On 7/5/06, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

So, next time:
1. Liburan? Cari hotel: (Promosi barang sendiri) cari & transaksi
langsung di www.indo.com dan www.paketrupiah.com (jangan abis nyari
online, trus nelpon). E-Commercenya asli buatan Indonesia (biarpun yang
mendukung Bank dari Singapore, DBS) dan sudah menangani transaksi
jutaan dolar (cuma porsi orang Indonesianya yang sedikit)... ;-)
2. Cari tiket pesawat di airasia.com

3. Cari buku di amazon.com - bisa kok pesan dan dikirim ke Indonesia.
Biar gak dipalakin sama kantor pos/pajak, sekali pesen di bawah USD 50.

Saya belajar dari kondisi orang Jerman mengadopsi teknologi (1 teknologi yg laku di USA belum tentu diadopsi dg mudah di Jerman, walau infrastruktur tersedia, begitu juga sebaliknya).  Semuanya itu kembali bergantung pada prilaku manusianya (ndak heran sekarang para ethnograph mendapat tempat di TI). 

Layanan yang sukses diadopsi biasanya memang memiliki model yang cocok dg masyrakat setempat dalam melakukan transaksi (contoh SMS di JErman tidak begitu laku, sedangkan eBay laku sekali). Karena  SMS tidak memiliki infrastruktur "sosial" yg memadai di jerman (tidka sesuai dg prilaku orang Jerman), begitu juga VoIP tidak menjadi hit.  Sedangkan eBay (atau situs lelang) menjadi hit, karena pada dasarnya orang Jerman terbiasa melakukan koleksi barang khas, dan menjual barang bekas (di floh markt).

Artinya ada kompatibilitas infrastruktur sosial dg didukung infrastruktur teknologi  utk membuat service itu. Sekarang ambil misalnya layanan hotel, bagaimana pola orang Jerman, USA, Indonesia dalam membooking hotel.  Ini yang akan menentukan bagaimana layanan Internet itu bisa diterima oleh suatu masyarakat

Contoh lain dalam pembelian ticket pesawat. Orang Jerman terkenal "perhitungan" dan seneng membeli ticket pesawat.  Sehingga layanan perbandingan harga pesawat murah menjadi hit di Jerman. 

Masing-masing kita lakukan hal di atas dalam 3 bulan ke depan, tiap
kali ceritakan kepada 3 - 5 orang teman dan saudara, sambil ngajak
mereka untuk bertransaksi. Pasti  industri kita akan tambah maju...

Kalau saya memiliki prinsip, dalam mengembangkan suatu laynan, maka dari tahapan disain sebaiknya kita melihat "kultur", "behaviour" dari organisasi pengguna layanan itu. 
 
p.s. Untuk payment gateway via kartu kredit, kita ada pay.indo.com.
Kita memang tawarkan untuk yang sudah lebih established - kalo untuk
terima kartu kredit secara offline/fisik saja belum bisa, berarti
resiko kreditnya untuk bisa terima secara online terlalu tinggi...

Di Jerman cerita sistem pembayaran mana yang diterima akan lain lagi :-) dan ini menguatkan pendapat saya bahwa, infrastruktur sosial (termasuk trust) akan menentukan bagaimana model layanan itu harus dibentuk.  Jangan dibalik.
 
p.p.s. Kenapa gak ada yang memulai? Liat di negara mana aja, yang
memulai harus start up. Start up perlu modal, dan struktur permodalan
di Indonesia tidak memungkinkan adanya start up teknologi yang cukup
bermodal (no, modal ventura yang ada tidak jalan - minta kolateral dan
minta bunga hampir 40%)
 
Mungkin perlu didekati dg "teknologi sederhana" (misal hanya email, sms, uucp he he he) tapi dg transkasi sebesar mungkin.  Seperti kata pedagang "pokoke untung", khan ini bukan pamer teknologi

Mungkin dg pendekatan itu malah bisa timbul solusi teknologi "khas" yg sangat cocok dg kondisi Indonesia, dan mendorong Internet shoping yg tak ada duanya :-)

IMW

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
http://teknoblogia.blogspot.com/2005/02/tata-tertib-milis-v15.html
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to