Re: [R@ntau-Net] Kasak kusuk politik setelah quick count - mencari pendamping Jokowi.
Rakyat tau beda pileg jo pilpres, dan kader pdip di pileg biasonyo indak banyak nan qualified. Kalau di pilpres caritonyo akan lain, apolai kalau JK dulu diambiak pdip, Wassalam Fitr Sent from my iPad On Apr 11, 2014, at 10:10 PM, tasrilmo...@banuacitra.com wrote: Mantab bana ulasan Da Zaid, sado no mungkin. Baa pulo kiro2 kalau SBY turun jadi penggalang koalisi Da, dan ado pulo ndak kemungkinan Mega barubah pikiran untuak capres no, dek ampia ndak ado pangaruah no Jokowi ka panambahan suaro PDIP kapatang tu dan malah ado kecenderungan bakurang. Ditunggu Da Zaid Wassalam Tan Ameh From: Zaid Dunil Sent: Saturday, April 12, 2014 08:52 To: Rantaunet Reply To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [R@ntau-Net] Kasak kusuk politik setelah quick count - mencari pendamping Jokowi. Sanak sapalanta RN n a h Ass ww Menyambung tulisan berandai andai tentang koalisi yang lalu, berikut ini adalah kelanjutannya ; Hasil quick count pemilu legislatif 2014 mengungkapkan peta kekuatan real masing masing partai politik, bahwa tidak ada partai yang menang 25 % atau lebih,sehingga tidak ada partai yang dapat mengajukan capres sendiri tapa berkoalisi dengan partai lain. Semua partai saat ini berusaha memainkan kartunya berdasarkan persentase hasil pemilihan yang diperolehnya serta faktor ketokohan orang partai tertentu yang dimilikinya, dan mulai melakukan pendekatan pendekatan kepada pihak lain untuk membenruk koalisi guna pengajuan pasangan capres dan cawapres dalam pilpres mendatang. Namun demikian pendekatan yang dilakukan masing masing partai dalam mencari partner koalisi itu tetap dibatasi oleh kecendrungan pengalaman hubungan antara mereka selama ini, yang kalau diterjeamahkan secara lugas kira kira nampak kecendrungan sebagai berikut: - PDIP dengan Gerindra jelas merupakan kubu yang berseberangan. Tidak mungkin PDIP berkoalisi lagi dengan Partai Gerindra. Masing masing mengajukan Capres sendiri jelas tidak memungkinbkan bagi mereka untuk berkoalisi. - PDIP juga tidak mungkin berkoalisi dengan partai Demokrat, namun hal ini lebih pada faktor pribadi, Megawati yang tidak suka pada SBY karena pernah merasa dikhianati SBY. - Berdasarkan keinginan ARB yang tetap ingin maju menjadi Capres, maka kemungkinan PDIP koalisi dengan Golkar juga tertutup. ARB nampaknya akan menggalang Poros sendiri agar tetap bisa maju ke Pilpres yang akan datang. Nampaknya ARB berani mengambil risiko, tetap maju sebagai capres walau nanti kalah dan tidak dapat apa apa. Andai Jokowi, menjadi RI satu, maka ada kemungkinan bahwa Golkar tidak diajak dalam Pemerintahan. Jokowi tidak suka dengan kata koalisi yang diartikannya sebagai bagi bagi kursi atau kekuasaan. Jokowi lebih suka menggunakan kata kerjasama mengatasi persoalan bangsa dan itu bisa dengan siapa saja. Pengamat mengartikannya itu bukan koalsisi yang permanen sifatnya. Sebenarnya kalau ARB mau menjadi cawapres dan koalisi dengan PDIP , kemungkinan menangnya lebih tinggi, dia jadi wapres dan orang orang partainya juga tersalurkan dalam pemerintahan yang baru. Sesuai dengan niat Golkar yang selalu ingin menjadi bagian dari Pemerintahan yang berkuasa.Baik PDIP maupun Golkar punya mesin partai yang efektif dan probilitas memengkan Pilpres itu jelas lebih