Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 44/II/5-11 Desember 99
------------------------------

RAJA DISPOSISI ITU NAMANYA SOEHARTO

(POLITIK): Akibat diposisi Soeharto kepada grup Texmaco, uang negara ratusan
juta dolar terancam hilang. Celah lain untuk menyeret Soeharto ke pengadilan.

Selembar kertas yang ditanda-tangani seorang pejabat negara bisa menjadi
duit jutaan dolar. Itulah hakekat yang terjadi pada lembaran  kertas yang
kemudian disebut sebagai disposisi pejabat atau katabeletje. Secara yuridis
surat disposisi itu tak mempunyai kekuatan legal apa-apa. Namun, dalam
sistem pemerintahan yang patriakhal, dimana pemusatan kekuasaan ada pada
seorang "raja",  surat disposisi tersebut menjadi segala-galanya. 

Ibarat, waterfall, surat disposisi tersebut berawal dari seorang pengusaha
naik ke puncak kekuasaan dan secara berjenjang juga turun dan saling memberi
kekuatan pada lembaga di bawahnya. Dari presiden ke menteri. Dari menteri ke
pejabat setingkat menteri. Dari menteri ke Dirjen. Dirjen ke kepala bagian.
Dari Gubernur BI ke Kepala Urusan. Begitu seterusnya. 

Berlembar-lembar kertas, entah, sudah berapa banyak meskipun hanya ditulisi
beberapa kalimat dan diterakan sebuah tandatangan si pejabat, kemudian
menjadi duit yang nilainya tak terhingga.

Sebab itu, disposisi menjadi sesuatu yang berarti bagi penerimanya.
Sebaliknya, dampaknya, terutama bagi banyak orang dan bagi sebuah sistem dan
mekanisme organisasi serta birokrasi menjadi sesuatu yang fatal dan celaka
12. Begitulah.

Setiap disposisi, apalagi dari seorang Soeharto, penguasa 32 tahun, sudah
terang memiliki kekuatan ampuh maha dahsyat. Buktinya, Marimutu Sinivasan
(62), bos dan pemilik Texmaco Grup, bisa menggondol cadangan devisa senilai
US$716 juta plus Rp.1,437 trilyun hanya dengan mengajukan surat permohonan
bantuan sebanyak dua lembar pada Presiden Soeharto, 29 Desember, dua tahun
lalu. 

Tentu saja, dengan cara yang khusus, yang dibuat untuk kepentingan memenuhi
disposisi tersebut. Caranya, yaitu lewat mekanisme rediskonto Wesel Ekspor
pre-shipment finance (pembiayan pra pengapalan barang), penempatan deposito
dan fasilitas SBPU khusus tanpa lelang. 

Lewat kronologi yang membutuhkan waktu relatif tak lama (hanya setahun),
secara meyakinkan surat disposisi tersebut berhasil membuka keran cadangan
devisa di saat krisis keuangan dan ekonomi tengah membelit negeri ini. 

Padahal, dalam surat permohonan yang diajukan, surat tersebut hanya
berisikan permohonan bantuan dengan sedikit uraian tentang latar belakang
dan rencana kegiatan. Dalam tempo sehari, Soeharto bukan hanya
menindaklanjuti saja, tetapi juga langsung menyetujuinya. 

Sinivasan di bagian akhir surat permohonannya hanya menulis, "Oleh karena
itu, untuk menjaga kelangsungan perusahaan kami, kami mohon agar kiranya
Bapak dapat memberikan fasilitas yang sudah ada untuk para eksportir di bank
Indonesia. Dan kami mohon 100 persen pre-shipment finance dengan
syarat-syarat post shipment yang tidak kena 3-L." Namun, Soeharto setuju
saja dengan cara penguangan sesuai dengan kemauan si pemohon. Tanpa mengecek
lebih dulu pada otoritas meneter tentang dan dampak permintaan fasilitas
pembayaran tersebut. 

Menurut Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten
Masduki, setiap disposisi mempunyai konsesi politik tersendiri. Bukan hanya
bagi kepentingan politik dan ekonomi Soeharto dan keluarga, tapi juga
kepentingan politik dan ekonomi para kroni.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Kronologi "Peristiwa Skandal Texmaco" September 1997 s/d September 1998

I. Pencairan Tahap I sebesar 276 juta dollar AS (Periode September-November
1997): 
-Direksi Texmaco Grup mengajukan bantuan likuiditas pada BI melalui Bank BNI
sebesar 370 juta dollar AS commercial paper (CP) dan yankee bond.
- 28 Oktober 1997, Kepala urusan Luar Negeri (ULN), BI meminta kepada BNI
mengajukan permohonan fasilitas rediskonto pre-shipment.
-30 Oktober 1997 keluar rekomendasi Menperindag kepada tiga grup perusahaan
Texmaco
- 4 Nopember 1997, Direksi BI mengeluarkan SK Direksi No 30/132/KEP/DIR
tentang jual beli devisa hasil ekspor (DHE) untuk eksportir tertentu.
-5 November 1997 diterbitkan SE No 30/29/ULN tentang DHE-YAD dan secara
bersamaan disetujui fasilitas rediskonto DHE-YAD kepada Texmaco Grup melalui
BNI sebesar 276 juta dollar AS. 

