Nah Coba pelajari "peran media" dari perspektif mazhab frankfurt :

kenapa perubahan yang lebih baik itu tidak pernah terjadi ? karena pemilik 
modal mempunyai senjata yang sangat ampuh yakni "media massa" yang bisa mencuci 
otak kelas menengah dan rakyat miskin.


Sebenarnya bukan sebuah kebetulan..... kenapa sinetron itu ditayangkan 24 jam 
di tipi tipi Indonesia , the more they give a mass number of people a "dream" , 
the further the distance between the people and the reality.


Carlos




--- In tanahkaro@yahoogroups.com, "gintingmu" <gintin...@...> wrote:
>
> Mejuah-juah Alexander ras kerina permilis simehamat
> Menurut pengalamen sienggo-enggona payo nge kuakap kesimpulan Swinton enda. 
> Contoh sienggo jelas enda pe jadi bukti kang, bas pranan wartawan TV One 
> bagepe Metro TV, dua pemilik modal besar si terkenal i Indonesia. Wartawan si 
> la ngikuti peraturan media inganna kerja tentu merugikan mediana janah pasti 
> akan disingkirkan. Bas Media kecil pe kuakap bage kang. Isekin wartawan SIB 
> si pang ngelawan peraturan/politik SIB? Kecuali adi cari kerja lain atena 
> hehehe . . . Encage adi kerina pekerjana berkhianat, tentu mediana bangkrut, 
> lanai lit sen nggaji pegawai/wartawan. Bage kang perusahaan kaipe, besar atau 
> kecil, perusahaan jujur atau tidak jujur, negara atau tidak negara. Jadi uga 
> kin enda, ninta dungna, terpaksa kin dunia enda bagenda perdalanenna? Enda ka 
> lebe kari man renungenku sisada minggu enda.
> Mejuah-juah kita kerina
> MUG
> 
> --- In tanahkaro@yahoogroups.com, Alexander Firdaust <daustcoker@> wrote:
> John Swinton, the former Chief of Staff for the New York Times, was one of 
> New York's best loved newspapermen. Called by his peers "The Dean of his 
> Profession", John was asked in 1953 to give a toast before the New York Press 
> Club, and in so doing, made a monumentally important and revealing statement. 
> He is quoted as follows: 
> “.......The business of the journalists is to destroy the truth; to lie 
> outright; to pervert; to vilify; to fawn at the feet of mammon, and to sell 
> his country and his race for his daily bread. You know it and I know it, and 
> what folly is this toasting an independent press? We are the tools and 
> vassals of rich men behind the scenes. We are the jumping jacks, they pull 
> the strings and we dance. Our talents, our possibilities, and our lives are 
> all the property of other men. We are intellectual prostitutes." 
> 
> source: http://www.aim.org/wls/author/john-swinton/
> 
> Dan Berikut adalah opini salah satu penulis situs politikana.com tentang 
> stasiun TV Metro TV dan TV One tentang pemberitaanya seputar pemilihan ketua 
> umum Golkar yang sebentar lagi akan dilaksanakan
> 
> 
> Golkar 1 yang sudah kakek peot pun masih direbutin demi ngincar bagi-bagi 
> kursi kabinet SBY jilid 2. Benar kata khatib shalat Ied, jangan-jangan 
> Indonesia bubar justru setelah puasa selama satu bulan! Pindahin  saja 
> channel TV One dan Metro TV bila terus-terusan  dijadikan alat kepentingan 
> pribadi pemiliknya. Dan wartawan yang tak berkarakter pun jatuh menjadi 
> “pelacur intelektual”.
> 
>  
> 
> Kalau jadi pemilik toko televisi, kita asyik bisa nonton secara paralel 
> tayangan “Kick Andy” di Metro TV dan “Republik Mimpi” di TV One. 
> Metro TV adalah milik Surya Paloh dan TV One milik Aburizal Bakrie. Kedua 
> pengusaha ini tengah bersaing memperebutkan kursi Golkar 1, partai yang 
> semakin peot karena perolehan suaranya semakin melorot. Tetapi tokh masih 
> menjadi rebutan mereka berdua. Karena mereka masih berasumsi kalau menjadi 
> Golkar 1, masih punya “bargaining position” dengan SBY, yang nyaris akan 
> semakin mendekati kekuasaan seniornya Soeharto dalam mengangkangi kekuatan 
> parlemen.  Oleh karenanya, Surya Paloh dan Aburizal Bakrie secara maksimal 
> memanfaatkan media elektronika yang dimilikinya tersebut secara optimal untuk 
> saling “membunuh”.
> 
> Hanya kita sebagai penonton televisi menjadi sangat sebel. Andy F. Noya yang 
> dibangga-banggakan sebagai sangat humanis, pembela rakyat dan tak mau disetir 
> oleh siapapun pengusaha kelas kakap termasuk oleh bos Surya Paloh, ternyata 
> “wartawan kelas ecek-ecek” juga. Saya menyesal banget menghadiri dies 
> Emas ITB awal Maret 2009 dengan satu  alasan mau terbang dari Kalimantan 
> Tengah untuk datang ke ITB karena ingin melihat Andy F. Noya (orang luar ITB) 
> menerima penghargaan ITB yang sangat terkenal di dunia sangat pelit itu; 
> mengapa ITB sampai memberi penghargaan begitu tinggi pada seorang Andy F. 
> Noya? Apakah pasca insiden ini Andy F. Noya akan mundur dari Metro TV kita 
> tunggu saja.
> 
> Dan di channel lain, TV One, seorang Emha Aenun Najib, yang bangga disebut 
> budayawan papan atas Indonesia, yang dulu juga sangat bangga “direken” 
> oleh Soeharto karena diundang sangat eksklusif satu dua hari sebelum 
> Reformasi, begitu gagahnya membela keluarga Bakrie dalam kasus lumpur 
> Lapindo. Apa urusannya budayawan Emha lebih membela pengusaha kelas atas 
> Indonesia dibanding membela korban lumpur Lapindo?
> 
> Kolega saya di media cetak terpandang begitu gundahnya dengan insiden dagelan 
> di dua media elektronika ini, forward ke saya jawaban sms-smsnya dari tokoh 
> Dewan Pers dan KPI. Jawabannya memang seperti orang yang sudah sangat ngantuk 
> habis menonton kedua dagelan itu. Media, baik itu media cetak maupun media 
> elektronika memang semakin kasat mata telah menjadi alat para pemiliknya 
> memainkan kepentingannya. Bisa kepentingan bisnis, bisa kepentingan politis 
> atau sekedar menjadi alat mendongkrak popularitas pribadi menjadi selebritas 
> alias pesohor. Bagaimana penonton yang sangat sebel akan segera pencet 
> “remote control” manakala Surya Paloh, pemilik Metro TV begitu seringnya 
> berbuih-buih di depan Metro TV seolah sangat heroik dengan durasi 4 sampai 5 
> menit tanpa editing sama sekali dari Pemimpin Redaksi Metro TV yang tentu 
> sangat takut sama “big boss”. Masih agak mending Aburizal Bakrie tak 
> turun gunung, dan menganggap lebih pantas diwakili oleh sang putra mahkota 
> Anindya Bakrie untuk sering muncul di TV One.
> 
> 
> 
> 
> Source: 
> http://politikana.com/baca/2009/09/26/sampai-wartawan-dua-tv-pun-terpaksa-jadi-pelacur-demi-golkar-1-yang-peot.html
> 
> 
> 
> 
> Salam Mejuah Juah
> 
> Karo Cyber Community
>

Kirim email ke