Usul yang bagus ...... nanti saya follow up mas ..

  Eko Hadi S
  Corporate Legal & Compliance
  PT. TEMPO INTI MEDIA Tbk
  Telp: 021-3916160, Ext.212 

    ----- Original Message ----- 
    From: Ian Samsudin 
    To: silatindonesia@yahoogroups.com 
    Sent: Tuesday, June 26, 2007 10:45 AM
    Subject: Re: [silatindonesia] Mencintai Seni Budaya Indonesia


    Sahabat silat, 
    Mungkin kita juga perlu menjalin komunikasi dengan mereka ini--atau bahkan 
menjalin kerja sama yg bentuknya patut dipikrkan kemudian--;
    mengingat bahwa salah satu kelompok yang mereka 'diayomi' adalah pencak 
silat PADJADJARAN CIMANDE DEPOK ...kali-kali aja bisa bikin diskusi dengan 
perguruan itu :)
    --kan banyak tuh yg nanyain cimadne di forum sahabatsilat...

    menurut mamang gugel ; alamat ayodya adalah :

    AYODYA PALA Alamat Yayasan : Jl. Melati Raya No. 7a
    Depok Jaya 16432
    Kota Depok - Indonesia
    Telp. [62] - [21] - 777 5726
    Fax. [62] - [21] - 7721 2879
    E - mail : [EMAIL PROTECTED] 


    dan situs mereka adalah :
    www.ayodyapala.com

    disini tertera profil 'Indonesian art center" yang menarik dan --karena 
sudah berbentuk yayasan-- tempat dimana kita mungkin bisa menimba pengalaman 
dan pengetahuan; mengingat bahwa ayodya ini tergolong lama berdirinya (tahun 
1981) dan bergerak di bidang yang tidak jauh beda dengan FP2STI; yaitu 
kebudayaan (mereka memang lebih fokus pada tari)-- 

    Btw, tari dan pencak silat katanya ada hubungannya tuh ; setidaknya di 
jabar atau minang ?? tul gak??

    Lagian mereka berdomisili di Depok, tempat banyak anggota Forum juga 
berdiam he he he
    ---

    berminat di follow up? mari kita pikirken sama-sama..:)

    tabik,

    I.S.



    "SilatIndonesia.com" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Mencintai Seni Budaya Indonesia

    Dalam perjalanan di jalan tol beberapa hari lalu, saya mendengar dialog 
tentang nasib seni dan budaya Indonesia yang disiarkan sebuah radio. Intinya, 
pencinta seni budaya kecewa pemerintah kurang peduli pada seni dan budaya 
Indonesia. Dampaknya, generasi muda Indonesia sudah menjadi generasi MTV.

    Saat ini banyak anak dan remaja Indonesia yang lebih hapal nama-nama 
penyanyi dan selebriti asing. Ini salah satu dampak globalisasi yang menyebar 
ke semua penjuru negeri. Musik R & B, rock, house music lebih dikenal ABG kita 
ketimbang tarian daerah, yang seharusnya dilestarikan dan dikembangkan. Siapa 
yang salah? 

    Hari ini kebetulan saya bertemu dengan pemimpin Sanggar Ayodya Pala Depok, 
Budi Agustinah. Ayodya Pala adalah sanggar budaya yang melahirkan banyak 
seniman tari. Jumlah muridnya sudah lebih dari 1.000 orang tersebar di lebih 20 
cabang di Jabodetabek. Agustinah yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah ini 
sangat giat mempromosikan tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. 

    Bahkan Agustinah "membina" kelompok seni yang nyaris mati, hidup segan mati 
tak mau. Antara lain kelompok Pencak Silat Pajajaran Cimande Depok, Rampak 
Bedug dari Duren Mekar Sawangan, grup Barongsai dari Cimanggis, kelompok Reog 
Ponorogo dan Kuda Lumping, kelompok Perkusi Etnis dan banyak lagi. 

    Anak didik Sanggar Ayodya Pala sering tampil di stasiun televisi Indosiar, 
Anteve, Trans TV dan Trans 7, juga diajak manggung di luar negeri. Kontribusi 
Agustinah sungguh tak terkira bagi kemajuan seni dan budaya Indonesia. Dia 
konsisten melestarikan dan mengembangkan kesenian Indonesia. 

    Ironisnya, seniman Depok merasa Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma'il kurang 
peduli pada lembaga yang mewadahi para seniman, yaitu Dewan Kesenian Depok. 
Sekretaris Umum DKD Nuning Darmadi mengatakan sejak Nur Mahmudi memimpin Kota 
Depok setahun lalu, hingga kini belum ada silaturahmi dengan para seniman 
setempat. Mereka membandingkannya dengan kepala daerah-kepala daerah terdahulu.

    Depok mungkin hanya satu contoh. Tapi tulisan ini tidak menyoroti kebijakan 
Nur Mahmudi ataupun walikota dan bupati secara khusus. Tulisan ini lebih 
mengingatkan agar kita semua mencintai seni dan budaya Indonesia. Bahwa seorang 
kepala daerah perlu peduli pada seni budaya setempat, ya memang demikianlah 
seharusnya. Bahwa ada seniman yang kemudian protes atas ketidakpedulian kepala 
daerahnya, ya wajar saja. 

    Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke Shenzhen, China, melihat 
pertunjukan seni budaya China dari berbagai daerah. Ya, semacam Taman Mini 
Indonesia Indah-lah. Atau kalau di Sarawak, seperti Sarawak Cultural Village. 
Nah, di Shenzhen ini, biasanya tetamu diajak ke gedung kesenian yang 
mempertunjukkan seni budaya China yang luar biasa. Sehabis pertunjukan, para 
tamu yang datang berdecak kagum menyaksikan betapa indahnya kekayaan budaya 
China yang beragam itu. Pertunjukan dikerjakan sangat profesional. 

    Taman Mini Indonesia Indah? Nah, ini yang ingin saya sampaikan juga. Belum 
lama ini saya bertemu dengan General Manager TMII Bapak Sugiono, pensiunan 
jenderal bintang tiga di kantor TMII. Kita maklum, kondisi TMII sudah tidak 
seperti dulu lagi, ketika Pak Harto masih berkuasa atau Ibu Tien masih ada. 
Alhasil, TMII pun saat ini kondisinya pas-pasan. Bahwa banyak yang datang, ya 
iyalah. Tapi Pak Sugiono ingin mengubah citra TMII, bahwa TMII juga layak 
didatangi masyarakat menengah atas. 

    Artinya, TMII memang harus dibuat sedemikian rupa seperti Pusat Kesenian 
dan Kebudayaan Shenzhen di China yang mempertunjukkan aneka ragam kebudayaan 
China dari berbagai daerah, atau pun Sarawak Cultural Village di Malaysia Timur 
yang menampilkan aneka kebudayaan penduduk Malaysia. TMII memang sudah 
melakukan itu. Bedanya, di Shenzhen dan di Kuching, wisatawan asing 
berbondong-bondong datang, dan memberikan devisa kepada China dan Malaysia. 

    Di TMII? Pasti ada orang asing yang datang menikmati seni dan budaya 
Indonesia di TMII. Tapi tidak atau belum sebanyak di Shenzhen dan Kuching. Ini 
tantangan besar buat Pak Sugiono, bagaimana membuat TMII menjadi pusat 
pertunjukan seni budaya Indonesia.Bagaimana membuat orang asing yang datang ke 
Jakarta, merasa kurang afdol kalau belum datang ke TMII. Bagaimana membuat 
orang Indonesia sendiri mencintai seni budaya, dengan selalu menyaksikan 
pertunjukan seni ataupun pergelaran budaya di TMII.

    Tantangan kita semua, bagaimana generasi muda Indonesia bukan hanya menjadi 
generasi MTV tetapi generasi muda yang juga mencintai seni dan budaya 
Indonesia. Oke-lah generasi MTV lahir sebagai dampak era globalisasi. Remaja 
Indonesia mahir ber R&B, tak ada yang bisa melarang. Tapi kalau si remaja juga 
pandai menari tarian daerah Indonesia? Waw, ini baru luar biasa. 

    Beberapa tahun lalu ketika bertugas di Jawa Tengah, saya menemukan sejumlah 
buku berisi mutiara nilai kearifan budaya Jawa. Saya baca berkali-kali sampai 
hapal. Isinya sungguh luar biasa, semuanya tentang pelajaran kehidupan. 
Bagaimana dengan kearifan budaya daerah lainnya? Apakah masih ada yang peduli? 

    Alangkah indahnya jika anak-anak Indonesia memahami nilai kearifan budaya 
lokal dan mempelajari aneka tari daerah Indonesia, bukan hanya kenal luar dalam 
ihwal Britney Spears, misalnya. Salah satu cara, nilai-nilai kearifan budaya 
itu bisa saja ini dikemas lebih pop dan lebih gaul agar meresap di hati kaum 
muda Indonesia. Agar seni dan budaya Indonesia tetap dicintai generasi muda 
Indonesia, tidak luntur oleh gegap gempita budaya pop MTV. 

    by Robert Adhi Ksp

    [Non-text portions of this message have been removed]

    ---------------------------------
    Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and 
    always stay connected to friends.

    [Non-text portions of this message have been removed]



     


----------------------------------------------------------------------------


    No virus found in this incoming message.
    Checked by AVG Free Edition. 
    Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.9.8/869 - Release Date: 6/25/2007 
5:32 PM


 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke