[wanita-muslimah] Re: Jilbab - kisah adam dan pasangannya

2009-06-27 Terurut Topik Fresh
mbak Mia,

membahas Adam dan Hawa memang meskipun merupakan kisah lama, namun tidak pernah 
basi dibicarakan setiap saat, paling tidak, ada beberapa pesan moral dari kisah 
ini :

1) Tentang Adam dan Hawa sebagai mitologi;
Qur'an tidak pernah menyebut siapa manusia pertama, kalau adam adalah nabi 
pertama memang ya, karena tidak dikisahkan nabi sebelum Adam, dan adam adalah 
sederet nabi-nabi yang tergabung dalam 25 nabi atau rasul yang amat dikenal 
dalam khazanah islam. Para antropolog karena tidak menemukan bukti arkeologis, 
maka menyebut adam sebagai mithos belaka. Qur'an sebenarnya bukan kitab sejarah 
meskipun berbicara sejarah. Secara gamblang qur'an menyebutkan bahwa di antara 
kisah-kisah orang-orang terdahulu ada yang jejak-jejaknya bisa dilihat 
bekasnya, namun ada yang musnah (QS 11:100). Maka kalau para ilmuwan tidak 
berhasil menemukan bukti jejak nabi adam secara arkeologis tidak berarti mithos 
kan mbak Mia ?? Memang banyak juga qur'an menyebutkan kisah orang-orang 
terdahulu yang tidak diketahui track recordnya secara jelas, paling tidak, ada 
banyak perdebatan siapa figure yang dimaksud qur'an, contohnya : lukman hakim 
dan zulqarnain.

2) Tentang perintah sujud kepada Adam;
ketika iblis menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam, jelas sekali 
dipaparkan bagaimana dialog Allah dengan Iblis, Iblis diciptakan dari api, 
sedang adam diciptakan dari tanah. Iblis merasa api lebih baik daripada tanah 
karena itu iblis enggan bersujud pada adam, sehingga dipandang pengingkaran 
iblis ini diberikan sanksi berupa diusir dari jannah dan ditempatkan di neraka 
jahannam, menunjukkan ada pesan dari Tuhan paling tidak kalau dilihat dari dua 
sisi yaitu politik dan sains. Dari sisi politik misalnya, karena ada penunjukan 
adam sebagai khalifah di muka bumi. Ini merupakan pesan bahwa yang namanya 
khalifah (penguasa) itu membutuhkan legitimasi untuk bisa menjalankan tugasnya 
secara efektif, tanpa pengakuan dari rakyat jelas akan bermasalah dalam 
menjalankan fungsi kepemimpinannya. Meskipun iblis sebagai makhluq jin adalah 
penghuni alam yang berbeda dengan alam yang dihuni adam, lebih menunjukkan 
bahwa Tuhan menyampaikan pesan kepada hamba-nya bahwa seorang "adam" 
membutuhkan ketaatan dari pihak lain yang pada gilirannya akan berguna bagi 
kelangsungan kepemimpinannya.
Sedangkan dari aspek sains, sebenarnya sudah menjadi hukum alam bahwa api harus 
tunduk kepada tanah, kalau hukum alam ini tidak berlaku maka kasihan para ibu, 
mbak Mia, istri saya, termasuk para juru masak, beras yang akan dimasak/ditanak 
tidak akan pernah matang, karena api enggan membakar tungku yang memuat beras 
untuk ditanak. Begitu pula sarana transportasi seperti kereta api yang dapat 
menghasilkan tenaga besar adalah karena kerjasama sinergis antara batubara yang 
dipanaskan (wakil dari api) dengan tembaga (wakil dari tanah) kalau iblis 
dibiarkan membangkang pada adam, tentulah hukum alam ini tidak berjalan 
sebagaimana mestinya maka manusialah yang repot.

3) Tentang Adam dan Hawa terusir dari jannah;
dikisahkan bahwa adam dan hawa digambarkan hidup di "jannah" adalah serba enak, 
karena apa yang diinginkan menjadi terpenuhi karena serba given, tidak perlu 
susah berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Selanjutnya Ada 
larangan dari Allah berupa larangan mendekati "syajarah", Adam dan Hawa tidak 
hanya melanggar mendekatinya malah memakan "buah dari syajarah" tsb karena 
bujuk rayu syetan. Sehingga sanksi yang didapat adalah auratnya terlepas yang 
digambarkan meraih daun-daun di jannah untuk menutupi auratnya, sanksi 
berlanjut dengan disingkirkannya Adam dan Hawa dari "jannah" hidup 
terlunta-lunta penuh penderitaan di bumi. Sebenarnya kisah tsb menggambarkan 
adanya siklus kehidupan umat manusia, bahwa kehidupan yang dialami Adam dan 
Hawa di "jannah" yang serba given dan enak itu juga dialami pula oleh seluruh 
manusia termasuk kita, bahwa kita mengalami siklus kehidupan yang pertama di 
alam rahim (uterus) yang berupa janin (amat menarik bahwa sebenarnya kata 
"janin" ini dekat maknanya dengan "jannah") bukankah ketika kita sebagai janin 
tidak pernah susah memikirkan sandang pangan dan papan, karena semuanya sudah 
disuply sepenuhnya oleh ibunda yang mengandung kita. Selanjutnya ketika Adam 
dan Hawa tersingkir dari "jannah" hidup terlunta-lunta di bumi, yang semula 
hidup serba given berubah menjadi serba berusaha kadang gagal, kadang berhasil. 
Siklus demikian juga dialami kita (anak cucu adam), setelah menjadi janin 
berproses menjadi bayi selama 9 bulan dikandung ibunda giliran keluar menghirup 
alam dunia terputuslah placenta tsb sehingga bayi yang dilahirkan selalu 
menangis tibalah siklus berikutnya yaitu tidak serba given model supply makanan 
dengan placenta, berubah ke siklus serba berjuang butuh effort banyak pihak 
untuk melanjutkan kelangsungan hidup, disusui, dimandikan dan sebagainya, 
disapih hingga mandiri ada proses panjang untuk memaknai hidup yang sebenarnya.

4) Tentang Adam d

[wanita-muslimah] Theology and power

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.kuwaittimes.net/read_news.php?newsid=NDIyNDAxMTY0

In My View
Theology and power
Published Date: June 25, 2009 
By Fouad Al-Obaid, Staff columnist 

Many times we hear that religion and politics go hand in hand, to many, they 
actually complement each other. The latter is there to ensure the proper 
implementation of the former or so is the belief! What many fail to recognize 
is that, as in any field or profession, if one is not educated properly in the 
field, then perhaps s/he should not be entrusted to work. I will give you a 
clear example; if one is not properly educated in the science of medicine and 
if one is not adequately qualified to become a sur
geon. If you know that such is the case and that your life depends on the 
skills of a given doctor to cure an illness that requires surgery, would you 
opt to be operated by a qualified surgeon or by a surgeon that is well- read on 
every major operation yet has practiced none?!

Clearly, the idea of having a priest King is ideal for it would combine the two 
distinct worlds together, like a Khalifa that would rule based on theology. 
Nevertheless, we have experienced time and again through history that 
theological regimes or regimes that claim to gain their legitimacy from the 
Almighty are bound to fail at one point or another. In our contemporary world, 
amid our direct neighbor we have clear examples of theology and the negative 
impact such rules have on the daily lives of their citizens.

What comes worse than theological rule, is a dictatorial theology whereby one 
is not even allowed to challenge through religion the various edicts passed by 
the ruling 'mullahs' who have taken the job of being God's vice-regents on 
earth as if the kingdom of heaven passes first through their approval and then 
to God!


What I find ludicrous is the fact that even though we are all given a test in 
this life for those that believe, and that the test is not an open book test 
nor is it a group project whereby people pass if they ally themselves with more 
versed individuals. We are clearly told that a day will come when we will all 
be held accountable for our own actions and that on such a day no one will be 
of use to us, not even our parents!

With such clear warnings, I find it absurd for the least that people are not 
willing to seek the truth for themselves. I find it bizarre that people are 
scared to seek within the various revelations, the truth that will set their 
conscious free rather than merely rely on unreliable people that seek power at 
any cost. We are all prisoners of conscience due to our inability to challenge 
theology for fear of damnation, as if the 'mullahs' have such power.

It is saddening that those that are unable to convincingly argue their points 
resort to fear, for they know that their answers will come short of convincing 
the masses if they don't confuse in their speeches. The ultimate tool to 
control masses; the promise of an unknown that these so to speak of 'mullahs' 
have access to. More importantly this is how they derive their ultimate power.
May we all be guided to the path of truth and righteousness and that we may 
live together in peace regardless of our beliefs. The judge on that matter will 
make a manifestation on his decision at a later time. In the meantime, 
righteous actions are what people should strive to accomplish.

fo...@kuwattimes.net 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] When Sex Leaves the Marriage

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://well.blogs.nytimes.com/2009/06/03/when-sex-leaves-the-marriage/?pagemode=print

June 3, 2009, 1:07 pm 

When Sex Leaves the Marriage
By Tara Parker-Pope

Is your relationship still filled with sparks? (Lauren Fleischman for The New 
York Times)
Why do some couples sizzle while others fizzle? Social scientists are studying 
no-sex marriages for clues about what can go wrong in relationships.

Married men and women, on average, have sex with their spouse 58 times a year, 
a little more than once a week, according to data collected from the General 
Social Survey, which has tracked the social behaviors of Americans since 1972. 
But there are wide variations in that number. Married people under 30 have sex 
about 111 times a year. And it's estimated that about 15 percent of married 
couples have not had sex with their spouse in the last six months to one year, 
according to Denise A. Donnelly, associate professor of sociology at Georgia 
State University, who has studied sexless marriage.

I recently spoke with Professor Donnelly about how much researchers really 
understand about no-sex marriages. Here's our conversation.

Is there any indication that the sexless marriage is becoming more common? Or 
are we just hearing about it more?

I suspect that we just hear more about it. Back in the days before reliable 
birth control, having a sexless marriage was one way of limiting family size. 
Those were also the days when women were not supposed to enjoy sex and often 
used it as a bargaining tool in their marriages (because they were socialized 
to do so). Plus, unhappy couples (who are less likely to have sex) were more 
likely to stay together because of social expectations, or because they had 
children they were raising.

Why does a marriage become sexless? Does it start that way? Or does sex fade?

The answer to that one is both. Some of the people in our sample never had much 
sex from the beginning, while others identified a particular time or event 
(childbirth, affair) after which sex slowed or stopped. Some people become 
accustomed to their spouse, bored even, and sex slows. For others, it is the 
demands of raising a family, establishing a career, and mid-adulthood. And 
there are people who have very low sex drives, and may even be asexual. They 
may have some sex with their partners to begin with, but it becomes unimportant 
to them (and usually not so unimportant to their spouses). These folks may also 
be dealing with guilt, issues with the human body, or feel that sex is "dirty" 
or only for procreation. A small number of couples showed a mixed pattern, 
where they would have periods of "feast" and of "famine."

Are couples in sexless marriages less happy than couples having sex?

Generally, yes. There is a feedback relationship in most couples between 
happiness and having sex. Happy couples have more sex, and the more sex a 
couple has, the happier they report being. But keep in mind that sex is only 
one form of intimacy, and that some couples are fairly happy (and intimate) 
even without sex. In my 1993 study, I did find that people in sexless marriages 
were more likely to have considered divorce than those in sexually active 
marriages. There is no ideal level of sexual activity - the ideal level is what 
both partners are happy with - and when one (or both) are unhappy, then you can 
have marital problems.

Can people in a marriage that has become sexless rekindle their sex lives? 

Some do. But once a marriage has been sexless for a long time, it's very hard. 
One or both may be extremely afraid of hurt or rejection, or just entirely 
apathetic to their partner. They may not have been communicating about sex for 
a very long time (if ever) and have trouble talking about it. Couples who talk 
over their sex lives (as well as other aspects of their marriages) tend to have 
healthier marriages, but it's hard to get a couple talking once they've 
established a pattern of non-communication.

There are mixed opinions about what to do to rekindle marital sex. For some 
couples, it may be as simple as a weekend away from the kids, taking a vacation 
or cruise, or just having some time off, alone. Others may need help in 
re-establishing communication and may seek professional assistance. The sad 
fact is that there are few counseling professionals that deal with this issue. 
Often, marriage counselors focus on other aspects, rather than sex. While these 
other aspects may play a big role in sexual inactivity, talking explicitly 
about sex is essential.

Are people in sexless marriages more likely to get divorced?

In my studies, as well as others, people in sexless marriages report that they 
are more likely to have considered divorce, and that they are less happy in 
their marriages.

Some of our former respondents have kept in touch with me, and the happiest 
ones are actually those that have moved on to other partners. It may be that 
lack of sex is a signal that all intimacy in a marr

[wanita-muslimah] In New Theory, Swine Flu Started in Asia, Not Mexico

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.nytimes.com/2009/06/24/health/24flu.html?_r=1&ref=asia

June 24, 2009

In New Theory, Swine Flu Started in Asia, Not Mexico 
By DONALD G. McNEIL Jr.

Contrary to the popular assumption that the new swine flu pandemic arose on 
factory farms in Mexico, federal agriculture officials now believe that it most 
likely emerged in pigs in Asia, but then traveled to North America in a human.

But they emphasized that there was no way to prove their theory and only 
sketchy data underpinning it. 

There is no evidence that this new virus, which combines Eurasian and North 
American genes, has ever circulated in North American pigs, while there is 
tantalizing evidence that a closely related "sister virus" has circulated in 
Asia. 

American breeding pigs, possibly carrying North American swine flu, are 
frequently exported to Asia, where the flu could have combined with Asian 
strains. But because of disease quarantines that make it hard to import Asian 
pigs, experts said, it is unlikely that a pig brought the new strain back West.

"The most likely scenario is that it came over in the mammalian species that 
moves most freely around the world," said Dr. Amy L. Vincent, a swine flu 
specialist at the Agriculture Department's laboratory in Ames, Iowa, referring, 
of course, to people.

The first person to carry the flu to North America from Asia, assuming that is 
what happened, has never been found and never will be, because people stop 
carrying the virus when they get better.

Moreover, the officials said, the chances of proving their theory are 
diminishing as the virus infects more people globally. It has now reached more 
than 90 countries, according to the World Health Organization. Since some of 
those people will inevitably spread it to pigs, its history will become 
impossible to trace.

"To tell whether a pig is newly infected by a human or had the virus before the 
human epidemic began really can't be done," said Dr. Kelly M. Lager, another 
Agriculture Department swine disease expert.

The highly unusual virus - which includes genetic bits of North American human, 
avian and swine flus and Eurasian swine flu - has not been detected in any pigs 
except those in a single herd in Canada that was found infected in late April.

A carpenter who worked on the farm after visiting Mexico had been thought to 
have infected the herd. But in mid-June, Canadian health agencies said he was 
not to blame. The whole herd was culled, and the virus has not been found 
elsewhere in Canada, as it would have been if it were endemic, since American 
and Canadian laboratories test thousands of flu samples to help the pork 
industry develop vaccines.

But a sample taken from a pig in Hong Kong in 2004 was recently found to have a 
virus nearly matching the new flu. That flu, which had seven of the new flu's 
eight genome sequences, was noted in an article in Nature magazine on June 11, 
which called it a "sister virus." 

Scientists tracking the virus's lineage have complained that there is far too 
little global surveillance of flu in swine. Public databases have 10 times as 
many human and avian flu sequences as they do porcine ones, said Dr. Michael W. 
Shaw, a scientist in the flu division of the Centers for Disease Control and 
Prevention, and there are far fewer pig flu sequences from Asia than from North 
America and Europe, and virtually none from South America or Africa. "Something 
could have been going on there for a long time and we wouldn't know," Dr. Shaw 
said.

But national veterinary officials said they knew of no close relatives of the 
new virus in the large private North American databases, either. That makes it 
most likely, they said, that it has been circulating in Asia.

The new virus was first isolated in late April by American and Canadian 
laboratories from samples taken from people with flu in Mexico, Southern 
California and Texas. Soon the earliest known human case was traced to a 
5-year-old boy in La Gloria, Mexico, a rural town in Veracruz. 

Because that area is home to hog-fattening operations with thousands of pigs in 
crowded barns near lagoons of manure, opponents of factory farming were quick 
to blame the industry. 

In May, the Mexican government said it had tested pigs on the Veracruz farms 
and found them free of the virus. Smithfield Foods, an owner of the farms, and 
the National Pork Producers Council, the industry's lobbying arm, were quick to 
publicize that announcement.

But outside veterinary experts still disagree on whether those tests proved 
anything.

According to Smithfield, Mexican government veterinarians tested snout swabs 
taken on April 30 and blood samples stored since January.

But since the human outbreak in Veracruz is believed to have started in 
February, many veterinary experts said testing pig snouts for live virus in 
April proved nothing. Any pig sick in February would have long since recovered 
and, since hogs are usually slaughtered at 6 mont

Re: [wanita-muslimah] Jilbab - kewajiban jangan diremehkan

2009-06-27 Terurut Topik achmad chodjim
Lha, masih mau dipolitisasi atau memang mau mendengarkan yang seharusnya.

Suatu bangsa akan hancur bila senang dipolitisasi. Jadi, sudah waktunya kita 
angkat kejujuran dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh 
karena itu, TV di Jepang selalu menyiarkan sejarah perkembangan kebudayaan 
manusia, misalnya kapan kertas dibuat manusia, kapan pakaian dibuat manusia, 
lalu dari manusia mana yang pertama kali membuat pakaian. Istilah sekarang kita 
bisa pelajari sejarah penemuan segala sesuatu. Sayangnya masih bahasa Inggris, 
sehingga tidak terjangkau oleh umum.

Suwun,

chodjim
 

  - Original Message - 
  From: L.Meilany 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, June 26, 2009 12:57 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Jilbab - kewajiban jangan diremehkan





  Nimbrung2

  Pak Chodjim mustinya menyelaraskan dengan pengertian umum :-)
  Jilbab bagi awam di Indonesia pengertiannya adalah yg seperti dipakai istri2 
JK Win.
  Atau seperti yg dipakai oleh perempuan PKS, yg lebar panjang.

  Salah kaprah ini kan juga melebar ke pengertian lain.
  Misalnya kalo beli di warung pinggir jalan ' air mineral' banyak yg gak 
ngerti.
  Tapi bilang ' beli aqua', dikasihlah air mineral meskipun mereknya bukan aqua.
  Bisa merk prima, vit, dlsb.

  Mau naik 'bus trans jakarta' [ ini yg bener kan?] pasti banyak yg gak tau.
  Yg umum adalah mengatakan mau naik 'bus way-baswei'

  Salam, 
  l.meilany
  - Original Message - 
  From: achmad chodjim 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 23, 2009 4:01 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Jilbab - kewajiban jangan diremehkan

  Urun rembug, Mas Wikan.

  Sebenarnya 90% orang Indonesia itu sudah berjilbab, tidak peduli mereka itu 
Kristiani maupun pemeluk Hindu dan Buddha.

  Jilbab itu bahasa Arab yang artinya "pakaian luar". Jadi, amat keliru kalau 
kita menyebut Ibu Megawati, Ibu Ani SBY dan Ibu Budiono itu tidak berjilbab. 
Kesalahan orang kita, kita memaksakan pakaian luar kita itu seperti orang Arab. 
Padahal, setiap negeri itu memiliki model pakaian luar sendiri-sendiri.

  Wassalam,
  chodjim

  - Original Message - 
  From: Wikan Danar Sunindyo 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, June 21, 2009 3:19 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Jilbab - kewajiban jangan diremehkan

  mas istiaji saya mau nanya
  apakah dosa pertama nabi adam dan ibu hawa adalah membuka aurat
  ataukah memakan buah khuldi
  lalu pada saat apa mereka berdua membuka aurat
  apakah saat mereka sudah menikah atau belum?

  wassalam,
  --
  wikan

  2009/6/21 istiaji sutopo 
  >
  >
  > As salaamu'alaikum wr. wb.
  >
  > Benar sekali, penutupan aurat sangat tinggi nilainya dimata Allah swt.
  > bukan semata selembar kain tetapi adalah " pakaian taqwa " 
  >
  > Menanggapi bung Sembiring, justru malahan karena selembar kain masalah
  > ekonomi, kesehatan dan pendidikan akan selesai - karena Rahmat Allah
  > swt. Insya Allah akan turun dengan derasnya  Jangan diremehkan
  > hal-hal yang ghaib. Perhatikan Al Qur'an QS 002 Al Baqarah ayat 003 
  >
  > Lihatlah bagaimana dosa pertama Adam as dan Hawa as adalah membuka
  > aurat, meskipun dikiaskan atas pelanggaran larangan memakan / mendekati
  > suatu pohon tertentu, sebagai semata-mata ujian Tuhannya, untuk
  > bagaimana manusia diuji menta'ati apapun tanpa syarat atau logika lagi,
  > tentang perintah dan larangan Allah swt. yang kita harus katakan "
  > super absolut " ...

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] The Age, Sunday, June 28, 2009 - Aussie Spy Data Points to Papua Murder Cover-Up

2009-06-27 Terurut Topik Dharmawan Ronodipuro
The Age, Sunday, June 28, 2009

 

Aussie Spy Data Points to Papua Murder Cover-Up

 

by Tom Hyland

 

NEW details of secret Australian surveillance of Indonesia's Papua province
have emerged, revealing that Australian officials believed Indonesian
military weapons were used in the murder of two US citizens.

 

Documents show the officials told US diplomats within hours of the 2002
shooting that automatic Steyr rifles were used.

 

The US State Department documents show the Australians passed on the
information on August 31, 2002 - the day the two US school teachers and an
Indonesian colleague were shot dead. They were ambushed on an isolated road
near the giant US-owned Freeport-McMoRan gold and copper mine, where the
three worked.

 

The heavily censored documents were obtained under freedom of information by
US researchers, who say they show Indonesian President Susilo Bambang
Yudhoyono stalled US efforts to allow the FBI to investigate the killings.
Pro-independence guerillas were blamed, but human rights groups have long
accused the Indonesian military of involvement - a suspicion initially
shared by Indonesian police.

 

The US documents provide the latest insight into Australia's close knowledge
of events surrounding the shootings. Two months after the ambush, Australian
spy agencies were reported to have given the US intelligence relating to a
planned military attack on the Freeport mine, designed to discredit the
pro-independence Free Papua Movement (OPM).

 

And last year, The Sunday Age revealed Australian government officials
imposed extraordinary secrecy when eight wounded survivors of the ambush
were flown to Townsville Hospital.

 

The newly obtained documents are further evidence of a cover-up surrounding
the ambush, says Eben Kirskey of the University of California who has
researched the killings.

 

The documents include a cable written on the day of the ambush by the US
embassy in Jakarta and sent to the State Department in Washington and US
embassy in Canberra.

 

It reveals officials at the mine were reluctant to blame OPM guerillas for
attacking the teachers, who were "specifically and deliberately targeted".

 

The cable continues: "There are reports from Australian sources close to
provincial police that the automatic weapons used in the attack were
manufactured by Steyr, a weapon not typically used by the OPM in the past,
though (it) is a common make in Indonesian security force inventories in the
province."

 

Indonesian police ballistics experts later identified three types of
military weapons used in the shooting, including M16s, which fire the same
cartridge as the Steyr.

 

The embassy cable posed three possible explanations for the attack: the OPM
had abandoned its practice of not targeting foreigners; the attack was
carried out by "some rogue security force"; or it was a terrorist attack -
an option the cable ruled out.

 

Documents obtained by Dr Kirskey and Indonesian journalist Andreas Harsono
last year revealed the extent of Australian secrecy when the survivors of
the attack arrived in Townsville the next day.

 

The survivors were barred from calling relatives for almost two days and
from talking about the identity of their attackers.

Australian police imposed extraordinary security on the hospital, while US
diplomats took the unusual step of asking an Australian military officer to
check on the condition of the patients.

 

Separate inquiries published by The Sunday Age last September disclosed
unidentified government officials effectively took charge of non-medical
operations at the hospital, under a directive issued at "high government
level".

 

Two months after the shooting, The Washington Post reported that US
officials had obtained information showing Indonesian military officers had
discussed an operation against Freeport before the ambush, aimed at
discrediting the OPM so the US would declare it a terrorist organisation.

 

The information included details of a conversation secretly intercepted by
an Australian agency - likely to be the top-secret Defence Signals
Directorate, which monitors mobile phone, radio and internet messages.

 

The new documents show President Yudhoyono stalled in the face of US
pressure to allow the FBI to investigate the killings, which Indonesian
police initially blamed on the military.

 

In 2006, seven men were sentenced over the killings, including alleged
ringleader Antonius Wamang, who received a life term.

 


  --


No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG - www.avg.com 
Version: 8.5.375 / Virus Database: 270.12.93/2206 - Release Date: 06/27/09 
17:55:00


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Siapakah dirimu?

2009-06-27 Terurut Topik Mira Wijaya Kusuma
Siapakah dirimu?

mungkin kau merasa bukan orang miskin,
karena kau bisa memberi apa adanya,
kau pun tertawa gembira,
padahal kau bukan orang kiri,
juga bukan orang kanan,
tak pula mengepalkan tangan,

mungkin kau merasa sendirian,
atau kau tak punya siapa pun,
di taman kau bersama anjing,
terlihat tertawa gembira,
padahal tak seorang pun menyapamu di jalan,
juga tetanggamu tak mengenalmu,
tak ada pula yang mengucapkan selamat pagi,
apalagi mengucapkan selamat malam,
siapakah dirimu?

Amsterdam, 26 Juni 2009


Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://sastrapembebasan.wordpress.com/
 


  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Strong Leadership Needed on Poverty

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://thejakartaglobe.com/opinion/strong-leadership-needed-on-poverty/314518

June 25, 2009 
Editorial

 
A child sits near his makeshift house underneath a toll road in Jakarta on 
Thursday. (Photo: Supri, Reuters)



Strong Leadership Needed on Poverty

With the sharpest economic downturn in living history hampering poverty 
reduction efforts in developing nations, the topic of Thursday night's 
presidential debate was spot-on. As the crisis continues to drag on and more 
companies either fold or downsize operations to survive, the poverty and 
unemployment situation in the country will worsen. 

Unemployment in the country is expected to increase by about 9 percent this 
year, which translates to about nine million jobless Indonesians who can't 
provide for their families' needs, consequently exacerbating the poverty 
situation. 

And if we take underemployment into account, we are talking about more than 30 
million Indonesians who are unable to make ends meet, further straining the 
country's already poor social services infrastructure. 

For Indonesia, poverty, which officially grips 15 percent of the population, 
and unemployment are the twin challenges the next president must seriously 
address . 

However, all three presidential candidates failed to propose any meaningful 
programs to address society's widening income gap. They all stuck to the 
hackneyed approach of meeting the basic needs of the poor first, while setting 
aside socioeconomic needs. 

Empathy often compels us to help the poor by throwing money at them; but to 
really help the poor, we must provide decent jobs. Poverty eradication is not 
just about making sure families have three meals a day; it is also about 
ensuring access to health care and education, providing opportunities to earn a 
decent income, making sure the rule of law is upheld and eliminating 
corruption. It is about embracing the foundations of democracy, the rule of law 
and free markets. 

Empowerment, rather than bigger government and a bloated bureaucracy set up to 
monitor "pro-poor programs," is the solution to the country's problem. We as a 
nation must invest heavily and continuously in infrastructure and human 
development. We must improve and reform our educational system to produce 
people who can work in modern industries and thereby improve their standard of 
living. We must lower taxes so companies, businesses and individuals can invest 
more, thus creating a virtuous cycle of growth and innovation. A strong rupiah 
policy must be pursued so our currency has greater value, which builds 
confidence and encourages spending. 

Having a sound macroeconomic policy and a light touch on regulations will do 
far more to alleviate poverty than any government program. We therefore fully 
applaud the nomination of Finance Minister Sri Mulyani Indrawati as the next 
governor of the central bank. With her appointment, there will be improved 
coordination between Bank Indonesia and the Ministry of Finance. 

Sri Mulyani has done an outstanding job as finance minister. She would bring 
her powerful intellect, her sense of national duty and her no-nonsense approach 
to reform to the central bank, and thereby strengthen this crucial institution, 
which has suffered from recent scandals


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] It's Not Just Doctors That Indonesia Needs

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://thejakartaglobe.com/opinion/its-not-just-doctors-that-indonesia-needs/314387

June 25, 2009 
Sudirman Nasir

It's Not Just Doctors That Indonesia Needs

The heated campaigns to win over voters for the upcoming presidential election 
are now part of our daily routine. Each candidate pair offers populist programs 
such as poverty eradication, more accessible education and health services. 
Jusuf Kalla, for instance, stated explicitly that if elected as the next 
president, he would significantly increase the budget to provide more qualified 
specialist doctors and better hospitals in order to increase public health 
services. 

As in other developing countries, public health issues are not considered 
mainstream or "sexy" issues in the Indonesian political arena. Public health 
issues tend to be perceived as too technical and specific and thus are mostly 
raised only by medical and public health experts and practitioners. Politicians 
respond to public health issues only sporadically. 

Moreover, as Kalla's statement attests, our politicians tend to think that by 
simply providing high-quality doctors, better and more accessible hospitals and 
clinics, the health status of our citizens will automatically improve. These 
politicians also tend to see public health issues separate from wider political 
and socioeconomic issues. 

High-quality doctors and better hospitals are clearly necessary but are not 
sufficient by themselves to improve public health. Abundant research shows that 
to enhance important public health indicators, such as the mortality rate and 
life expectancy, the fulfillment of basic rights related to adequate nutrition, 
sanitation, housing and education is a crucial requirement. 

To improve these public health indicators, fulfilling basic rights is much more 
important than simply making treatment facilities available. Guaranteeing basic 
rights functions as a preventative system to reduce the prevalence of 
infectious diseases. Providing treatment facilities without fulfilling the 
above basic rights will not significantly improve important public health 
indicators. 

Research indicates that developed countries with high life expectancy rates - 
such as those in Western Europe, Scandinavia, North America, Australia, New 
Zealand and Japan - prioritize adequate nutrition, sanitation, housing and 
education. The same can be said of developing countries that have been 
successful in significantly increasing life expectancy rates, such as Cuba, 
Chile, Sri Lanka, Malaysia, Thailand and the state of Kerala in India. 

It is therefore essential to urge our leaders, including the presidential and 
vice presidential candidates, to broaden their vision on public health issues 
to encompass the fulfillment of basic rights in tandem with the need to improve 
the quality of our health services. In doing so, we need to widen our horizons 
to take into consideration the socioeconomic determinants of health. 

It is apparent that important public health issues, such as the spread of many 
infectious diseases, do not occur at random or in a social vacuum. 
Socioeconomic inequality and poverty are the underlying factors of the 
transmission of infectious diseases. It is not surprising that the mortality 
caused by infectious diseases occurs mostly in disadvantaged areas and among 
people from low socioeconomic backgrounds. Lack of access to basic sanitation, 
nutrition, clean water, housing and a lack of access to health information 
plays key roles in producing risky environments and renders residents 
vulnerable to various infectious and communicable diseases. Poverty is both a 
cause and a consequence of diseases. 

In the last two decades, many public health researchers have advocated the 
urgent need for structural intervention on public health problems. The 
underlying factors of public health issues, such as socioeconomic inequality, 
poverty and deprivation, should be tackled if we are to improve health status 
and wellbeing. 

Narrow-minded and out-of-date perspectives that merely see public health issues 
through biomedical or curative lenses should be reformed. Socioeconomic 
determinants of public health problems are increasingly important, particularly 
in countries like Indonesia that are characterized by rampant poverty, 
unemployment and stark socioeconomic inequality. 

In this context, Indonesia urgently needs to learn from other countries that 
have fulfilled the people's basic right to nutrition, housing, sanitation and 
education. 

Curitiba, in Brazil, is an example of a developing-world city that has 
addressed socioeconomic determinants of health by fulfilling basic rights in 
housing and sanitation, particularly among the urban poor, and stimulating 
people's participation in waste management by providing food incentives. 

India's Kerala state is famous for improving its public health situation, 
compared to other states in India, due to its serious and sustainable effor

[wanita-muslimah] Agencies Defy Government Ban On Sending Workers to Malaysia

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://thejakartaglobe.com/home/agencies-defy-government-ban-on-sending-workers-to-malaysia/314746

June 26, 2009 
Anita Rachman

 
An Indonesian maid cleans her employer house in Kuala Lumpur. (Photo: Zainal 
Abd Halim, Reuters)



Agencies Defy Government Ban On Sending Workers to Malaysia

Despite a government ban on sending domestic workers to Malaysia, some labor 
placement agencies are continuing to send their workers to the neighboring 
country, Yunus Yamani, chairman of the Association of Indonesian Labor 
Exporters, told the Jakarta Globe on Friday. 

"The government has put us in a difficult position. We have thousands of 
workers ready to be sent to Malaysia, with their passports, visas and even 
tickets to fly," he said. "I demand the government give us a solution to this 
issue. We can't just immediately stop the process." 

Yunus refused to name the companies that are still sending domestic workers to 
Malaysia, but Rusdi Basalamah, vice chairman of the Migrant Worker Service 
Company Association (Apjati), said that up to 100 workers departed for Malaysia 
on Friday. 

"Today [Friday] there are 60 to 100 workers flying to Malaysia, and how can you 
stop them if they have signed working agreements?" he said, adding that he was 
yet to receive an official letter from the ministry on the ban and therefore 
could not issue an order to association members to stop sending workers to 
Malaysia . 

Following several reports of abuse, Manpower and Transmigration Minister Erman 
Suparno said on Thursday that the government had decided to suspend sending 
domestic, plantation and construction workers to Malaysia until the neighboring 
country agreed to review a memorandum of understanding signed in 2006. 

Indonesia also demanded that the Malaysian government give Indonesian workers 
there one day off each week and the right to take leave. Erman told the press 
that he would issue an official letter to placement agencies and related 
ministries as a follow-up to his statement. 

However, Yunus said that by Friday he had not received any official 
correspondence from the government. 

"It was just a statement reported by media," he said. 

"We did not receive any letter that orders us to stop sending workers." 

Rusdi said that labor agencies would continue to send workers until the 
government provided a clear explanation and an official letter on the ban. He 
also said that many labor agencies were confused as to whether the ban was on 
recruiting or sending workers to Malaysia. 

"And what about thousands of workers that have spent months in training? Are 
they not allowed to go now?" he asked. "They should have a clear definition on 
this, because otherwise it will just hurt the workers."


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Iran uprising fizzles out as Mousavi backtracks

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/iran-uprising-fizzles-out-as-mousavi-backtracks-1721550.html

Iran uprising fizzles out as Mousavi backtracks

Ahmadinejad close to sealing election / Cleric says protesters should be 
executed

By Kim Sengupta


Saturday, 27 June 2009


 

AP

A poster for the opposition leader Mirhossein Mousavi that has been defaced in 
Tehran 


A senior Iranian cleric yesterday called for protesters to be executed as 
"enemies of Allah", as authorities came one step closer to formally declaring 
Mahmoud Ahmadinejad winner of the disputed election. 


The demand that demonstrators "must be shown no mercy" came as the main 
opposition leader Mirhossein Mousavi took a more conciliatory attitude towards 
authorities by saying he will seek official approval for future demonstrations 
- a significantly more emollient stance than 24 hours earlier, when he vowed to 
"neutralise this evil conspiracy" against the public. In addition his website 
was attacked by hackers, and is now blank. 

The latest moves may signal the beginning of the end for the protests, which 
have swept Iran since the incumbent President Ahmadinejad claimed a landslide 
victory. The number of people attending marches has dwindled after 
demonstrators repeatedly came under attack from police and the Islamist Basiji 
militia, and almost 1,000 people were arrested. 

Related articles
  a.. Karim Sadjadpour: The crowds have gone but Tehran has changed forever 
  b.. Robert Fisk's World: The jury is out on the Iranian model of religion and 
politics 
Iran's Guardian Council yesterday seemed close to endorsing President 
Ahmadinejad as victor, in what it maintained was "one of the cleanest elections 
we have had". 

Spokesman Abbasali Kadkhodai said allegations of fraud by the opposition had 
proved groundless. "After 10 days of examination we did not see any major 
irregularities," he said. "I can say with certainty that there was no fraud in 
the election." In his latest message Mr Mousavi urged supporters not to break 
the law, while maintaining that the struggle to have the polls annulled must 
continue. The opposition leader said he had been asked by the Interior Ministry 
to apply in person for rallies to be authorised, and to give a week's notice. 
He pointed out that while restrictions were imposed on his protests, supporters 
of President Ahmadinejad were able to hold marches "that were well publicised 
on state television, seeming to encourage participation, with their regularly 
advertised march routes." 

The attitude of the hardliners meanwhile appears uncompromising. In a sermon at 
Tehran University, a venue believed to have been chosen deliberately because of 
the prominent role played by students in the protests, one Assembly of Experts 
member, Ahmad Khatami, said: "I want the judiciary to punish rioters without 
mercy, to teach everyone a lesson." 

Mr Khatami's speech, which was broadcast nationwide, continued: "Based on 
Islamic law, whoever confronts the Islamic state should be convicted as mohareb 
[one who wages war against God] and punished ruthlessly and savagely. Under 
Islamic law punishment for those convicted as mohareb is execution." 

He also claimed that Neda Agha Soltan, the icon of the opposition shot dead 
last Saturday, was killed by demonstrators. But Associated Press reported that 
a Basij militiaman shouted "I didn't want to kill her" after she died. 
Demonstrators stripped him of his identity card and took his photograph before 
letting him go. 

The US, which has taken a harder line towards the regime in the past few days, 
has accused President Ahmadinejad of trying to deflect attention from popular 
discontent at home by blaming outsiders. White House spokesman Robert Gibbs 
said: "President Ahmadinejad is among people in Iran who want to make this not 
a debate among Iranians in Iran but about the West and the United States." 

Russia, which along with China, had maintained that the election result should 
be accepted, said it was nevertheless, worried by the scale of violence by 
authorities. Foreign Minister Sergei Lavrov said: "We count on all questions 
which have arisen in the context of the elections being resolved in accordance 
with democratic procedures." 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] After 150 years, consensus nears on making homosexuality legal

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.hindustantimes.com/StoryPage/StoryPage.aspx?sectionName=HomePage&id=866ecefc-9d70-4f7e-9da8-36af4ccbe3a2&Headline=After+150+years%2c+consensus+nears+on+making+homosexuality+legal



After 150 years, consensus nears on making homosexuality legal 
Nagendar Sharma, Hindustan Times
New Delhi, June 28, 2009
First Published: 01:04 IST(28/6/2009)
Last Updated: 01:09 IST(28/6/2009)
Ahead of annual marches by gays and lesbians in many Indian cities on Sunday, 
there is good news for them - having sex may no longer be a crime. 

Signalling a major shift in its once-unyielding stand, the government has for 
the first time indicated it is willing to review a controversial 150- year-old 
law that makes homosexuality a criminal offence.

A meeting between the Home, Health and Law ministers is likely to be convened 
soon to discuss the issue of either completely repealing or amending section 
377 of the Indian Penal Code (IPC), which provides for 10 years imprisonment 
for "unnatural sex". That includes homosexuality.  

"The issue was being discussed in Ministry of Home Affairs and Health Ministry 
and it will come before the Law Ministry also," said union Law Minister M. 
Veerappa Moily. "The Home minister will convene a meeting of the three 
ministers soon." 

Earlier this month, Moily said "some sections of the IPC are outdated and may 
require a fresh look."

Home Minister P. Chidambaram will chair the meeting, which is likely to evolve 
a fresh stand acceptable to all three ministries.

The flexibility in the government stand follows the change of guard in all the 
three key ministries. 

While Chidambaram and Moily are understood to be in favour of  a fresh look on 
the issue, Health Minister Ghulam Nabi Azad hasn't yet revealed what he thinks. 
  

Previous Home and Law ministers Shivraj Patil and H. R. Bhardwaj strongly 
opposed any change in the controversial IPC section. 

"The purpose of section 377 IPC was to provide a healthy environment in the 
society by criminalising unnatural sexual activities against the order of 
nature. The Health ministry is welcome to take all steps for ensuring better 
health of the people, but no tampering with well laid down legal procedure can 
be allowed without a firm reasoning," Bhardwaj had told HT in October last year.

This was why the UPA government in its first term refused a proposal from 
former Health Minister Dr Anbumani Ramadoss to make gay sex legal.

The Health ministry had argued that the provisions of the existing law "push 
HIV people underground, which makes such risky sexual practices go unnoticed". 

The Home and Health ministries had taken opposite stands last year, in their 
replies to the Delhi high court, on a petition filed by an NGO called the Naaz 
Foundation.

The Home ministry had strongly opposed any change in the IPC, while the Health 
ministry was in favour of scrapping the controversial section. 

The scales were finally tilted in favour of the Home ministry when the law 
ministry supported its stand and made it clear that the government was not in 
favour of any change in the existing law.  

The arguments in the Delhi high court are complete and the verdict is expected 
soon.


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Syria threatens to take back Golan by force

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.haaretz.com/hasen/spages/1095962.html

Last update - 00:10 28/06/2009 
 
 
  Syria threatens to take back Golan by force  
 
  By Haaretz Service  
 
 
 


  Syrian officials threatened on Saturday to take back the Golan Heights by 
force if a peace agreement involving the return of the strategic plateau is not 
reached with Israel, Army Radio reported. 

  A group calling itself the Syrian Committee for the Freedom of the Golan 
said it would take steps to regain control of the territory, adding that Israel 
has not shown willingness to achieve peace or to return what they called 
"Syrian land." 

  The comments were made at the inauguration ceremony, attended by Syrian 
President Bashar Assad, for a new communications center in Quneitra. 
   Advertisement 
   

  "The communications center will report on the troubles of Syrian 
residents residing in the occupied Golan under barbaric and racist Israeli 
rule," Syrian Information Minister Mohsen Bilal was quoted as saying at the 
ceremony, in a reference to Druze in the Golan who wish to live under Syrian 
sovereignty. 

  Last Sunday, Assad rejected Prime Minister Benjamin Netanyahu's offer to 
resume peace talks between the two countries from "point zero." 

  Assad said the negotiations should resume from the point at which they 
stopped under former Prime Minister Ehud Olmert, when the two sides had planned 
to formulate mutual commitments that would enable the talks to move to a direct 
negotiations stage. 

  The indirect negotiations stopped some six months ago, following 
Operation Cast Lead, and the announcement of early elections in Israel. 

  Israel gained control of the Golan Heights during the 1967 Six-Day War. 
Syria insists that the basis for peace talks with Israel is a full withdrawal 
from the territory. 
 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Debate over Kuwait democracy

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.gulfnews.com/news/gulf/kuwait/10326075.html

  AP
  Kuwait's Interior Minister Shaikh Jaber Khalid Jaber Al Sabah 
reacts during the National Assembly session in which several MPs subjected him 
to questioning on Tuesday in Kuwait City.  
   
 
   
Debate over Kuwait democracy 
Reuters
Published: June 25, 2009, 23:01
   

Dubai: The ups and downs of parliamentary democracy in Kuwait are 
being used by some leaders in the region to discredit the idea of 
representative government that dilutes their immense powers, analysts say. 

A new episode in the soap opera of Kuwait's system began this week 
with an attempt by parliamentarians to force out the interior minister, who is 
a member of the ruling family. 

The Al Sabah family, which dominates the Cabinet, is expected to 
remove him rather than see one of its own face a public thumbs-down in a 
no-confidence vote set for July 1.

Last month the former British protectorate of 3.2 million - one of 
the world's largest oil exporters - held its third elections in three years, 
part of a protracted tussle for power between the ruling family and elected 
parliamentarians. 



But the trend in the region, from commentary in state-dominated 
media to official statements, has been to cite Kuwait - unique in its wide, 
free vote for a parliament with teeth - as an argument for more dynastic rule.

Countries in the region often cite khususiyya, or special 
characteristics, to justify limiting popular participation in government and 
prefer to avoid the word "democracy".

Western governments, who back the leaders in the region, also look 
askance at the sight of Islamists spoiling plans for economic liberalisation in 
Kuwait or gaining a say elsewhere.

"The way things go are not encouraging with development [projects] 
blocked by deputies. Even Kuwaitis are embarrassed about their democracy," said 
a Western diplomat in Riyadh.

Prince Nayef Bin Abdul Aziz, Interior Minister of Saudi Arabia, 
said this year Saudi Arabia, the Gulf's largest country at 25 million people, 
had no need for elections to its advisory Shura Council, and last month the 
absolute monarchy delayed municipal council polls for two years, snuffing out 
for now a brief democracy experiment.

Islamists opposed to relaxing clerical influence were the main 
winners in the Saudi municipal vote in 2005, which was held after Western 
pressure to democratise. 

Now many liberals in the region look to the ruling families to 
protect them from the Islamists, who have popular support.

Saudi intellectual Abdullah Al Gaddami said Western-allied Gulf 
governments would always brand the strongest opposition force, Islamist or 
otherwise, as an obstacle to progress.

"If we'd had elections 40 years ago the socialists and leftists 
would have won, since that was predominant then. Now it's the Islamists," he 
said. "Democracy cannot impose results that it wants. That's another form of 
dictatorship."

Analysts and democracy activists say the wrong lessons are being 
drawn from Kuwait's system, where deputies are seeking public accountability 
from ministers resistant to the concept. 

Turki Al Rasheed, a Saudi columnist who has observed Kuwaiti 
elections and ran a programme to encourage Saudis to vote in 2005, said ruling 
family members could not have it both ways.

"You cannot have royal protection and be a salaried employee," he 
said, dismissing the idea that Kuwait set a bad example for democracy in the 
region. 

"We don't want decoration, we want to question people who call the 
shots." 

He said the Emir and his prime minister should appoint ministers 
based on merit rather than on bloodline. Assembly deputies are voted in as 
individuals since political parties are banned. 

The Emir has the power to pass legislation by decree and has 
suspended parliament three times, including for years on end.

Yet government websites tout Kuwait as a "thriving democratic 
society with a democratic government".

"Kuwait is an enlightening example in the region and it should stay 
glowing despite the pressure that anti-democracy governments exert on it," said 
blogger Ahmad Mansour
   
 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] US sends weapons to govt in Mogadishu

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.arabnews.com/?page=4§ion=0&article=124056&d=26&m=6&y=2009

Friday 26 June 2009 (03 Rajab 1430)


  US sends weapons to govt in Mogadishu
  Abdi Guled | Reuters 

  MOGADISHU: Washington has sent weapons to Somalia's government to thwart 
insurgents, who cut hands and feet of thieves yesterday and paraded the severed 
limbs in the streets of Mogadishu.

  Somalia's Al-Shabab insurgents are seen as a proxy for Al-Qaeda. They 
have rejected the election of Sheikh Sharif Ahmed, a Muslim religious figure, 
as president in January. Osama Bin Laden declared Ahmed an enemy in an 
audiotape released in March. He called on the insurgents to topple the 
government.

  The Washington Post said yesterday that arms and ammunition had been sent 
to the government in a move signaling that US President Barack Obama's 
administration wanted to thwart the hard-liners. "It's confirmed. They received 
approval from the UN Security Council," an international security source said.

  While the United Nations has had a long-standing arms embargo on Somalia, 
a May Security Council resolution urged member states to train and equip 
government security forces - as long as a UN embargo monitoring committee had 
no objections.

  Another foreign security source said weapons had come into Somalia for 
the government via Uganda, which provides half the 4,300 African Union troops 
protecting key sites in Mogadishu.

  "The prospect of the government collapsing is sending alarm bells ringing 
in Western capitals, but whether this latest move will succeed remains to be 
seen," said Rashid Abdi, analyst at International Crisis Group. "Going further 
than providing arms to actually sending in more foreign forces would be a 
mistake," he said. "The government would then play right into the hands of the 
militants, who would accuse them of accepting foreign meddling."

  Yesterday, Al-Shabab officials used long knives to cut off a hand and a 
foot each from four young men in Mogadishu as punishment for theft, witnesses 
said.
 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] I wish I were a maid

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.arabnews.com/?page=13§ion=0&article=124061&d=27&m=6&y=2009&pix=kingdom.jpg&category=Local
 Press

Saturday 27 June 2009 (04 Rajab 1430)


  I wish I were a maid
  Bashayer Muhammad | Al-Watan 

  A local columnist, in an article entitled "I wish I were a maid," wrote 
about maids and how they live with Saudi families. The writer expressed his 
resentment at how some Saudi families treat maids, including not letting them 
venture outside unless there is an emergency.

  I am surprised at why he is upset at the condition of maids when women 
are demanding the same thing that he demands for maids? Does this writer know 
that the condition of some maids is better than housewives? If maids are held 
inside their homes for two years, then housewives are being held for longer 
periods having left their families to come and live with their husbands. If 
they do leave home in extreme cases, then they do so with their husbands. Some 
families do not find any difficulty in sending their maids to the supermarket 
alone while their womenfolk are banned from leaving alone. A housewife told me 
that she wishes she were in her maid's shoes. She said she would be willing to 
trade all her luxury, including her cell phone and Internet, just to regain her 
freedom.

  The writer said he visited Indonesia and the Philippines and learned 
about the living conditions of women in these countries and the freedom of 
movement they enjoy there. I was wondering why the writer did not wish for 
Saudi women the same freedom these women have in their countries. I find it 
strange that he asks us to extend to maids the same living conditions here that 
they enjoy in their homelands, while ignoring Saudi women. I wonder, are we 
going to allow maids to leave homes without their abayas and hair uncovered?

  If the writer was demanding justice for them, like good working 
conditions with normal hours and on time payment of salaries, then I would 
agree with him 100 percent. We, as women, see justice for maids in treating 
them nicely and equally, and allowing them to wear what we wear and eat what we 
eat. With regard to freedom of movement - when maids receive this luxury, then 
we will also take half of it.
 



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Women's transport: Solutions needed

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi : Di Iran, Pakistan, Mesir etc wanita dibolehkan menyetir mobil, 
tetapi di Arab Saudia  tidak dibolehkan wanita menyetir . Mengapa terdapat 
perbedaan  dan apakah larangan ini sesuai dengan wahyu illahi?  

http://www.arabnews.com/?page=1§ion=0&article=124071&d=27&m=6&y=2009

Saturday 27 June 2009 (04 Rajab 1430)


  Women's transport: Solutions needed
  Laura Bashraheel | Arab News 

  JEDDAH: In Saudi Arabia, the only country in the world where women are 
not allowed to drive, transportation is definitely an issue. Women are usually 
driven around by family members and personal drivers, or are forced to use some 
other type of private transportation. While the private transport is a booming 
business, the higher the demand the more expensive the supply becomes.

  Providing alternative solutions is the only exit. Some companies provide 
cars and drivers to ferry their women employees for work purposes, but not all 
companies have the budget to do that. Workingwomen, meanwhile, find it 
difficult getting to work and are often charged thousands of riyals a month in 
transportation.

  Hadeel Al-Amir, a 30-year-old employee at a private company, does not 
have a personal driver. Her husband also travels a lot and so she used to face 
an everyday dilemma when going to work.

  Therefore, she found a driver who charges SR1,200 a month to take her to 
and from work everyday. Of course, she pays extra to go to other destinations 
apart from work. "I pay SR40 per trip and sometimes even more if this driver is 
not available," said Al-Amir.

  Al-Amir receives SR300 a month in car allowance. "The government should 
provide more means of transportation," she added. She believes spending this 
amount of money on transportation is a "rip off."

  "Limousines could come in handy sometimes but I have to wait in the 
street to catch one," she said, explaining how she had to once wait for 20 
minutes under the sun for a taxi.

  Many believe that buses would also be expedient. However, buses need 
stations and a bus network, something that the Kingdom lacks. The few buses 
that do operate in cities and towns across the Kingdom do so randomly.

  "I would go on a bus if the service was available the whole day," said 
Mona Ismaeel who is 25 and employed at a company on Jeddah's Madinah Road. "Me 
and my sisters spent huge amounts of money on transportation when we were 
studying at university, not to mention the harassment of drivers," she said.

  Mona's father died and she has no brothers. "My mother uses my aunts' 
drivers every now and then," she said, explaining how this is an embarrassing 
situation.

  The family bought a small car but drivers would not last long. "Drivers 
nowadays charge up to SR2,000 a month. We have a visa but our last driver only 
stayed with us for one month and then ran away so he could work illegally and 
earn double what he was getting from us," she added.

  Mona said the government should find a solution to the "humiliation" she 
and women like her face. "Rich people do not worry about transportation. They 
buy three cars instead of one and issue as many visas as they want," she said.

  Although the government is building bridges to ease congestion on 
Jeddah's roads, they are still far from finding solutions to the problem.

  The private sector, however, recognizes the potential of the 
chauffeur-driven car business. Meshwar, a car service company, provides 
transportation and charges by the hour. The service started three years ago and 
expanded due to high demand. According to Shadi Shakir, the company's marketing 
manager, most of the company's clients are women. "Our customers are those who 
do not have drivers and at the same time do not want to use taxis," he said. 

  "The company was established to serve the needs of society. We are now 
increasing our business," Shakir said.

  Saudis, however, are not the only ones who suffer from a lack of 
transportation. Expatriates experience the same. They, however, are not allowed 
to issue driver visas. 

  A German expatriate, who lives and works here along with his wife and 
son, faces a lot of problems especially since his wife works and son goes to 
school. "Now we have a car, we are not allowed driver visas," he said, adding 
that only foreign doctors and general managers are allowed that luxury, and 
that he does not fall into either category.

  "The only way to get a driver is on the black market. We've hired an 
illegal driver who charges SR1,800 a month," he said. He described his 
situation as a "nightmare" especially since his wife does not speak Arabic and 
so he has to find a driver who speaks English.

  At the same time, he worries about his son being ferried to school with a 
complete stranger. "A train, metro or a monorail could be really convenient. 
They would reduce the horrible traffic situation in Jeddah," he said.

[wanita-muslimah] sajak2 hl tanpa judul nongol lagi neh...

2009-06-27 Terurut Topik heri latief
debu, yang hinggap di alis matamu, pergi bersamamu, ke tempat yang dibilang 
biangnya dosa, dimana nafsu dan cinta palsu bersatu, bajingan atau pahlawan 
kemaren sore? siapa yang mau tau? setan yang jadi saksi, dan sebaris puisi 
mimpi berdebu.

-amsterdam, 27/06/2009---

legenda sepatu tua/berjuta langkah ditempuhnya/duri dan rintangan 
dilibasnya/berjuang tanpa putus asa/ilmu kudu percaya diri/jadilah dirimu 
sendiri!

-amsterdam, 27/06/2009

memuja dewi malam/sukarela jadi fansnya/tersihir senyumnya/terpesona 
matanya/dongeng cinta di layar kaca/candunya asmara/memasung jiwa/lupa 
segalanya/lupa pada mertua!

--amsterdam, 27/06/2009

cinta bisa basi/jika jarang dipanaskan/disihir api birahi/cinta jadi 
puisi/dalam tabung hampa/padamu semusim asmara/dirayu wangi bunga/enak ya?

--amsterdam, 27/06/2009

berdiri di atas kaki sendiri/bukan jadi budaknya materi/bukan jadi kacungnya 
barat/ayo berdikari!/jangan bengong lagi/cukup sudah bermental kuli

--amsterdam, 27/06/2009

sebaris puisi dikoreksi/rindu pada sajaknya/di musim kampanye tipsani/realitas 
kehidupan ganas mengerikan/gelap tanpa masa depan/anak jalanan 
berkeliaran/merayu bintang dan rembulan/demi seribu janji kumenanti/segelas air 
api/tak bisa membakar puisi

-amsterdam, 23/06/2009

percakapan antara arjuna dan kresna/di bukit dekat kurusetra/arjuna meragu/di 
hastina ada dorna gurunya/ada bisma eyangnya/ada kenangan masa 
kecilnya/terhapus semua kerna tahta/kresna punya teori perang/ujungnya adalah 
persembahan/di altar kurusetra/tak ada sanak sodara/yang ada napsu/kepentingan 
dari kekuasaan

-amsterdam, 23/06/2009

pernah dengar nama irawan? kisah anak arjuna, yang datang dari tengah hutan, 
seperti keajaiban datang dari langit, arjuna terpana, beku seribu bahasa, 
inikah anaknya yang tak pernah diasuhnya? datang ke kurusetra membela bapaknya? 
langit muram awan hitam, tanda badai dan hujan airmata, turunan dewa berebutan 
tahta! irawan tumbang sebagai tumbalnya kemarahan arjuna, demi strategi perang 
kresna?

amsterdam, 23/06/2009

dewi kunti/demi kekasih para dewa/wajah langit muram/bau darah disiram/kutukan 
hujan tangis/dirayu kepentingan/memori dimodifikasi/tragedi puisi!

---amsterdam, 23/06/2009


heri latief
http://akarrumputliar.wordpress.com/





  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Gelora Bung Karno Digadaikan, Cederai Harga Diri Bangsa

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi : Gelora Bung Karno  digadai tidak berbeda  jauh dengan diberikan 
konsesi kepada maskapai asing untuk mengolah kekayaan alam dengan keuntungan  
jatuh ke tangan  penguasa negara dan konco-konco mereka. Selama pemerintahan  
Jenderal Soeharto, baik SBY, J. Kalla, Prabowo, Wiranto, dan Megawati  etc 
turut membiarkan hal tersebut terjadi, jadi  kalau mereka sekarang ini saling 
menuduh sambil puji diri adalah  bagaikan sendiwara beradegan striptease dengan 
pendirian bahwa para penonton [rakyat] buta tuli.  

http://www.detiknews.com/read/2009/06/26/165847/1154743/727/gelora-bung-karno-digadaikan-cederai-harga-diri-bangsa

Jumat, 26/06/2009 16:58 WIB



Warta No. 1
Gelora Bung Karno Digadaikan, Cederai Harga Diri Bangsa
Advertorial - detikNews


Jakarta - Kebijakan pemerintah yang menetapkan Gelora Bung Karno Jakarta 
sebagai tambahan asset yang dijaminkan dalam penerbitan surat berharga berbasis 
syariah, sukuk ritel dikecam sejumlah kalangan. Sebab stadion olah raga dan 
pusat bisnis itu dianggap sebagai kebanggaan bangsa. 

"Niat itu jelas merupakan maksud jahat yang sangat mencederai harga diri 
bangsa," ujar politisi senior Haryanto Taslam. Menurut koordinator relawan 
Pandu Prabowo itu, asset Gelora Bung Karno merupakan salah satu kebanggaan 
bangsa yang mestinya harus dijaga dan dipelihara dengan baik sesuai dengan 
fungsinya.

Karena itu, Hartas-panggilan akrab Haryanto Taslam mengingatkan kepada 
pemerintah agar tidak gegabah menggadaikan asset-aset negara, lebih-lebih asset 
yang bernama Gelora Bung Karno. "Pemerintah jangan main-main dengan 
memanfaatkan fasilitas dan asset Negara secvara sembrono," tukas mantan anggota 
DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Pada akhir 2008 lalu, Gelora Bung Karno ditetapkan sebagai aset yang dijaminkan 
dalam penerbitan sukuk. Menurut Direktur Kebijakan Pembiayaan Syariah Depkeu, 
Dahlan Siamat, seluruh aset itu nilainya Rp 51 triliun, tetapi hanya sekitar Rp 
25,9 triliun yang bisa dijaminkan. Untuk mengantisipasi penolakan DPR atas 
jaminan asset itu,  pemerintah juga membidik aset sejumlah departemen dan 
lembaga senilai 27 triliun untuk aset jaminan. 

Penerbitan sukuk ritel dimaksudkan untuk menggaet para investor dari Timur 
Tengah. Sebelumnya pemerintah melakukan one on one meeting dengan beberapa 
investor Timur Tengah yang potensial.  Salah satunya dengan Qatar Islamic Bank 
yang tertarik membeli sukuk. Wajar saja sempat beredar kabar bahwa Gelora Bung 
Karno akan "digadaikan" kepada Qatar. 

Dijaminkannya asset Negara dalam penerbitan Sukuk diduga karena pemerintah 
mengalami deficit yang serius. Penerbitan sukuk itu merupakan jalan pintas 
untuk menutupi deficit anggaran belanja Rp 139,5 triliun dan mengamankan APBN 
2009. 

Anehnya defisit negara bukannya ditutup dengan mengefisienkan pengeluaran 
negara dan menutupi lobang kebocoran, sebaliknya menambah utang baru dalam 
bentuk sukuk.  (*) (adv/adv) 



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Hashim Kritik Data Pemerintah Soal Kemiskinan

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.detiknews.com/read/2009/06/27/000304/1154887/727/hashim-kritik-data-pemerintah-soal-kemiskinan

Sabtu, 27/06/2009 00:03 WIB



Warta No. 1
Hashim Kritik Data Pemerintah Soal Kemiskinan
Advertorial - detikNews


Jakarta - Pengusaha nasional yang juga tim sukses pasangan Mega-Prabowo, Hashim 
Djojohadikusumo, mengkritik data pemerintah yang menyebut jumlah orang miskin 
di Indonesia hanya sekitar 15 persen. Data tersebut dinilainya tidak akurat dan 
bohong.

"Saya kira 15% jumlah orang miskin itu nggak benar," katanya saat memberi 
sambutan dalam deklarasi dukungan untuk pasangan Mega-Prabowo oleh Angkatan 
Penerus Indonesia Raya (APIRA) dan 18 Ormas, di kawasan Permata Hijau, Jakarta 
Selatan, Jumat (26/6). 

Menurut adik kandung Prabowo tersebut, merujuk data Bank Dunia, jumlah orang 
miskin di Indonesia mencapai 49 persen atau sekitar 115 juta orang. Asumsinya, 
penghasilan mereka di bawah US$ 2 atau di bawah Rp 20 ribu per hari.

Namun, lanjut Hashim, data tersebut dibantah oleh pemerintahan Susilo Bambang 
Yudhoyono (SBY), dan
ditegaskan bahwa kemiskinan hanya 15 persen dengan asumsi berpenghasilan Rp 
182.500 per keluarga per bulan. Sehingga, jika ada keluarga yang berpenghasilan 
Rp 200 ribu per bulan, tidak dikategorikan miskin.

"Masak satu keluarga miskin ukuran pendapatannya Rp 182.500 per bulan. Kalau 
ukurannya itu, berarti orang yang pendapatannya Rp 200.000 per bulan itu bukan 
orang miskin. Ini kan tak masuk akal.  Ini sama saja bohong. Itungan Bank Dunia 
saja untuk penghasilan 25 hari Rp 500 ribu masih dikategorikan miskin," 
ungkapnya.

Menurut adik kandung Prabowo tersebut, mantan wapres Hamzah Haz juga pernah 
mengutarakan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 70 persen hingga 
80 persen. Jumlah ini didasarkan pada besaran UMR (Upah Minimum Regional).

"Jadi yang benar yang mana? Ya data Pak Hamzah Haz dan juga data Bank Dunia," 
ujar Hashim disambut tepuk tangan.



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] An alternative reading

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://weekly.ahram.org.eg/2009/953/op1.htm

25 June - 1 July 2009
Issue No. 953
Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875


An alternative reading

Azmi Bishara examines the causes and ramifications of post-election unrest in 
Iran 



Iran does not just have an authoritarian system of government, it has a 
totalitarian one. It is powerful, highly centralised, with sophisticated 
administrative and control systems, and it applies an ideology that claims to 
have answers for everything and that seeks to permeate all aspects of life. 
Instead of a political party and youth organisations, it relies on mass 
organisations, such as the Basij, that blend security with ideology and even 
with the benefit of broad sectors of the populace. It also depends on a broad 
and well-organised network of mullahs and on a politicised security agency and 
Revolutionary Guard. However, it differs from other totalitarian systems in two 
definitive ways.

Firstly, no other totalitarian system has incorporated such a high degree 
constitutionally codified democratic competition in the ruling order and in its 
ideology. Political competition is systematised in the form of regularly held 
elections in which rivals espouse different platforms within the framework of 
the agreed upon rules of the game, just as do political parties within 
capitalist frameworks. The difference between Democrats and Republicans in the 
US is not much greater than that between reformists and conservatives in Iran. 
Of course, these trends in Iran are not actual political parties, but then 
neither are the Republicans and Democrats, at least not in the conventional 
European sense. They are more in the nature of electoral leagues. 

The second difference between Iranian totalitarianism and other totalitarian 
systems is that the official ideology that permeates institutions of 
government, the public sphere and the educational and other formative systems 
as the primary definer of identity and shaper of moral and ethical conduct is a 
real religion embraced by the vast majority of the people. It is not an atheist 
or secular religion, such as is officially espoused in communist or fascist 
systems and which is only believed by a clique of apparatchiks whose faith 
quickly becomes a form of vested interest and is rarely passed on to their 
children. In Iran a religious doctrine is the state ideology, the clerical 
hierarchy defines and anchors the state hierarchy, and the lower echelons of 
the clergy are the intermediaries between the people and the ruling ideology.

These important distinctions are what give the Iranian system a dynamism and 
vitality that did not exist in Europe's communist or fascist totalitarian 
systems, even though this system emerged in an "oriental" society that was less 
technologically advanced than the European ones and coalesced outside the 
context of European modernism and modernisation that the other systems drew on.

China's ruling party, even in its most open and relaxed phase, sanctions far 
less political diversity than we have seen in Iran, not only in the form of 
systematised political rivalries but also in the form of sometimes brutal 
criticism of the regime, the president and the government. Such tolerance of 
political diversity was also unheard of in the former Soviet Union and in other 
totalitarian systems. Looking at Iran from the perspective of its degree of 
democratic competition, tolerance of criticism and peaceful rotation of 
authority in accordance with set rules, it is much closer to the pluralistic 
democracies in the West than to a dictatorial regime. On the other hand, its 
imposition of an all encompassing ideology, and its attempt to use this to 
control all aspects of people's public and personal lives, sets it radically 
apart from Western societies where people's personal lives are regulated 
through the permeation of market mechanisms into the private individual realm 
and the permeation of the media into family life. There is an imposed ideology 
in the US, often referred to as the "American way of life," but it leaves broad 
scope for the private sphere and individual freedoms, including the freedom of 
religion, even if it strongly influences this sphere through consumer market 
mechanisms and the media, which sometimes pose challenges to individual 
freedom. There is no point here in bringing up the scope of individual or 
democratic freedoms in Arab authoritarian regimes, dynastic and nepotistic 
systems incapable of producing either a totalitarian or democratic order, apart 
from to note the malicious glee some Arabs are displaying in response to events 
in Iran rather than examining what is happening in their own countries which, 
one would think, they might suppose more important. 

The reformist uprising has arisen within the framework of the Iranian 
establishment and the accepted rules and p

[wanita-muslimah] Mallarangeng Mau Somasi Orang Tua

2009-06-27 Terurut Topik noni marlini



Rakyat Merdeka
28/6/2009

Mallarangeng 

Mau Somasi 

Orang Tua 




Hubungan persaudaraan, bisa musnah
gara-gara berbeda ideologi politik. Sudah banyak contoh. Salah
satunya, mungkin yang terjadi antara JK atau Jusuf Kalla dengan Rizal
Mallarangeng. Dua-duanya sama-sama berasal dari Makassar. Yang satu
orang muda, enerjik dan pintar. Satunya lagi, orang tua yang
disegani, wapres, calon presiden, dan tokoh ternama dari Sulawesi
Selatan.

Tapi, hubungan pertalian kedaerahan,
rupanya tak jadi jaminan keakraban. Meskipun JK bukan orang tua
kandungnya, tapi Rizal bermaksud mensomasinya gara-gara insiden
kampanye di Medan.

“Saya tidak akan pernah mencabut
pernyataan saya,apalagi meminta maaf sebagaimana yang dituntut dalam
somasi terhadap saya,” kata Rizal Mallarangeng yang didampingi
kuasa hukum Luhut Pangaribuan, di Bali, kemarin.

Somasi ini berawal dari selebaran yang
beredar saat kampanye JK di Medan. Rizal Mallarangeng pernah menuduh
tim kampanye JK Wiranto adalah pelakunya. Bahkan dia menuntut agar JK
meminta maaf atas insiden itu. 


Tentu saja pernyataan tersebut menyulut
emosi kubu JK-Win. Jumat malam kemarin, Rizal dilaporkan ke Polda
Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik. Mereka menuntut Rizal
minta maaf dalam waktu 1X24 jam.

“Kami melakukan somasi kepada Rizal
Mallarangeng mengenai tuduhan melakukan propaganda hitam di Medan.
Rizal menuduh langsung Pak JK yang melakukan itu. Padahal, Pak JK
sama sekali tidak tahu. Apalagi Saudara Rizal meminta Pak JK meminta
maaf kepada Ibu Herawati. Itu tidak relevan,” papar Poempida
Hidayatullah, saat pengajuan laporan.

Menurut Rizal, dia tetap berpendapat
bahwa JK harus menjelaskan peristiwa tersebut dan meminta maaf kepada
istri Boediono. Selebaran itu isinya adalah black campaign tentang
agama yang dianut Boediono. Herawati Boediono dituduh non muslim.

“Persoalan ini prinsip dan melebihi
persaingan politik. Pemilu boleh datang dan pergi, pemimpin boleh
naik dan turun, tapi prinsip ini bersifat abadi. kita tidak boleh
bohong dalam mengedarkan informasi dan melepaskan tanggungjawab dalam
perkara ini,” paparnya.


Tentang pelaporan dirinya kepada pihak
Polda Metro Jaya, Rizal menyatakan siap menghadapinya.“Kalau saya dipanggil 
polisi, saya
akan ikuti secara prosedur hukum. Tapi saya juga akan mensomasi Pak
JK. Dan bila dia dilaporkan ke polisi maka dia juga harus datang,”
ujarnya.
Meski begitu, Rizal mengaku membuka
jalan damai dengan pihak JK-Win sebelum masuk pengadilan. “Perdamaian
masih terbuka,” ucapnya.

Tim kampanye nasional JK-Win, Zainal
Bintang menyesalkan tindakan Rizal Mallarangeng memperkarakan JK. 
“Tidak pantas Mallarangeng menyerang JK, karena JK itu orang tua
dan tokoh Sulsel,”  kata Zainal yang kebetulan tokoh Sulsel itu.

Zainal sebagai sesama orang Sulsel
menasehati Mallarangeng agar tidak bersikap berlebihan sebagai tim
sukses SBY-Boediono. “Ingat ketika SBY-JK menang, JK-lah yang
merekomendasikan Andi Mallarangeng menjadi jubir SBY, setelah itu
baru adik-adiknya ikut. Jadi, ingatlah JK itu yang membesarkan
Mallarangeng,” katanya.

Fungsionaris Golkar ini sungguh tak
menyangka, Mallaranggeng sampai hati berbuat tega memperkarakan JK
ke-Kepolisian. “Bukan saya mengabaikan masalah hukumnya. Tapi,
Mallarangeng kan orang Bugis apalagi satu kabupaten di Bone dengan
JK. Mengapa dia sampai hati menyerang JK ?” heran Zainal.

Dia mengingatkan, masalah selebaran,
belum tentu JK yang melakukan. “Ini overdosis. Saya imbau wahai
masing-masing tim sukses jangan terlalu semangat sehingga menimbulkan
banyak pihak repot,” bebernya.

Boediono sendiri tak terlalu peduli
dengan selebaran itu. Dalam acara makan malam di Ende, Nusa Tenggara
Timur, Jumat malam, dia mengatakan pasrah saja pada Tuhan.
“Saya serahkan
kepada Tuhan, semoga yang melakukan diberi ampun,” kata Boediono
yang mengaku akibat tudingan tersebut, hubungan dengan isterinya
makin mesra. WIS/ARF












  Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Minta Maaf Oke, Hukum Harus Jalan

2009-06-27 Terurut Topik noni marlini

Jawa PosSabtu, 27 Juni 2009 

Ketua Umum PWI Soal Kekerasan Terhadap Wartawan Di Papua 
Minta Maaf Oke,
Hukum Harus Jalan

Ketua Umum PWI Pusat Margiono menyambut baik permintaan maaf yang disampaikan 
juru bicara tim kampanye SBY-Boediono Rizal Mallarangeng terkait kekerasan yang 
menimpa wartawan Sinar Harapan, Odeodata Hermina Julia Vanduk. Julia ditendang 
hingga pingsan oleh seorang tim kampanye SBY-Boediono, di Jayapura, kemarin, 
saat hendak meliput kampanye Boediono.

“Kami menghargai pemintaan maaf yang disampaikan jubir cawapres Boediono. 
Namun, kalau terbukti bersalah, proses hukum harus tetap ditegakkan,” kata 
Margiono di Jakarta, kemarin.

Sesuai UU Pers No 40 Tahun 1999, jelas Margiono,  pers mempunyai hak mencari, 
mempero1eh, dan menyebarluaskan berita, gagasan dan informasi.

“Kalau ada yang menghambat atau menghalangi, bisa dikenakan pidana penjara dua 
tahun atau denda lima ratus juta rupiah. Itu sesuai amanat Undang-undang,” 
tegas Margiono.
Peristiwa penganiayaan ini berawal saat Julia dan sejumlah wartawan lainnya 
hendak meliput rentetan kampanye Boediono di Jayapura, Papua, kemarin pagi. 
Tiba-tiba Julia diserang sejumlah anggota tim kampanye Boediono. Julia 
tersungkur dan sempat pingsan setelah menerima aksi kekerasan itu.

Menurut Julia, saat itu dia hanya meminta agar tidak menghalang-halangi 
wartawan yang akan meliput Boediono.

“Saya tegur dia (pelaku), agar tidak ikut campur urusan wartawan, apalagi dia 
bukan lagi sebagai wartawan, tapi kenapa tiba-tiba dia menyerang saya dari 
belakang dengan cara menendang. Setelah ditendang, saya tidak ingat apa-apa," 
kata Julia.

Juru Bicara tim kampanye SBY-Boediono Rizal Mallarangeng, yang ikut mengawal 
kampanye Boediono di Papua, langsung meminta maaf atas insiden kekerasan 
tersebut. 
"Kami minta maaf kepada wartawan di Papua dan di seluruh Indonesia atas 
perlakukan anggota kami. Kami sangat menyesalkan insiden tersebut. Kami akan 
pecat dia bila terbukti bersalah," kata Rizal saat mendampingi wartawan 
menjalani pemeriksaan di kantor Polresta.

Rizal meminta wartawan untuk tidak melakukan aksi boikot terhadap rentetan 
kampanye Boediono selama di Jayapura, Papua. Sebelumnya, wartawan mengancam 
akan melakukan boikot. "Silakan kalian menempuh jalur hukum, tetapi tolong 
tidak perlu ada aksi boikot," pinta Rizal.
 
Harian Sinar Harapan dalam rilisnya menjelaskan,  wartawannya di Jayapura 
tersebut ditendang dari belakang oleh tim kampanye Boediono hingga tersungkur 
dan sempat pingsan.

Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Kristanto Hartadi mengecam aksi kekerasan yang 
menimpa wartawannya dan menyebut aksi tersebut sebagai upaya penentangan 
kebebasan pers. Dia juga meminta jajaran kepolisian Papua segera memproses 
secara hukum pelaku tindak kekerasan tersebut.

“Kami juga meminta Tim Sukses SBY-Boediono dan pimpinan Partai Demokrat agar 
menertibkan anggota tim sukses mereka supaya tidak mengulang tindak kekerasan 
dalam bentuk apa pun kepada wartawan,” kata Hartadi dalam rilisnya.

RK, yang diduga sebagai pelaku kekerasan adalah wartawan salah satu televisi 
nasional, yang, menurut Julia, sudah tidak lagi menjalani profesi itu. Polresta 
Jayapura langsung melakukan pengejaran terhadap pelaku. "Kami sudah keluarkan 
perintah untuk mengejar pelaku dan menangkapnya," kata Kasat Reskrim Polresta 
Jayapura AKP Y Takamuli.(JPNN)


Wartawan Desak Partai Demokrat Minta Maaf







By Republika Newsroom

Sabtu, 27 Juni 2009 pukul 16:22:00  

JAKARTA -- Puluhan wartawan melakukan aksi demo di depan Kantor DPP
Partai Demokrat (PD) untuk mendesak ketua DPP PD meminta maaf atas aksi
kekerasan kader PD terhadap wartawan Sinar Harapan, Odeo Data Hermina Julia 
Vanduk ketika meliput kampanye Cawapres Boediono di Papua. 


"Atas perlakuan yang dilakukan kader PD, kami minta Ketua Dewan Pembina
Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai
Demokrat Hadi Utomo meminta maaf secara terbuka di media massa," kata
koordinator Poros Wartawan Jakarta, Wahyu Widodo di Jakarta, Sabtu.


Selain meminta agar pihak DPP PD meminta maaf, sedikitnya 60 orang
wartawan itu meminta agar pihak kepolisian segera mengusut tuntas dan
menyelesaikan secara hukum kasus kekerasan terhadap wartawan itu.Aksi
orasi wartawan itu berlangsung di Jalan Pemuda Jakarta Timur, dan
sebagian diantaranya membakar bendera PD dan kaos SBY-Boediono, juga
membentangkan spanduk yang bertuliskan "Penindasan pada wartawan adalah
awal penindasan pada rakyat", "SBY jangan diam saja", "Partai Demokrat
jangan lari dari tanjung jawab."

 Menurut Wahyu, para wartawan
sangat menyesalkan tindakan kader PD itu, karena selama ini SBY dinilai
memiliki komitmen tinggi untuk menghapuskan kriminalisasi pers, namu

[wanita-muslimah] Debat Capres Judul tanpa Teks + Kampanye Saling Serang

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/82099/70/13/Debat-Capres-Judul-tanpa-Teks


Debat Capres Judul tanpa Teks 


Jumat, 26 Juni 2009 00:01 WIB  
Ppara calon presiden berlangsung di studio Metro TV tadi malam. Tidak banyak 
berubah dari debat pertama seminggu yang lalu terutama yang menyangkut 
substansi. 

