Precedence: bulk GOLKAR KLAIM HANYA TERTINGGAL 6,5 PERSEN SUARA DARI PDI MEGA JAKARTA (SiaR, 15/6/99), Partai Golkar "Bawu" kembali memperlihatkan ambisinya untuk kembali berkuasa. Hal ini ditunjukkan, ketika Ketua Posko Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar, Slamet Effendi Yusuf secara sepihak --untuk kesekian kalinya-- membeberkan hasil penghitungan suara sementara Pemilu, di Jakarta, Senin (14/6). Menurut Slamet Effendi, dari 77 juta suara atau 66 persen suara yang masuk di Bappilu, maka Partai Golkar menang di 15 propinsi, sedangkan PDI Perjuangan hanya menang di 11 propinsi. Jika dikonversi kedalam prosentase, maka PDI Perjuangan memperoleh kursi sekitar 29,87% dan Golkar memperoleh 23,38%, atau hanya terpaut 6,49%. Pengungkapan hasil sementara Pemilu vesri Golkar ini, berbeda dengan apa yang dikeluarkan Joint Operations Media Center (JOMC) yang menyebutkan, untuk sementara ini, PDI Perjuangan menang di 14 propinsi, sedangkan Partai Golkar hanya unggul di 11 propinsi. Keunggulan PDI Perjuangan tersebut, terutama di propinsi-propinsi pulau Jawa dengan perbedaan yang cukup mencolok. Secara nasional, untuk sementara ini selisih keunggulan suara antara PDI Perjuangan dengan Golkar sekitar 8 juta suara. Pengamat politik LIPI Muhammad AS Hikam yang ditemui disela-sela sarasehan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) PDI Perjuangan di Depok, Senin kemarin menyatakan, klaim Golkar tersebut merupakan bentuk psy-war untuk penentuan jumlah kursi MPR bagi utusan daerah, serta utusan golongan, yang signifikan untuk perebutan kursi presiden kelak. Hikam menilai, klaim Golkar tersebut tidak sepenuhnya menunjukkan realitas sesungguhnya di lapangan. "Ada variabel rekayasa dibalik penghitungan itu (versi Bappilu -red.). Dari laporan berbagai lembaga-lembaga pemantau Pemilu, justru di daerah-daerah di mana Golkar mengklaim menang, banyak laporan masuk soal tidak netralnya aparat birokrasi, dan praktek politik uang yang menguntungkan Golkar," ujarnya. Menurut Hikam, hal itu memperlihatkan kemenangan Golkar tidak dapat diartikan sebagai menunjukkan kondisi obyektif sebenarnya dari angka-angka hasil penghitungan suara yang disodorkan oleh Bappilu maupun KPU. Senada dengan Hikam, Wakil Ketua Balitbang PDI Perjuangan Sukowaluyo Mintorahardjo mengungkapkan, hasil sementara Bappilu Partai Golkar sungguh bias dan tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ia mencontohkan, hasil sementara yang demikian tipis antara PDI Perjuangan dengan Partai Golkar seolah-olah memberikan celah, bagi interpretasi berbagai pihak, bahwa Golkar masih mungkin menyusul perolehan suara PDI Perjuangan. Menurut Sukowaluyo, dari penghitungan resmi versi KPU, di pulau Jawa, jelas-jelas perbedaan suara antara PDI Perjuangan dengan Golkar terpaut jauh, padahal mayoritas pemilih --60 juta-an-- dari 117 juta pemilih berada di pulau Jawa. Sedangkan di propinsi-propinsi di luar Jawa yang kepadatan penduduknya signifikan seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung, PDI Perjuangan juga unggul. Di Kalimantan, PDI Perjuangan juga menang di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Di propinsi-propinsi lain di Kalimantan, perbedaan suara antara Golkar dan PDI Perjuangan tak terpaut jauh. Bahkan, lanjut Sukowaluyo, di NTT dan NTB, sementara ini PDI Perjuangan mengungguli Golkar. Tentang perolehan suara Golkar di pulau Sulawesi, Sukowaluyo sepakat dengan Hikam, tentang kejurdilannya yang mesti diteliti kembali. Ia menyebutkan juga mesti dicermatinya perolehan suara Golkar yang mencolok di propinsi-propinsi yang bergolak seperti di Aceh, Irian, dan Timor Timur. "Benar kah demikian, atau ada faktor-faktor lain yang menyebabkan perolehan suara Golkar begitu mencolok?" katanya. Sementara itu hasil penelitian LP3ES lewat exit poll yang dilakukan terhadap 4331 responden yang dipilih secara acak di 26 Dati II, 168 desa, 672 RT di 5 propinsi di Jawa, menunjukkan perolehan suara PDI Perjuangan di lima propinsi --DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta-- rata-rata mencapai 38%. Dan Megawati didukung -- di kelima propinsi tersebut-- rata-rata 25% untuk menjabat sebagai presiden RI mendatang. Terhadap hasil penelitian LP3ES itu, Sukowaluyo mengingatkan, agar kelak --sebagai akibat hasil voting-- di DPR/MPR tidak terjadi permainan politik kotor oleh elit-elit politik dalam pemilihan presiden, sehingga tidak melahirkan kesan, ada presiden versi rakyat Indonesia di Jawa, dan ada presiden versi rakyat Indonesia di Sulawesi, dan seterusnya. "Jika itu yang terjadi, saya khawatir rakyat punya agenda sendiri untuk menghukum elit-elit politik yang berlaku culas dan kotor. Karena ada presiden de facto versi rakyat, di lain pihak ada presiden de jure versi elit," ucapnya.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html