SETELAH 3 tahun, kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Karangsari senilai Rp 5 
miliar, berkas perkaranya tak kunjung ke Pengadilan Negeri Serang untuk 
mendapatkan keadilan.
Padahal kasus ini menjadi sorotan masyarakat karena diduga kuat melibatkan Atut 
Chosiyah, Plt Gubernur Banten dan sang ayah tercinta, Chasan Sochib serta 
pejabat teras di lingkungan Pemprov Banten dan Pemkab Pandeglang.

Kasus ini dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, 
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Kepolisian Daerah (Polda) Banten pada 
tahun 2003. Pelaporannya adalah Lembaga Advokasi Masalah Publik (LAMP).

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memang sudah menetapkan tersangka atas kasus 
ini, Tantan yang menjabat Pimpro. Namun Atut Chosiyah dan Chasan Sochib tak 
pernah dimintai keterangan tentang kasus ini yang menggunakan APBD tahun 2002, 
sehingga berkas perkara itu tidak pernah lengkap dan tidak memenuhi syarat 
untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Kepala Kejati Banten, Kemal Sofyan Nasution melalui Asisten Pengawasannya, AF 
Basyuni, penyebab tersendat-sendatnya penyelidikan kasus Karangsari adalah 
terdapat perbedaan antara hasil perhitungan kerugian negara oleh auditor dari 
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Kejati Banten. Versi 
BPKP menyebutkan angka Rp 5 miliar, sesuai dengan nomenklatur di APBD. 
Sedangkan Kejati Banten berpegang teguh pada Rp 3,5 miliar karena hanya uang 
itu yang digunakan untuk membebaskan lahan Karangsari.

Hasil pemeriksaan BPK maupun BPKP memang menyebutkan angka Rp 5,14 miliar, 
sesuai dengan besaran anggaran yang tercantum dalam APBD 2002. Di antaranya 
untuk pembebasan lahan Karangsari Rp 3,5 miliar. Namun sisanya, Rp 1,64 miliar 
juga menjadi temuan BPK dan BPKP karena tak ada pelaksanaan proyek pelebaran 
jalan itu.

Sebenarnya, Dengan temuan BPK dan perhitungan BPKP itu, Kejati Banten justru 
mendapatkan dua perkara. Pertama, perkara dugaan korupsi pengadaan lahan 
Karangsari Rp 3,5 miliar. Kedua, perkara dugaan korupsi pelaksanaan pelebaran 
Jalan Raya Serang-Pandeglang tahun 2002 yang dinilai tidak dilaksanakan. 
Kenyataannya, kasus ini terkatung-katung hingga 3 tahun lebih.

UNTUK mengetahui lebih lanjut, berikut ini kronologis peristiwa kasus lahan 
Karangsari yang telah menjadi fenomena aneh bagi pemberantasan korupsi di ranah 
Banten. Kronologis ini hasil dari Tim Investigasi Bantenlink.com yang 
menyarikan dari fotokopi dokumen-dokumen terkait Karangsari dan sumber-sumber 
terpercaya yang menguatkan keabsahan dokumen tersebut.

Awalnya.
Lahan Karangsari yang diributkan telah menjadi objek korupsi berada di Kampung 
Karangasari, Desa Sukarame, Kecamatan Labuan (sebelum dimekarkan menjadi 
Carita), Kabupaten Pandeglang. Tanah ini milik Omo Sudarma bin Kamdani dengan 
luas 28.372 m2 (2,83) hektare dengan nomor sertifikat 17.

4 Januari 1997
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang membayar tanah Karangsari milik Omo 
Sudarmo. Ini sesuai keterangan Karna Suwanda yang waktu itu sebagai Bupati 
Pandeglang. Keterangan Karna dikuatkan oleh Omo Sudarma sendiri dalam suratnya 
bertanggal 4 Januari 1997 yang ditujukan kepada Bupati Pandeglang. Tanah Omo 
yang dibeli Pemkab seluas 22.000 m2 dari 22.460 m2. Omo mengaku hanya memiliki 
sisa tanah 400 m2. Pemkab menjadikan lahan sebagai objek wisata yang 
menghasilan pendapatan asli daerah (PAD) melalui retribusi parkir dan wisatawan.

2 Juni 1997.
Omo Sudarma melaporkan kehilangan dokumen sertifikat No.17 sesuai dengan 
laporannya kepada polisi No.SLBKS 35/VI/1997. Kehilangan dokumen ini diumumkan 
di media massa dan lembaran negara pada 19 Juni-25 Juli 1997.

14 Agustus 1997
Omo Sudarma mengajukan surat permohonan sertifikat pengganti.

13 Oktober 1997
Kantor Pertanahan Pandeglang menyatakan arsip sertifikat no.17 hilang dari 
kantor itu. Kemudian sertifikat diganti dengan No.690 pada tanggal 13 Oktober 
1997 dan masih atas nama Omo, meskipun 22.000 m2 sudah dibayar oleh Pemkab 
Pandeglang, milik Omo hanya 460 m2.

25 Juli 2000
Dadan Sudarma, anak tertua Omo Sudarma mengirimkan surat kepada Bupati 
Pandeglang yang berisi meminta sertifikat No.690 dipecah dan tanah yang masih 
milik Omo seluas 460 m2 agar dipisahkan dari sertifikat itu. Sedangkan tanah 
milik Pemkab Pandeglang hanya 22.000 m2. Berdasarkan surat ini Kantor 
Pertanahan Pandeglang memecah surat ukur tanah sertifikat nomor 690 dengan 
nomor surat ukur No.71 dengan luas 22.000 m2 dan No.72 dengan luas 460 m2.

5 Mei 2001
Pemkab Pandeglang mengajukan hak pengelolaan atas tanah Karangsari, setelah 4 
tahun mengabaikan proses administrasi jual beli antara Omo dan Pemkab 
Pandeglang.

6 Mei 2001
Kepala Kantor Pertanahan Pandeglang, Supartawidjaja menyatakan, permohonan itu 
masih diproses. Hingga sekarang sertifikat hak pengelolaan itu tidak pernah 
diterbitkan, tanpa ada penjelasan resmi.

Juni-Juli 2001
Pemkab Pandeglang melakukan musyawarah sebanyak 5 kali dengan keluarga Omo 
Sudarma untuk menyelesaikan sengketa tanah Karangsari. Dalam pertemuan ini, Omo 
tidak pernah hadir dengan alasan sakit dan diwakilkan kepada anaknya, Dadan. 
Pemkab Pandeglang menawarkan sisa tanah Omo dibeli dengan harga Rp 70 juta yang 
akan diambil dari APBD Pandeglang. Namun janji Pemkab Pandeglang ini tidak 
pernah ditepati.

12 Agustus 2001
Terjadi musyawarah di Kantor Pertanahan Pandeglang yang dihadiri antara lain AM 
Siagian (wakil Chasan Sochib), Dadan (anak Omo) dan pejabat kantor pertanahan. 
Dalam pertemuan itu, pejabat Kantor Pertanahan Pandeglang mengatakan, tanah 
Karangsari sedang dalam sengketa, sehingga disarankan Chasan Sochib tidak 
melakukan jual beli atas tanah tersebut.

15 Agustus 2001
Omo Sudarma melalui anaknya, Dadan nekad menjual tanah itu kepada Chasan 
Sochib, pengusaha dan tokoh Banten sesuai dengan surat perjanjian jual beli 
No.01/SP/VI/2001 tanggal 23 Juni 2001. Harga keseluruhan Rp 1,2 miliar. Surat 
perjanjian jual beli ini ditandatangani pihak pertama Dadan Sudarma (anak dan 
pihak kedua Chasan Sochib. Saksinya adalah Santubi bin Jasim, AM Siagian dan 
Joko Soemito.

20 Agustus 2001.
Perjanjian jual beli antara Omo dan Chasan Sochib dituangkan dalam akta notaris 
yang dibuat notaris Steven Irianto Sitorus yang kantornya Jalan Mayor Syafei 
No.14 Serang dengan nomor akta 4. Saat pembuatan akta, Chasan Sochib membayar 
sisa pembelian tanah Rp 950 juta.

Agustus 2001
Karena tidak tercapai kesepakatan, Pemkab Pandeglang mengajukan gugatan ke 
Pengadilan Negeri Pandeglang dengan tergugat Omo Sudarma, Chasan Sochib dan 
Kantor Pertanahan Pandeglang. Gugatan itu terdaftar sebagai perkara 
No.14/Pdt.G/2001/PN.Pdg. Di tengah persidangan, Chasan Sochib melakukan gugatan 
intervensi dengan mendaftarkan perkara No.20/Pdt.G/2001.Pdg dengan tergugat 
masing-masing Pemkab Pandeglang, Kantor Pertanahan Pandeglan dan Omo Sudarma.

11 November 2001
Kedua perkara ini sudah mencapai tahap duplik. Majelis hakim yang menyidangkan 
perkara ini menyarankan agar dilakukan pejanjian damai atau vandading.

31 Januari 2002
terjadi akta vandading di Pengadilan Negeri Pandeglang yang atas perkara 
perdata No.14 dan No.22/Pdt.G/2001/PN.Pdg. Perjanjian itu antara Chasan Sochib, 
Pemkab Pandeglang, Omo Sudarma bin Kamdani dan Kantor Badan Pertanahan Nasional 
(lembaga ini berubah nama dari Kantor Pertanahan menjadi Badan Pertanahan 
Nasional). Akta ini ditandatangani Chasan Sochib, Pemkab Pandeglang yang 
terdiri dari Sory Harkany, Rulliansyah, Agus Kurniawan,Tri Mariani, HD 
Sukendar, Sukran, Agus Hidayat, Agus Mintono. Pihak Omo Sudarma diwakili kuasa 
hukumnya Thomas Ahsudiniah dan Cuhori. Dari BPN Pandeglang ditandatangani 
Supartawijaya. Akta in diketahui Ketua Pengadilan Negeri Pandeglang, Ida 
Purwanti, Wakil Ketua Pandeglang Aat Suprawijaya. Kolom GubernurBanten itu 
kosong, tidak terdapat nama dan tangan. Anehnya, meski kosong, soal dana Rp 3,5 
miliar yang disebut-sebut sebagai penggantian pemerintah kepada Chasan Sochib 
justru diharuskan menjadi tanggung jawab Pemprov Banten. Padahal dalam proses 
vandading pun, secara resmi Pemprov Banten tidak pernah terlibat.