tinggi. Berdasarkan peta sederhana itu , maka PDIP mulai menjajaki kemungkinan teman koalisi dan yang didatangi pertama adalah partai Nasdem. Cahyo Kumolo , pertinggi PDIP yang orang kepercayaan Mega mendatangi Surya Paloh dan kita bisa menduga pembicaraan mereka pasti menyangkut ajakan untuk berkoalisi. Surya Paloh, politikus kawakan, sampai saat ini belum terlontar ucapannya untuk menjadi Capres atau cawapres, karena dia sadar bahwa tidak elok menyampaikan hal itu sebelum mengetahui perolehan suara Nasdem dalam pemilu legislatif 2014 ini. Disini nampak kalau Surya Paloh lebih hati hati ketimbang Wiranto yang sudah berkampanye menjadi Capres jauh sebelum Pemilu legistalif 2014, sebelum mengetahui perolehan suara partainya. Dengan demikian Surya Paloh sama sekali tidak kehilangan muka ketika hanya mendapat suara sekitar 6,9 %. Ajakan PDIP untuk bergabung membuka peluang bagi Surya Paloh untuk menjadi pendamping Jokowi. Pilihan Mega terhadap Surya Paloh nampaknya juga dengan kalkulasi angka perolehan Nasdem yang sekitar 6,9 % itu, sehingga ditambah dengan perolehan PDIP sebesar 18,9 % berdua bisa melebihi 25 % , dan koalisi dua partai itu cukup untuk mengajukan calon dalam Pilpres. Faktor Surya Paloh yang pemilik Media Grup akan sangat efektif dalam kampanye Pilpres yad, dan kalau diperhitungkan pula fartor kobinasi Jawa dan luar Jawa bagi pasangan Jokowi - Paloh sebagai keharusan pasangan Capres dan Cawapres , maka pemilihan Surya Paloh nampaknya sudah dikalkulasi Mega dengan baik. Namun hal ini tentu saja belum mutlak, masih penjajagan, namun rasionalitas
Re: [R@ntau-Net] Kasak kusuk politik setelah quick count - mencari pendamping Jokowi.
Dinda Tan Ameh , sanak Fitrianto dan sanak sapalanta RN n a h Ass ww. Tks atas komentarnya. Setelah keluar hasil quick count yang lalu, SBY langsung mengucapkan selamat kepada partai pemenang (PDIP, Golkar dan Gerindra). SBY mengakui kekalahannya dalam pemilu ini namun dapat menerima posisinya dalam urutan ke 4 dalam rangking pileg kali ini. SBY dengan partai Demokratnya yang memperoleh hampir 10 % tetap akan diperhitungkan, namun jelas dia tidak akan mengajukan Capres sendiri. Mungkin hasil konvensi partai Demokrat yang lalu akan dilupakan. Konvensi itu adalah untuk Capres dan tidak akan berubah menjadi konvensi Cawapres. Dengan demikian SBY saat ini tidak berkepentingan lagi menggalang koalisi secara aktif. Dia akan bersikap sebagai begawan saja, atau akan pasif, menunggu. Menjadi anggota koalisi dengan partai lain atau berperan sebagai oposisi tidak masalah bagi SBY. SBY tidak akan menggalang koalisi untuk membentuk poros sendiri. Dia tahu kalau partainya tidak punya capres yang mumpuni. Konvensi yang lalu bahkan tidak menghasilkan capres sehingga sepertinya layu sebelum berkembang . Penyebabnya tentu dari popularitas Partai Demokrat sendiri yang anjlok didera korupsi kader kadernya, sehimgga siapapun yang dimenangkan dalam konvensi itu elektabilitasnya tetap rendah. Partai Demokrat dan SBY masih dibutuhkan , bahkan sangat dibutuhkan oleh partai lain. Kemana SBY akan berpihak ? Yang jelas tidak akan ke PDIP. Jadi kemungkinannya hanya ke Golkar atau ke Gerindra. Merujuk pada kerjasama Demokrat dengan Golkar selama ini yang cukup baik dibandingkan dengan partai lain yang ikut koalisi dalam pemerintahan SBY terakhir, ada kecendrungan SBY memilih Golkar. SBY tinggal menunggu pendekatan ARB dan tentu dengan bargaining dia dapat apa kalau koalisi dengan Golkar. Andai ARB bisa menerima Jendral Edhi Wibowo (sang adik ipar) menjadi cawapres , maka kemungkinan besar SBY akan berkoalisi dengan Golkar. Koalisi dengan Gerindra masih terbuka, namun andai Demokrat koalisi dengan Gerindra, akan sulit mengajukan sang ipar menjadi cawapresnya Prabowo Subianto, karena kombinasi Capres dan Cawapres dua duanya jendral, tidak akan dipilih orang. Saya malah risau dengan gerak Gerindra yang nampak lamban dalam penggalangan koalisi. Bisa bisa dia tidak kebagian teman berkoalisi, karena partai partai lain sudah menunjukkan kecendrungan yang jelas sedangkan Gerindra masih bersikap pasif, menunggu. Geindra belum menunjukkan kecendrungan yang jelas, kecuali dengan PPP, partai yang internalnya bermasalah. Gerindra tidak mungkin berkoalisi dengan Hanura, karena chemistri Prabowo dengan Wiranto tidak cocok, Ada luka lama dalam hubungan mereka yang mungkin sulit disembuhkan, terutama dari pihak Prabowo. Soal Jokowi effect yang ternyata tidak sesuai dengan harapan PDIP sebelumnya, saya kira tidak akan merubah posisi Jokowi yang sdh ditetapkan sebagai Capres PDIP. Apalagi nampak bahwa Jokowi sudah aktif dalam blusukan politiik dan sudah mulai bertemu dengan berbagai pihak guna penggalangan. Begitu dulu sementara dinda Tan Ameh. Perkembangan kedepan masih membuka banyak kemungkinan. Kita tunggulah gerak dan blusukan politik selanjutnya dari tokoh partai partai itu. Wassalam Dunil Zaid. 71. Kpg Ujuang Pandan Parak Karambia,Pdg. Tingga di Jkt. 2014-04-12 18:00 GMT+07:00 Fitrianto fitr.tanju...@gmail.com: Rakyat tau beda pileg jo pilpres, dan kader pdip di pileg biasonyo indak banyak nan qualified. Kalau di pilpres caritonyo akan lain, apolai kalau JK dulu diambiak pdip, Wassalam Fitr Sent from my iPad On Apr 11, 2014, at 10:10 PM, tasrilmo...@banuacitra.com wrote: Mantab bana ulasan Da Zaid, sado no mungkin. Baa pulo kiro2 kalau SBY turun jadi penggalang koalisi Da, dan ado pulo ndak kemungkinan Mega barubah pikiran untuak capres no, dek ampia ndak ado pangaruah no Jokowi ka panambahan suaro PDIP kapatang tu dan malah ado kecenderungan bakurang. Ditunggu Da Zaid Wassalam Tan Ameh *From: *Zaid Dunil *Sent: *Saturday, April 12, 2014 08:52 *To: *Rantaunet *Reply To: *rantaunet@googlegroups.com *Subject: *[R@ntau-Net] Kasak kusuk politik setelah quick count - mencari pendamping Jokowi. Sanak sapalanta RN n a h Ass ww Menyambung tulisan berandai andai tentang koalisi yang lalu, berikut ini adalah kelanjutannya ; Hasil quick count pemilu legislatif 2014 mengungkapkan peta kekuatan real masing masing partai politik, bahwa tidak ada partai yang menang 25 % atau lebih,sehingga tidak ada partai yang dapat mengajukan capres sendiri tapa berkoalisi dengan partai lain. Semua partai saat ini berusaha memainkan kartunya berdasarkan persentase hasil pemilihan yang diperolehnya serta faktor ketokohan orang partai tertentu yang dimilikinya, dan mulai melakukan pendekatan pendekatan kepada pihak lain untuk membenruk koalisi guna pengajuan pasangan capres dan cawapres dalam pilpres mendatang. Namun demikian pendekatan yang dilakukan masing masing partai dalam mencari partner koalisi
Re: [R@ntau-Net] Kasak kusuk politik setelah quick count - mencari pendamping Jokowi.
Mantab bana ulasan Da Zaid, sado no mungkin.Baa pulo kiro2 kalau SBY turun jadi penggalang koalisi Da, dan ado pulo ndak kemungkinan Mega barubah pikiran untuak capres no, dek ampia ndak ado pangaruah no Jokowi ka panambahan suaro PDIP kapatang tu dan malah ado kecenderungan bakurang.Ditunggu Da ZaidWassalamTan Ameh From: Zaid DunilSent: Saturday, April 12, 2014 08:52To: RantaunetReply To: rantaunet@googlegroups.comSubject: [R@ntau-Net] Kasak kusuk politik setelah quick count - mencari pendamping Jokowi.Sanak sapalanta RN n a hAss wwMenyambung tulisan berandai andai tentang koalisi yang lalu, berikut ini adalah kelanjutannya ; Hasil quick count pemilu legislatif 2014 mengungkapkan peta kekuatan real masing masing partai politik, bahwa tidak ada partai yang menang 25 % atau lebih,sehingga tidak ada partai yang dapat mengajukan capres sendiri tapa berkoalisi dengan partai lain. Semua partai saat ini berusaha memainkan kartunya berdasarkan persentase hasil pemilihan yang diperolehnya serta faktor ketokohan orang partai tertentu yang dimilikinya, dan mulai melakukan pendekatan pendekatan kepada pihak lain untuk membenruk "koalisi" guna pengajuan pasangan capres dan cawapres dalam pilpres mendatang. Namun demikian pendekatan yang dilakukan masing masing partai dalam mencari partner koalisi itu tetap dibatasi oleh kecendrungan pengalaman hubungan antara mereka selama ini, yang kalau diterjeamahkan secara lugas kira kira nampak kecendrungan sebagai berikut: - PDIP dengan Gerindra jelas merupakan kubu yang berseberangan. Tidak mungkin PDIP berkoalisi lagi dengan Partai Gerindra. Masing masing mengajukan Capres sendiri jelas tidak memungkinbkan bagi mereka untuk berkoalisi. - PDIP juga tidak mungkin berkoalisi dengan partai Demokrat, namun hal ini lebih pada faktor pribadi, Megawati yang tidak suka pada SBY karena pernah merasa "dikhianati" SBY.- Berdasarkan keinginan ARB yang tetap ingin maju menjadi Capres, maka kemungkinan PDIP koalisi dengan Golkar juga tertutup. ARB nampaknya akan menggalang "Poros" sendiri agar tetap bisa maju ke Pilpres yang akan datang. Nampaknya ARB berani mengambil risiko, tetap maju sebagai capres walau nanti kalah dan tidak dapat apa apa. Andai Jokowi, menjadi RI satu, maka ada kemungkinan bahwa Golkar tidak diajak dalam Pemerintahan. Jokowi tidak suka dengan kata "koalisi" yang diartikannya sebagai bagi bagi kursi atau kekuasaan. Jokowi lebih suka menggunakan kata "kerjasama mengatasi persoalan bangsa" dan itu bisa dengan siapa saja. Pengamat mengartikannya itu bukan koalsisi yang permanen sifatnya. Sebenarnya kalau ARB mau menjadi cawapres dan koalisi dengan PDIP , kemungkinan menangnya lebih tinggi, dia jadi wapres dan orang orang partainya juga tersalurkan dalam pemerintahan yang baru. Sesuai dengan niat Golkar yang selalu ingin menjadi bagian dari Pemerintahan yang berkuasa. Baik PDIP maupun Golkar punya mesin partai yang efektif dan probilitas memengkan Pilpres itu jelas lebih tinggi. Berdasarkan peta sederhana itu , maka PDIP mulai menjajaki kemungkinan teman koalisi dan yang didatangi pertama adalah partai Nasdem. Cahyo Kumolo , pertinggi PDIP yang orang kepercayaan Mega mendatangi Surya Paloh dan kita bisa menduga pembicaraan mereka pasti menyangkut ajakan untuk berkoalisi. Surya Paloh, politikus kawakan, sampai saat ini belum terlontar ucapannya untuk menjadi Capres atau cawapres, karena dia sadar bahwa tidak elok menyampaikan hal itu sebelum mengetahui perolehan suara Nasdem dalam pemilu legislatif 2014 ini. Disini nampak kalau Surya Paloh lebih hati hati ketimbang Wiranto yang sudah berkampanye menjadi Capres jauh sebelum Pemilu legistalif 2014, sebelum mengetahui perolehan suara partainya. Dengan demikian Surya Paloh sama sekali tidak kehilangan muka ketika hanya mendapat suara sekitar 6,9 %. Ajakan PDIP untuk bergabung membuka peluang bagi Surya Paloh untuk menjadi pendamping Jokowi. Pilihan Mega terhadap Surya Paloh nampaknya juga dengan kalkulasi angka perolehan Nasdem yang sekitar 6,9 % itu, sehingga ditambah dengan perolehan PDIP sebesar 18,9 % berdua bisa melebihi 25 % , dan koalisi dua partai itu cukup untuk mengajukan calon dalam Pilpres. Faktor Surya Paloh yang pemilik Media Grup akan sangat efektif dalam kampanye Pilpres yad, dan kalau diperhitungkan pula fartor kobinasi Jawa dan luar Jawa bagi pasangan Jokowi - Paloh sebagai "keharusan" pasangan Capres dan Cawapres , maka pemilihan Surya Paloh nampaknya sudah dikalkulasi Mega dengan baik. Namun hal ini tentu saja belum