melihat perjalanan panjang kota karawang....eh naha jadi bhs indonesia punten 
ah...
  abdi janten emut waktos kapengker....waktos pribados ngabakti di tanah 
karawang sekitar tahun 1996 sampai 1999.....kalelersan pribados di tempatkeun 
di kacamatan pedes...caket sareng rengas dengklok....selama 3 tahun abdi ulung 
biung di desa eta....dikecamatan eta....waktos eta mah masih 
seueur...pasawahan....suasana desa masih sangat kental....
  hanya 3 tahun saya ditempatkan disana tapi rasanya saya sudah menjadi bagian 
dari masyarakat tersebut...suka duka...pengalaman di 
demo...karyawan....wah...semua jadi kenangan yg tak terlupakan...setiap malam 
selalu ada masalah yg melanda masyarakat disana....upami aya anggota milis ini 
anu sok ka puskesmas kecamatan Pedes...pang nitip keun salama wae ti 
pribados....kanggo karyawan..puskesmas na...
  jadi sedih...tur sono....anu sono ka lembur.......

"Marwan Faizal A. Bachtiar" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
               Sekilas perjalanan Kabupaten Karawang dari waktu ke waktu.
  
Kapan terbentuknya daratan di daerah Kabupaten Karawang dan kapan orang pertama 
kali menetap di daerah ini tidak dapat ditentukan dengan pasti. Yang jelas 
adalah bahwa Jawa dan Indonesia (dalam nama lain Colandia, Kun – lun, 
Dvipantara, Zabag, Bhar Al – Jawa) sudah di kenal oleh orang-orang India (Asia 
Selatan), Timur Tengah, Eropa dan China sejak sekitar 2000 tahun yang lalu. 
Bahkan di Jawa, berdasar tulisan dari India, sudah ada beberapa negara/kerajaan.
  
Pada awal abad ke 4 TU (sekitar 1600 tahun yang lalu), berdasarkan prasasti dan 
catatan dari China, di Indonesia sudah beberapa negara di Jawa, Sumatera dan 
Kalimantan. Berdasarkan catatan dari China ada negara Kan-toli (di Sumatera) 
dan di Jawa ada negara Ho – lo – tan/To – lo – mo (Taruma). Berdasarkan 
prasasti, ada negara/kerajaan miliknya raja Mulawarman di Kalimantan Timur (di 
Kutai) dan negara Taruma miliknya raja Purnawarman di Jawa  Barat (di Jakarta 
dan sekitarnya). Masih berdasarkan catatan dari China, di Jawa juga ada negara 
Cho – po (Jawa). 
  
Pada abad ke 4 TU hingga awal abad ke 7 TU, menurut catatan China, terdapat 2 
(dua) negara besar di Indonesia, yaitu Kan-to-li (di Sumatera) dan Ho-lo-tan 
(To-lo-mo, Taruma) di Jawa.
  Negara Ho-lo-tan/To-lo-mo (Taruma) yang pusatnya di sebelah barat Sungai 
Citarum/Karawang sangat mungkin juga berkuasa di daerah Kabupaten Karawang 
(sebelah timur kali Citarum/Karawang).
  
Pada awal paroh pertama abad ke 7 TU, Negara Kan-To-li di Sumatera telah 
digantikan/ diteruskan oleh negara Mo – lo – you (Malayu, di Jambi), 
Shi–lI–fot–shi (Sriwijaya, di Palembang) dan To – lang dan Poh – wang(Tulang 
Bawang, di Lampung). Pada akhir abad ke 7 TU negara/kerajaan Shi-li-fo-shi 
(Sriwijaya) sudah menaklukan dan memasukan Mo-lo-you (Melayu), To-lang dan 
Poh-wang (Tulang Bawang). Shriwijaya juga menaklukan Bangka-Belitung dan 
menaklukan Kedah (di seberang Selat Malaka di Semenanjung Malaysia) dan 
To-lo-mo (Taruma, di seberang tenggara Laut Jawa di Jawa). Boleh dikatakan juga 
bahwa saat ini pun daerah Kabupaten Karawang ikut masuk dalam wilayah jajahan 
Shriwijaya. Tetapi Bhumi Jawa di Jawa Tengah (di bawah raja-raja Dinasti 
Syailendra) menolak bergabung dengan Shriwijaya.
  
