[Urang Sunda] Fw: ombak yang tak pernah lelah ( jalan2 ka pantai pameungpeuk)
wargi sadaya ieu, aya cerita perjalanan , ka daerah garut selatan, mulai ti garut - bayongbong-cikajang- sampai ka pantai pameungpeuk ti lereng gunung cikuray sampai ka pantai cilautereun. mugi aya mangpaat na salam Wardi - Forwarded Message deburan ombak , bagaikan tak lelah berlarian menyapu tepian pantai, ombak tak pernah beristirahat sejenak pun, sejak dari pagi, siang, malam, bahkan sejak dahulu kala. hempasan gelombang ombak yang begitu perkasa berlarian ke tepi pantai , kemudian hanya akan menjadi buih air yang lemah kemudian sirna di bibir pantai untuk kemudian surut lagi ke laut. ada gemuruh deburan ombak tanpa henti di tepi pantai, namun ada pula diam nya alam, dalam keheningan di atas gunung demikianlah alam ini, ada sepi, tenang namun ada juga suara keras, gerakan tanpa henti, bagi alam diam dan bergerak, adalah bagaikan dua bagian mata uang yg tak terpisahkan. alam adalah juga gambaran betapa alam ini telah diatur dengan begitu sempurna nya. seandainya pun kita sedang diam, tidur sekalipun, tapi organ2 tubuh kita tetap bergerak tanpa henti, jantung berdegup, darah mengalir, paru2 bernafas, semuanya bergerak tanpa henti sejak kita dilahirkan ke dunia ini.. begitu lah pula alam ini, tak berhenti bergerak, namun bukan bergerak sembarangan, alam bergerak dengan penuh keteraturan. pastilah ada Maha Penggerak dan Maha Pengatur, yg mengatur ini semua, Tuhan yg Maha Kuasa. Allah, pengatur dan pencipta kita semua, tak ada hentinya mengatur alam ini, tak ada hari ahad untuk sekedar istirahat bagi Sang Maha Pengatur. Kita sebagai manusia, makhluk ciptaan nya, ada kelelahan sehingga perlu istirahat sejenak bilamana organ2 tubuh kita pun berhenti bergerak, itulah saat kematian menjemput kita, namun walau jasad ini tak bergerak lagi, tapi ruh, jiwa ini tetaplah bergerak, beterbangan menuju ke alam akhirat. demikian renungan saat berada di tepi pantai pasir putih yg indah selepas perjalanan jauh dari pegunungan saya dan teman2 melakukan perjalanan bersepeda, mulai dari pegunungan daerah priangan, sekitar Garut berjalan ke arah selatan, sampai ke pantai selatan jawa barat di daerah Pameungpeuk , Garut selatan Dari kota Garut ke arah selatan, tampak menjulang tinggi gunung cikuray yang puncaknya tertutup awan, di samping kanan berdiri tegar gunung guntur yg ke sampingnya berjajar pegunungan sampai gunung papandayan ke dataran tinggi diantara celah 2 gunung tinggi itulah kita melakukan perjalanan mendaki yg melelahkan saat sampai ke dataran tinggi daerah cikajang, dimana terhampar luas kebun teh dan hutan pinus hamparan kebun teh yang bertambah indah dengan pepohonan penuh warna di sekitarnya. kesenyapan menyergap kita saat berada di tengah keheningan alam yg indah tersebut sunyi, sepi, alam serasa diam, hanya awan di langit lah yg bergerak, jarum jam pun serasa tak berdetak walau sedetik pun pada perjalanan selanjutnya gunung gelap yg rimbun di daerah cisompet menaungi siang terik mentari, dan lambaian pohon kelapa di tepi pantai pameungpeuk menyapa mesra di akhir perjalanan. dalam perjalanan jauh ini mendaki bukit, menuruni lembah, kita pun tak lepas dari kelelahan, sehingga di tengah perjalanan kita sering istirahat, sekedar minum , melepas lelah "wong urip mung mampir ngombe", kata orang Jawa, hidup ini bagaikan perjalanan, hanya mampir sejenak. namun bila telah tiba di ujung daratan, bertepi lautan perjalanan pun berakhir sudah, disanalah peristirahatan terakhir kalau dibandingkan dengan perjalanan hidup, saat akhir jalan di tepi pantai, itulah batas antara kehidupan dunia dan akhirat, laut luas yg terhampar di tepi pantai, adalah bagaikan alam akhirat, yg tak kita ketahui betapa dalam dan luas nya. saya coba masukkan jari ke pasir pantai dan mengamati tetesan air yg jatuh, sangat sedikit dibanding air di samudra yg terbentang luas di hadapan. demikian lah kata hadis nabi, perbandingan ilmu manusia dengan ilmu Allah, sangat sedikit yg kita ketahui, dari misteri alam kehidupan ini... namun kesombongan sebagian manusia tak mau menyadarinya matahari pun mulai tenggelam ke ujung samudra, lampu2 perahu nelayan yg hendak melaut mulai mengisi cakrawala yg menjelang gelap.. dari kejauhan terdengar suara adzan magrib mengalun merdu, menimpali suara deburan ombak "hayya alal falah" , marilah menuju kebahagiaan, demikian seruan dari mesjid, namun tak semua manusia mau memahami panggilan tersebut, matahari pun telah tenggelam di ufuk samudra, menjelang malam gelap, manusia pun mulai beristirahat, namun ombak tetap berlarian tak pernah beristirahat walau sejenak pun baca selengkapnya ; http://hdmessa.wordpress.com/2008/06/02/ombak-yang-tak-pernah-lelah/ salam deburan ombak, dari tepi pantai santolo, cilautereun, pamengpeuk,garut selatan , jawa barat dekat stasiun percobaan roket LAPAN, tak jauh dari situs purbakala ditemukan nya kuno prasasti cilauteureun
[Urang Sunda] Fw: balapan ep wan di bandung [refresh]
Syahdan terdengarlah suara mesin mobil menderu deru, mobil2 mengkilap berjajar ke belakang, tiba2 berbunyi melengking suara suling dan rentakan suara angklung pertanda start dimulai, melajulah dengan cepatnya mobil2 balap ep wan ( F1 , mobil balap formula satu ) tersebut. Jaja serasa tak percaya melihat nya, ada balapan F1 di kota Bandung dengan mengambil start di lapangan tegalega. Tak percaya akhirnya tergapai juga impian nya, menonton langsung balapan mobil tersebut yg selama ini hanya bisa ia lihat di TV. Yah itulah kerjaan utama Jaja di rumahnya, setelah ia telah gagal melamar kerja ke mana2, cintanya pun ditolak si Neneng pujaan hatinya. Sekalian refreshing dan nggak ada kerjaan, akhirnya nonton TV saja lah kerjaan nya, khususnya acara olahraga seperti balap mobil dan sepakbola. Nonton nya pun nggak sembarangan, bukan acara lokal tapi acara2 olahraga nun jauh di eropa sana, walau nganggur Jaja masih punya gengsi. Tapi Jaja, sungguh kaget kalau ternyata balap F1 sampai diadakan pula di kota Bandung, yg jalan nya sempit, macet , banyak bolong2 dll. Dari koran ia dapat kabar justru karena itu semua, sangat menantang bagi para pembalap F-1 yg sudah bosan dg track balap yg itu2 saja. Jadilah Bandung kota ketiga di dunia yg mengadakan balap mobil di tengah kota, setelah monte carlo dan singapura. Pihak pemerintah sih senang2 saja, berarti setidaknya sudah jadi kota kelas dunia, keren euy. Yah begitulah kita2 senang berbangga2 dengan hal2 yg bersifat simbolis, namun tak begitu peduli bagaimana bisa unggul dalam realita nya, yg penting gengsi dan penampilan, demikianlah salah satu karakter kemiskinan mentalitas. Berhubung tak ada anggaran di APBD, sehingga balapan diadakan seadanya, bagaimana kondisi jalanan kota normal ada nya. Justru hal tersebut menambah seru pertandingan dan disukai para pembalap. Karena BBM supermahal, maka bahan bakar nya pun etanol, dibuat dari campuran minyak jarak dan singkong. Sehingga mesin mobil balap pun sedikit dimodifikasi sesuai bahan bakar tersebut. Khusus menghadapi track kota Bandung pihak konstruktor ( pembuat mobil balap ) telah merancang mobil khusus modifikasi dari mobil F-1 yg digunakan selama ini. Mobilnya lebih pendek dan tidak lebar, agar bisa masuk jalan sempit, mesin mobil posisinya agak di naikkan agar tak kena air saat melewati jalan yg banjir, disiapkan pula suspensi dg sensor khusus agar tetap bisa ngebut saat melewati jalan berlubang atau polisi tidur di kompleks perumahan. Ada perangkat khusus juga saat menghadapi kemacetan jalan. Dan setumpuk peralatan canggih lain nya untuk antisipasi kondisi jalanan. Dari tempat Jaja nonton di lapang tegalega, ada banyak dipasang monitor TV dari kamera2 yg terpasang di berbagai tempat, sehingga dari sana ia bisa memantau kondisi perlombaan di berbagai tempat. Saat para pembalap lewat jalan dekat pasar dimana pedagang pasar tumpah sampai ke tengah jalan, mobil pun bisa dibuat ramping agar bisa jalan cepat di tengah kemacetan, begitu pula saat melewati kompleks sekolah atau kantoran dimana biasanya banyak angkot ngetem. Yang seru saat para pembalap melewati kompleks perumahan di mana banyak polisi tidur nya (bump), shock breaker mengayun dengan lincah nya, namun ada satu yg tak diperhitungkan tinggi gundukan polisi tidur berbeda2 di berbagai tempat, sehingga tetap saja ada mobil yg body nya terantuk tonjolan jalan tsb. Saat terjebak pada jalanan yg jadi buntu karena terpasang portal, mobil pun