II. Pencairan Tahap II sebesar 340 juta dollar AS (Periode Desember
1997-Januari 1998):
-Pada 24 Desember 1997, meski sudah diberi bantuan dana 276 juta dollar AS,
BNI menyatakan Grup Texmaco kemungkinan akan terkena cross default. 
-29 Desember 1997, Dirut Texmaco mengirim surat kepada presiden, meminta
bantuan agar diberi fasilitas 100 persen pre-shipment finance dan
memberitahukan pembatalan terhadap lembaga keuangan di luar negeri senilai
750 juta dollar AS.
-30 Desember 1997, turun disposisi Presiden Soeharto kepada Setneg. 
-12 Januari 1998, Dirut Texmaco mengirim surat untuk mengajukan fasilitas
diskonto WE-YAD tahap II sebesar 340 juta dollar AS.
-13 Januari 1998, BI menyetuji fasilitas rediskonto DHE-YAD untuk Texmaco
sebesar 340 juta dollar AS. Dua hari kemudian, Texmaco juga terima dari BNI
240 juta dollar AS dan placement deposito 100 juta dollar AS.

III. Pencairan Tahap III sebesar 200 juta dollar AS dan Rp450 milyar
(Periode Pebruari-Maret 1998): 
- 12 Pebruari 1998, Dirut Texmaco mengirim surat kembali kepada Gubernur BI
menyatakan masih sulitnya dana proyek-proyek Texmaco di Subang, Jawa Barat,
sehingga perlu penambahan dana.
- 23 Pebruari 1998, Dirut Texmaco mengirim kembali kepada Presiden Soeharto
dan Gubernur BI dengan materi yang sama.
- 24 Pebruari 1998, turun disposisi Presiden Soeharto kepada Setneg yang
menyetujui. Disposisi itu disampaikan kepada Gubernur BI.
- 26 Pebruari 1998, muncul disposisi rahasia Gubernur BI kepada Direktur BI
dan Kepala Urusan Luar Negeri (ULN) BI.
- 6 Maret 1998, Dirut Texmaco menyurati Gubernur BI yang isinya menyanggupi
pengurangan kebutuhan dana Texmaco
- 12 Maret 1998, BI menyetujui pemberian fasilitas kepada Texmaco melalui
placement deposito BI pada BRI sebesar 40 juta dollar AS.

IV. Penundaan dan Penjadwalan Kembali Pembayaran
- 3 Juni 1998, BNI mengajukan permohonan agar fasilitas rediskonto
pre-shipment kepada Texmaco dapat diperpanjang.
- 15 Juni 1998, Dirut Texmaco menyurati Gubernur BI yang isinya di antaranya
menyebutkan kegiatan produksi dan ekspor anak perusahaaan Texmaco mengalami
hambatan.
- 20 Juli 1998, permohonan BI disetujui sesuai usulan Texmaco.
- 16 September 1998, Direksi BI menyempurnakan pelunasan fasilitas dengan
memperhitungkan bunga. Sedangkan placement deposito 100 juta dollar AS
diperpanjang sampai dengan Desember Tahun 2000.

Sumber: Kompas diolah
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Selama ini, disposisi seperti itu, sebutnya, merupakan tradisi pemerintahan
Orde Baru yang biasa dilakukan untuk mempengaruhi otoritas moneter manapun
maupun institusi negara lainnya, agar dapat memberikan kemudahan dan
fasilitas pada berbagai individu dan grup perusahaan, dengan mengabaikan
prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku. 

"Diposisi memang ciri Pemerintahan Soeharto. Apa yang diungkapkan Menteri
Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN hanyalah salah bukti kecil saja dari
tradisi dan kebiasaan tersebut," tambahnya.

Sebagaimana dibeberkan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi pada Rapat Kerja (Raker) dengan
Komisi IX DPR-RI pekan lalu, setidaknya ada dua disposisi yang pernah
diberikan mantan Presiden Soeharto berkenaan dengan dugaan adanya
penyimpangan pemberian fasilitas modal kerja kepada perusahaan Texmaco. 

Disposisi pertama Presiden Soeharto pada Texmaco diberikan pada 30 Desember
1997 melalui Sekretariat Negara (Setneg). Bunyinya, "Setneg, apa yang telah
dilaporkan dan saya setujui belum juga teratasi." 

Sedangkan disposisisi kedua diberikan Presiden Soeharto, pada 24 Pebruari
1998, juga melalui Setneg. Disposisi kedua itu berbunyi, "Setneg, setuju BI,
menyelesaikannya." Jawaban Soeharto ini merupakan bukti komitmennya terhadap
"melicinkan" jalan kroninya untuk mendapatkan modal kerja dengan dalih
melindungi aset nasional. Sebelumnya, 23 Pebruari 1998, Sinivasan membuat
dua surat sekaligus yang isinya sama: meminta tambahan dana. Yang satu
diberikan kepada Soeharto, yang satunya lagi diberikan pada Gubernur BI.
Sehari kemudian, Soeharto, lagi-lagi langsung menanggapinya.  Itulah.

Dari Gubernur BI turun lagi disposisi kepada Kepala Urusan Luar Negeri
(ULN). Disposisi yang terakhir ini berklasifikasi confidential alias
rahasia. "Terlampir disposisi bapak Presiden atas surat Sdr. Sinivasan
(Texmaco) yang sudah direvisi sesuai sesuai dengan pembicaraan kita dengan
yang bersangkutan dua hari yang lalu. 

Harap pelaksanaannya (dalam rupiah, dengan syarat yang berlaku)," tulis
Gubernur BI, Syahril Sabirin, yang menggantikan J. Soedrajat Djiwandono. 

Mau dan mampukah Jaksa Agung Marzuki Darusman memakai kasus ini sebagai
jalan menyeret Soeharto ke pengadilan? Akan sulit jika Marzuki masih
berpikir sebagai orang Golkar. Sebab bagaimanapun selama ini Grup Texmaco
juga menjadi sapi perahan Golkar, induk organisasinya Marzuki, sang Jaksa
Agung. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke