Oskar Syahbana wrote:
>
> Wah kalau model business-nya hanya didasarkan pada bursa efek, bisa - bisa
> terjadi lagi donk bubble burst versi 2 (lanjutan dari dotcom crash?). Saya
> sedang berargumen dengan seseorang VC dan dia beranggapan kalau bubble burst
> 2.0 adalah sesuatu yang mustahil (setidaknya dalam waktu dekat).
>
> Saya berargumen, bahwa kebanyakan web 2.0 itu basis duitnya dari iklan. Hm,
> ada yang bisa menemukan basis duit yang lain yang dipakai oleh perusahaan -
> perusahaan web 2.0?
>

Begini om, kebanyakan dari mereka maunya hit the jackpot yg antara
lain:

1. V.C. (1-2 thn)
2. Dibeli sama perusahaan lain (1-5 thn)
3. Stock Market (5-10 thn)

Untuk 1-2 tahun pertama sebetulnya business model dan revenue kurang
teralu dipikirin. Soalnya yg penting release product fast and often,
setelah itu pastikan banyak hits. Kalau itu sudah terjadi, telp pasti
berdering dengan proposal2 kerjasama atau pembelian ;)

Iklim seperti itu (terutama V.C.) yg ngak ada di Indonesia jadi
innovator2 juga agak males dan ragu untuk ngerjaiin sesuatu yg besar
karena ngebuat dapur untuk ngebul aja agak2 susah untuk dibuat
konsisten.

Ngomong2 ttg inovasi yg agak2 susah untuk direalisasikan di Indonesia,
mendingan berpikir untuk ngembangin bisnis BPO (Business Process
Outsource). Modal dana ngak teralu banyak dituntut diawal dan agak2
stabil kedepannya. Awalnya cuman modal proposal, marketing/bluffing dan
reputasi tapi pastikan anda tahu persis business proses yg akan diambil
tsb.

Pertanyaanya kenapa orang India bisa lebih maju dari kaum lainnya?
Kayanya gara2 kari deh yg ngebuat mereka jenius ;)

--alex

Kirim email ke