012 14:11, Dasriel Noeha dasrielno...@yahoo.com menulis: Rancak, itu kalimat kekaguman ambo, ka sdr Akmal, tentang cerpen Boyon. Ambo SMA di Padang Panjang lulus 71, acok juo manulis cerpen dan puisi utk koran di Padang dan Jakarta, tapi indak sarancak nan ditulis sanak Akmal salam, dasriel Dari: akmal n. basral an...@yahoo.com Kepada: rantaunet@googlegroups.com rantaunet@Judul: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon Sanak sapalanta nan budiman, talampia adalah cerpen ambo Boyon (2006) nan ado dalam kumpulan cerpen Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku, antologi nan masuak long list Khatulistiwa Literary Award 2007. Iko bacaan ringan untuak akhia pakan. Mangingek ambo lahia dan gadang di Jakarta, mohon maaf jiko ado detail kisah tentang kampuang nan indak sasuai.(Saluruah namo urang dan tampek dalam kisah ko iyo hasil imajinasi ambo sajo). http://athinktokill.blogspot.com/2008/10/boyon.html Tapi ruponyo kisah ringan ambo ko dibedah serius oleh surang mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, banamo Puji Pramesti dengan judul barek manjadi A Portrait of Human Culture Toward Nature: An Ecocritical Analysis of The Short Stories by Akmal Nasery Basral Pengantar http://repository.upi.edu/abstrakview.php?no_abstrak=1009 Abstrak http://repository.upi.edu/operator/upload/s_033781_c0351__abstract.pdf Metodologi http://repository.upi.edu/operator/upload/s_033781_c0351_chapter3.pdf Kesimpulan http://repository.upi.edu/operator/upload/s_033781_c0351_chapter5.pdf Salam, Akmal Nasery Basral Cibubur * * * Cerpen BOYON Akmal Nasery Basral NAMAKU Boyon. Jems Boyon. Nama ini diberikan ayah setelah menonton film yang dibintangi Sean Connery di bioskop lusuh Pasar Atas, Bukittinggi, Sumatera Barat. Atau lebih tepatnya, setelah ayah dan ibuku yang hamil tua menonton film itu. Mereka tidak tinggal di Bukittinggi melainkan sekitar 14 kilometer ke arah Payakumbuh, di desa Kapau yang terkenal dengan kelezatan nasinya. Mungkin karena perjalanan yang
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon
Jadi takana pulo sangkek kuliah s1 dulu Biasolah, sasudah dosen manjalehkan materi, lalu dosen manyuruah mhs maju kamuko manyalasaikan soal. HANIFAH kato pak dosen mamanggia tagak wak... baru tagak langsuang pak dosen batanyo, ISLAM ya? Tantu alah tacangang sen wak mode rambuik sangkek itu, iyo ba poni rok singkek, di ateh lutuk senek mato jo kulik gon kali nan mambuek ragu urang Bisuakno galak -galak pak dosen dun den kiro cino katono Amak wak sanano rancak sangaik, kayak bule Yaaa nasib awak sen nan mangkon ka baa juo li he he he Papa mamanggia awak ipah mama wak mamanggia awak ANIP kawan-kawan nan acok main karumah pasti mamanggia awak anip tapi kini urang acok mamanggia awak jo panggilan bu hanifah langkok jadino he he he Wass Hanifah Pada 1 September 2012 07:25, Akmal N. Basral an...@yahoo.com menulis: Wa'alaikumsalam Wr Wb Bu Hanifah, Ado carito satu kutiko ambo mambao anak-anak ambo ka dokter anak, beberapa tahun silam. Ibu dokter ko urang awak lo, bajilbab, usia alah 50-an, tipikal amai-amai Minang. Dicaliaknyo wajah anak-anak ambo, lalu buku info pasien di tangannyo barulang kali. Nggak salah nih, Pak Akmal? keceknyo. Nggak salah apanyo, Dok? jawek ambo agak binguang sambia mancaliak istri. Putrinya cantik-cantik begini, kok namanya nama kampung semua, lanjuiknyo sambil mambaco buku anak ambo nan sulung JIHAN MAGHFIRA, keceknyo, lalu mambaco buku anak bungsu, MARYAM