--- In tanahkaro@yahoogroups.com, Loreta Sekali <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > --- In tanahkaro@yahoogroups.com, "cpatriawgmail" <cpatriawgmail@> wrote: > > Untuk membuat ebook tidak susah, ada beberapa cara, pertama cara yang > > klasik seperti menggunakan flatbed scanner, cara kedua/ketiga adalah > > menggunakan pen-scanner atau digital camera. Keuntungan cara ke2/3, > > kita bisa scan tanpa perlu ada komputer. > > Kalau hasil scannya bagus, bisa langsung dijadikan PDF menggunakan > > software seperti scansoft paperport atau Abby fine reader. Kalau mau > > ditranslasikan ke text file, bisa menggunakan OCR (optical character > > recognizition) yg ada di kedua sw itu juga. > > Wacana seperti ini yang aku maksud kemarin itu, bere Tigan (Carlos). Ada progress ke arah action yang memang dapat kita laksanakan. Potensi Karo secara individual itu sangat besar. Eddy, Alex dan apalagi kam anggota Silicon Valley jago-jagonya komputer dan internet semua. Kalau impalndu Loreta Karosekali ini dan impaldu Ari Tarigan yang di Kyoto sana kan tukang merangsang dan membuka pikiran saja dengan semboyan Semen Padang (sebelum orang memikirkan, Sora Sirulo sudah melaksanakannya. hihihii ...) > > Namun, masih ada kendala yang perlu kita pikirkan dan atasi, kukira. Katakanlah banyak tertarik melakukannya (karena jauh lebih murah), apakah boleh para siswa mendapat buku bukan dari sekolah atau gurunya? Aku hanya ingat masa kecil saja, kita itu wajib membeli buku pada guru yang bersangkutan. > > Kalau sekarang juga masih begitu, berarti perlu ada gerakan untuk merubah situasi. > > Adakah diantara kita yang mau menambahkan pemikiran untuk memperpanjang diskusi kita mengenai ini? Agar diskusi beranjak kepada hambatan-hambatan seperti ini dan bagaimana mengatasinya. Kalau masalah teknis rasanya sudah bisa kita atasi. >
ya memang tiap perjuangan mesti dilihat dulu apakah pertama -- achievable-- dan selanjutnya --controllable-- masalah2 teknis termasuk achievable karena itu masalah yang bisa diselesaikan melalui sebuah prosedur teknis, sedangkan apakah itu controllable tsb, misalnya gak boleh dipakai buku2 selain beli dari kantin sekolah misalnya jelas ini sesuatu yang uncontrollable buat si pemulai ide. "Resistancenya" adalah birokasi sekolah. Jadi thesisnya adalah 'beli buku harus dari kantin sekolah', antithesisnya adalah 'pasti lebih murah potokopian karena ngopi dari luar sekolah lebih murah'.....mungkin bisa dibikin sinkretisnya biar dua duanya senang , 'bikin saja kebijakan tidak tertulis, buat murid yg tidak mampu, dia bisa menggunakan buku foto kopian'. kayaknya org2 yg punya otorisasi di indonesia umumnya masih bisa bargain seperti ini selama tidak terlalu kasat di mata. bjr/mjj, carlos *bekas pembaca ebook dan buku fotokopian di mangga dua