Pada awal abad ke 8 TU, raja Sanjaya (salah satu pangeran dari Dinasti 
Shailendra) telah menyatukan kembali kerajaan/negara Jawa milik kakak ibunya. 
Seperti raja-raja Sriwijaya, Sanjaya berusaha menyatukan Jawa dan Indonesia. 
Berdasarkan catatan dari China, para penggantinya meneruskan usaha ini bahkan 
melanjutkan penyatuan/penaklukan ke Daratan Asia Tenggara (Khmer di Kamboja dan 
Champa di Vietnam Tengah). Para Penggantinya mulai memakai gelar Shri Maharaja 
(The King of kings) dan keturunan dari penggantinya menjadi raja di Suwarna 
(Shriwijaya, Sumatera) dan di Angkor (Kamboja). Dan seperti Dinasti Shailendra 
di Jawa, para keturunan/cabang Dinasti Shailendra di Sumatera dan Kamboja juga 
banyak membangun bangunan-bangunan yang indah. Pada saat ini boleh dikatakan 
bahwa daerah Kabupaten Karawang juga termasuk dalam wilayah para Maharaja 
Shailendra Jawa. 
  
Pada pertengahan akhir abad ke-9 TU, "persatuan" negara Dinasti Shailendra ini 
(Jawa dan Indonesia) sudah tidak utuh lagi. Angkor (Kamboja) sudah menyatakan 
merdeka. Demikian juga dengan Suwarna (Sumatera/Shriwijaya) dan Kedah 
(Semenanjung Malaysia). Jawa sendiri juga dalam beberapa tahun mengalami 
"chaos", dan Maharaja Balitung dan penggantinya untuk beberapa saat berhasil 
memulihkan kerajaan. Pada saat ini boleh dikatakan, bahwa daerah Kabupaten 
Karawang masih tetap menjadi bagian dari Dinasti Shailendra di Jawa.
  
Pada awal abad ke 10 TU, negara/kerajaan Shriwijaya (Sribuza, San-fot-tsi) 
sudah bangkit kembali dan berhasil menguasai kembali Kedah (di Semenanjung 
Malaysia) serta kemudian juga Jambi di kuasai kembali. Sementara itu, Dinasti 
Shailendra digantikan/diteruskan oleh Dinasti Ishana dan memindahkan pusat 
kekuasaannya di Jawa Timur bagian barat. Di Jawa Barat, di sebelah barat sungai 
Citarum/Karawang, Rahyang Juru Pangambat berhasil memulihkan kembali 
haji/kepangeranan Sunda. Sangat mungkin tadinya daerah Sunda adalah 
kepangeranan/vasal dalam negara Taruma.
  
Pada akhir abad ke 10 TU, Maharaja Teguh Darmawangsa berhasil menyatukan Jawa, 
dan berdasarkan informasi dari China meluakan wilayahnya ke San-fot-tsi 
(Shriwijaya/Sumatera). Dari prasati diketahui bahwa kerajaannya/negaranya 
hancur akibat serangan dari haji/gubernur Wura Wari (Jawa Tengah bagian barat). 
Pada tahun-tahun ini bisa diperkirakan bahwa daerah Kabupaten Karawang pun 
masuk dalam wilayah Maharaja Teguh Dharmawangsa. 
  
Pada awal abad ke 11 TU, Maharaja Airlangga berhasil memulihkan kembali wilayah 
kerajaan mertuanya dan dalam prasatinya menyebutkan banyak daerah (asal para 
pedagang) di seluruh Indonesia, Asia Tenggara, India (Asia Selatan) dan China. 
Pada saat yang sama kerajaan Shriwijaya dan daerah-daerah bawahan/jajahannya 
sedang mengalami serangan-serangan secara besar-besaran dari 
Kerajaan/Kekaisaran Cola (Tamil Nadu, India Selatan). Sementara itu, 
Jayabhupati, haji/gubernur Sunda (sebelah barat sungai Citarum/Karawang) sangat 
mungkin tetap setia pada Maharaja Airlangga. Daerah Kabupaten Karawang pun pada 
saat ini sangat mungkin tetap setia kepada Maharaja Airlangga.
  
Pada akhir abad ke 11 TU, negara-negara Indonesia sedang mengalami 
kelemahan/kekalutan. Di Jawa, persaingan para raja pengganti Maharaja Airlangga 
menjadikan Jawa dalam masa kegelapan. Di Sumatera, akibat serangan 
besar-besaran dari Negara Cola (Tamil, India Selatan) hingga masa ini 
mengakibatkan Kerajaan Shriwijaya menjadi tak berdaya.
  
Pada awal abad ke 12 TU, raja-raja Dinasti Ishana di Daha-Kediri berhasil 
menyatukan Jawa. Dan selanjutnya Maharaja Jayabhaya berhasil menyatukan 
Indonesia. Pada saat ini boleh dikatakan, bahwa daerah Kabupaten Karawang juga 
ikut masuk dalam wilayah Maharaja Jayabhaya.

Pada akhir abad ke 12 TU, para pengganti Jayabhaya mengalami penurunan kekuatan 
dan berdasarkan catatan dari China wilayah dari Su-ki-tan di Jawa terfokus 
daerah-daerah Indonesia Timur. Sedang di wilayah bagian barat Indonesia, 
negara-negara di Indonesia bagian barat menjadi bagian/jajahan dari San-fot-tsi 
(Melayu? yang telah bangkit kembali). Berdasarkan catatan ini, Sun-to (Sunda, 
daerah yang banyak bajak lautnya) dan Palembang ikut menjadi wilayah/jajahan 
dari San-fot-tsi.
  
Pada awal abad ke 13 TU, Dinasti Rajasa telah menggantikan/meneruskan Dinasti 
Ishana di Jawa dan berpusat di Jawa Timur bagian timur. Sejak awal Dinasti ini 
telah menguasai Jawa dan pulau-pulau lain. 
  
Pada separoh akhir abad ke 13, Maharaja Kertanegara berhasil menyatukan 
Indonesia, dan juga Malaysia dan Brunei. Dan negara Jawa dan Indonesia 
berhadapan dengan Kekaisaran Mongolia Raya yang juga telah menguasai 
negara-negara daratan Asia Tenggara. Pada saat ini boleh dikatakan daerah 
Kabupaten Karawang juga termasuk dalam Kekaisaran Maharaja Kertanegara.
  
Pada abad ke 14 TU, boleh dikatan seluruh Indonesia dan juga Malaysia serta 
Brunai dan Filipina Selatan boleh dikatan menjadi wilayah/jajahan dan pengaruh 
para Maharaja Dinasti Rajasa di Majapahit. Dan daerah Kabupaten Karawangpun 
demikian juga.
  
Pada awal abad ke 15 TU, "persatuan" Indonesia-Majapahit sudah tidak ada lagi. 
Malaka (Semenanjung Malaysia) dan Brunai (Kalimantan Utara) sudah merdeka dan 
meminta perlindungan ke China dari ancaman Siam (Thailand) dan Vietnam serta 
Sulu (Filipina). Palembang pun mulai sering melakukan pemberontakan.
  
Pada pertengahan abad ke 15 TU, terjadi anarki di Majapahit. Palembang lebih 
sering berontak. Dan di Sunda, Prabu Wastu (Wastu Kancana) berhasil menguasai 
seluruh Jawa Barat. Pada saat ini boleh dikatakan, daerah Kabupaten Karawang 
pun ikut dalam wilayah Prabhu Wastu. Di Indonesia Timur mulai timbul Negara – 
negara baru.
  
Pada akhir abad ke 15 TU, Dinasti Demak-Pajang telah menggantikan Dinasti 
Rajasa dan berpusat di Jawa Tengah. Wilayahnya selain di Jawa Tengah, juga 
termasuk beberapa daerah di Jawa Barat (Cirebon), Jawa Timur (Gresik), Sumatera 
(Palembang dan Jambi) dan Kalimantan (daerah barat daya) dan pulau-pulau lain. 
Pada saat yang sama, negara Pajajaran didirikan di daerah Bogor dan daerah 
Kabupaten Karawang termasuk di dalam wilayah Pajajaran. 
  
Pada awal abad ke 16 TU, wilayah Sultan-sultan Dinasti Demak-Pajang di Jawa 
melebar ke barat (pantai utara dan pedalaman Jawa Barat)) dan timur (Pantai 
Utara, Madura dan pedalaman Jawa Timur). Pada saat ini wilayah Kabupaten 
Karawang juga termasuk dalam wilayah Sultan-sultan Demak. Di Kalimantan dan 
Indonesia timur pengaruh Demak juga ada/terasa. 
  
Pada akhir abad ke 16 TU, terjadi kerusuhan dan raja Pajang memindahkan pusat 
kerajaan. Daerah pesisir utara Jawa Barat dibagi menjadi wilayah Banten (di 
barat) dan wilayah Cirebon (di timur). Sementara daerah Jakarta menjadi wilayah 
Banten, sangat mungkin daerah Kabupaten Karawang menjadi wilayah Cirebon. 
Akhirnya Dinasti Demak-Pajang di gantikan oleh Dinasti Mataram dan sejak awal 
ingin menguasai seluruh Jawa dan Indonesia serta menyerang Banten lewat laut.
  
Pada awal abad ke 17 TU, Sultan/Susuhunan Mataram sudah menguasai hampir 
seluruh Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia (luar Jawa). Sementara itu 
VOC sudah mulai berpusat di Batavia (Jakarta). Daerah Kabupaten Karawang dan 
sekitarnya menjadi wilayah yang sangat penting bagi Dinasti Mataram. Tumenggung 
Singoranu (salah satu Pate Sultan Agung) sangat mungkin juga sering mengunjungi 
daerah ini, selain Ciasem (Subang Utara). Demikian juga para pejabat lainnya. 
Pada saat ini daerah Kabupaten Karawang ikut dalam wilayah/propinsi Pesisir 
(Utara) Barat yang berpusat di Tegal.
  
Pada akhir abad ke 17 TU, Sunan Amangkurat Agung sudah sejak awal menganggap 
bahwa VOC adalah vazal/bawahan bagi dirinya dan para penggantinya. Daerah 
kabupaten Karawang tetap menjadi daerah yang penting bagi Dinasti Mataram. 
Banyak orang-orang dari Karawang ikut membangun Kraton Susuhunan di Plered 
(Bantul, Yogyakarta). Pangeran Martasana, pejabat pesisir (utara) timur sering 
mengunjungi daerah ini. Demikian juga lainnya. Saat inipun daerah Kabupaten 
Karawang ikut dalam wilayah Pesisir Barat. Perjanjian antara Amangkurat II 
(Sunan) dan VOC (vasal Sunan) mengatakan bahwa daerah Karawang diserahkan 
(disewahkan, dikelola) oleh VOC.
  
Pada awal abad 18 TU. Daerah Kabupaten Karawang dan sekitarnya tetap dikelola 
oleh VOC (secara teori vasal Sunan di Kartasura). 
  
Pada akhir abad 18 TU. Daerah Kabupaten Karawang dan sekitarnya tetap dikelola 
oleh VOC (secara teori vasal Sunan/Sultan di Surakarta dan Yogyakarta). Pada 
saat ini VOC mengalami kebangkrutan, dan sering meminjam uang dan tentara ke 
para Sultan/Sunan dan semakin terpisah dari Belanda/Eropa. Pada tahun 1800 VOC 
ditutup (tutup buku untuk selamanya). 
  
Pada awal abad 19 TU. Gubernur Jenderal Daendels memutuskan/menghentikan 
hubungan "teoritis" Sunan/Sultan – Vazal dengan para Sunan/Sultan dan "merdeka 
penuh". Daerah Karawang sejak saat ini menjadi wilayah Daendels. Letnan 
Gubernur Jenderal Raffles (orang Inggris) mengikuti jejak Daendels, dan 
mengklaim dirinyalah yang benar-benar penerus para Maharaja di Majapahit dan 
penguasa Nusantara/Indonesia, bukan Sultan/Sunan di Yogya dan Surakarta. 
Demikian juga dengan Pemerintah Hindia-Belanda (1816-1942), mengikuti jejak 
Daendels dan Rafles, mereka benar-benar tidak mau lagi mengakui kemerdekaan 
para Sunan/Sultan dan memasukkan mereka dan wilayah mereka sebagai bagian dari 
Hindia-Belanda.
  
Pada akhir abad 19 TU, Daerah Kabupaten Karawang tetap menjadi wilayah Hindia – 
Belanda (masuk dalam Propinsi/Karesidenan Batavia) dan sebagai salah satu 
penghasil sumber hasil bumi. 
  
Pada awal abad 20 TU. Daerah Kabupaten Karawang tetap menjadi wilayah Hindia – 
Belanda (masuk dalam Karesidenan Batavia). Saat di bentuk West Jawa Province 
(Propinsi Jawa Barat-nya Hindia Belanda, 1926), Karesidenan dan Kabupaten tadi 
ikut masuk dalam propinsi tersebut. Pada masa pendudukkan Jepang, Daerah 
Kabupaten Karawang ini juga ikut diduduki. Pada masa Perang Revolusi 
Kemerdekaan Indonesia, daerah ini menjadi daerah yang sangat penting. Saat 
menjelang proklamasi, calon Presiden Indonesia yang pertama ada di 
Rengasdengklok (sebelah utara Karawang).
  
Pada akhir abad ke 20 TU, Daerah ini (Kabupaten Karawang) merupakan daerah 
penting bagi Indonesia, karena dekat dengan pusat pemerintahan Indonesia. Di 
jaman orde Baru (1966 – 1998), daerah selatan dari Kabupaten Karawang menjadi 
daerah industri yang penting. Banyak industri ada di daerah ini seperti : Pupuk 
Kujang, Texmaco, Timor, Bukit Indah, Kota Delta? Dan lain – lain. Demikian juga 
dengan perumahan-perumahan modern untuk para boss, pegawai/pekerja, baik 
pemerintahan maupun swasta. Daerah Tengah dan Utara, seperti daerak Kabupaten 
Bekasi bagian utara Utara dan timur laut dan Kabupaten Subang, tetap dalam 
ketertinggalan dan miskin. Miskin penduduknya dan juga miskin infrastrukturnya. 
  
Pada awal abad ke 21 TU, Kabupaten Karawang memiliki Otonomi Daerah, seperti 
Kabupaten – kabupaten dan Kota – kota lain di Indonesia. Seperti Kabupaten – 
kabupaten di sebelahnya, penduduknya adalah masyarakat yang multi kultur 
(plural), baik dilihat dari asal-usul, etnik, budaya, bahasa, agama, 
pendidikkan, kekayaan dan tingkat pendapatan. Diperlukan demokrasi, kebebasan 
dan toleransi yang sungguh-sungguh untuk melindungi dan menjamin 
keamanan/memberi rasa aman (untuk hak dan kewajiban) dari masyarakat yang 
beragam ini.
    

  

         

       
---------------------------------
Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

<<image/gif>>

Reply via email to