Silat dan Kecintaan pada silat tradisional

 

Pendapat bahwa silat traisionil perlu dilestarikan menurut saya adalah 
pandangan yang salah kaprah, Karena silat bukanlah barangan yang langka. 
Disemua wilayah negeri tercinta ini , sedikitnya ada satu aliran silat. 

Silat harus lestari dan dicintai di negeri tercinta ini. Oleh karena itu 
hadirnya forum pelestari  dan pecinta silat tradisional (FP2ST) adalah langkah 
maju dan positip dalam upaya membuat silat sebagai olahraga beladiri dan seni 
menjadi lestari,  bahkan memposisikan silat tradisional menjadi asset budaya 
yang memiliki tingkat keluhuran budi pekerti yang tinggi.

Tidak satupun warganegara Indonesia yang tidak mengenal silat. Semuanya kenal. 
Tetapi tidak semuanya dalam artian banyak yang  tahu apakah silat itu.

 

Anggapan bahwa silat adalah olahraga keras, olahraga resiko tinggi, olahraga 
mematikan, olahraga laga yang difahami masih melekat dan terposisi di benak 
masyarkat. Kesan semacam ini terjadi mungkin disebabkan oleh pengaruh media 
yang menayangkan cerita laga yang penuh kekerasan, sehingga menurunkan citra 
cita rasa olahraga beladiri secara umum.

Kalau kita bicara soal resiko tinggi. balap mobil, power boat, akrobat, panjat 
tebing, memilik resiko yang tidak kalah tingginya dibanding dengan silat. 

 

Silat sebagai seni dan beladiri  kita yakini telah berusia ribuan tahun, dimana 
ada kehidupan budaya di suatu wilayah negeri kita, dipastikan disitu ada silat. 
 Oleh karena itu silat adalah produk budaya yang memiliki nilai luhur.

 

Naluri manusia untuk mempertahankan diri untuk tidak di dzalimi oleh spesies 
lain ( sejenis,  atau hewan) adalah sesuatu yang sangat wajar. Mengingat dalam 
diri manusia tidak memiliki senjata. Berbeda dengan hewan seperti ular dengan 
upas yang mematikan, macan dengan cakarnya dan taring yang kuat, gajah dengan 
tenaga yang kuat.  Manusia cuma memiliki tangan, kaki dan kecerdasan. Memanfaat 
kaki, tangan dan kecerdasan dalam melindung diri agar tidak di dzalimi inilah 
yang membuat manusia menjadi unggul diantara spesies lain dimuka bumi. Omong 
besarnya manusia menjadi khalifah di planet bumi.

 

Menyadari atas keterbatasan manusia, baik jangkauan dan tenaga maka diperlukan 
pengaturan gerak yang efisien, Gilbreth seorang penemu teori industrial 
engineering, menyatakan bahwa dari 17 gerak dasar manusia, hanya 8 gerak saja 
yang memiliki nilai tambah. Kelak dikemudian hari dikenal dengan istilah 
"Therblig analisys".

Dengan menggunakan gerak yang memiliki nilai tambah maka disipasi tenaga bisa 
dikurangi secara significant. Tidak keras tetapi efisien. Dan ini merupakan 
seni / arts dari silat.

 

Pertanyaanya dimana letak seninya ?

Disipasi (penghamburan) tenaga akan menurunkan kecepatan gerak dan memandulkan 
reflek. Letak seninya berada pada menurunkan keterampilan gerak yang tidak 
perlu... (susah kan membayanginya). Yang lebih penting adalah bagaimana gerak 
silat memanfaatkan gerak yang tidak perlu sebagai gerak untuk menghindari 
benturan fisik. Disitulah letak seninya. Tidak diperlukan tapi dipulung agar 
memiliki manfaat tinggi. 

 

Setiap gerak silat memiliki harmony / selaras dengan lingkunganya,  seperti 
tepak 2 (tarik, tahan), tepak 3 ((pukul (maju), tarik (mundur), tahan (diam)),  
menjadikan gerak silat terlihat indah, akan lebih terasa indah jika di iringi 
musik yang di aransemen sesuai dengan ritme gerak. Sehingga menimbulkan sensasi 
yang spesifik.

 

Benang emas yang ingin dipaparkan disini, adalah bagaimana memposisikan silat 
tradisional sebagai seni dan olahraga beladiri agar dicintai oleh masyarakat 
kita. Jauh dari kesan gagah2an, jauh dari kesan kekerasan, jauh dari kesan pede 
yang berkelebihan. 

Kalau kita bicara soal cinta, maka rasa yang ada didalam sini, adalah rasa 
keindahan, rasa ayom, rasa memperoleh pengakuan, Oleh karena itu, kalau kita 
cinta pada silat tradisional, kita harus mengenalkan silat tradisional dengan 
cita rasa keindahan, cita rasa ayom, cita rasa untuk diakui, sebagai penetrasi 
kebutuhan dasar  seperti yang disebut pada hierarki Maslow yang menyatakan 
bahwa kebutuhan rasa aman (security feeling)  adalah kebutuhan berikutnya 
setelah kebutuhan dasar, dan kebutuhan untuk diakui telah dicapai.

 

Wassalam

Bambang Sarkoro

http://www.margaluyu-pusat.net




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke