Lebih sebulan lalu, kita bertemu di Sarimunte (Kab. Karo), Kawan (ningku sekali), Bapa Ginting Mergana (ningku ka sekali).
Engkau datang dengan Nandé saat itu. Dan, berkata: "Maaf aku terlambat tiba. Selesai berdemonstrasi (tunggal, red) ke Kantor Pengadilan Negeri Kabanjahe aku langsung dengan nandéndu berangkat ke sini." "Kami juga baru saja tiba. Selesai memberi kuliah aku dan teman-teman langsung berangkat. Radu seh nge kita, Pa," kataku menjawab Pak Suli Ginting yang tergopoh-gopoh menemui kami di acara pemberangkatan orangtua teman kami Caranta Perangin-angin (wartawan Sora Sirulo) ku inganna si rasa lalap, di Desa Sarimunte. Saat itu Pak Suli begitu sehatnya kelihatan. Kini dia telah berbaring mengawali istirahatnya yang selama ini dia tidak pernah lakukan demi memperjuangkan keadilan dan lingkungan di Taneh Karo. Lebih 5 tahun sudah, saat aku pertama kali berkenalan langsung dengan dia di Kabanjahe. Sejak itu kami terus berteman baik. Kusenang mendengar dia selalu meminta lagu ke Radio Bahana Kesuma (RBK) Kabanjahe untuk memutarkan lagu ciptaanku Pertangisen Beru Dayang yang kunyanyikan dengan aransemen musik Jasa Tarigan, sebuah lagu tentang air mata Beru Dayang (Dewi Padi versi Karo) yang sedih atas terjadinya perambahan hutan. Baru beberapa jam sebelum kematiannya, aku menyanyikan lagu Pertangisen Beru Dayang (sambil bermain kulcapi diiringi 2 ketteng-ketteng dan 1 mangkuk) di Museum Leiden (Belanda) saat pembukaan pameran Sumatra Tercinta (13 April 2009 - 13 April 2010) yang dihadiri oleh kepala-kepala museum seluruh Sumatra (kecuali Padang), kepala Museum Nasional Jakarta, para staf KBRI dan dibuka secara resmi oleh Dirjen Kebudayaan RI. Hatiku berkata, kupersembahkan seluruh pertunjukan kami (Kelompok seni TARTAR BINTANG) di pembukaan Sumatra Tercinta itu untukmu, Kawan. Engkau adalah salah satu inspirasi kami. Akan kusampaikan kabar kematianmu kepada Longgena Ginting (mantan direktur eksekutif WALHI yang kini bekerja untuk Friend Of the Earth International/FOEI) dan Mangara Silalahi (mantan perwakilan WWF Riau yang kini mengambil S2 di Univ. Groningen, Belanda) yang mengenal perjuanganmu membela hutan Karo. Mereka memainkan 2 ketteng-ketteng saat aku menyanyikan Pertangisen Beru Dayang sambil bermain kulcapi. Mereka tau itu adalah lagu kesenanganmu. Jangan pikir kami telah berhenti memperjuangkan hutan, Kawan. Kau telah boleh berhenti bersama istirahat panjangmu. Tapi kami, tetap bernyanyi "Kacar-kacar kucur-kucur, Manjar-anjar Usur-usur: Mpagit mulana, Meketket tengahna, Entebu pendungina". Kami bukan hanya kehilangan Pahlawan Keadilan dan Lingkungan. Kami kehilangan senda guraumu yang lembut tapi dinamik. Kini engkau menyusul anjingmu yang setia menemanimu berdemonstrasi tunggal (anjing Pak Suli mati terbunuh orang tak dikenal, red). Kutiru humormu untuk mengatakan: "Ula kari bas alam baka éna pé kam menuntut keadilan dan pelestarian lingkungan, Pa!" Selamat jalan, Pahlawan. Semoga diterima di sisiNya. Dibata si masu-masu kita. Juara Rimantha Ginting (seorang sahabat) -- In tanahkaro@yahoogroups.com, MU Ginting <gintin...@...> wrote: > > Suli Ginting, pahlawan besar keadilan dan lingkungan telah meninggalkan kita. > Pernyataan perjuangannya dalam soal besar kemanusiaan sekarang ini yaitu > soal KEADILAN dan LINGKUNGAN patutlah mendapatkan hadiah Nobel. > > SELAMAT JALAN PAHLAWAN > > Turut berduka > MUG > > > --- In tanahkaro@yahoogroups.com, "pelangiharum" <iapulina@> wrote: > Turut Berduka Cita > > Telah berpulang ke rumah Bapa: Aktifis karo, demonstran tunggal Bpk. Suli > Ginting (Aktifis Senior Karo) Pada hari Rabu, 14 Oktober jam 03.00 WIB di RS. > Elisabeth Medan. Pagi ini dibawa ke Kabanjahe dan akan dikebumikan di sana. > Semoga keluarga yang ditinggalkan tabah dan mendapat penghiburan dari Sang > Pemberi Hidup. Turut berdukacita sedalam-dalamnya. > > ita > > > > __________________________________________________________ > Låna pengar utan säkerhet. Jämför vilkor online hos Kelkoo. > http://www.kelkoo.se/c-100390123-lan-utan-sakerhet.html?partnerId=96915014 >