[zamanku] Re: Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata....

2008-08-30 Terurut Topik tawangalun
Memang organisator PKI itu militan,lihat tuh Muskitawati itu dulu th
65 CGMI makane militan kan? Terus dia diuber uber mBah harta,jadi saya
pastikan dia sangat benci mBah harta.
Jangan ada yang ngatain pemerintah membantai PKI itu keliru,sebab
kalau mBah Harta tidak membantai PKI,justru dialah yang akan dibantai
duluan.
Saat G-30-S meletus saya masih di Klaten.Saat tsb banyak punggowo desa
di Cawas Klaten yang dibunuh PKI.Korbannya yo jelas wong nas dan wong
Islam.
Jadi saya tdk menyesal bahwa dulu ada 5000 PKI yang dibantai,kalau tdk
justru saya yang bakal dibasmi duluan sebab penghalang PKI itu
Angkatan darat dan Islam.

Shalom,
Tawangalun.

- In zamanku@yahoogroups.com, mediacare [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata
 Rabu, 19-03-2008 14:00:19 oleh: Ida Puji 
 Kanal: Opini 
 
 Masih ingatkah anda tentang pelajaran sejarah mengenai G30/S PKI? 
 
 Dulu ketika masih bersekolah tiap tanggal 30 September murid-murid
diajak pergi ke gedung bioskop menonton film pemberontakan G30/S PKI.
Dan tiap keluar dari sana saya selalu merinding. Kejam sekali para
pemberontak itu ya? 
 
 PKI itu tak bermoral, mereka atheis, begitu seringkali guru
sejarah (masa itu) memberikan penjelasan. Iya percaya lah, orang dari
filmnya juga begitu.
 
 Anggapan seperti itu telah berada di kepala saya sampai saya duduk
di bangku kuliah. Baru ketika Orde Baru tumbang muncul wacana-wacana
baru berkaitan dengan peristiwa tersebut. Tapi jujur saat itu saya
masih sering dibuat bingung karenanya. 
 
 Bulan november tahun lalu saya dan rekan berkunjung ke sebuah desa,
Lanjaran namanya. Desa tersebut terletak di kecamatan Musuk kabupaten
Boyolali, letaknya di lereng gunung Merapi. 
 
 Ketika peristiwa 65 terjadi, kawasan tersebut merupakan basis PKI.
Setiap lapan (35 hari) di desa itu diadakan sebuah pertemuan ibu-ibu
yang bernama Wiji Asih. Di sana selain ada kegiatan untuk memajukan
peran wanita, mereka saling membagikan pengalaman sehubungan dengan
tragedi yang mereka alami. Sebagian kecil dari ibu-ibu yang hadir
dalam pertemuan tersebut adalah mereka yang terlibat langsung dan
sebagian besarnya adalah anak cucu mereka yang ketika itu masih kecil
-dan bahkan ada yang belum lahir- namun sampai sekarang masih
menanggung beban. 
 
 Anak cucu anggota PKI sampai sekarang masih belum sepenuhnya dapat
dipulihkan hak-haknya. Belum lagi mereka harus menanggung stigma
negatif dari masyarakat masyarakat akibat peristiwa yang mereka
sendiripun tidak pernah mengerti apa itu. 
 
 Satu yang membuat saya tercengang ketika berkenalan dengan salah
satu pendiri Wiji Asih. Seorang wanita berumur 86 tahun, Sutiyem
namanya sering dipanggil Mbah Suti. Ketika tragedi tersebut terjadi
Mbah Suti sempat ditangkap akibat kegiatannya di Gerwani. 
 
 Sempat terbayangkan, selama ini yang terpatri di benak saya bahwa
Gerwani beranggotakan wanita-wanita tak bermoral yang ikut menganiaya
para jenderal serta melakukan serangkaian tindakan asusila. Tapi kok
yang saya hadapi??? 
 
 Belum 10 menit mendengarkan obrolannya saya langsung bisa mengatakan
bahwa beliau adalah seorang wanita yang sangat cerdas. Dalam usia
lanjut tersebut pemikiran beliau masih tetap tajam. Analisa-analisanya
berkaitan dengan kegiatan demokrasi di masa sekarang masih sangat
brilian. 
 
