Precedence: bulk


WARDAH GAGAL DIKAMBING-HITAMKAN, BURUH MAYORA TERUSKAN AKSI

        JAKARTA (SiaR,18/6/99), Intervensi militer dan upaya
mengkambinghitamkan Wardah Hafidz sebagai provokator aksi buruh Mayora tak
terbukti, aksi buruh Mayora tetap berjalan meski telah  dua bulan. Wardah
dilepaskan Rabu (16/6) tengah malam pukul 24.30, yang merupakan batas waktu
penahanan saksi atau calon tersangka.

        Menurut sumber SiaR, upaya mengkambinghitamkan Wardah dengan
sangkaan Pasal 160 KUHP yakni menghasut untuk melakukan perbuatan melawan
hukum tersebut gagal karena tidak didukung kesaksian dan data yang akurat.
Menurut sumber itu, ada upaya menghentikan aksi buruh dengan menghembuskan
isu buruh dibayar Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu oleh Wardah Cs.

        Upaya buruh PT. Mayora Indah (MI) selama 2 bulan menuntut kenaikan upah dan
stop pemeriksaan cuti haid  itu sendiri dicurigai aparat penegak hukum
sebagai ditunggangi pihak ke tiga. "Ada pihak ke tiga menginginkan kasus
Mayora menjadi isu nasional dengan tujuan tertentu," tuduh Kapolres
Tangerang Letkol Pudji Hartanto. Kamis (17/6). Hal ini didukung pernyataan
Kapolda Metrojaya Mayjen Pol Noegroho Djajoesman, yang menuduh Wardah Hafidz
dalam kegiatannya memperlihatkan diri sebagai pemimpin para buruh. 

        Namun isu tersebut dibantah para buruh yang diperiksa secara terpisah.
Tampaknya, lagi-lagi ini upaya militer untuk mengkambinghitamkan Wardah agar
masalahnya cepat selesai.

        Kesaksian Sriyati seorang buruh menegaskan, "Gimana bisa dibayar,
wong kami ongkos saja sendiri. Jika kami dibayar seorang Rp 20 ribu, ada
1.300 orang buruh sekali aksi, berarti mbak Wardah keluarin uang Rp 26 juta
dong," ujarnya.
 
        "Lantas kalau 2 bulan aksi berarti 60 kali Rp 26 juta. Jadi Rp 1
trilyun lebih. Dana dari mana? Gila apa?" sambung Sriyati dengan sengit
selesai menghitung.

        "Jika ada pihak yang bersimpati terhadap perjuangan buruh malah
dituduh provokator, bagaimana dengan pihak perusahaan yang bayar tentara
agar menangkapi para buruh?" seru buruh lain.

        Aksi sekitar 600 buruh Mayora yang didampingi aktivis UPC dan Mahasiswa di
kantor Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Selasa (15/6) lalu memang
dilanjutkan dengan menginap. Meski sejak pagi hari pk 06.30 hampir semua bis
rute Cikokol-Cimone ke arah Stasiun Senen diblokir dan dijaga petugas. Ini
sebuah upaya untuk menggembosi rencana buruh PT Mayora aksi ke Bapepam, di
daerah lapangan banteng, Jakarta Pusat. 

        Menurut sejumlah buruh Mayora, mereka tidak mengenakan seragam PT
Mayora agar lolos blokade petugas tersebut. "Tiap bis Himpuna Route 22 dan
70, dijaga oleh petugas dari Pengendali Huru Hara (PHH) untuk memeriksa
apakah ada buruh Mayora yang naik," ujar seorang aktivis buruh. 

        Setelah lolos kepungan petugas di tiap terminal dan daerah tersebut
akhirnya hanya sekitar 600 buruh yang aksi di Bapepam bersama sejumlah
mahasiswa dari Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (FAMRED).
Menurut seorang mahasiswa, aksi di Bapepam tersebut bertujuan agar pihak
Bapepam memberi sanksi kepada pemilik PT Mayora agar tidak di listing di
lantai bursa saham. 

        Para buruh menyanyikan lagu plesetan, "Ha-ha-ha-ha …hi-hi-hi-hi,
pasukan ha-ha  hi-hi. Waduh galak sekali! (menggunakan nada lagu Sepatu Kaca
- cerita Cinderella versi Indonesia, lagu anak-anak). Tampaknya persentuhan
aksi mahasiswa dengan elemen lain termasuk buruh selalu mesti berakhir
dengan drama penangkapan dan dibawa ke Mapolda Jaya.

        Sekitar pk 22.30 pasukan gabungan dari PHH Kodam Jaya, Brimob dan Marinir
dibantu satuan Polwan menyapu para demonstran sesaat setelah mereka
menikmati makan malam. Hingga berita ini ditulisrunkan aksi buruh PT Mayora
terus berjalan di pabrik.

        Sumber SiaR menambahkan, bahwa aksi mereka itu akan ditimpali dengan
aksi boikot segala produk PT Mayora dalam waktu dekat sebagai dukungan dalam
gerakan pembangkangan sipil yang berusaha ikut berpartisipasi dalam
perlawanan tersebut.***

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Reply via email to