bisa tiba2 meloncat, para pembalap pun menyukai tantangan2 jalan tsb Saat lewat perempatan lampu merah, mobil2 F-1 yang mengkilat warna nya, dikerubungi oleh para pengamen dan pengemis, membuat para pengemudi jadi bingung. Tapi ada pengemudi yg sudah tahu hal tsb dan menyiapkan banyak uang recehan, sehingga bisa aman melewatinya. Saat lewat rumah sakit dan mesjid, diaktifkanlah alat khusus sehingga tak terdengar sedikitpun suara mesin mobil, nyaris tak terdengar. Pada satu ruas jalan, ada peserta balapan yg kena tilang polisi juga, karena tak melihat ada rambu lalu lintas yg tersembunyi dan polisi nya sembunyi juga, karena pembalap bule, yah terpaksa “damainya” pakai uang dollar, tapi sang polisi bingung karena uang dollar nya tak diterima oleh penjual rokok di warung pinggir jalan. Saat lewat kantor gubernuran jalan pun tertutup karena ada masyarakat yg sedang demo dan menutup jalan, terpaksa lah para crew balap, sibuk mencari alternative jalan tikus agar perjalanan tak terhambat, dan tak lupa memberi tips uang cepek’an pada anak muda yg berdiri di tiap perempatan jalan. Lewat jalan dekat kebun binatang bandung dimana di jalan banyak kotoran kuda karena di tempat tersebut biasa digunakan wisata berkuda anak2, secepat kilat, dari mobil langsung keluar zat pembersih khusus seperti karbol, sehingga pengendara pun terhindar dari sumber penyakit dari kotoran kuda tsb. Sampai di ujung jalan ganesha mobil pun berbelok ke arah jalan tamansari, yg membelah kampuis ITB
[Urang Sunda] mapak alam, riung gunung ( gn patuha-kebun teh dewata- situ cilenca )
wargi sadaya, geuningan di alam priangan aya tempat2 nu jarang di datangan kumargi dianggap angker, akhirnya malah urang walanda nu kadinya, ngabuka kebun teh jeung sajaba na. Walanda bisa makmur jadi na ( tapi naha ayeuna urang masih miskin keneh da sarua alam na mah ? ) ieu aya kisah perjalanan ti rerencangan nu sasapedahan ti gunung patuha ciwidey nepi ka situ cilenca di pangalengan. ngaliwat hutan cagar alam gunung tilu nu masih asri , ternyata di tengah eta leweung aya kebun teh , kebun teh dewata ti dinya tiasa nembus ka situ cilenca pangalengan. mangga di aos, mugi aya mangpaat na salam Wardi - Hutan lebat yang kita lalui pepohonannya begitu rimbun, daun2 pohon tinggi serasa menutupi langit, sehingga tengah hari pun serasa sore. Jalan melewatinya kita bagaikan melalui sebuah lorong penuh belokan. Sunyi senyap jarang ketemu ada orang lewat, yang terdengar adalah musik orkestra hutan, gesekan daun, suara kicauan merdu burung2 hutan dan gemericik riang suara air sungai mengalir. Selepas kelokan ujung jalan yang kita lalui tampak membentang alam yg terbuka, dengan hamparan hijau menutupi lembah dan bukit, indah sekali.. Lembah besar yg diapit oleh pegunungan di sekeliling nya. Di tengahnya terhampar menghijau perkebunan teh sampai ke hutan kaki gunung, kebun teh ini berada di tengah hutan belantara, menakjubkan sekali. Di dasar lembah mengalir sungai yg berkelok2 mengikuti alur bukit, tampak di bawah lembah sebuah telaga dimana air sungai dibendung dan di sekitarnya berjajar rumah2 kebun teh dengan bangunan besar pabrik teh di tengah nya. Seorang teman berkata, itulah kawasan perkebunan teh Dewata yg berada di tengah hutan cagar alam gunung tilu. Dinamai dewata karena menurut kepercayaan orang2 dulu, daerah itu adalah tempat bersemayamnya para dewa. Jadi teringat pula akan gambaran mengenai surga pada kitab suci; sebuah tempat berupa taman2 indah yg di bawahnya mengalir sungai yg airnya jernih. Namun surga kelak adalah jauh lebih indah dan nyaman. Ya Allah mudah2 an aku bisa disampaikan ke surga Mu kelak, jangan sampai tersasar ke neraka penuh penderitaan. Demikianlah kira2 gambaran alam di perkebunan teh dewata yg berada di tengah cagar alam gunung tilu, sekitar 60 Km selatan Bandung. Kebuh teh Dewata ini adalah daerah yg kita lintasi saat melakukan penjelajajah bersepeda yang bermula dari kawah putih dekat puncak gunung patuha Ciwidey sampai ke danau Cilenca di Pangalengan. Total jarak sekitar 50 Km ditempuh selama 7 jam, sebuah perjalanan yg menakjubkan. Kita memulai perjalanan dekat kawah putih di area puncak gunung Patuha ( 2434 m ). Kawah putih berupa telaga yg berwarna putih di