Sahabat silat, 
  Mungkin kita juga perlu menjalin komunikasi dengan mereka ini--atau bahkan 
menjalin kerja sama yg bentuknya patut dipikrkan kemudian--;
   mengingat bahwa salah satu kelompok yang mereka 'diayomi' adalah pencak 
silat PADJADJARAN CIMANDE DEPOK ...kali-kali aja bisa bikin diskusi dengan 
perguruan itu :)
  --kan banyak tuh yg nanyain cimadne di forum sahabatsilat...
   
  menurut mamang gugel ; alamat ayodya adalah :
   
          AYODYA PALA     Alamat Yayasan   :    Jl. Melati Raya No. 7a
Depok Jaya 16432
Kota Depok - Indonesia
Telp. [62] - [21] - 777 5726
Fax. [62] - [21] - 7721 2879
E - mail : [EMAIL PROTECTED] 
   

  dan situs mereka adalah :
  www.ayodyapala.com
   
  disini tertera profil 'Indonesian art center" yang menarik dan --karena sudah 
berbentuk yayasan-- tempat dimana kita mungkin bisa menimba pengalaman dan 
pengetahuan; mengingat bahwa ayodya ini tergolong lama berdirinya (tahun 1981) 
dan bergerak di bidang yang tidak jauh beda dengan FP2STI; yaitu kebudayaan 
(mereka memang lebih fokus pada tari)-- 
   
  Btw, tari dan pencak silat katanya ada hubungannya tuh ; setidaknya di jabar 
atau minang ?? tul gak??
   
  Lagian mereka berdomisili di Depok, tempat banyak anggota Forum juga berdiam 
he he he
  ---
   
  berminat di follow up? mari kita pikirken sama-sama..:)
   
  tabik,
   
  I.S.
   
  

"SilatIndonesia.com" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Mencintai Seni Budaya Indonesia

Dalam perjalanan di jalan tol beberapa hari lalu, saya mendengar dialog tentang 
nasib seni dan budaya Indonesia yang disiarkan sebuah radio. Intinya, pencinta 
seni budaya kecewa pemerintah kurang peduli pada seni dan budaya Indonesia. 
Dampaknya, generasi muda Indonesia sudah menjadi generasi MTV.

Saat ini banyak anak dan remaja Indonesia yang lebih hapal nama-nama penyanyi 
dan selebriti asing. Ini salah satu dampak globalisasi yang menyebar ke semua 
penjuru negeri. Musik R & B, rock, house music lebih dikenal ABG kita ketimbang 
tarian daerah, yang seharusnya dilestarikan dan dikembangkan. Siapa yang salah? 

Hari ini kebetulan saya bertemu dengan pemimpin Sanggar Ayodya Pala Depok, Budi 
Agustinah. Ayodya Pala adalah sanggar budaya yang melahirkan banyak seniman 
tari. Jumlah muridnya sudah lebih dari 1.000 orang tersebar di lebih 20 cabang 
di Jabodetabek. Agustinah yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah ini sangat 
giat mempromosikan tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. 

Bahkan Agustinah "membina" kelompok seni yang nyaris mati, hidup segan mati tak 
mau. Antara lain kelompok Pencak Silat Pajajaran Cimande Depok, Rampak Bedug 
dari Duren Mekar Sawangan, grup Barongsai dari Cimanggis, kelompok Reog 
Ponorogo dan Kuda Lumping, kelompok Perkusi Etnis dan banyak lagi. 

Anak didik Sanggar Ayodya Pala sering tampil di stasiun televisi Indosiar, 
Anteve, Trans TV dan Trans 7, juga diajak manggung di luar negeri. Kontribusi 
Agustinah sungguh tak terkira bagi kemajuan seni dan budaya Indonesia. Dia 
konsisten melestarikan dan mengembangkan kesenian Indonesia. 

Ironisnya, seniman Depok merasa Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma'il kurang 
peduli pada lembaga yang mewadahi para seniman, yaitu Dewan Kesenian Depok. 
Sekretaris Umum DKD Nuning Darmadi mengatakan sejak Nur Mahmudi memimpin Kota 
Depok setahun lalu, hingga kini belum ada silaturahmi dengan para seniman 
setempat. Mereka membandingkannya dengan kepala daerah-kepala daerah terdahulu.

Depok mungkin hanya satu contoh. Tapi tulisan ini tidak menyoroti kebijakan Nur 
Mahmudi ataupun walikota dan bupati secara khusus. Tulisan ini lebih 
mengingatkan agar kita semua mencintai seni dan budaya Indonesia. Bahwa seorang 
kepala daerah perlu peduli pada seni budaya setempat, ya memang demikianlah 
seharusnya. Bahwa ada seniman yang kemudian protes atas ketidakpedulian kepala 
daerahnya, ya wajar saja. 

Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke Shenzhen, China, melihat pertunjukan 
seni budaya China dari berbagai daerah. Ya, semacam Taman Mini Indonesia 
Indah-lah. Atau kalau di Sarawak, seperti Sarawak Cultural Village. Nah, di 
Shenzhen ini, biasanya tetamu diajak ke gedung kesenian yang mempertunjukkan 
seni budaya China yang luar biasa. Sehabis pertunjukan, para tamu yang datang 
berdecak kagum menyaksikan betapa indahnya kekayaan budaya China yang beragam 
itu. Pertunjukan dikerjakan sangat profesional. 

Taman Mini Indonesia Indah? Nah, ini yang ingin saya sampaikan juga. Belum lama 
ini saya bertemu dengan General Manager TMII Bapak Sugiono, pensiunan jenderal 
bintang tiga di kantor TMII. Kita maklum, kondisi TMII sudah tidak seperti dulu 
lagi, ketika Pak Harto masih berkuasa atau Ibu Tien masih ada. Alhasil, TMII 
pun saat ini kondisinya pas-pasan. Bahwa banyak yang datang, ya iyalah. Tapi 
Pak Sugiono ingin mengubah citra TMII, bahwa TMII juga layak didatangi 
masyarakat menengah atas. 

Artinya, TMII memang harus dibuat sedemikian rupa seperti Pusat Kesenian dan 
Kebudayaan Shenzhen di China yang mempertunjukkan aneka ragam kebudayaan China 
dari berbagai daerah, atau pun Sarawak Cultural Village di Malaysia Timur yang 
menampilkan aneka kebudayaan penduduk Malaysia. TMII memang sudah melakukan 
itu. Bedanya, di Shenzhen dan di Kuching, wisatawan asing berbondong-bondong 
datang, dan memberikan devisa kepada China dan Malaysia. 

Di TMII? Pasti ada orang asing yang datang menikmati seni dan budaya Indonesia 
di TMII. Tapi tidak atau belum sebanyak di Shenzhen dan Kuching. Ini tantangan 
besar buat Pak Sugiono, bagaimana membuat TMII menjadi pusat pertunjukan seni 
budaya Indonesia.Bagaimana membuat orang asing yang datang ke Jakarta, merasa 
kurang afdol kalau belum datang ke TMII. Bagaimana membuat orang Indonesia 
sendiri mencintai seni budaya, dengan selalu menyaksikan pertunjukan seni 
ataupun pergelaran budaya di TMII.

Tantangan kita semua, bagaimana generasi muda Indonesia bukan hanya menjadi 
generasi MTV tetapi generasi muda yang juga mencintai seni dan budaya 
Indonesia. Oke-lah generasi MTV lahir sebagai dampak era globalisasi. Remaja 
Indonesia mahir ber R&B, tak ada yang bisa melarang. Tapi kalau si remaja juga 
pandai menari tarian daerah Indonesia? Waw, ini baru luar biasa. 

Beberapa tahun lalu ketika bertugas di Jawa Tengah, saya menemukan sejumlah 
buku berisi mutiara nilai kearifan budaya Jawa. Saya baca berkali-kali sampai 
hapal. Isinya sungguh luar biasa, semuanya tentang pelajaran kehidupan. 
Bagaimana dengan kearifan budaya daerah lainnya? Apakah masih ada yang peduli? 

Alangkah indahnya jika anak-anak Indonesia memahami nilai kearifan budaya lokal 
dan mempelajari aneka tari daerah Indonesia, bukan hanya kenal luar dalam ihwal 
Britney Spears, misalnya. Salah satu cara, nilai-nilai kearifan budaya itu bisa 
saja ini dikemas lebih pop dan lebih gaul agar meresap di hati kaum muda 
Indonesia. Agar seni dan budaya Indonesia tetap dicintai generasi muda 
Indonesia, tidak luntur oleh gegap gempita budaya pop MTV. 

by Robert Adhi Ksp

[Non-text portions of this message have been removed]



         

 
---------------------------------
Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and 
always stay connected to friends.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke