At 10:15 16/06/2005 +0800, The_Eye_In_The_Sky wrote:
Menurut gue, Indonesia belum tentu butuh Open Source software, tapi
butuh Gratis software :D
Saya juga begitu, saya pakai Linux dan Solaris dan tetap bertahan di
platform x86 karena saya tidak perlu bayar software dan tools yang saya
pakai, padahal software/tools itu saya pakai untuk usaha yang
mendatangkan profit (baca : uang) buat saya.
Saya tidak peduli dengan monopoly teknologi, freedom of speech in
software development, who owns the IP, etc. I will be a hypocrite if I
talk about that, since I am just a leech, who use the technology created
by somebody else without paying (but legal) and use it to make my own
money :P

Lho, ndak apa-apa saya kira, karena monopoli teknologi / software patents / dll bisa berbahaya, karena kita jadi tidak bisa leech lagi toh ? :)




Itu juga kenapa beberapa tahun ini kalau pakai Linux distro selalu
berganti ganti, karena cuman ikut trend saja, supaya banyak software
baru, tetapi gratis. Begitu distronya sudah tidak trendy, dan gak ada
developer yang maintain, ganti baru lagi. Sedangkan kontribusi saya?
Nill, nothing, nada, zero, zip. Even social contribution seperti
ngajarin orang lain juga sudah males. Pakai Google, everything just
Googling. Jadi males riset atau experiment, karena ternyata somebody
else sudah ada yang mengerjakan dan terdokumentasi.

Syukurlah karena ternyata sudah banyak yang mendahului kita.

Kalau saya sendiri sekarang kadang menulis tutorial/panduan untuk berbagai hal, sebetulnya juga karena menguntungkan saya sendiri - ketika perlu melakukannya lagi, tinggal merujuk ke tulisan saya tsb. Kalau ternyata ada yang mendapatkan manfaatnya juga ya, good for them.

Jadi, kemungkinan sebagian para kontributor open source itu sebetulnya juga pada egois kok :) mereka membuat berbagai program / dokumentasi / dll itu semua untuk kepentingan mereka sendiri. Lalu, di-sharing, agar jadi populer dan banyak yang pakai. Dipilih lisensi GPL agar yang mau utak-atik jadi terpaksa sharing juga, dan enggak bisa memanfaatkan untuk enak sendiri saja. Lalu kalau sudah populer, dibikin dual-licensed (atau scheme lainnya) = profit! (tm) slashdot

Saya juga sedang membuat sebuah software dengan skema spt ini juga. We'll see how it'll take off.


Jadi heran sendiri, padahal jaman kuliah, dengan uang saku beli software
asli, dan semangat ngajarin orang. Yang saya takutkan dari perkembangan
software sekarang ini adalah matinya proses reward and contribution ke
software development + support itu sendiri, karena kemalasan manusia
sendiri. Kalo bisa gratis dan tinggal disuapin, kenapa kudu bayar dan
usaha?

Mungkin dulu bersemangatnya itu karena kita sudah keluar uang untuk mendapatkan software itu ya ? Masuk akal juga.

Tapi saya kira, makin banyak orang yang melihat make-sense nya open-sourcing dalam kasus-kasus tertentu. Open source terutama menarik bagi perusahaan software kecil/menengah.

Namun bisnis software besar memang sulit, karena skema open source saya kira lebih cocok untuk software house skala kecil - menengah. Untuk yang skala besar, mungkin mereka tidak akan bisa mendapatkan keuntungan seperti kalau mereka closed-source. Tetap untung sih saya yakin bisa, tapi rasanya agak sulit mendapatkan persentase yang luar biasa.

disclaimer: all above are my personal opinions, yours may vary, YMMV.


Salam,
Harry

Reply via email to