tengah hutan dekat puncak gunung, sungguh menakjubkan berada di sana. Puncak gunung Patuha , termasuk area sekitar kawah putih, sejak jaman dulu tak pernah ada orang yg berani ke sana karena menurut masyarakat sunda dulu, daerah tersebut angker, karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur serta pusat kerajaan bangsa jin, Selepas kebun teh Rancabolang kita terus menuruni lereng gunung patuha memasuki hutan lebat cagar alam gunung tilu yg berada di antara gunung patuha, gunung tilu dan gunung2 lain di sebelah selatan nya. Hutan ini ditetapkan sebagai cagar alam semenjak tahun 1927 oleh penjajah Belanda saat itu. Saya lihat betapa orang Belanda dulu telah melihat jauh ke depan betapa pentingnya menjaga kelestarian alam. Cukup panjang jalan bebatuan berkelok2 di tengah hutan ini, sepanjang jalan jarang sekali kita berpapasan dengan kendaraan lain, sepi sekali. Di beberapa tempat kita temui air terjun kecil di pinggir jalan dimana kita beristirahat. Selepas hutan alam ini sampailah kita ke perkebunan teh Dewata. Kebun teh Dewata ini berada di sebuah lembah besar diantara gunung patuha, gunung tilu , gunung dewata dan gunung pal lima. Dibuka oleh seorang pengusaha perkebunan Belanda pada awal abad ke 20. Bisa dikata tempat ini tak banyak berubah setelah seratus tahun berlalu. Karena terpencilnya, kendaraan jarang ke sini, listrik pun tak masuk, sehingga mereka membuat sendiri pembangkit listrik skala kecil memanfaatkan sungai yg mengalir di tengah lembah tersebut, dimana berada pula perumahan karyawan kebun teh dan pabrik pengolahan teh. Saat kami melintas ke sana, dari balik jendela anak2 kecil melihat aneh pada kami, karena memang jarang orang yg datang ke sini, apalagi pakai sepeda. Di lembah ini diantara hamparan kebun teh mengalir air yg sangat jernih, saya pun beristirahat sholat dzuhur disana. Sungguh menyegarkan membersihkan badan dengan air jernih yg dingin tersebut. Sholat menghadap Allah di alam terbuka yang indah tersebut sungguh khusyu, kita serasa sangat dekat dengan Tuhan. Dari dasar lembah kita melanjutkan perjalanan ke arah timur menyusuri jalan kebun teh yg berkelok2 memutari pebukitan sekitar. Dalam perjalanan kabut pun mulai turun menutupi hamparan kebun teh. Syahdu sekali rasanya melintasi kabut di lembah de
[Urang Sunda] Fw: lintas kabut
Saat musim penghujan, perkebunan teh di lereng gunung malabar, Pangalengan Bandung selatan, yg berada di ketinggian 1700 m dpl, sering tertutup kabut. Pemandangan alam yg penuh warna warni saat musim kemarau; merah merekah bunga dadap di tengah hamparan hijau kebun teh yg jauh terhampar sampai ke lereng gunung yg membiru tua, kemudian bersambung dg langit biru cerah bertabur awan halus. di jalanan yg membelah hamparan hijau kebun teh menjulang tinggi pohon2 mahoni yg telah tegak disana sejak jaman penjajahan belanda dulu. Nun jauh di bawah sana tampak pantulan langit dari permukaan danau cilenca yg berada di seputaran kebun teh, pemandangan yg sangat indah, namun di musim hujan yg penuh kabut ini, semuanya seolah sirna, hanya kabut putih yg terlihat. Bila kabut tebal turun, jarak pandang pun jadi terbatas, hanya sekitar 5 meter kita bisa melihat jelas, di luar itu kabut putih bagaikan menyelubungi kita.Betapa sebenarnya keindahan duniawi, sebenarnya hanya bersifat sementara, suatu saat bisa berlalu dalam sekejap. Bila kita berjalan seorang diri melintas di tengah hamparan kebun teh saat kabut turun akan terasa sebuah suasana yg sangat khas. Kita bagaikan dikelilingi dinding kapas yg mengurung kita, di depan, belakang, samping dan atas , kita tak bisa melihat jauh, hanya sebatas sekitar kita berada. Hening tak ada suara sedikitpun kelopak daun teh pun tak bergerak, angin pun berhenti berhembus. Timbul rasa sunyi, sepi, takut, seorang diri, tak bisa melihat jelas, terkurung di tengah kabut, rasanya ingin sekali sampai ke tempat yang lebih terang tanpa kabut, namun rasanya dunia ini berputar lambat sekali… Berdiam seorang diri di tengah kabut tebal membuat diri ini termenung juga, ada rasa kesepian berada di tempat antah berantah jauh dari orang lain, tak ada teman yg bisa dimintakan bantuan. Kalau kita sering berada di alam, dekat dengan alam, setidaknya kita bisa mengerti bahasa alam. Sehingga walau berada seorang diri di tengah alam terbuka, kita akan bisa merasakan betapa alam, tumbuhan dan makhluk2 lain nya menyapa kita dengan mesranya. Kabut yg mengurung kita, sebenarnya adalah ungkapan dari alam yg membelai kita dengan lembut penuh keakraban. Begitu pula kelopak pucuk teh yg berwarna hijau muda di dekat kita, sebenarnya dari tadi ia melirik kita dengan gemulainya. Cacing di tanah, atau serangga di balik batang teh pun sedang bermain dengan riang nya. Betapa sebenarnya alam ini sangat ramai dan akrab dengan kita, kita tak perlu merasa sendirian lagi… Justru saat berada di keheningan seperti itu, timbul kesadaran betapa bersyukurnya kita meyakininya adanya Tuhan, saat tak ada siapapun, di tempat yg jauh, tak ada tempat bergantung, sadarlah diri bahwa Tuhan tetap berada di sana, Allah tetap menyertai kita , karena alam yg melingkupi kita semua, adalah ciptaan Tuhan pula. Kalau kita merasa dekat, maka Tuhan pun akan dekat. Namun bila kita merasa jauh dari Tuhan, berada sendirian di tempat yg sepi akan menjadi sebuah siksaan batin.. Kalau kita telah bisa mengerti bahasa alam, setingkat lagi kita akan bisa juga memahami bahasa Ketuhanan, bahasa tertinggi, orang yang telah bisa memahami bahasa Ketuhanan, tak akan pernah merasa kesepian,rasa sedih dimanapun, kapanpun juga Bila berjalan di tengah kabut yg tebal, kita tak tahu arah, karena matahari pun tak terlihat, kita hanya mengandalkan ingatan atau alur jalan yg pernah kita lewati sebelumnya. Kita tak tahu ada apa di depan kabut itu, kita hanya bisa meraba. Kalau di hamparan kebun teh memang ada jalur jalan diantara tananam teh, kalau kita mengikuti jalur tersebut tak akan tersesat. Baca selengkapnya ; http://hdmessa.wordpress.com/2007/11/09/lintas-kabut/ __ __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[Urang Sunda] Fw ; ti kota santri dugi ka sisi laut pangandaran
wargi sadaya, punten bade forward, cariosan ti rerencangan, carita sasapedahan ti tasik dugi ka sisi laut pangandaran, rame oge yeuh keur ngabuburit... salam baktos Wardi --- dari kota santri sampai ke tepi laut pangandaran ( cerita perjalan bersepeda ) “Suasana di kota santri , asyik senangkan hati Tiap pagi dan sore hari, muda mudi berbusana rapi Menyandang kitab suci, pulang pergi mengaji” Alunan lagu tersebut menghantar kita saat sampai di kota Tasikmalaya, salah satu daerah di Jawa barat yg banyak terdapat pesantren (sekolah agama). Berada di daerah tasikmalaya, khususnya saat melewati daerah pesantren kita akan merasakan suasana yang khas, dimana terihat banyak santri berjalan beriring hendak pergi mengaji, santri pria dengan sarung dan pecinya, santri wanita dengan kerudung putih dan baju panjang nya sungguh indah. Terasa kontras sekali dengan pengalaman saya di kawasan industri pulogadung dulu, dimana lain lagi suasananya, kalau sore hari banyak juga berjalan beriringan pulang kerja, gadis2 dari pabrik garment yg berjalan terburu2 dengan wajah gelisah, hendak mengejar biskota untuk pulang ke rumah sempitnya. Sebelum bulan Ramadhan , saya dan teman2 pesepeda dari Bandung selatan, mengadakan perjalanan bersepeda, yang cukup jauh juga. Kota Tasikmalaya, menjadi tempat awal perjalanan bersepeda, dengan tujuan akhir pantai pangandaran, pantai selatan jawa barat. Turut serta pula 6 orang expatriat bule di Bandung yg hobi naik sepeda juga, total ada sekitar 40 orang pesepeda yang ikut dalam perjalanan tersebut. Dari kota Tasikmalaya kita melewati jalur selatan yang agak sepi, namun mendaki pebukitan daerah Cikatomas. Jalur yang kita lalui ialah, dari kota Tasik ke arah selatan – manonjaya - salopa terus ke kota kecamatan Cikatomas. Berlanjut sampai ke Cimerak kemudian berbelok lagi ke arah timur lewat Cijulang – Parigi menyusuri jalan lintas pantai sampai ke Pangandaran. Total jarak sekitar 120 Km, kita berangkat jam 7 pagi, sampai ke Pangandaran sekitar jam 5 sore, perjalanan panjang yang cukup melelahkan, namun banyak hikmah berharga sepanjang perjalanan. Pagi itu cukup dingin, mentari bersinar temaram, karena awan cukup kelam, gerimis pun sedikit turun. Kita berangkat dari depan sebuah hotel, tempat menginap, melewati jalanan kota yg mulai ramai. Terlewati pula beberapa pesantren / sekolah agama yg tampak ramai santrinya jalan beriringan. Setelah melewati daerah yg cukup ramai, kita sampai di batas kota yg mulai sepi dan jalanan mulai berbatu. Sekitar setengah jam perjalanan kita sampai ke sebuah kota kecil di selatan Tasik, namanya Manonjaya, Setelah melewati rel kereta api jalur ke jogja-surabaya, kita akan bertemu dengan sebuah pesantren besar, Miftahul Huda namanya, yang didirikan oleh KH Khoer Afandi, ulama besar dan juga pejuang kemerdekaan. Melihat gerbangnya saya jadi teringat akan sebuah kenangan manis disana, karena dulu saya pernah berada di sana. Saat jaman sma dan kuliah, di waktu libur saya sering juga pergi ke pesantren, antara lain pesantren Miftahul Huda ini. Berada di pesantren kita akan merasakan sebuah suasanan dunia pendidikan yang menentramkan batin, khas sekali suasananya, bila dibandingkan suasana sekolah umum. Sekolah2 umum apalagi yang berlatar belakang eksakta / teknik seperti yg saya alami di ITB, memang membuat otak ini tajam, namun hati dan rasa jiwa akan kosong. Di Pesantren lah saya menemukan kondisi yg bisa mengisi kekosongan batin tersebut. Kiyai / ustadz pesantren yang kharismatik terasa begitu dekatnya, dan tentram hati menyimaknya saat belajar, kiyai serasa jadi orang tua bagi para santri. Beda sekali dengan guru atau dosen di sekolah umum, yg serasa ada jarak dengan kita, seringkali kita malah jemu mendengarkan nya saat mengajar. Kompleks pesantren biasanya cukup luas, karena selain tempat belajar, disana juga tersedia asrama (kobong bahasa sundanya), jadi santri tinggal dan belajar di kompleks tersebut. Asrama putra dan putri dipisahkan lokasinya , biasanya dibatasi oleh rumah kiyai atau para ustadz pengajar, Barulah di mesjid atau saat di kelas ada pelajaran bersama, mereka akan bertemu. Di pesantren ini pulalah dulu saya sempat terpesona dengan seorang gadis santri yang cantik, kecantikan alami yg tak perlu pulasan make up atau salon kecantikan, selain cantik ia juga pintar dan baik hati. Di kota besar saya seringnya bertemu dengan gadis yg biasanya jadi angkuh karena karena kecantikan nya. Sekali waktu saya sering mencuri pandang bila ia pergi mengaji dengan langkah anggun nya, dengan kerudung putih dan jilbab panjang nya yang walau dari bahan yg sederhana, namun tampak begitu serasi. Kalau bertemu ia akan tersenyum malu, kemudian menundukkan pandangan nya. Bila bicara ia akan berbicara dengan suara yg lembut bagai orang berbisik, menggunakan bahasa sunda halus. Bila membaca al qur’an atau sholawatan, sungguh merdu suaranya, mendengarnya jantung pun berdegup keras karena nya. I
[Urang Sunda] Fw: cariosan jalan cai citarum
wargi, sadaya punten bade forward, sae oge yeuh, cariosan, sapanjang sungai citarum, mugi aya mangpaatna --- [ Cerita perjalanan bersepeda menyusuri sungai citarum dari hulu nya di gunung wayang sampai daerah Bandung selatan ] Beberapa waktu yang lalu saya dan beberapa orang rekan , turun ke Bandung dari Pangalengan bersepeda, melintasi jalan yang tak biasanya. Dari Pangalengan yang berada di dataran tinggi 1500 m dpl, 40 Km selatan kota Bandung kita berjalan ke arah barat daya, mendaki gunung wayang yang di sebaliknya adalah daerah ciparay, terus berlanjut melewati jalan raya sampai ke Bandung. Sebuah rute perjalanan yg agak memutar, menempuh perjalanan sekitar 45 Km, selama sekitar 4 jam. Kita memulai perjalanan dari kota Pangalengan, melewati jalan berliku mendaki pegunungan malabar. Melewati perkebunan teh Kertamanah dan area geotermal wayang windu. Nama Wayang windu diambil dari 2 gunung kecil dimana tempat tersebut berada, gunung wayang dan gunung windu. Di area geotermal kita menyusuri jalan yg merupakan juga jalur pipa uap sumur2 geotermal yg berada di tengah hamparan perkebunan teh, indah sekali. Setelah perjalanan mendaki yg cukup melelahkan sekitar 10 Km, sampailah kita pada sebuah celah diantara gunung windu dan gunung malabar pada ketinggian sekitar 2000 m dpl. Kita belok dari jalan aspal yg merupakan jalur pipa tersebut, memasuki area hutan dan ladang penduduk, melewati jalan setapak berbatu dan tanah, jalan cenderung menurun menyusuri lereng pegunungan wayang windu. Cukup menantang juga jalan nya,perlu ke hati 2 an, dan suspensi sepeda yg bagus, karena jalan nya berkelok2 dan tak rata. Selepas hutan , sampailah kita ke hamparan lembah yang berada diantara celah kedua gunung tersebut yg menjadi ladang penduduk. Dramatis sekali pemandangan nya, di belakang adalah celah gunung malabar, di kiri kanan membentang 2 punggung gunung yg berbeda dan di depan dari kejauhan, tampak gunung papandayan dan gunung guntur yg menjadi batas alam dengan kabupaten Garut. Di tengah lembah mengalir sungai kecil yg airnya sangat jernih dan dingin yang tetap mengalir airnya walau di tengah musim kemarau sekalipun. Kami pun istirahat sejenak sambil mencuci muka dengan air dingin tersebut. Melihat pemandangan sekitar , masya Allah indah sekali , ciptaan Tuhan ini, namun agak sedih juga lihat di kejauhan beberapa area hutan mulai gundul, dirambah oleh penduduk sekitar menjadi ladang dan kebun sayuran. Setahun yg lalu beberapa area hutan sekitar daerah ini, terbakar cukup hebat pula. Tak salah bila dikatakan bahwa memang manusia jugalah yg merusak alam yg indah ini. Terus menyusuri lembah, dari kejauhan mulai tampak pemukiman penduduk desa pejaten yg bersebelahan dg hutan pinus yg merupakan area hulu sungai citarum. Di lereng gunung wayang arah ke utara, terdapat telaga situ cisanti, yg menjadi hulu sungai citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat yg airnya mengalir sampai ke laut jawa di daerah Karawang. Hulu sungai citarum, memang daerah konservasi alam yg tak boleh ditebang pepohonan nya, sehingga masih kelihatan rimbun. Hulu Sungai Citarum berupa sebuah telaga yg indah di ketinggian sekitar 1800 m dpl, penduduk sekitar menamainya situ Cisanti. Telaga yang indah itu dikeliling oleh pohon2 pinus yg rimbun, airnya jernih dan dingin. Di luar batas area hutan pinus, tersebut mulai banyak terdapat kebun ladang penduduk, dari desa terdekat desa pejaten. Desa ini yang berada di kecamatan kertasari yg juga adalah daerah penghasil susu, kita melanjutkan perjalanan di jalan raya yg terus menurun (down hill ) ke arah utara. Setelah desa Pejaten kita bertemu desa Cibereum yg cukup rame, tambah ke bawah kita akan banyak menemui perkampungan. Kita berjalan menyusuri jalan yg berada di celah2 pebukitan yg merupakan juga alur sungai citarum yg tampak mulai membesar alirannya. Namun mulai jarang lagi kita temui bukit2 hijau yg rimbun dengan pepohonan, bukit2 sekitar kebanyakan sudah gundul, petani membuka lahan sampai ke atas bukit, membuka kebun sayur di tanah2 miring. Sungguh miris juga melihatnya, keindahan alam telah berganti menjadi bagaikan gundukan2 tanah bukit yg gundul, padalah sekitar 20 tahun yg lalu saya sempat kesini, masih rimbun hutan nya. Desakan kebutuhan ekonomi sering dijadikan alasan untuk membabat hutan untuk pertanian, namun ternyata kisahnya tak sesederhana itu. Penggunaan pupuk2 kimia yg berlebihan telah membuat tanah menjadi tak subur lagi setelah beberapa kali digunakan, produktivitas hasil pertanian pun menurun, sehingga petani2 mencari lahan2 baru ke arah hutan yg masih kaya humus nya (top soil ). Tanah2 di pinggir hutan atau area baru tsb, memang subur dan produktivitas hasil pertanian nya tinggi, tapi lama kelamaan akan berkurang juga. Pada sisi lain, tanah yg terbuka tersebut membuat lapisan atas yg subur, tergerus air hujan, sehingga berkurang volumenya. Banyak orang tak menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia secara berlebiha
[Urang Sunda] munggah ka gunung papandayan
wargi sadaya, aya kiriman sae oge yeuh, cariosan sasapedahan ka gunung Papandayan , mentas kab. bandung ka kab. garut. mulai na di pangalengan ,teras tobros na ka cisurupan bayongbong garut , dugi ka tarogong. menarik oge, aya cariosan hikmah di sepanjang perjalanan teh, mugia aya mangpaat na salam AW -- LINTAS ALAM BERSEPEDA KE GUNUNG PAPANDAYAN - GARUT Iqra , bacalah, perintah pertama yg diterima Nabi, tak hanya membaca buku, namun juga membaca alam sekitar, Alam terkembang jadi guru kata pepatah Minang, banyak hal yg bisa kita pelajari dari alam sekitar, kehidupan sehari hari kita, termasuk mengambil pelajaran dari perjalanan yg kita lakukan. Sebelum bulan Ramadhan, bersama rekan2 grup sepeda gunung (mountain bike), kita mengadakan perjalanan ke puncak gunung Papandayan , kabupaten Garut , Jawa barat, salah satu gunung berapi yg masih aktif, dan kawah nya, dapat didaki ke atas dengan kendaraan, lewat jalan berbatu yang curam. Kita bisa masuk sampai ke dalam kawah nya, seperti kawah gunung Bromo di Jawa Timur. Rute perjalanan bersepeda kita adalah ; Pangalengan kertasari gunung papandayan turun ke daerah kabupaten Garut , bayongbong sampai finish di Tarogong dekat kota Garut. Gunung Papandayan dan gunung Guntur di sebelah nya,adalah pegunungan yg membatasi kabupaten Bandung dan kabupaten Garut, jarak perjalanan sekitar 60 km yg ditempuh selama 9 jam Perjalanan dimulai sejak pagi hari yg indah dari Pangalengan , kota kecil berhawa sejuk di dataran tinggi , 40 Km selatan Bandung. Daerah pertanian subur dan penghasil susu, KPBS ( koperasi persusuan bandung selatan) yg terkenal itu dan juga tempat asal mantan juara dunia bulutangkis, Taufik Hidayat. Selepas daerah pertanian, penghasil susu, kita mulai berjalan melewati perkebunan teh ,PTPN VIII , yg terdiri dari beberapa Afdeling ( kawasan kebun ) mulai dari Kertamanah, malabar, santosa, talun, sedep, yang gabungan semua kebun tsb begitu luas area nya sampai ke lereng pegunungan. Kebun teh malabar yg berada di kaki gunung Malabar , adalah kebun teh tertua di Indonesia, tempat pertama kali nya orang Belanda dulu menanam teh di Indonesia, hasil penelitian ahli botani Junghun, yg namanya sampai saat ini dilestarikan utk nama tempat di dekat sana. Kabarnya di sini lah dihasilkan salah satu daun teh terbaik di Indonesia. Ada seorang teman ahli teh bercerita, bahwa teh terbaik tsb , sebagian besar di eksport , karena lebih menguntungkan. Teh kelas di bawah nya barulah di pasarkan di Indonesia Teh yg paling enak adalah yg berasal dari daun pucuk nya yg masih muda segar, tambah ke bawah tambah murah harga nya, bahkan ada juga yg diolah dari tangkai nya. Perjalanan melewati perkebunan teh sungguh indah alamnya, jalanan berliku menembus pebukitan dipagari pohon2 mahoni dan cemara yg menjulang tinggi, mulai dari tepian jalan terhampar kebun teh seluas mata memandang , menutupi pebukitan yg berakhir di kaki gunung yg menjulang tinggi di ujung nya , sungguh menakjubkan , alam ciptaan Tuhan ini. Di area perkebunan tersebut masih banyak ditemui bangunan2 peninggalan Belanda dulu yg masih kokoh berdiri. Kompleks rumah tuan kebun, perkantoran lapang olahraga, ( lap tenis - kolam renang ) dan pabrik pengolahan teh tertata dg rapihnya ,berada di pebukitan yg dikeliling taman dan halaman rumput yg luas , di pagari pohon2 mahoni yg rindang , udaranya pun sejuk. Saat daerah lain di Indonesia kekeringan panas dan berdebu karena kemarau, disini air masih terus mengalir, tumbuhan tetap segar menghijau dan udara pun sejuk menghanyutkan .Fasilitas nya cukup lengkap, dulu seorang insinyur Belanda lulusan TH (ITB dulu ) sempat membuat pembangkit listrik dari kincir air di sungai yg mengalir di sana. Bayangkan nyaman tempat tersebut , fasilitas cukup dan harta melimpah. Saya mulai bisa mengerti mengapa orang Belanda dulu ,rela pergi jauh datang ke sini, dan enggan untuk pulang , bagi mereka tempat ini mungkin bagaikan surga. Dan saya sendiri bisa menyaksikan memang indah sekali alam nya dan nyaman untuk ditinggali. Bayangkan dari hasil teh mereka bisa kaya raya, belum lagi alam yg nyaman , fasilitas hidup yg lengkap, ditambah lagi dengan cerita gosip jaman baheula, dimana kalau mau tua kebun Belanda, bisa memilih gadis kampung pemetik teh, sebagai gundiknya , bayangkan betapa enaknya hidup, tuan kebun Onderneming Belanda jaman itu. Harta melimpah, fasilitas cukup, tempat tinggalnya nyaman, lingkungan tenang tak banyak inlander / pribumi yg mengganggu, bahkan kalau mau bisa punya banyak istri . Di beberapa dataran tinggi yg dijadikan perkebunan belanda, dulu akan banyak kita temui penduduk sana yg wajahnya khas indo, walau berbicara dg bahasa sunda halus. Mereka adalah keturunan peranakan orang2 Belanda yg menikah dg wanita setempat. Orang2 Belanda yg dulu merintis kebun teh tersebut, banyak juga yg mengambil wanita setempat sebagai istrinya , karena mungkin susah untuk mendapatkan wanita Belanda pula yg perlu jarak jauh dan waktu yg lama unt