AYLATIRA, lanjuiknyo kareh-kareh. Anak kaduo (tangah) ndak ikuik wakatu itu. Lalu bu dokter mangecek ka Jihan, Minta tuker saja namanya sama Papa biar keren seperti anak Jakarta lain, Jihan, keceknyo tersenyum mambuek kito sadonyo tagalak. Anak-anak lahir di bulan Ramadhan, Dok, jawek ambo. Jihan tanggal 11 Ramadhan, makanya namanya Maghfira dari periode Maghfira. Kalau Ayla itu 3 Ramadhan, maka namanya Aylatira, Anugerah Yang LAhir TIga RAmadhan. O begitu, jawab si dokter. Nama ibu saya juga Maryam kok. Lalu kejadian lain saat Ayla berumur 3 tahun, ambo diundang buko puaso oleh Pak Haz Pohan, saat itu masih Dubes Indonesia di Polandia. Basamonyo ado pulo dosen Indonesia asal Bandung nan maaja di Poznan, salah satu kota di Poland. Pembicaraan manyenggol pulo soal namo anak-anak. Manuruik dosen asal Bandung tu, di Poland banyak bana namo Maryam dipakai dengan variasi panulihan Mariam/Meriam. Tapi biasanya nama panggilan mereka Mayla, bukan Ayla, kecek dosen ko. Anak ambo diam sajo salamo awak mangecek ko. Bisuak pagi di rumah, baitu bangun Ayla langsung mangecek ka ambo. Ayla namanya ganti jadi Mayla aja, Pa, keceknyo. Ruponyo didanganya nyo bana pambicaraan kapatang. Sajak itulah namo panggilannyo baganti hinggo kini manjadi Mayla. Akhia September muko umua Mayla 6 tahun, dan alah didapeknyo Piala Presiden nan labiah tinggi dari badannyo kutiko April lalu inyo dan kawan-kawannya memenangkan juara umum Kids Marching Band Festival VII (menang di tujuah kategori) nan diikuti TK Se-Indonesia. Piala asli ditempatkan di sekolah, setiap anggota mendapatkan replikanya. Salam, Akmal N. Basral On Aug 31, 2012, at 10:11 PM, Hanifah Damanhuri ifah...@gmail.com wrote: Assalammualaikum Wr Wb pak Akmal Iyo Rancak dan lasuah mambaco tulisan bpk. Takana lo di awak katiko SMA Namo awak babedo sen surang di tangah namo nan rancak-rancak Yulfidesy, desy yunio sari, susiana, tinawati, medya rosha dll Sahinggo alah ibo lo ati, sudahlah indak rancak, namo kuno pulo... Kato papa, papa agiah namo hanifah, supayo nanti ipah jadi urang jujur Nah baru tasadar namo itu rancak Katiko basuo jo mantan mahasiswi yang cantik namanya EKA di angkot. EKA jadi guru, dan alah punyo anak. Bu, saya sudah punya anak, nama anak saya HANIFAH... Wass Hanifah Pada 31 Agustus 2012 14:11, Dasriel Noeha dasrielno...@yahoo.commenulis: Rancak, itu kalimat kekaguman ambo, ka sdr Akmal, tentang cerpen Boyon. Ambo SMA di Padang Panjang lulus 71, acok juo manulis cerpen dan puisi utk koran di Padang dan Jakarta, tapi indak sarancak nan ditulis sanak Akmal salam, dasriel *Dari:* akmal n. basral an...@yahoo.com *Kepada:* rantaunet@googlegroups.com rantaunet@*Judul:* [R@ntau-Net] (OOT) Cerpen Boyon Sanak sapalanta nan budiman, talampia adalah cerpen ambo Boyon (2006) nan ado dalam kumpulan cerpen Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku, antologi nan masuak long list Khatulistiwa Literary Award 2007. Iko bacaan ringan untuak akhia pakan. Mangingek ambo lahia dan gadang di Jakarta, mohon maaf jiko ado detail kisah tentang kampuang nan indak sasuai.(Saluruah namo urang dan tampek dalam kisah ko iyo hasil imajinasi ambo sajo). http://athinktokill.blogspot.com/2008/10/boyon.html Tapi ruponyo kisah ringan ambo ko dibedah serius oleh surang mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, banamo Puji Pramesti dengan judul barek manjadi A Portrait of Human Culture Toward Nature: An Ecocritical Analysis of The Short Stories by Akmal Nasery Basral Pengantar