Bagi mereka yang menginginkan debat dengan perdebatan, memang, tidak tersaji 
dalam debat tadi malam. Yang ada, cuma sedikit kelakar yang kemudian bermuara 
pada kesepakatan 'me too'--saya juga begitu. 

Tidak ada perbedaan tajam tentang arah dan substansi debat di antara ketiganya 
yang membuat pemilih tahu mengapa memilih Megawati Soekarnoputri, Susilo 
Bambang Yudhoyono, atau Jusuf Kalla. Agaknya dengan satu debat tersisa, 
keinginan untuk memperoleh debat bermutu sulit terpenuhi. 

Memang harus diakui berdebat dengan waktu yang sangat terbatas tidaklah 
gampang. Tetapi untuk mereka yang memberanikan diri menjadi presiden dengan tim 
sukses yang besar dan banyak, tidak ada kata maaf untuk tidak bisa menghadirkan 
perdebatan bermutu. 

Dua debat yang sudah berlangsung mengindikasikan dengan sangat jelas bahwa para 
kandidat tidak cukup siap dengan detail. Mereka hanya siap dengan 
pikiran-pikiran besar dan normatif. Seperti tingkatkan pertumbuhan, tekan 
pertambahan penduduk, menyejahterakan petani, mengendalikan inflasi, memerangi 
kemiskinan. Tetapi tidak terlalu cekatan ketika berbicara tentang bagaimana 
semua itu bisa dicapai. 

Debat mereka seperti pengungkapan daftar keinginan yang tergagap-gagap ketika 
diminta menjelaskan bagaimana merealisasi keinginan itu. Atau seperti sebuah 
judul tanpa teks. Kita hanya disajikan judul, tetapi meraba-raba sendiri 
tentang isinya karena kehilangan teks itu. 

Sebuah perdebatan seharusnya menghadirkan perlawanan. Ada pikiran di seberang 
sana yang harus ditangkis atau dilawan dengan pemikiran di sebelah sini. Bila 
semua pemikiran berada dalam jalur yang sama, kita kehilangan perbedaan. Dan 
karena itu kehilangan alasan untuk memilih. Toh semuanya sama. 

Terlihat sekali bahwa para kandidat tidak santai menghadapi debat. Mega tegang, 
Yudhoyono waswas, dan Kalla khawatir. Para kandidat menghadapi debat dengan 
beban seperti seorang calon doktor yang ingin mempertahankan disertasi dengan 
target cum laude. 

Format debat terlalu akademik sehingga pikiran-pikiran genuine dan perilaku apa 
adanya dari kandidat tidak muncul. Semuanya takut melakukan kesalahan. 

Padahal ada juga kesalahan yang mengandung kecerdasan. Misalnya ketika Jusuf 
Kalla membuka sepatu di depan publik untuk memperlihatkan merek JK collection. 
Membuka dan memamerkan sepatu di depan publik melanggar sopan santun. Tetapi 
ternyata hal itu mengundang impresi yang luas. 


http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/80314/70/13/Kampanye-Saling-Serang


Kampanye Saling Serang 


Rabu, 17 Juni 2009 00:00 WIB
MASA kampanye pemilihan presiden kini telah memasuki pekan ketiga. Dengan 
berbagai cara, para capres/cawapres beserta tim sukses masing-masing 
berkampanye untuk merebut simpati pemilih yang diperkirakan mencapai 176 juta 
orang. 

Meski telah memasuki lebih dari setengah masa kampanye, publik belum disuguhi 
kampanye yang berkualitas dan bermartabat. Yang ditebar justru racun politik 
yang tidak sehat bagi rakyat lewat kampanye saling serang dan saling klaim 
kesuksesan. 

Padahal, tim sukses ketiga capres maupun cawapres telah berjanji tidak ingin 
larut dalam strategi saling serang. Mereka berkomitmen untuk menghindari 
konflik dan menjatuhkan citra lawan. Bahkan, para capres dan cawapres dalam 
berbagai kesempatan juga lantang mengumandangkan hal serupa. 

Namun, fakta berbicara lain. Saling sindir, saling menjatuhkan, saling 
menjelek-jelekkan, saling klaim keberhasilan menjadi menu utama kampanye para 
capres/cawapres beserta tim sukses masing-masing. 

Sejumlah isu pun disodorkan ke ruang publik mulai dari masalah neolib, kuda 
seharga miliaran rupiah, pengusaha menjadi penguasa, jilbab, hingga sejarah 
kelam masa lalu. Bahkan, isu berbau SARA pun ikut terangkat. Lantaran sudah 
menyerempet ke persoalan sensitif, salah satu pasangan capres/cawapres terpaksa 
mencopot dua penyokongnya dari tim kampanye nasional. 

Kampanye saling serang tidak cuma giat dilakukan anggota tim sukses capres, 
para kandidat pun getol melakukannya. Capres Partai Demokrat SBY, misalnya, di 
Kupang Minggu (14/6), menyebutkan visi dan misinya yang menolak kapitalisme 
untuk menepis tudingan neolib. 

SBY pun mengobral wacana, "Kita tidak suka kapitalisme global. Kita juga tidak 
ingin ada kapitalisme rambut hitam." SBY kemudian menambahkan, "Kalau janji, 
semua orang bisa; saya lebih baik, saya lebih cepat. Jangan terlalu mudah bikin 
janji." 

Pada saat yang sama, capres Partai Golkar dan Hanura Jusuf Kalla di Padang 
mengatakan moto 'lebih cepat, lebih baik' sangat diperlukan untuk mengejar 
ketertinggalan bangsa ini dari negara-negara tetangga. 

Lain halnya dengan capres PDIP dan 

[wanita-muslimah] Perbudakan Pahlawan Devisa

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi :  Penguasa negara yang mengizinkan atau membiarkan adanya perbudakan 
pasti memdapat keuntungan, sebab kalau merugikan kepentingan mereka maka  sudah 
tentu mtidak diciptakan atau sudah sejak  lama  mereka tidak izinkan  seperti 
dilarang  pki.

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/82243/70/13/Perbudakan-Pahlawan-Devisa


Perbudakan Pahlawan Devisa 

27 Juni 2009 00:01 WIB 
Dengan bangga pemerintah memberi mereka julukan pahlawan devisa. Agar 
kepahlawanan mereka memperoleh pengakuan dibeberkan angka devisa yang 
menakjubkan. 

Setiap tahun para pekerja Indonesia di luar negeri yang didominasi oleh 
pembantu rumah tangga menyumbang tidak kurang dari Rp90 triliun atau setara 
dengan 10% APBN. 

Inilah kuantifikasi devisa yang membunuh nurani. Membunuh karena pemerintah 
lama sekali mati rasa terhadap kejahatan kemanusiaan yang menimpa para pahlawan 
devisa itu di luar negeri. 

Kita takut menegakkan harga diri dan martabat hanya karena khawatir kehilangan 
devisa. 
Baru setelah Siti Hajar, pembantu rumah tangga asal Tasikmalaya diseterika dan 
disiksa majikannya di Malaysia sehingga kehilangan bentuk wajah dan perawakan 
yang asli, pemerintah mulai sadar. Itu pun setelah diramaikan media massa 
secara beruntun. 

Kejahatan terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri, terutama di Malaysia 
dan Timur Tengah, banyak, sadis, dan terus berlangsung. Para pembantu rumah 
tangga diperkosa, dianiaya, tidak dibayar gaji, ditahan paspornya, diperbudak 
di rumah-rumah majikan dengan jam kerja yang tidak terbatas dan berbagai bentuk 
diskriminasi lainnya. 

Apakah semua bentuk kekerasan ini belum cukup membangunkan rasa kemanusiaan 
kita terhadap warga bangsa sendiri? Syukurlah pada akhirnya pemerintah 
memutuskan untuk menghentikan sementara pengiriman TKI ke Malaysia mulai 
tanggal 26 Juni kemarin sambil menunggu perubahan nota kesepakatan dengan 
pemerintah di Kuala Lumpur. 

Perbudakan di Amerika dipraktikkan dengan cara memburu manusia di Afrika untuk 
kemudian dipaksakan menjadi buruh di 'Negeri Paman Sam'. Arus kepergian manusia 
Indonesia ke Malaysia dengan berbagai cara--gelap ataupun terang--dan 
dipekerjakan di perkebunan dan rumah tangga dengan berbagai cara pula--tidak 
bisakah disebut sebagai perbudakan modern? 

Perbudakan atas nama devisa? Karena melabrak asas-asas kepatutan kemanusiaan? 
Agak mengherankan bila kita masih saja bangga karena mengirim rata-rata 3.000 
pembantu rumah tangga ke Malaysia setiap bulan. 

Agak mengherankan kita masih saja bangga mengirim pekerja-pekerja dengan 
tingkat pendidikan 70% tamatan SD hingga SMP. Kekerasan yang terjadi terhadap 
TKW Indonesia di Malaysia dan Timur Tengah sesungguhnya bukanlah kekerasan yang 
berdiri sendiri. 

Dia menjadi rangkaian kekerasan yang amat panjang dari perjalanan seorang TKW 
itu sendiri. Sejak dari desa asalnya sampai ke negeri dolar dan ringgit. Bila 
dilihat dengan lebih jernih, bagian terbesar dari penderitaan yang dialami oleh 
seorang TKW justru berada dan terjadi di dalam negeri. Usia mereka dipalsukan. 

Paspor dipalsukan. Ditampung di tempat-tempat penampungan yang jorok dan kejam. 
Ongkos-ongkos yang berlipat ganda. Ditipu di bandara oleh sindikat berseragam. 
Agar pemerasan lebih nyaman, dibangunlah terminal tersendiri bagi keberangkatan 
dan kepergian TKI di Bandara Soekarno-Hatta. 

Di tempat tujuan pun mereka diperas. Ingat bagaimana beberapa pejabat KBRI di 
Kuala Lumpur yang masuk bui karena manipulasi ongkos paspor TKW/TKI. Ketika 
bekerja di perkebunan dan rumah tangga Malaysia, paspor mereka ditahan dan 
sejak saat itu mereka dianggap pendatang ilegal. 

Jadi, sesungguhnya cerita tentang TKI dan TKW kita adalah sebuah drama 
perbudakan modern yang amat panjang dan memilukan. 

Awal perbudakan itu berada di dalam negeri kita sendiri. Karena ketidakmampuan 
negara, yang katanya kaya ini untuk menyejahterakan dan mencerdaskan warganya 
sendiri. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Uang Belanja Habis, Suami Aniaya Istri

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/06/27/uang-belanja-habis-suami-aniaya-istri

Uang Belanja Habis, Suami Aniaya Istri
Juni 27, 2009 - 15:01 


BOGOR (Pos Kota) - Faktor ekonomi sering menjadi pemicu terjadinya tindakan 
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Seperti yang dialami LS 27, seorang ibu 
rumahtangga di Bogor ini. Warga Kampung Sukasari III, Kelurahan Sukasari, 
Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor ini dianiaya suaminya berinisial RW 38, 
hingga memar.

Penganiayaan itu terjadi menurut korban, saat memberitahukan uang belanja yang 
sudah habis. Maksud hati ingin mencari jalan keluar dari himpitan ekonomi, ibu 
satu anak ini malah jadi amukan suaminya. LS babak belur dianiaya suaminya 
dengan ditendang dan dibenturkan ke tembok. Akibatnya, LS harus mendapatkan 
perawatan di rumah sakit.

Menurut korban yang melapor ke Mapolresta Bogor,  Jumat (26/6), sementara 
peristiwa penganiayaan yang dialaminya terjadi pada Jumat (19/6) lalu.

Menurut korban, penghasilannya bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah 
pabrik, tak mencukupi kebutuhan keluarganya. Sementara RW, suaminya merupakan 
pengangguran tulen. "Mungkin dia tersinggung saat saya mengajaknya mencari 
solusi dari himpitan ekonomi. Soalnya selama ini, dia bergantung hidup dari 
pendapatan saya," ujar korban.

Cekcok mulut tak dapat dihindari. Situasi yang memanas membuat RW tak sanggup 
menahan emosi hingga ia menyerang LS. Tak terima perbuatan suaminya, LS melapor 
ke Polresta Bogor. Sebab, sikap kasar suaminya itu sering terjadi. Jika 
tersinggung, RW sering menganiayanya .

Kanit PPA Polresta Bogor Iptu Yuni Astuti mengatakan, pihaknya menerima laporan 
LS. Menurut pengakuan korban, kata Yuni, setiap LS membicarakan masalah 
ekonomi, suaminya sering emosi dan menganiaya

Dia menambahkan, penganiayaan yang dialami LS sudah terjadi sejak April 2007. 
"Setiap kali membicarakan masalah ekonomi, suaminya selalu marah. Puncaknya 
kemarin, istrinya dipukul sampai babak belur," tuturnya.

"Jika terbukti, suaminya akan kami jerat dengan UU RI Nomor 23 Pasal 44, 
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman lima tahun 
penjara," pungkasnya.

(yopi/sir)


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kubu SBY Serang Mega-Pro + Tim SBY Laporkan Tim JK ke Bawaslu

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi : Ayo sendiwaranya digembirakan dengan musik  hiruk-pikuk, jangan  
cuma alem-alim saja. 

Jawa Pos
[ Jum'at, 26 Juni 2009 ] 

Kubu SBY Serang Mega-Pro 


JAKARTA - Metode dan materi kontrak politik yang gencar dikampanyekan oleh duet 
Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (Mega-Pro) mendapatkan counter balik 
dari pasangan incumbent. Kubu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono 
menganggap kontrak politik itu sengaja digunakan agar janji-janji yang 
ditawarkan terkesan lebih meyakinkan.

"Buat kami, bukti lebih mudah dipercaya rakyat ketimbang janji. Meskipun, janji 
itu ditambahi kontrak tertulis," kata Ketua DPP Partai Demokrat Anas 
Urbaningrum di Jakarta kemarin (25/6). SBY-Boediono, papar dia, tidak 
menawarkan janji, melainkan "melanjutkan" bukti sambil memperbaiki yang kurang.

Menurut Anas, pada prinsipnya, semua materi yang dikampanyekan oleh 
capres-cawapres merupakan kontrak politik dengan rakyat. Substansi kontrak 
politik adalah visi, misi, dan tawaran program pasangan calon yang menjadi 
dasar isu-isu kampanye. "Semuanya pasti dicatat, diingat, dinilai, dan ditagih 
rakyat pada saatnya nanti," tegas mantan Ketum PB HMI tersebut.

Anas juga mengkritik sejumlah materi kontrak politik Mega-Pro. Salah satunya 
penghapusan sistem outsourcing para buruh. Anas mengingatkan bahwa sistem 
tersebut lahir saat Mega menjadi presiden. 

Sedangkan soal ujian nasional (unas), Anas mengatakan memang ada kekurangan. 
Tapi, lanjut dia, kekurangan tersebut perlu diperbaiki. "UU BHP (Badan Hukum 
Pendidikan, Red) yang mau dicabut itu kan juga disahkan dengan melibatkan 
Fraksi PDIP di DPR," cetusnya. Dia menegaskan, memperbaiki jelas lebih baik 
serta terhormat karena membutuhkan terobosan konsep dan kerja keras. "Kalau 
hanya menghapus seperti yang mereka tawarkan, ya tidak usah pakai konsep," 
sindirnya.

Soal luapan lumpur Lapindo, Anas menuturkan bahwa penanganan bencana tersebut 
memang belum tuntas. Tapi, substansi kontrak politik yang ditawarkan oleh kubu 
Mega-Pro, lanjut dia, terkesan mengabaikan kompleksitas masalah yang terjadi. 
"Mereka hanya memberikan angin surga," ucapnya.

Sementara itu, Sekretaris II Tim Kampanye Nasional Mega-Pro Hasto Kristiyanto 
mengatakan bahwa sifat kontrak politik mereka bukan top-down, melainkan 
bottom-up. "Jadi, kontrak politik itu aspirasi rakyat. Merekalah yang 
berinisiatif mengikat komitmen Mega-Pro untuk menyelesaikan semua problem 
tersebut," cetus dia. (pri/agm)



Jawa Pos
[ Jum'at, 26 Juni 2009 ] 


Tim SBY Laporkan Tim JK ke Bawaslu 
Terkait Selebaran yang Pojokkan Istri Boediono 


JAKARTA - Dua pekan menjelang hari H pemilu presiden (pilpres), suhu politik 
antar-pasangan capres makin memanas. Tim sukses kampanye nasional Susilo 
Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono kemarin membuat laporan ke Badan Pengawas 
Pemilu (Bawaslu) terkait beredarnya selebaran gelap saat berlangsungnya 
kampanye Jusuf Kalla (JK)-Wiranto di Medan, Rabu lalu (24/6).

Selebaran bernuansa SARA itu memang memojokkan kubu SBY-Boediono. Sebab, dalam 
selebaran itu disebutkan bahwa istri Boediono adalah nonmuslim. ''Ini sesuatu 
yang sangat krusial, kami (timkamnas, Red) merasa perlu menindaklanjuti," tegas 
Sekretaris Timkamnas SBY-Boediono Marzuki Alie di Kantor Bravo Media Center 
(BMC), Jakarta, kemarin (25/6).

Menurut dia, tim kampanye daerah sudah terlebih dahulu mengirimkan laporan ke 
panwaslu setempat. Dengan ikut menindaklanjuti laporan tersebut, timkamnas 
SBY-Boediono berharap Bawaslu bisa turut mengawal pengusutan masalah tersebut 
hingga tuntas. "Bawaslu maupun panwaslu kami minta profesional dalam hal ini," 
tegas Marzuki.

Laporan itu disampaikan Ketua Tim Advokasi dan Hukum Timkamnas SBY-Boediono 
Amir Syamsuddin. Rombongan diterima Kasubbag Wilayah III Bawaslu Faisal 
Rachman. Di laporan itu, sebagai terlapor adalah tim kampanye nomor urut 3, 
yaitu tim JK-Wiranto. Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran pasal 41 ayat 1 
UU 42/2008 tentang Pilpres. Bukti yang disertakan adalah selebaran bertulisan: 
"Dari Habib Husain Al Hasby: Apa PKS Tidak Tahu Istri Boediono Katolik?" yang 
beredar dalam kampanye tertutup JK saat itu. "Namanya kampanye tertutup, hampir 
mustahil orang bisa bebas bergerak membagi-bagikan selebaran tanpa diketahui 
panitia," tambah Marzuki.

Sementara itu, secara terpisah, Anggota Bawaslu Bambang Eka meminta kubu SBY 
tidak buru-buru asal menuduh bahwa pelaku penyebaran selebaran itu adalah kubu 
JK. Menurut dia, semua pihak harus menunggu pembuktian terlebih dahulu. 
"Kampanye seperti itu memang black campaign. Tapi, siapa yang melakukannya, 
harus dibuktikan dahulu," ujar Bambang. Dia menyatakan, sebelum menunjuk siapa 
yang harus bertanggung jawab, semua pihak harus mendasarkan diri pada fakta 
hukum. (dyn/agm)



Jawa Pos
[ Jum'at, 26 Juni 2009 ] 

Kubu SBY Serang Mega-Pro 

JAKARTA - Metode dan materi kontrak politik yang gencar dikampanyekan oleh duet 
Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (Mega-Pro) mendapatkan counter balik 
dar

[wanita-muslimah] Kampanye Pilpres Abaikan Lingkungan

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi : Kalau mereka punya kepentingan dengan pembabatan hutan atau 
kerusakan lingkungan yang membawa keuntungan maka tentu saja diabaikan dalam 
propanda pilihlah aku dalam pemilu, sama halnya dengan dengan masalah  korupsi, 
teristimewa korupsi Pak Harto disunyisenyapkan dengan angin sepoi-sepoi basah, 
jadi hendaklah dipahami hakekat mereka.