 Mbah Suti mengaku mengenal Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar,
organisasi yang melatarbelakangi terbentuknya Gerwani) ketika
menjalankan profesinya sebagai penjual sirih di pasar. Latar belakang
keikutsertaannya dalam gerakan wanita tersebut adalah untuk menggugat
keberadaan poligami. Saat itu mbah Suti adalah istri ketiga. Seperti
halnya keadan wanita-wanita lain pada masa itu yang hanya dianggap
sebagai second class, poligami sangat merugikan wanita. Banyak wanita
yang setelah dijadikan istri kesekian ditinggalkan begitu saja oleh
suaminya padahal telah ada anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. 
 
 Gerwis berdiri pada tahun 1950 dan dua tahun kemudian didirikan
cabang Musuk dengan Mbah Suti sebagai ketua. Pada tahun 1954 Gerwis
berganti nama menjadi Gerwani. 
 
 Keberadaan Gerwis Lanjaran yang merupakan anak cabang meluas. Banyak
wanita yang ikut karena mulai sadar untuk diajak lebih maju. Salah
satu kegiatan Gerwis yang mencolok adalah edukasi terhadap para
wanita. Saat itu akses wanita untuk mengenyam bangku sekolah sangatlah
minim. Prioritas utama pendidikan adalah untuk laki-laki.Selain
pendidikan Gerwis juga memiliki peran besar dalam aksi sosialnya
berkaitan dengan meletusnya Gunung Merapi pada tahun 1954. 
 
 Kegiatan Gerwani di Lanjaran sampai tahun awal tahun 1965 berjalan
lancar. Namun ketika meletus peristiwa 65 keadaannya menjadi kacau
balau. Desa Lanjaran yang dikenal merupakan basis kegiatan anggota PKI
seperti BTI, Gerwani dan Lekra mulai terusik. Beberapa orang yang
dikenal sebagai tokoh utama ditangkap aparat. Dari 19 orang yang
tertangkap mbah Suti adalah satu-satunya perempuan. Setelah mendapat
berbagai perlakuan buruk -salah satunya pelecehan seksual 

[zamanku] Re: Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata....

2008-08-30 Terurut Topik Made Bali

 Jadi saya tdk menyesal bahwa dulu ada 5000 PKI yang dibantai, kalau
tdk
 justru saya yang bakal dibasmi duluan sebab penghalang PKI itu
 Angkatan darat dan Islam.

Ini pengakuan jujur yang perlu dikumpulkan bahwa yang membunuh orang PKI
setelah G-30-S adalah Islam, jumlahnya saja yang perlu dikoreksi karena
menurut berita bisa sampai 3 juta orang.

Salam Damai dari Kalsel


--- In zamanku@yahoogroups.com, tawangalun [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Memang organisator PKI itu militan,lihat tuh Muskitawati itu dulu th
 65 CGMI makane militan kan? Terus dia diuber uber mBah harta,jadi saya
 pastikan dia sangat benci mBah harta.
 Jangan ada yang ngatain pemerintah membantai PKI itu keliru,sebab
 kalau mBah Harta tidak membantai PKI,justru dialah yang akan dibantai
 duluan.
 Saat G-30-S meletus saya masih di Klaten.Saat tsb banyak punggowo desa
 di Cawas Klaten yang dibunuh PKI.Korbannya yo jelas wong nas dan wong
 Islam.
 Jadi saya tdk menyesal bahwa dulu ada 5000 PKI yang dibantai,kalau tdk
 justru saya yang bakal dibasmi duluan sebab penghalang PKI itu
 Angkatan darat dan Islam.

 Shalom,
 Tawangalun.

 - In zamanku@yahoogroups.com, mediacare mediacare@ wrote:
 
  Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata
  Rabu, 19-03-2008 14:00:19 oleh: Ida Puji
  Kanal: Opini
 
  Masih ingatkah anda tentang pelajaran sejarah mengenai G30/S PKI?
 
  Dulu ketika masih bersekolah tiap tanggal 30 September murid-murid
 diajak pergi ke gedung bioskop menonton film pemberontakan G30/S PKI.
 Dan tiap keluar dari sana saya selalu merinding. Kejam sekali para
 pemberontak itu ya?
 
  PKI itu tak bermoral, mereka atheis, begitu seringkali guru
 sejarah (masa itu) memberikan penjelasan. Iya percaya lah, orang dari
 filmnya juga begitu.
 
  Anggapan seperti itu telah berada di kepala saya sampai saya duduk
 di bangku kuliah. Baru ketika Orde Baru tumbang muncul wacana-wacana
 baru berkaitan dengan peristiwa tersebut. Tapi jujur saat itu saya
 masih sering dibuat bingung karenanya.
 
  Bulan november tahun lalu saya dan rekan berkunjung ke sebuah desa,
 Lanjaran namanya. Desa tersebut terletak di kecamatan Musuk kabupaten
 Boyolali, letaknya di lereng gunung Merapi.
 
  Ketika peristiwa 65 terjadi, kawasan tersebut merupakan basis PKI.
 Setiap lapan (35 hari) di desa itu diadakan sebuah pertemuan ibu-ibu
 yang bernama Wiji Asih. Di sana selain ada kegiatan untuk memajukan
 peran wanita, mereka saling membagikan pengalaman sehubungan dengan
 tragedi yang mereka alami. Sebagian kecil dari ibu-ibu yang hadir
 dalam pertemuan tersebut adalah mereka yang terlibat langsung dan
 sebagian besarnya adalah anak cucu mereka yang ketika itu masih kecil
 -dan bahkan ada yang belum lahir- namun sampai sekarang masih
 menanggung beban.
 
  Anak cucu anggota PKI sampai sekarang masih belum sepenuhnya dapat
 dipulihkan hak-haknya. Belum lagi mereka harus menanggung stigma
 negatif dari masyarakat masyarakat akibat peristiwa yang mereka
 sendiripun tidak pernah mengerti apa itu.
 
  Satu yang membuat saya tercengang ketika berkenalan dengan salah
 satu pendiri Wiji Asih. Seorang wanita berumur 86 tahun, Sutiyem
 namanya sering dipanggil Mbah Suti. Ketika tragedi tersebut terjadi
 Mbah Suti sempat ditangkap akibat kegiatannya di Gerwani.
 
  Sempat terbayangkan, selama ini yang terpatri di benak saya bahwa
 Gerwani beranggotakan wanita-wanita tak bermoral yang ikut menganiaya
 para jenderal serta melakukan serangkaian tindakan asusila. Tapi kok
 yang saya hadapi???
 
  Belum 10 menit mendengarkan obrolannya saya langsung bisa mengatakan
 bahwa beliau adalah seorang wanita yang sangat cerdas. Dalam usia
 lanjut tersebut pemikiran beliau masih tetap tajam. Analisa-analisanya
 berkaitan dengan kegiatan demokrasi di masa sekarang masih sangat
 brilian.
 
  Mbah Suti mengaku mengenal Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar,
 organisasi yang melatarbelakangi terbentuknya Gerwani) ketika
 menjalankan profesinya sebagai penjual sirih di pasar. Latar belakang
 keikutsertaannya dalam gerakan wanita tersebut adalah untuk menggugat
 keberadaan poligami. Saat itu mbah Suti adalah istri ketiga. Seperti
 halnya keadan wanita-wanita lain pada masa itu yang hanya dianggap
 sebagai second class, poligami sangat merugikan wanita. Banyak wanita
 yang setelah dijadikan istri kesekian ditinggalkan begitu saja oleh
 suaminya padahal telah ada anak-anak yang lahir dari perkawinan
tersebut.
 
  Gerwis berdiri pada tahun 1950 dan dua tahun kemudian didirikan
 cabang Musuk dengan Mbah Suti sebagai ketua. Pada tahun 1954 Gerwis
 berganti nama menjadi Gerwani.
 
  Keberadaan Gerwis Lanjaran yang merupakan anak cabang meluas. Banyak
 wanita yang ikut karena mulai sadar untuk diajak lebih maju. Salah
 satu kegiatan Gerwis yang mencolok adalah edukasi terhadap para
 wanita. Saat itu akses wanita untuk mengenyam bangku sekolah sangatlah
 minim. Prioritas utama pendidikan adalah untuk laki-laki.Selain
 pendidikan Gerwis juga memiliki peran besar dalam aksi sosialnya
 berkaitan dengan 

Bls: [zamanku] Re: Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata....

2008-08-30 Terurut Topik Lanang Anom
ini kayaknya ada lagi antek soeharto



- Pesan Asli 
Dari: Made Bali [EMAIL PROTECTED]
Kepada: zamanku@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 30 Agustus, 2008 20:15:13
Topik: [zamanku] Re: Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata


 Jadi saya tdk menyesal bahwa dulu ada 5000 PKI yang dibantai, kalau tdk
 justru saya yang bakal dibasmi duluan sebab penghalang PKI itu
 Angkatan darat dan Islam.
 
Ini pengakuan jujur yang perlu dikumpulkan bahwa yang membunuh orang PKI 
setelah G-30-S adalah Islam, jumlahnya saja yang perlu dikoreksi karena menurut 
berita bisa sampai 3 juta orang.
Salam Damai dari Kalsel

--- In [EMAIL PROTECTED] .com, tawangalun [EMAIL PROTECTED] .. wrote:

 Memang organisator PKI itu militan,lihat tuh Muskitawati itu dulu th
 65 CGMI makane militan kan? Terus dia diuber uber mBah harta,jadi saya
 pastikan dia sangat benci mBah harta.
 Jangan ada yang ngatain pemerintah membantai PKI itu keliru,sebab
 kalau mBah Harta tidak membantai PKI,justru dialah yang akan dibantai
 duluan.
 Saat G-30-S meletus saya masih di Klaten.Saat tsb banyak punggowo desa
 di Cawas Klaten yang dibunuh PKI.Korbannya yo jelas wong nas dan wong
 Islam.
 Jadi saya tdk menyesal bahwa dulu ada 5000 PKI yang dibantai,kalau tdk
 justru saya yang bakal dibasmi duluan sebab penghalang PKI itu
 Angkatan darat dan Islam.
 
 Shalom,
 Tawangalun.
 
 - In [EMAIL PROTECTED] .com, mediacare mediacare@ wrote:
 
  Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata
  Rabu, 19-03-2008 14:00:19 oleh: Ida Puji 
  Kanal: Opini 
  
  Masih ingatkah anda tentang pelajaran sejarah mengenai G30/S PKI? 
  
  Dulu ketika masih bersekolah tiap tanggal 30 September murid-murid
 diajak pergi ke gedung bioskop menonton film pemberontakan G30/S PKI.
 Dan tiap keluar dari sana saya selalu merinding. Kejam sekali para
 pemberontak itu ya? 
  
  PKI itu tak bermoral, mereka atheis, begitu seringkali guru
 sejarah (masa itu) memberikan penjelasan. Iya percaya lah, orang dari
 filmnya juga begitu.
  
  Anggapan seperti itu telah berada di kepala saya sampai saya duduk
 di bangku kuliah. Baru ketika Orde Baru tumbang muncul wacana-wacana
 baru berkaitan dengan peristiwa tersebut. Tapi jujur saat itu saya
 masih sering dibuat bingung karenanya. 
  
  Bulan november tahun lalu saya dan rekan berkunjung ke sebuah desa,
 Lanjaran namanya. Desa tersebut terletak di kecamatan Musuk kabupaten
 Boyolali, letaknya di lereng gunung Merapi. 
  
  Ketika peristiwa 65 terjadi, kawasan tersebut merupakan basis PKI.
 Setiap lapan (35 hari) di desa itu diadakan sebuah pertemuan ibu-ibu
 yang bernama Wiji Asih. Di sana selain ada kegiatan untuk memajukan
 peran wanita, mereka saling membagikan pengalaman sehubungan dengan
 tragedi yang mereka alami. Sebagian kecil dari ibu-ibu yang hadir
 dalam pertemuan tersebut adalah mereka yang terlibat langsung dan
 sebagian besarnya adalah anak cucu mereka yang ketika itu masih kecil
 -dan bahkan ada yang belum lahir- namun sampai sekarang masih
 menanggung beban. 
  
  Anak cucu anggota PKI sampai sekarang masih belum sepenuhnya dapat
 dipulihkan hak-haknya. Belum lagi mereka harus menanggung stigma
 negatif dari masyarakat masyarakat akibat peristiwa yang mereka
 sendiripun tidak pernah mengerti apa itu. 
  
  Satu yang membuat saya tercengang ketika berkenalan dengan salah
 satu pendiri Wiji Asih. Seorang wanita berumur 86 tahun, Sutiyem
 namanya sering dipanggil Mbah Suti. Ketika tragedi tersebut terjadi
 Mbah Suti sempat ditangkap akibat kegiatannya di Gerwani. 
  
  Sempat terbayangkan, selama ini yang terpatri di benak saya bahwa
 Gerwani beranggotakan wanita-wanita tak bermoral yang ikut menganiaya
 para jenderal serta melakukan serangkaian tindakan asusila. Tapi kok
 yang saya hadapi?? ? 
  
  Belum 10 menit mendengarkan obrolannya saya langsung bisa mengatakan
 bahwa beliau adalah seorang wanita yang sangat cerdas. Dalam usia
 lanjut tersebut pemikiran beliau masih tetap tajam. Analisa-analisanya
 berkaitan dengan kegiatan demokrasi di masa sekarang masih sangat
 brilian. 
  
  Mbah Suti mengaku mengenal Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar,
 organisasi yang melatarbelakangi terbentuknya Gerwani) ketika
 menjalankan profesinya sebagai penjual sirih di pasar. Latar belakang
 keikutsertaannya dalam gerakan wanita tersebut adalah untuk menggugat
 keberadaan poligami. Saat itu mbah Suti adalah istri ketiga. Seperti
 halnya keadan wanita-wanita lain pada masa itu yang hanya dianggap
 sebagai second class, poligami sangat merugikan wanita. Banyak wanita
 yang setelah dijadikan istri kesekian ditinggalkan begitu saja oleh
 suaminya padahal telah ada anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. 
  
  Gerwis berdiri pada tahun 1950 dan dua tahun kemudian didirikan
 cabang Musuk dengan Mbah Suti sebagai ketua. Pada tahun 1954 Gerwis
 berganti nama menjadi Gerwani. 
  
  Keberadaan Gerwis Lanjaran yang merupakan anak cabang meluas. Banyak
 wanita yang ikut karena mulai sadar untuk diajak lebih maju. Salah
 satu kegiatan Gerwis yang

[zamanku] Re: Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata....

2008-08-29 Terurut Topik Made Bali
Saya sangat sedih membaca kisah ini. Dari beberapa buku yang saya 
baca dan dari beberapa cerita yang saya dengar dari orang yang sudah 
dewasa ketika terjadi peristiwa G-30-S, yang melakukan pembunuhan 
terhadap anggota dan simpatisan PKI adalah kalangan Islam termasuk 
Barisan Ansor (Bansor) dan setelah PKI dibubarkan perburuan terhadap 
anggota dan simpatisan PKI dimotori juga oleh kalangan Islam.
Saya duga gambaran PKI jahat, Gerwani jahat dibangun oleh kelompok 
yang berkuasa waktu itu dan tentara hanyalah sebagian dari kekuatan 
politik tetapi arus massa yang merusak PKI adalah Islam sehingga 
gambaran bahwa PKI jahat, Gerwani Jahat, datang dari kalangan Islam 
tentu melalui pejabat negara yang berkuasa gambaran itu disandingkan 
dengan gamabran bahwa Islam mulia.
Sejarah harus ditulis ulang dengan jujur dan dibuka dengan jelas 
siapa sebenarnya yang jahat. Jika melihat kelakuan Islam sekarang 
sebenarnya semakin jelas siapa sebenarnya yang jahat atau ajaran 
mana yang sebenarnya jahat.
Negara komunis di dunia ini sudah hampir tidak ada lagi dan negara 
komunis sudah berubah menjadi negara demokrasi yang maju, China dsb. 
Tetapi negara Islam semakin terpuruk dan semakin jahat dengan 
melindungi para teroris. Jadi sebenarnya dapat dilihat dengan jelas 
ajaran mana yang sebenarnnya jahat dan merusak masyarakat.
Tapi sayangnya banyak keluarga anggota dan simpatisan PKI sekarang 
malah berlindung di balik Islam padahal kepercayaan itu yang sudah 
membuat mereka menjadi susah. Mungkin perlu informasi yang lebih 
terbuka sehingga mereka dapat bebas memilih mana yang benar.
Salam Damai dari Kalsel


--- In zamanku@yahoogroups.com, mediacare [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Dan Anggota Gerwani Itu Ternyata
 Rabu, 19-03-2008 14:00:19 oleh: Ida Puji 
 Kanal: Opini 
 
 Masih ingatkah anda tentang pelajaran sejarah mengenai G30/S PKI? 
 
 Dulu ketika masih bersekolah tiap tanggal 30 September murid-murid 
diajak pergi ke gedung bioskop menonton film pemberontakan G30/S 
PKI. Dan tiap keluar dari sana saya selalu merinding. Kejam sekali 
para pemberontak itu ya? 
 
 PKI itu tak bermoral, mereka atheis, begitu seringkali guru 
sejarah (masa itu) memberikan penjelasan. Iya percaya lah, orang 
dari filmnya juga begitu.
 
 Anggapan seperti itu telah berada di kepala saya sampai saya duduk 
di bangku kuliah. Baru ketika Orde Baru tumbang muncul wacana-wacana 
baru berkaitan dengan peristiwa tersebut. Tapi jujur saat itu saya 
masih sering dibuat bingung karenanya. 
 
 Bulan november tahun lalu saya dan rekan berkunjung ke sebuah 
desa, Lanjaran namanya. Desa tersebut terletak di kecamatan Musuk 
kabupaten Boyolali, letaknya di lereng gunung Merapi. 
 
 Ketika peristiwa 65 terjadi, kawasan tersebut merupakan basis PKI. 
Setiap lapan (35 hari) di desa itu diadakan sebuah pertemuan ibu-ibu 
yang bernama Wiji Asih. Di sana selain ada kegiatan untuk memajukan 
peran wanita, mereka saling membagikan pengalaman sehubungan dengan 
tragedi yang mereka alami. Sebagian kecil dari ibu-ibu yang hadir 
dalam pertemuan tersebut adalah mereka yang terlibat langsung dan 
sebagian besarnya adalah anak cucu mereka yang ketika itu masih 
kecil -dan bahkan ada yang belum lahir- namun sampai sekarang masih 
menanggung beban. 
 
 Anak cucu anggota PKI sampai sekarang masih belum sepenuhnya dapat 
dipulihkan hak-haknya. Belum lagi mereka harus menanggung stigma 
negatif dari masyarakat masyarakat akibat peristiwa yang mereka 
sendiripun tidak pernah mengerti apa itu. 
 
 Satu yang membuat saya tercengang ketika berkenalan dengan salah 
satu pendiri Wiji Asih. Seorang wanita berumur 86 tahun, Sutiyem 
namanya sering dipanggil Mbah Suti. Ketika tragedi tersebut terjadi 
Mbah Suti sempat ditangkap akibat kegiatannya di Gerwani. 
 
 Sempat terbayangkan, selama ini yang terpatri di benak saya bahwa 
Gerwani beranggotakan wanita-wanita tak bermoral yang ikut 
menganiaya para jenderal serta melakukan serangkaian tindakan 
asusila. Tapi kok yang saya hadapi??? 
 
 Belum 10 menit mendengarkan obrolannya saya langsung bisa 
mengatakan bahwa beliau adalah seorang wanita yang sangat cerdas. 
Dalam usia lanjut tersebut pemikiran beliau masih tetap tajam. 
Analisa-analisanya berkaitan dengan kegiatan demokrasi di masa 
sekarang masih sangat brilian. 
 
 Mbah Suti mengaku mengenal Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar, 
organisasi yang melatarbelakangi terbentuknya Gerwani) ketika 
menjalankan profesinya sebagai penjual sirih di pasar. Latar 
belakang keikutsertaannya dalam gerakan wanita tersebut adalah untuk 
menggugat keberadaan poligami. Saat itu mbah Suti adalah istri 
ketiga. Seperti halnya keadan wanita-wanita lain pada masa itu yang 
hanya dianggap sebagai second class, poligami sangat merugikan 
wanita. Banyak wanita yang setelah dijadikan istri kesekian 
ditinggalkan begitu saja oleh suaminya padahal telah ada anak-anak 
yang lahir dari perkawinan tersebut. 
 
 Gerwis berdiri pada tahun 1950 dan dua tahun kemudian didirikan 
cabang Musuk