Jawa Pos
[ Sabtu, 27 Juni 2009 ] 


Kampanye Pilpres Abaikan Lingkungan 
Oleh : Goei Tiong Ann Jr


Beberapa teman budayawan, seperti Mudji Sutrisno atau Garin Nugroho, berseloroh 
bahwa kampanye pilpres kali ini benar-benar miskin wacana. Maksudnya, tak ada 
wacana berbobot yang diangkat tiap-tiap tim sukses capres/cawapres.

Memang muncul wacana neoliberalisme yang terkesan punya bobot. Tapi, 
neoliberalisme sebenarnya hanya dijadikan olok-olok untuk ditempelkan kepada 
capres atau cawapres tertentu. Tidak sampai digali secara mendalam.

Demikian pula dari perspektif ekologi atau lingkungan hidup, nyaris sampai 
sejauh ini tak ada tema kampanye yang berisi janji perubahan kebijakan terhadap 
lingkungan. Boleh jadi, itu disebabkan pandangan bahwa wacana lingkungan hidup 
menjadi dagangan yang tak laku dijual dalam pilpres ini. 

***

Mengapa isu lingkungan hidup tak laku dijual? Sebab, dalam praksis bernegara 
atau berpolitik selama 64 tahun ini, memang minim kebijakan pemerintah yang pro 
lingkungan. Meski gerakan reformasi sudah berumur sebelas tahun, ironis sekali, 
komitmen atau kebijakan pemerintah terhadap lingkungan masih rendah. Jadi, 
tidak ada perbedaan jauh dari kebijakan rezim-rezim sebelum reformasi. 

Hal itu, misalnya, tampak dari rendahnya anggaran untuk lingkungan hidup. 
Bayangkan, besar anggaran lingkungan hanya 0,9 persen dari total APBN kita yang 
mencapai Rp 650 triliun. Ini yang terendah jika dibandingkan dengan yang ada di 
negara-negara Asia lainnya. Anggaran lingkungan kita kalah jauh oleh Tiongkok 
yang mencapai 6 persen atau Vietnam sebesar 5 persen.

Rendahnya anggaran tersebut jelas menunjukkan, betapa sesungguhnya persoalan 
atau masalah lingkungan hidup tidak pernah menjadi prioritas utama. 
Menyedihkan. Masalah lingkungan hidup terus terpinggirkan. Yang memprihatinkan, 
masalah lingkungan pun kerap menjadi bagian dari politik pencitraan. Apa tidak 
keterlaluan jika anggaran untuk lingkungan harus dikalahkan oleh besarnya biaya 
kampanye tim pemenangan capres-cawapres menjelang Pilpres 8 Juli 2009?

***

Kemudian, masih terkait dengan lingkungan hidup, banyak kebijakan pemerintah 
atau regulasi yang dibuat tampak keropos atau lemah tak berdaya ketika 
berhadapan dengan "penjahat" lingkungan hidup. Coba lihat, 9.000 dokumen 
analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang dibuat pemerintah, sesuai 
dengan tuntutan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1986, tidak mampu menahan 
laju kerusakan lingkungan hidup. Juga cukup banyak regulasi yang dalam 
implementasinya justru memicu kerusakan lingkungan, seperti UU No 14 Tahun 2007 
tentang Sumber Daya Air.

Bahkan, kini ada desakan kuat agar DPR hasil Pileg 9 April 2009 segera merevisi 
UU Lingkungan Hidup No 23/1997. Alasannya, UU tersebut justru tidak memberikan 
perlindungan bagi lingkungan, tetapi justru memberikan ruang bagi eksploitasi 
dan destruksi lingkungan.

Konyolnya, dalam beberapa kasus, para legislator justru lebih silau dengan uang 
daripada membuat UU yang sungguh-sungguh menjamin dan melindungi lingkungan. 
Investasi mengalahkan ekologi. Misalnya Peraturan Pemerintah Pengganti 
Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2004 yang akhirnya disahkan menjadi UU 
Nomor 19 Tahun 2004. Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU 
Minerba) yang baru disahkan akhir 2008 juga demikian. Buntutnya, hutan atau 
tambang akhirnya menjadi "ATM" atau sumber uang bagi birokrat, anggota DPR, 
atau aparat hukum.

Tidak heran, lemahnya regulasi itu membuat para pelaku pembalakan liar, cukong 
kayu, pencemar laut atau sungai, dan sebagainya selalu lolos dari regulasi atau 
hukum kita. Misalnya, Kepala Rumah Pemotongan Hewan Kedurus Suharto dan 
Susanto, staf tekniknya, telah terbukti membuang sisa cucian jeroan dan darah 
hewan secara langsung ke kali Surabaya tanpa mengolah sedikit pun. Mereka sudah 
dijadikan tersangka dan ditahan polisi (Jawa Pos, 30 Mei 2009). Namun, penulis 
bisa memastikan, keduanya akan bebas dari jerat hukum. Sebab, hukum sekaligus 
penegakan hukumnya lemah.

Jeritan sungai, laut, hutan, atau udara kita yang tercemar tidak sampai 
menyentuh nurani para penguasa kita. Kerusakan ekologi atau merosotnya kualitas 
lingkungan terus menjadi tontonan mengerikan di depan mata kita. Padahal, 
merosotnya kualitas lingkungan berarti memerosotkan kualitas hidup manusianya. 

Ini belum termasuk masalah lain yang ikut nimbrung, seperti kemacetan 
(congestion), polusi air dan udara (water and air pollution), menurunnya 
kualitas permukiman dan lahan yang ditelantarkan (deterioration of housing and 
derelict land), serta hilangnya fungsi ruang terbuka (the disappearance of 

[wanita-muslimah] Melompat Saat Hendak Disunat

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://cetak.bangkapos.com/metronews/read/22831.html


HUT ke 63 Bhayangkara 

Melompat Saat Hendak Disunat


edisi: 25/Jun/2009 wib




TERIAKAN dari beberapa anak mewarnai khitanan massal memperingati HUT ke 63 
Bhayangkara di Gedung Tri Brata Polda Kepulauan Babel, Rabu (24/6) siang. 
Bahkan karena takut, ada anak yang mencoba menghindar saat gilirannya tiba. 

Anak berusia sekitar 7-9 tahun itu melompat dari tempat tidur yang sudah 
disiapkan, lalu kabur hingga ke luar ruangan Gedung Tri Brata. Padahal saat itu 
dokter dibantu tim medis Bidang Dokkes Polda Kepulauan Babel bersiap-siap 
memotong kulup kemaluan si bocah.

"Aduh...sakit, ku ngak sunat," ucap seorang bocah sambil menjauhi tim medis.

Suasana khitanan massal pun sempat riuh. Orangtua si bocah sibuk mengejar 
putranya yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu. ke luar ruangan Gedung 
Tri Brata. Bahkan ada anak yang sukar dibujuk sehingga orangtua terpaksa 
membatalkan sunatan anaknya.

Khitanan massal dalam rangkaian kegiatan HUT Bhayangkara ini diikuti sekitar 89 
orang anak dari Pangkalpinang dan sekitarnya, seperti Desa Batu Belubang 
Kecamatan pangkalanbaru, Bangka Tengah, dan Desa Kace Kecamatan Mendobarat, 
Kabupaten Bangka. 

Anak-anak yang sudah dikhitan diberikan bingkisan berupa kain sarung dan kopiah 
serta uang. Kegiatan khitanan dibuka Kapolda Kepulauan Babel Brigjen Anton 
Setiadi yang diawali dengan pemotongan nasi tumpeng.

Ditemui Bangka Pos Group, Kapolda melalui Kabid Dokkes AKBP dr Mas'udi Sp S 
menjelaskan selain khitanan massal, Polda juga melaksanakan berbagai kegiatan 
HUT Bhayangkara. Di antaranya, donor darah. Sebanyak 115 kantong darah yang 
terkumpul, langsung dibawa ke UTD PMI Kota Pangkalpinang untuk memenuhi 
kebutuhan pasien. 

Sementara untuk kegiatan pengobatan gratis menargetkan sekitar 300 pasien.
"Kita juga akan melaksanakan kegiatan bhakti sosial berupa pengobatan gratis 
kepada masyarakat di Pangkalarang Kecamatan Pangkalbalam Pangkalpinang," ungkap 
Mas'udi. 

Amran (53) warga Desa Kace, mengucapkan terima kasih kepada kepolisian dalam 
hal ini Polda Kepulauan Babel yang menyelenggarakan khitanan massal. "Apalagi 
kegiatan khitanan ini dilakukan pada saat menjelang liburan sekolah. Jadi pas 
waktunya," ucap Amran. (rya)  

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Rokok Haram Bagi Pelajar

2009-06-27 Terurut Topik sunny

Refleksi : Rokok haram bagi pelajar, tetapi tidak haram bagi bukan pelajar?


http://www.bangkapos.com/news/read/8938/nasional/Rokok+Haram+Bagi+Pelajar.html

 
Rokok Haram Bagi Pelajar

   
  http://musadiqmarhaban.files.wordpress.com
  /http://musadiqmarhaban.files.wordpress.com 
  Ilustrasi 
 
Edisi : Jum´at, 26.Juni.2009 | 14:06 wib
PASURUAN, BAngkapos.com -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota 
Pasuruan mengharamkan rokok bagi kalangan pelajar. Pasalnya, pelajar yang 
tugasnya belajar dianggap belum dapat mencari penghasilan sendiri, sehingga 
bebannya justru memberatkan orang tua.

"Kami larang dengan keras kepada pelajar untuk menjauh dan bebas 
dari rokok. Selain mumpung belum terlanjur, para pelajar juga belum dapat 
mencari uang sendiri," tandas KH M Dhofir, Wakil Ketua MUI Kota Pasuruan 
dihadapan ratusan pelajar saat kampanye anti narkoba, kamis (25/6).

Menurut KH M Dhofir, selain para pelajar belum dapat mencari 
penghasilan sendiri, kebiasaan merokok juga dapat mengganggu kesehatan. Jika 
kesehatan para pelajar terganggu, tentu dapat menghambat studinya maupun 
menghalang-halangi pelajar dalam meraih prestasi.

Sementara Walikota Pasuruan, H Pudjo Basuki, menyampaikan agar para 
pelajar mengerti dan memahami bahayanya penyalahgunaan narkoba. Sebab, narkoba 
selain dapat membuat kecanduan, juga mendatangkan kemudaratan berupa gangguan 
kejiwaan maupun jasmaniah.

"Jangan sampai sekali-kali mencoba menggunakan narkoba. Lebih baik 
narkoba dijauhi dan tidak perlu disentuh sedikitpun. Mending para pelajar 
belajar dengan dan meningkatkan prestasi mulai dari keilmuan maupun ajang 
kreatifitas," kata H Pudjo Basuki.

   
 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Jangan Lupa Kami Pak Boediono

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi : Nanti kalau Pak Boediono menjabat wakil presiden NKRI  akan ada 
banyak pekerjaan, jadi mudah tidak lagi ingat. "Dulu tak ingat sekarang lupa", 
demikian kata  pepatah, jadi harap menjadi maklum adanya. 

http://www.pos-kupang.com/read/artikel/29528


Jangan Lupa Kami Pak Boediono

 
 
PERSDA NETWORK/BIAN HARNANSA
Foto keluarga Boediono yang terpajang di salah satu ruang di kediaman Jalan 
Mampang Prapatan, Jakarta. 


Sabtu, 27 Juni 2009 | 12:36 WITA
ENDE, POS KUPANG.Com -- "Jangan lupa kami kalau Bapak Budiono sudah jadi Wakil 
Presiden".
Demikian kalimat yang terlontar dari mulut salah seorang warga Ende yang 
berdesakan di antara kerumunan massa saat Cawapres Boediono tiba di Bandara H 
Hasan Aroboesman Ende, Jumat (26/6/2009).

Boediono menanggapi kalimat warga tadi dengan senyum sambil berjalan 
menghampiri warga dan menyalami mereka.

Kehadiran Boediono sudah ditunggu masyarakat. Begitu  Cawapres pendaping SBY 
ini turun dari tangga pesawat, massa di luar pagar bandara langsung melambaikan 
bendera Merah Putih dan tepuk tangan. Boediono langsung berjalan menuju pagar 
dan menyalami warga yang mengulurkan tangan mereka dari luar pagar.
Dari bandara, Boediono diarak keliling kota Ende.  

Ratusan sepeda motor dan puluhan mobil mengiringi Boediono dan rombongan.  
Bahkan ketika tiba di tempat penginapan, massa tetap setia menunggu Budiono di 
luar Hotel Safari. Warga akhirnya bubar setelah Budiono masuk ke hotel untuk 
beristirahat.

Tim Sukses SBY-Budiono, Rizal Malarangeng kepada Pos Kupang di Hotel 
Safari-Ende,  mengatakan, Boediono ingin melihat kondisi Ende sebagai kota 
sejarah yang kerap dilupakan. 

"Kedatangan Pak Budiono tidak semata-mata untuk kampanye tetapi untuk melihat 
Kota Ende sebagai kota sejarah karena di kota ini Pancasila sebagai dasar 
negara lahir dari pemikiran Bung Karno ketika beliau diasingkan oleh Belanda ke 
sini," kata Rizal.

Rizal mengatakan kalau Tuhan berkenan dan rakyat mempercayai SBY-Budiono 
memimpin bangsa Indonesia lima tahun mendatang maka pasangan ini akan 
memperhatikan masyarakat  NTT umumnya, dan Ende khususnya. 

Ditanya tentang isu neoliberal yang dilancarkan untuk menghadang Boediono, 
Rizal mengatakan bahwa isu itu sengaja dihembuskan oleh lawan-lawan politik 
yang tidak suka pada sosok Budiono. "Ada fakta yang harus diketahui bahwa sejak 
20 tahun lalu Pak Budiono telah menulis berbagai buku mengenai ekonomi 
Pancasila. Itu yang tidak diketahui orang," kata Rizal.

Sekretaris SDM DPP Partai Demokrat, Fredrikus Lusti Tulis mengatakan kedatangan 
Budiono ke Ende sebagai bentuk empati beliau kepada masyarakat NTT. Pihaknya 
menargetkan pasangan SBY-Budiono dapat meriah  suara di NTT sekitar 60 hingga 
70 persen.

Sedangkan Relawan Indonesia Muda (RIM) NTT, Kasimirus Bera Bheri, mengatakan 
pihaknya menaruh kepercayaan kepada pasangan SBY-Budiono dalam hal 
pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Hanya pasangan ini yang tegas 
memberantas KKN. (rom) 

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] The Jakarta Post, Saturday, June 27, 2009 - Bahtiar Effendy, Champion Of Democracy

2009-06-27 Terurut Topik Dharmawan Ronodipuro
The Jakarta Post, Saturday, June 27, 2009

 

Bahtiar Effendy, Champion Of Democracy

 

Anissa S. Febrina , The Jakarta Post, Jakarta

 

For Indonesia's political insiders, the past 12 years have been a honeymoon
period for democracy - time to get to know each other and enjoy the perks of
the process.

 

Enough already, says Islamic scholar and political observer Bahtiar Effendy
- it's time to get to the core of things.

 

"People have to remember that democracy is only a means and not an end," he
says. "What we call democracy in our country today is still merely
procedural."

 

Bahtiar, a lecturer at Jakarta's Syarif Hidayatullah state Islamic
university who is today being inaugurated as Professor of Politics at the
university, has been keeping a close eye on the state of democracy in
Indonesia since the beginning of the reform.

Born and raised in Ambarawa, Central Java, Bahtiar attended formal school in
the morning and Islamic school in the afternoon. He went on to study in an
Islamic boarding school in Muntilan, Central Java, before attending Syarif
Hidayatullah state Islamic university. There and afterward, his interest in
politics - and his concerns about Indonesian democracy - deepened.

 

The scholar's biggest concern about the current state of democracy in
Indonesia is that it has become too fluid to be considered high quality or
to have adequate depth and substance.

 

"In short, [the practice] of democracy should not neglect the main purpose
of running a state: stability, security and socioeconomic comfort for all,"
he says.

 

Bahtiar's understanding of the kind of democracy that fits Indonesian
culture is probably the result of a mixture of his Islamic education and the
advanced degrees in politics and Southeast Asian studies he gained in the
United States. This education also shaped him as the open-minded Muslim
scholar that he is, to the extent he has been labeled a secular one, but
"they label me without actually knowing who I really am".

 

Claiming to be a conservative in the sense that he believes in the role of
the state in leading the lives of many, Bahtiar points out that the country
still lacks a structured institution that is strong enough to manage
differing and even often clashing interests.

 

"We're not serious enough in actually building a state, a government
consistent enough to focus on strengthening our chosen presidential system
that emphasizes order, to be able to truly develop," Bahtiar says.

 

Bahtiar believes that Indonesia has still not achieved governance that can
manage conflicting interests and differences through a system that everyone
agrees on.

 

With the collapse of the authoritarian Soeharto regime, a wave of euphoria
over freedom of expression and political participation swept the country and
persists to this day. But, as Bahtiar puts it, democracy appears only on the
surface, with power sharing still taking place through "pragmatic" politics.

 

"What is negotiated in parliament, for example, is not aimed at building a
better system, but at creating one that would allow room for power sharing.
For everyone to get a piece of the pie," he says.

 

He offers the inconsistency behind the Election Law as a clear example,
pointing out that, as the loose political party system means no single party
can dominate the arena, any elected president must continue to share power
to survive.

 

"Even if we claim to have a presidential system, the president still has to
compromise in choosing people to serve in the Cabinet for the sake of
accommodating the interests of parties that joined the coalition that
supports him," the 50-year-old professor says.

 

"Theoretically, the parliamentary system is the ideal practice of democracy.
But if we consider our culture, our ways and traditions in doing politics,
the presidential system fits better.

 

"And we should focus on building the capacity to strengthen that system."

 

But, as has so often happened in this country, what is on paper rarely
reflects reality.

 

For Bahtiar, Indonesia is an anomaly, always a hybrid of two different
systems in running a state. It's presidential but partly parliamentary. It's
not a federal state but comes close to one in practice.

 

He believes that these aspects probably come from placing democratic
procedures on a pedestal without actually getting to the essence of the
ideology.

 

"Talking about decentralization, for example: There is no clear structure of
relations between the central government and local ones," he says. "If the
provincial government is meant only to manage cross-municipal issues and be
a representative of the central government, then what's the point of
directly electing governors?"

 

Historically, Bahtiar recalls, the country has clearly chosen a path toward
democracy, despite having experimented - and failed - with its early attempt
at the system.

 

"Nowadays, we already have basic prerequisites to actually build a resilient
and sustainable gov

[wanita-muslimah] Ayam Mahonara diserbu Pembeli

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi : Mungkin saja ada anggapan bahwa dengan disantapnya ayam Mahonara  
maka kasiat serta kenikmatan  surga dunia yang telah lama dimimpikan akan 
terlaksana dan oleh karena itu diserbu pembeli. 

http://www.pos-kupang.com/read/artikel/28844/ayam-mahonara-diserbu-pembeli


Ayam Mahonara diserbu Pembeli


Rabu, 17 Juni 2009 | 20:02 WITA
Bandung, POS KUPANG.Com - Kisah duka Manohara, isteri Pangeran Tengku Muhammad 
Fahry dari Kesultanan Kelantan Malaysia yang berujung popularitas di tanah air 
juga merebak di Bandung dan sekitarnya termasuk Sumedang yang dikenal kota 
jajanan dan kuliner. Sebuah kedai makanan berlokasi di Jalan Angkrek no 13 
Sumedang yang ikut menangguk kecipratan keuntungan hanya dengan menyediakan 
menu baru diberi nama "Ayam Goreng Manohara", karena terus diserbu pembeli.

Subur Setio, pemilik kedai disela-sela kesibukan melayani pembeli kepada 
ANTARA, Rabu (17/6/2009) mengaku mendapatkan omzet rata-rata Rp 2 juta per hari 
bersamaan tersedianya menu baru Manohara sejak sepekan belakangan.

Kedai itu sendiri buka dalam sepekan setelah terinspirasi ketenaran nama 
Manohara yang hampir setiap hari ditayangkan seluruh stasiun televisi nasional 
dan media cetak.

"Kedai ini tidak ada hubungannya dengan Manohara yang lagi top itu, tapi saya 
kira dia tidak ada masalah namanya saya pakai untuk kedai ayam goreng," ucap 
Subur seadanya.

Kekhasan ayam goreng Manohara di Sumedang itu berupa potongan ayam disayat, 
ditusuk, dan diberi bumbu serundeng. Ide disayatnya ayam ini muncul dari kisah 
Manohara itu sendiri yang kerap disayat oleh suaminya. 

Setio yang awalnya merupakan pedagang emas ini telah berusaha untuk 
mempromosikan kedainya salah satunya dengan beriklan di salah satu televisi 
swasta. 

Kedai buka dari pukul 14.00 dengan menu andalan "Ayam goreng Manohara atau 
sayat" yang dibandrol Rp.7000. Kedai ini banyak dikunjungi anak muda karena 
lokasinya dekat dengan kampus Universitas Sebelas April Sumedang. Faktor lokasi 
yang strategis ini membuat kedai ayam ini semakin ramai dikunjungi.

Ide penamaan tempat usaha dengan nama orang terkenal bukanlah hal baru. 
Sebelumnya banyak terjadi hal serupa yang dilakukan oleh orang-orang bisnis 
dalam menyiasati usaha mereka agar mendapat hasil yang memuaskan. 

Tak hanya nama orang terkenal yang jadi inspirasi, tetapi juga peristiwa yang 
terjadi dan cukup menghebohkan. 

Sebut saja beberapa tahun ke belakang ketika di Aceh terjadi musibah tsunami, 
para pengusaha kerudung membuat kerudung yang disebut "kerudung tsunami" 
padahal bentuk kerudungnya tak jauh berbeda dengan kerudung langsung pakai yang 
sudah ada di pasaran. (ANTARA

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kampanye Pilpres Sepi

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=29356&ses=

27 Juni 2009 07:10:20



Kampanye Pilpres Sepi



KPU Akan Turun Pantau Distribusi Surat Suara


MANOKWARI-Meski pihak KPU Provinsi Papua Barat telah menyampaikan jadwal 
kampanye kepada tim sukses 3 pasangan Capres-Cawapres, namun hingga pertengahan 
masa kampanye hingga saat ini belum satu pun tim suksek baik di 
Manokwari,Sorong, Fakfak,Sorsel dan daerah lainnya melakukan kampanye 
terbuka.''Jadwal kampanye kita sudah serahkan ke tim sukses,namun sampai 
sekarang,kita belum melihat ada kampanye terbuka di kabupaten/kota,'' ujar 
Ketua KPU Papua Barat,Regina Sauyai kepada wartawan.


Masa kampanye Pilpres sangat berbeda bila dibanding dengan kampanye Pileg yang 
penuh hirup-pikuk. Poster,spanduk dan umbul-umbul pun bisa dihitung. Terlihat 
hanya beberapa spanduk pasangan SBY-Boediono dan JK-Wiranto yang dipasang di 
jalan protocol. Sedangkan poster Mega-Prabowo berukuran besar hanya dipasang di 
secretariat tim sukses, di Jalan Trikora,Wosi.''Kampanye masih sepi-sepi 
saja,padahal kita sudah serahkan jadwal ke tim sukses masing-masing pasangan 
calon. Tapi,sampai saat ini belum ada satu pun tim sukses yang melaporkan untuk 
menggelar kampanye. Jadwal kampanye sudah diatur oleh KPU pusat. Mengenai ada 
tidaknya kampanye rapat umum kami tidak tahu peris," tandas Ketua KPU.


Untuk kesiapan pelaksanaan pemilihan presiden 8 Juli mendatang,KPU Provinsi 
terus melakukan pemantauan,terutama distribusi surat suara dan logistik 
lainnya. KPU kabupaten/kota telah menerima surat suara. Bahkan sudah disortir 
dan libat untuk selanjutnya didistribusikan ke PPD (panitia pemilihan distrik) 
hingga ke TPS (tempat pemungutan suara) pada saatnya nanti. ''Distribusi surat 
suara sudah merata,sudah sampai ke kabupaten/kota. Yang belum saya dapat berita 
dari Bintuni dan Teluk Wondama,'' katanya lagi.(lm)


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Wartawan Sinar Harapan Ditendang Kader Demokrat

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refleksi :  Mungkin perbuatan kader demokrat ini berdasarkan paham kaum 
demokrat  NKRI. 

http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?id=29380

27 Juni 2009 07:24:29



Wartawan Sinar Harapan Ditendang Kader Demokrat

Kubu SBY- Boediono Minta Maaf, Janji Proses Hukum Pelaku




JAYAPURA-Wartawan nasional Sinar Harapan, Odeodata H Julia Vanduk (35) diduga 
telah mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh RK yang diduga merupakan kader 
Partai Demokrat yang terjadi di Halaman Swiss-Belhotel Papua, Jumat (25/6) 
pukul 09.30 wit kemarin. Korban diduga telah ditendang oleh pelaku berinisial 
RK yang saat itu menggunakan baju partai tersebut, pada saat hendak mengikuti 
liputan kedatangan calon wakil presiden Boediono yang melakukan kampanye ke PTC 
Entrop. Akibat kejadian tersebut, korban merasakan kesakitan di pantatnya dan 
beberapa saat kemudian korban pingsan sehingga langsung dilarikan ke Rumah 
Sakit Dok II Jayapura. 


Menurut keterangan korban Odeodata usai melaporkan kejadian tersebut ke 
Mapolresta Jayapura, kejadian itu berawal korban bersama dengan teman-teman 
wartawan lainnya sedang meliput kedatangan cawapres Boediono saat tiba di 
Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura. 
Korban sempat bertemu dengan teman pelaku bernama Jemmy dan sempat 
berbincang-bincang beberapa saat, namun pelaku yang berada di sampingnya 
tiba-tiba bicara sesuatu yang tidak jelas di dengar oleh korban, namun korban 
tidak menanggapinya. Selanjutnya, setelah rombongan Boediono tiba di Sentani, 
langsung melanjutkan perjalanan menuju ke Swiss-Belhotel Papua dan diikuti 
rombongan wartawan lainnya termasuk korban. 


Saat tiba di Swiss-Belhotel Papua, korban kembali bertemu dengan Jemmy teman 
pelaku RK, namun korban saat itu menawarkan kepadanya untuk bersama dengan 
rombongan korban dalam perjalanan mengikuti rombongan cawapres menuju ke PTC 
Entrop."Pada saat saya sedang bicara dengan Jemmy, saya melihat pelaku masih 
banyak bicara yang saat itu tidak jelas. Kemudian korban meminta pelaku untuk 
diam. Namun, secara tiba-tiba pelaku langsung menendang korban dari arah 
belakang mengenai pantat saya," ujar Odeodata.  Namun korban mengakui tidak 
mengetahui secara jelas menggunakan kaki kanan atau kaki kiri. Kemudian korban 
membalikan badannya dan posisi berhadapan dengan pelaku kemudian pelaku 
berusaha untuk menghantyam korban, namun dilerai oleh teman-teman yang lain. 
Lalu, pelaku dtarik dan pergi meninggalkan TKP. 


Akibatnya ditendang oleh pelaku tersebut, korban langsung mengalami pusing dan 
rasa sakit pada pantat hingga korban pingsan, sehingga langsung dilarikan ke 
RSUD Dok II Jayapura untuk mendapatkan perawatan. Korban tidak bisa lagi 
beraktifitas dan tampak shock.  Sementara itu, pelaku RK berhasil dijemput Tim 
Opsnal Satuan Reskrim Polresta Jayapura saat berada di rumahnya yang ada di BTN 
Purwodadi Sentani, sehingga langsung dibawa ke Mapolresta Jayapura untuk 
dimintai keterangan secara intensif. 
Kapolresta Jayapura, AKBP Roberth DJoenso SH didampingi Kasat Reskrim AKP Y 
Takamully SH, MH mengakui pihaknya akan melakukan penyelidikan terhadap kasus 
ini. 


Bahkan, polisi sudah melakukan pencarian terhadap pelaku dan 4 jam kemudian 
pelaku berhasil diamankan saat berada di rumahnya. "Jika memang terbukti, maka 
pelaku akan kami jerat dengan pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan dan 
pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP perbuatan tidak menyenangkan," imbuhnya. 


Sementara itu, RK yang sempat menendang wartawati Sinar Harapan tersebut 
mengakui menyesal atas kejadian tersebut. "Saya minta maaf kepada Ode dan 
teman-teman wartawan atas kejadian itu. Saya telah kilaf," ujarnya ditemui 
Cenderawasih Pos ditengah pemeriksaan. Ketua Aliansi Jurnalis Independent (AJI) 
Papua, Cunding Levi menyayangkan kejadian penganiayaan yang dilakukan terhadap 
wartawati Sinar Harapan tersebut. "Kami menyayangkan kejadian itu," katanya. 


Untuk itu, ia mendesak aparat kepolisian untuk melakukan proses hukum terhadap 
pelaku, bukan saja dijerat dengan KUHP, tetapi juga dengan Undang-Undang Pers 
dalam pasal 8 yakni menghalang-halangi tugas pers. "Saya minta polisi menjerat 
pelaku dengan Undang-Undang Pers juga, karena kejadian itu terjadi saat korban 
melakukan tugas peliputan kedatangan cawapres Boediono. Ini bukan masalah 
politis," tegasnya. Dukungan terhadap korban, wartawati Sinar Harapan ini, 
ditunjukan oleh teman-temannya sesama wartawan dengan mendatangi ke Mapolresta 
Jayapura untuk memberikan support terhadap korban.


Sementara itu, beberapa saat setelah kejadian tersebut, salah satu Tim Kampanye 
Nasional SBY-Boediono, Rizal Malaranggeng datang ke Mapolresta Jayapura untuk 
menemui wartawan. Rizal Malaranggeng menyayangkan kejadian tersebut dan meminta 
maaf atas kejadian yag dialami olehtersebut.  Rizal Malaranggeng mengaku sangat 
menyesalkan aksi kekerasan terhadap seorang wartawan yang dilakukan salah 
seorang yang konon kader partai demokrat.


" Apapun alasannya tindakan ini sangat tidak dibenarkan, karena perbuata

[wanita-muslimah] Komitmen Penegakan HAM di Papua

2009-06-27 Terurut Topik sunny
Refelksi : Selama ini tidak ada komitmen penegakan HAM Di Papua? 

Cendrawasih Pos
27 Juni 2009





Komitmen Penegakan HAM di Papua 
Janji Boediono pada Safari Politiknya di Jayapura


JAYAPURA-Kasus-kasus pelanggaran HAM yang selama ini masih banyak terjadi di 
Papua, ke depan, diharapkan tidak lagi terulang. Demikian salah satu janji yang 
ditebarkan Cawapres nomor urut 2, Boediono saat safari politik di Kota 
Jayapura, kemarin. 

Ia mengatakan, jika dirinya yang berpasangan Capres SBY dipercaya memimpin 
bangsa lima tahun ke depan, maka salah satu komitmen mereka adalah penegakan 
HAM di Indonesia, termasuk Papua. "Di semua daerah di Indonesia, penegakan HAM 
jadi komitmen kami bersama pak SBY,"katanya menjawab pertanyaan Cenderawasih 
Pos, usai sholat Jumat di Masjid Al Fitra, Perumahan Jaya Asri Entrop, kemarin. 
Sementara itu, kepada wartawan Boediono mengakui, tidak banyak menyinggung 
masalah Ekonomi di depan massa di PTC, lantaran waktu cukup terbatas."Jadi 
benar saya tidak masuk ke masalah ekonomi,"jelasnya.

Namun Boediono mengaku, cukup kagum dengan sambutan dari tokoh masyarakat, 
kepala suku, tokoh agama dan masyarakat Papua. "Semuanya nampaknya merasa bahwa 
Papua perlu perhatian, dan kita tentunya akan memberikan perhatian itu untuk 
ditingkatkan lagi,"tambahnya. Ia pun mengatakan, membangun Papua harus dengan 
menggunakan hati,daripada hanya hitung-hitungan proyek-proyek. Sebelum Shalat 
Jumat, Boediono sempat mengunjungi pasar rakyat di samping PTC Entrop. Setelah 
itu, pertemuan terbatas sejumlah tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan 
para kader partai pendukung SBY-Boediono. Meski bukan datang berorasi kampanye, 
namun kedatangan Boediono di PTC sempat disambut yel-yel dan tarian adat. Di 
pasar PTC, Boediono hanya sekitar lima menit. Selain melihat dari dekat kondisi 
pasar, juga sempat dialog singkat beberapa penjual sayur. Ia sempat menggendong 
seorang bocah. 

Saat di PTC kemarin, pertemuan terbatas dengan tajuk Boediono mendengar, 
diawali ucapan selamat datang sekalis laporan ketua tim Kampanye Daerah, Yusak 
Yaluwo,Sh,M.Si. Setelah itu, dilanjutkan sambutan Korwil 9 Timnas SBY-Budiono 
untuk Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan Malut, Fredy Numberi.  Pada 
intinya Numberi mengajak masyarakat Papua, mendukung pasangan Capres/Cawapres 
SBY-Boediono pada Pilpres 8 Juli mendatang. Sebab diakui, selama kepemimpinan 
SBY, 4 tahun berjalan, sudah banyak  hal dilakukan, tapi tentunya akan lebih 
baik lagi dilanjutkan  kedepan, termasuk Papua.

Diakui, banyak masalah dihadapi, tapi diyakini semua itu tidak bisa dijawab 
seperti membalikkan telapak tangan. "Dengan komitmen SBY-Budiono ini, untuk 
membangun Indonesia, lebih aman, adil dan sejahtera dan demokratis, saya yakin 
Tanah Papua pun akan diangkat, lebih aman, adil dan sejahtera,"jelas Numberi. 
Sementara itu, mengawali sambutannya, Boediono menyatakan rasa kagumnya 
terhadap keindahan dan kekayaan alam Papua, khususnya Kota Jayapura. "Papua 
begitu besar potensinya, tapi saya katakan bukan hanya besar tetapi indah 
alamnya. Kita jaga, tetapi juga kita kelola untuk kesejahteraan 
masyarakat,"katanya.

Ia juga melihat telah banyak kemajuan pembangunan di Papua, akan terus 
dilanjutkan. "Banyak sekali pejabat putera Papua yang menduduki jabatan 
strategis di daerah. Di tingkat nasional semoga dalam waktu depan 
Number-Numberi lain banyak lagi,"janjinya. Dikatakan, salah satu kebijakan yang 
akan dilakukan bila terpilih nantinya adalah upaya memajukan sumber daya 
manusia di berbagai provinsi, termasuk Papua ini.  "Saya beri kesempatan bagi 
putera Papua untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi,sehingga nantinya 
mendapatkan jabatan lebih tinggi,"katanya  disambut yel-yel lanjutkan.

Dijelaskan, untuk maju memimpin bangsa ini menjadi besar, putera Papua memiliki 
kesempatan yang sama dengan daerah lainnya. " Dan kami sangat mendukung untuk 
maju memimpin bangsa ini kedepan,"ujarnya. Kedua lanjutnya, jika melihat tema 
utama dari pemerintahan yang diinginkan pasangan SBY-Budiono adalah 
pemerintahan yang bersih, tidak dinodai oleh penyelewengan, korupsi, dan 
lainnya. Kesemuanya itu untuk kepentingan melayani rakyat bukan pejabat. Jadi, 
pemerintahan untuk rakyat, bukan untuk pejabat atau kelompok tertentu tapi 
kembali ke masyarakat. "Ini lah tema utama yang saya  kira akan menjadi langkah 
yang paling penting kedepan ini bagi kita untuk maju dan bersaing dengan 
bangsa-bangsa lain. Tidak bisa tidak. Kita harus mempunyai pemerintahan yang 
bersih Dan melayani rakyatnya,"katanya bersemangat.

Kekayaan alam yang melimpah, harus dikelolah baik demi kesejahteraan rakyat. 
"Kita akan mendukung dari pusat, apakah itu infrastruktur, tentunya 
bersama-sama dengan Pemda. Dalam era Otda, Pemda pegang peranan penting. Dana 
sudah banyak mengalir ke daerah, pusat tetap membantu berupa dana maupun 
dukungan lain, apakah itu keahlian di bidang tertentu yang belum tersedia di 
Papua. Pak SBY dan saya sangat berharap peran kita di

[wanita-muslimah] Kapal Feri Perlu "Langkah Penyelamatan"

2009-06-27 Terurut Topik sunny
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/detail-cetak/article/kapal-feri-perlu-langkah-penyelamatan/

Jumat, 26 Juni 2009 13:54 
Pascaberoperasi Suramadu 

Kapal Feri Perlu "Langkah Penyelamatan" 
OLEH: CHUSNUN HADI



SURABAYA - Pemprov Jatim terus melakukan upaya untuk menentukan nasib kapal 
feri penyeberangan Ujung (Surabaya)-Kamal (Bangkalan) setelah beroperasinya 
Jembatan Suramadu. 



 
Saat ini penumpang feri turun drastis sehingga harus ada langkah-langkah 
penyelamatan. Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub 
dan LLAJ) Provinsi Jatim, Binsar Tua Siregar, memastikan ada pengurangan kapal 
yang melayani penyeberangan Ujung-Kamal. Masalahnya, harus dikemanakan kapal 
yang tidak lagi melayani operasional Ujung-Kamal. "Kami siapkan beberapa 
solusinya," kata Binsar ditemui di kantornya, Kamis (25/6) petang.


Ia menambahkan, sebelumnya 18 kapal yang melayani penyeberangan Suramadu, dan 
17 yang aktif beroperasi melayani selama 24 jam. "Nantinya, kami prediksikan 
hanya tersisa 8-9 kapal saja. Solusi pertama, kapal yang tidak beroperasi di 
Suramadu, kami alihkan untuk melayani rute penyeberangan lain, seperti 
Ketapang-Gilimanuk, Batulicin, dan lain-lain," ungkapnya.


Menurutnya, Dishub dan LLAJ Jatim telah melakukan rapat koordinasi bersama 
Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Jatim 
dan lima operator perusahaan pelayaran yang melayani penyeberangan Ujung-Kamal. 
Tetapi, dalam rapat koordinasi tersebut, belum bisa diambil keputusan kapal 
milik operator mana yang harus dikurangi. "Kami akan membahasnya lagi pada 
rapat lanjutan yang akan kami laksanakan Sabtu (27/6) besok," jelasnya.


Selama ini, lima operator yang melayani penyeberangan Ujung-Kamal. Mereka 
adalah PT ASDP mengoperasikan dua kapal, PT Dharma Lautan Utama lima kapal, PT 
Jembatan Madura Ferry tujuh kapal, PT Pewete Bahtera Kencana dua kapal dan PT 
Sindhu Bahari satu kapal. Binsar menegaskan, sampai saat ini baru PT Pewete 
Bahtera Kencana yang setuju pengurangan satu kapalnya. Bahkan, operator itu 
siap mengalihkan kapalnya menjadi kapal wisata di sekitar Suramadu. Empat 
operator lainnya masih mengkaji pengalihan jalur kapal. 

Turun 80 Persen
Sementara itu, setelah beroperasinya Jembatan Suramadu, terjadi penurunan 
penumpang dan kendaraan hingga 80 persen di penyeberangan Ujung-Kamal. Operator 
penyeberangan pun harus mengubah pola operasionalnya. Menurut Prasetyo, Kepala 
Pelabuhan ASDP Surabaya, penurunan jumlah penumpang orang antara 30-40 persen, 
sepeda motor 41 persen, dan roda empat sekitar 80 persen. Sedangkan pola 
operasional kapal antara pukul 08.00 sampai 22.00 WIB kapal yang beroperasi 
8-12 unit. Antara pukul 22.00-07.00 kapal yang dioperasikan 4-6 unit. "Kami 
menyerahkan nasib kapal-kapal ini pada Dishub dan LLAJ Jawa Timur. Yang pasti 
akan dilihat unsur keadilannya dan tidak merugikan pihak lain," tandasnya. 


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Gadis Arivia : Bukan Bungkus, tetapi Isi Kepala Perempuan

2009-06-27 Terurut Topik L.Meilany
Sekedar u bacaan

l.meilany

--

KOMPAS, Jumat, 19 Juni 2009 | 03:49 WIB

OPINI

Bukan Bungkus, tetapi Isi Kepala Perempuan

Oleh Gadis Arivia

Tak lelah-lelahnya para politisi Indonesia mempermasalahkan integritas 
perempuan dan mengaitkannya dengan cara berbusana tertentu. Sudahkah politik di 
negara ini sedemikian rendahnya sehingga bukan konsep yang diperdebatkan lagi, 
tetapi busana istri-istri calon presiden yang menjadi masalah? Apa yang ada di 
isi kepala sebuah partai politik dengan mengangkat masalah jilbab yang tak 
dikenakan Ibu Ani Yudhoyono dan Ibu Herawati Boediono? Bukankah seharusnya 
memeriksa apa isi kepalanya dan bukan apa yang bertengger di atas kepala 
mereka? 

Apa yang dipertontonkan oleh politisi Indonesia dalam kampanye pemilu kali ini 
adalah pembodohan. Bukan saja kebodohan yang dipertunjukkan, tetapi juga tidak 
ada respek atas pilihan-pilihan perempuan. Tidak ada unsur mendidik dan 
mendiskusikan konsep dan status perempuan di Indonesia, tetapi yang ada 
mengobyekkan perempuan Indonesia dengan mendikotomikan perempuan berjilbab dan 
tidak berjilbab.

Jauh sebelum partai itu lahir dan partai-partai politik lainnya ada, pada awal 
abad ke-17 perempuan Indonesia telah memegang tampuk kekuasaan tertinggi dalam 
kerajaan. Simak sejarah Aceh, tidak kurang dari empat putri raja berturut-turut 
memerintah hingga tahun 1641 (Anthony Reid, 1993). Mereka mampu memimpin dengan 
tegas, menangani pertengkaran elite politik dan ekonomi dengan baik. Mereka 
tidak mengurus soal jilbab, tetapi mereka sibuk dengan strategi perdagangan. 
Tokoh seperti Kartini pada tahun 1899 sudah memikirkan soal pendidikan 
perempuan bahkan dalam hal agama. Kartini menyatakan, "Nilai manusia terletak 
pada nilai amalnya." Kartini mementingkan isi daripada bentuk syariat-syariat 
(Pramoedya Ananta Toer, 2000).

Ketika Indonesia merdeka dan Soekarno menjadi presiden pertama Indonesia, 
Fatmawati, mendampingi Soekarno. Dandanan Fatmawati yang sederhana berbalut 
kebaya pendek dan kain batik dengan rambut tergelung menampilkan ibu negara 
yang anggun dan penuh karisma. Fatmawati meskipun masih berumur 23 tahun ketika 
itu memiliki kecintaan mendalam terhadap tanah airnya dengan menjahit bendera 
Merah Putih agar dikibarkan sebagai lambang kemerdekaan. Ia pun dikenal sebagai 
sosok yang mandiri dan memiliki prinsip. Ketika Soekarno berniat menikah lagi, 
ia dengan tegas menolak untuk dimadu. Sosok pendamping para presiden yang 
memiliki karakter yang kuat dan cerdas dimulai dari Fatmawati. Sosok karakter 
seperti inilah yang mengawali citra ibu negara Indonesia.

Sosok ibu negara

Citra Ibu Tien Soeharto, istri presiden Soeharto pada masa Orde Baru, merupakan 
sosok yang berupaya untuk memperkenalkan batik sebagai busana Indonesia, baik 
untuk perempuan maupun laki-laki di dunia Internasional. Tien Soeharto dikenal 
sebagai pendiri Dharma Wanita. Memang banyak kritik terhadap Dharma Wanita di 
era Orde Baru, tetapi bagaimanapun, Tien Soeharto telah mengaktifkan organisasi 
ibu-ibu, termasuk ibu-ibu PKK, untuk terlibat di berbagai kegiatan kesehatan 
dan pendidikan.

Ketika Soeharto berhenti dan digantikan oleh BJ Habibie, sosok Ibu Ainun 
Habibie kerap muncul dalam sorotan publik. Tidak banyak yang mengetahui sepak 
terjang ibu negara ke-3 ini, tetapi ia dikenal sebagai pemerhati anak. Selain 
itu, ia merupakan istri presiden yang pertama kali bergelar dokter. Ibu-ibu 
negara selanjutnya memiliki pengetahuan akademik yang memadai, seperti Sinta 
Nuriyah Abdurrahman Wahid yang meraih gelar S-2 Kajian Wanita UI dan aktif 
dalam pergerakan perempuan Indonesia. Ia memperjuangkan toleransi beragama dan 
pluralisme serta ikut dalam demonstrasi damai penolakan RUU Pornografi. Sinta 
Nuriyah hanya memakai selendang di kepalanya sebagaimana lazimnya budaya 
Indonesia.

Bila berbicara tentang ibu negara dan calon ibu negara, karya dan pemikiran 
mereka lebih menggairahkan ketimbang wacana mengapa mereka berjilbab atau 
tidak. Sungguh mengherankan, baru kali ini soal jilbab dijadikan identitas ibu 
negara di negara Indonesia. Sepanjang sejarah Indonesia, identitas nasional 
menjadi lebih penting, bukan identitas agama. Sebab, Indonesia dikenal sebagai 
negara plural dengan latar belakang etnis dan agama yang berbeda. Soekarno pun 
memakai peci bukan hendak mengukuhkan identitas keislamannya, tetapi rasa 
nasionalismenya. Seperti kata Soekarno kepada Cindy Adams (1996 : 51), "Peci 
merupakan ciri khasku dan menjadi simbol bangsa Indonesia yang merdeka". 
Pemakaian peci, menurut dia, adalah tanda kedekatan dengan masyarakat bawah 
sebagaimana penggunaan sarung. Pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, ia 
pun menunjukkan kombinasi Timur-Barat dengan memakai peci serta jas tanpa dasi.

Istri-istri presiden dalam media Indonesia tidak banyak diungkapkan karya-karya 
mereka. Mereka lebih banyak menjadi "pajangan" yang entah dibanggakan atau 
dijatuhkan. Seolah-olah istri-istri ini hany

Re: [wanita-muslimah] Fwd: [PersIndonesia] Soal Indomie, SBY "Membohongi Publik" di Forum Resmi Debat Capres

2009-06-27 Terurut Topik L.Meilany
Saya bingung.
Siapa yg bikin kebohongan?

Saya waktu denger juga heran?

Memangnya Indonesia menghasilkan gandum?
Daerah mana ada ladang gandum?
JK ngelindur kali nih.

Sedari dulu juga gandum itu diimpor dari Amrik.
Mungkin dibikin tepung terigunya di Indonesia.

Tepung terigu kan gak cuma dibikin mi instan
Tapi juga untuk bikin makanan murah meriah lainnya.
Yg dijual di kaki lima.
Gorengan singkong, ubi, bakwan yg harganya 500/potong gak akan ada kalo 
gak ada terigu.

Sebenernya mi instan itu pada kenyataannya yg banyak konsumsi itu sapa.
Rakyat kecil kan?

Jadi dengarlah debat capres itu dengan bijak ; dengar juga apa yg tersirat 
bukan melulu yg tersurat.

Salam, 
l.meilany

  - Original Message - 
  From: Hongaria Cantik 
  To: dpr-indonesia ; Milis-KAMMI ; wanita-muslimah@yahoogroups.com ; 
majelismuda ; p...@yahoogroups.com ; pks-de...@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, June 26, 2009 6:10 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Fwd: [PersIndonesia] Soal Indomie, SBY "Membohongi 
Publik" di Forum Resmi Debat Capres


  -- Forwarded message --
  From: Coklat Coklat 
  Date: 2009/6/26
  Subject: [PersIndonesia] Soal Indomie, SBY "Membohongi Publik" di Forum
  Resmi Debat Capres
  To: media-jaka...@yahoogroups.com, mediac...@yahoogroups.com
  Cc: persindone...@yahoogroups.com





  
http://public.kompasiana.com/2009/06/26/soal-indomie-sby-membohongi-publik-di-forum-resmi-debat-capres/




  Soal Indomie, SBY "Membohongi Publik" di Forum Resmi Debat Capres


  Oleh tononagoro - 26 Juni 2009

  JK menyindir SBY yang beriklan menggunakan jingel iklan Indomie. Menurut JK,
  jika masyarakat banyak makan mie instan, gandum tidak bisa diekspor untuk
  meningkatkan kesejahteraan ekonomi petani gandum.

  "Jadi Pak SBY, kalau masyarakat banyak makan mie instan gandum nggak bisa
  diekspor," kata JK yang disambut riuh tawa dan tepuk tangan hadirin di
  Studio Metro TV, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (25/6/2009).

  Gayung pun bersambut. Sindiran JK ini ditimpali oleh SBY. Menurutnya, mie
  instan yang dia makan bukan melulu terdiri dari gandum.

  "Mungkin Pak JK hanya makan mie instan yang full gandum. Kalau mie yang saya
  makan campuran gandum, sagu, jagung, jadi petani sagu juga meningkat," kata
  SBY saat mendapat giliran bicara.

  Sungguh luar biasa, seorang Presiden Republik Indonesia bisa dengan
  santainya membohongi publik, rakyat Indonesia, di sebuah forum resmi Debat
  Capres. Seorang teman yang sangat pakar dibidang industri mie instant
  menjelaskan bahwa tidak pernah ada Indomie yang dicampur sagu, jagung.

  Tidak jelas apakah pihak manajemen Indofood yang selama ini membantu proses
  kampanye iklan SBY akan mengklarifikasi statemen yang merugikan Indomie ini.
  Atau sebaliknya justru akan menguatkan statemen SBY tersebut, dengan
  kemungkinan kehilangan konsumennya.

  Rekan saya tersebut terbahak-bahak, betapa mudahnya rakyat Indonesia
  dibodohi SBY selama ini.



   


  [Non-text portions of this message have been removed]



  

  ===
  Milis Wanita Muslimah
  Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
  Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
  Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
  ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
  Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
  Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
  Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

  Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links






[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Info of the day : SMK - Sekolah Menengah Kejuruan

2009-06-27 Terurut Topik L.Meilany
SMK - Sekolah Menengah Kejuruan

Bahwa saat ini semakin banyak mahasiswa putus kuliah ditengah jalan.
Banyak juga lulusan SMU yang tidak bisa meneruskan kuliah dan menjadi 
pengangguran.
Masalah ekonomi, ketiadaan biaya menjadi alasan utama.

Sebaiknya ketika hendak memilih sekolah setelah SMP, orang tua, pelajar itu 
harus 
mengetahui kemampuan [ ekonomi] juga minatnya.
Meneruskan sekolah setelah SMP di SMK - Sekolah Menengah Kejuruan adalah solusi 
yang paling tepat, jika ingin cepat bekerja.
Bersekolah di SMK lebih banyak memiliki keuntungan.
Karena pada umumnya semua lulusan SMK akan mudah mendapatkan pekerjaan. 
Bahkan ketika baru duduk di kelas akhir, prestasinya cemerlang, perusahaanlah 
yang 
meminta murid cemerlang itu untuk bekerja.
Bandingkan dengan lulusan SMU, jika hendak bekerja harus mengikuti kurus-kursus 
ketrampilan terlebih dahulu sesuai pekerjaan yang diinginkan.
Lulusan SMK juga bisa meneruskan ke perguruan tinggi; tentunya yang sesuai 
dengan 
program keahliannya. Bekerja sambil kuliah atau berwiraswasta sambil kuliah.

Sekarang banyak SMK yang bertaraf internasional bahkan yang sudah mendapatkan 
ISO.
Jadi SMK masa kini bukanlah lagi sekolah yang tidak bergengsi, seperti anggapan 
pada umumnya.
'Modal' untuk mendirikan SMK sangat dan lebih besar daripada modal mendirikan 
SMU.

Banyak program unggulan SMK yang layak 'jual'. Seperti program perhotelan, 
restoran, akuntansi, 
multimedia, tour & travel, nautika, otomotif, teknik informatika, pertukangan 
kayu, permesinan, 
perlistrikan, penerbangan, tata boga, perancang busana, kewirausahaan, ke 
sekretarisan. 
Di beberapa daerah ada juga SMK pertanian, perternakan.

Banyak perusahaan besar melirik lulusan SMK, bahkan langsung mengadakan seleksi 
di sekolah.
Jika para pelajar itu melakukan tugas praktek di perusahaan, bahkan setelahnya 
juga bisa langsung 
bekerja, jika prestasi 'magangnya' memuaskan.

Dulu waktu zaman saya di SMK: pelajar SMK dipandang sebelah mata. Karena ada 
anggapan kurikulum 
SMK hanya 'main-main' tidak bergengsi.  Hanya untuk pelajar yang mau cepat 
bekerja, pelajar miskin.
Alasan utama saya masuk SMK adalah menghindari pelajaran ilmu pasti :-).
Hingga sekolahnya yang jauhpun diniatkan. Begitu lulus, tidak sampai seminggu, 
saya sudah mulai bekerja.
Saya mulai bekerja di sebuah perusahaan kali pertama ketika usia saya belum 
lagi 18 tahun.

Jadi, jika ingin cepat bekerja, jika ingin kuliah dengan biaya sendiri mengapa 
tidak masuk ke SMK saja.

l.meilany
270609



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Kecelakaan Lalu Lintas Berpangkal dari Mental

2009-06-27 Terurut Topik sunny

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/detail-cetak/article/kecelakaan-lalu-lintas-berpangkal-dari-mental/


Kamis, 25 Juni 2009 14:10 
Kecelakaan Lalu Lintas Berpangkal dari Mental



 
Indonesia merupakan pasar produk industri otomotif yang terus bertumbuh. Dari 
tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda tiga, 
terus meningkat. Tak peduli apakah perekonomian nasional sedang mengalami 
krisis atau tidak. Peningkatan produksi industri otomotif memberi dampak 
positif karena memperkecil kemungkinan pemutusan hubungan tenaga kerja (PHK). 
Di samping itu, meningkatkan penerimaan sektor perpajakan.


Pertambahan jumlah kendaraan juga berdampak negatif karena mendorong 
peningkatan permintaan BBM.  Peningkatan itu pada akhirnya  turut mengurangi 
devisa sebab BBM masih harus diimpor. Pertambahan produksi kendaraan juga 
mendorong peningkatan impor bahan baku dan bahan baku penolong. Ini berarti 
kita harus mengeluarkan devisa yang cukup besar, apalagi kalau terjadi 
penggelembungan (mark up) dalam harga impornya.


Dari sisi yang lain, penggunaan kendaraan bermotor yang melonjak dari tahun ke 
tahun menunjukkan masyarakat telah terkena pengaruh modernisasi. Tidak hanya 
masyarakat yang berlokasi di perkotaan, namun juga di wilayah terpencil yang 
tidak dilalui jalan raya. Konsumen membeli kendaraan bermotor dengan berbagai 
alasan, mulai dari aspek kebutuhan, efek demonstratif hingga gaya hidup. Apa 
pun yang mendasari pembelian itu seharusnya diimbangi dengan sikap mental yang 
tepat. Ketidakseimbangan itulah yang menyebabkan munculnya dampak negatif 
penggunaan kendaraan bermotor.


Menurut kepolisian, kecelakaan pada satu semester pertama pada 2009 mencapai 
19.000 kasus, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu berjumlah 18.000 
kasus. Dengan demikian, terjadi kenaikan 1.000 kasus, 30% di antaranya berasal 
dari kasus sepeda motor. Sekalian kasus itu terjadi karena kesalahan pengemudi, 
disusul kondisi kendaraan yang bersangkutan serta kondisi infrastruktur yang 
buruk. Semuanya jelas memberi sumbangan terhadap kecelakaan lalu lintas, baik 
yang menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka. Perbaikan infrastruktur berjalan 
sangat lambat hingga pertambahan panjang jalan tidak seimbang dengan 
pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Gara-gara ketidakseimbangan ini, Jakarta 
diperkirakan mengalami kemacetan total dalam tiga hingga lima tahun mendatang. 
Dengan demikian, sukar diharapkan perbaikan kondisi infrastruktur secara lebih 
cepat sebab anggaran belanja pemerintah sangat terbatas. Jumlah pembayaran 
bunga dan utang pokok setiap tahun menghalangi upaya memperbaiki situasi secara 
mendasar.  


Perbaikan dari sisi mental pengemudi harus dilakukan secara sistematis, 
konsisten dan berkelanjutan. Pembenahan mental ini seyogianya dilakukan sejak 
usia sekolah dasar dan terus berjenjang. Dengan demikian, diharapkan yang 
bersangkutan secara mental sudah siap ketika arus modernisasi menjamahnya.
Kita saat ini tidak melihat telah terbangun suatu perbaikan mental secara 
mendasar. Apa yang dilakukan saat ini kurang menyeluruh dan lebih mirip 
seremonial. Oleh sebab itu, dapat dikatakan pendidikan lalu lintas sejak dini 
tak sesuai harapan.


Kecelakaan juga dapat dicegah bila aparat menerapkan peraturan lalu lintas 
secara tegas. Dewasa ini masih saja ada kegiatan damai di tempat, kendati jelas 
bahwa pengemudi telah melanggar peraturan. Para produsen kendaraan bermotor, 
baik roda dua dan roda empat, selayaknya lebih berpartisipasi dalam mencegah 
kecelakaan lalu lintas. Mereka dapat memberi kontribusi yang berarti dalam 
bentuk perbaikan teknis kendaraan yang bersangkutan hingga mendidik para 
pengemudi agar taat dan patuh kepada peraturan. 


Jadi, mengurangi jumlah kecelakaan kendaraan di jalan raya itu merupakan 
aktivitas yang harus dilangsungkan sejak dini, berkelanjutan, dan aparat tegas 
dalam menerapkan peraturan. Sejauh ini, kampanye berlalu lintas yang baik dan 
benar hanya bersifat temporer. Dalam dunia yang serbakompetitif ini, selayaknya 
peningkatan jumlah kecelakaan di jalan raya memeroleh perhatian besar. 
Kecelakaan menyebabkan SDM menjadi tidak kompetitif lagi. Yang rugi bukan cuma 
keluarga, tetapi juga negara. 


[Non-text portions of this message have been removed]