5 Januari 2002
Kepala DPU Banten Irawan Kostaman usul peningkatan Jalan Raya Serang-Pandeglang 
dengan nilai Rp 5,14 miliar. Usulan ini tidak menyebutkan pembebasan lahan 
Karangsari, yang lokasinya dan fungsi lahannya tidak ada kaitan apa-apa dengan 
pelebaran jalan utama tersebut.

7 Januari 2002
Bupati Pandeglang, Achmad Dimyati Natakusumah mengirimkan surat ke Gubernur 
Banten No.180/03-Huk/2002 berisi mohon peningkatan jalan dan pembebasan lahan 
Karangsari.

8 Januari 2002.
Sekda Pemprov Banten, Chaeron Muchsin mendisposisikan surat surat Bupati 
Pandeglang ke Asda II, Bapeda, Dinas PU, Kabiro Ekbang dan instansi terkait 
lainnya. Dalam disposisi No.925 tertulis agar diindahkan sesuai arahan Wakil 
Gubernur Banten yang waktu itu dijabat Atut Chosiyah.

28 Februari 2002
DPRD Banten mensahkan APBD Banten 2002 dengan Perda No.1/2002. Di dalamnya 
terdapat proyek peningkatan jalan provinsi Serang-Pandeglang dengan kode 
2P.0.06.1.02.0.15. Kepala Biro Ekbang Pemprov Banten, Djoni Trijana membuat 
lembaran kerja dan petunjuk operasional (LK/PO) yang memasukan pembebasan lahan 
Karangsari. Padahal item itu tidak tercantum dalam usulan Dinas PU Banten, dan 
lahannya tidak pernah berkaitan apa-apa dengan pelebaran jalan provinsi.

20 Maret 2002
Chasan Sochib menagih janji ke Bupati Pandeglang soal pelunasan kompensasi 
Karangsari Rp 3,5 miliar yang diharapkan dilunasi tanggal 25 Maret 2002. Surat 
ditembuskan ke Gubernur Banten, Ketua DPRD Pandeglang, Ketua PN Pandeglang dan 
Kejaksaan Negeri Pandeglang.

20-21 Maret 2002
Kepala Dinas PU Banten, Irawan Kostaman (kini Asda II Pemprov Banten) 
menandatangani daftar isian proyek daerah (Dipda), LKO/PO, meski nomenklatur 
dengan isi tidak sesuai dalam soal pembebasan lahan Karangsari. Nilainya Rp 
5,14 miliar, di antaranya Rp 3,5 miliar untuk pembebasan lahan Karangsari yang 
lokasinya di pantai Carita. Sedangkan Jalan Raya Serang-Pandeglang tidak pernah 
bersentuhan dengan tanah tersebut.

1 April 2002
Pengesahan Dipda Proyek Peningkatan Jalan Provinsi Serang-Pandeglang 
No.915/Kep-65/2002.

8 April 2002
Pimpro Lahan Karangsari, Tjep Tantan Rustandie menyerahkan dan ke Pemkab 
Pandeglang dengan nota Kepala Biro Ekbang,Djoni Trijana No.912/25-Ekbang/2002. 
Berita acara penyerahan ini No.932/02/BA/SP/IV/2002. Berita acara ini 
ditandatangani Tjep Tantan Rustandie, pimpro dan Mudjio A Satari, Wakil Bupati 
Pandeglang serta mengetahui Ny Rt Atut Chosiyah, Wakil Gubernur Banten.

11 April 2002
Terbit surat perintah membayar uang (SPMU) No.932/Keu-18/PT/2002 yang 
mentransfer uang dari kas Pemprov Banten ke kas Pemkab Serang Nomor rekening 
20.201 di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat.

15 April 2002
Bendahara Keuangan Pemkab Pandeglang, Lukman Hakim Y mentransfer uang ke 
rekening Chasan Sochib No.0700010001987 di BPD Jabar. Berita acara pelunasan 
dibuat di PN Pandeglang yang ditandatangani Mudjio A Satiri, Chasan Sochib dan 
Ketua Pengadilan Negeri Pandeglang, Ida Purwanti.

10 Juli 2002
Sekda Pemprov Banten, Chaeron Muchsin menegur Bupati Pandeglang melalui surat 
No.593.8/2727-PU/2002 karena kewajiban Pemkab Pandeglang tidak dipenuhi, 
berkaitan dengan dana untuk Lahan Karangsari.

13 Desember 2002
Sekda Banten kembali menegur Bupati Pandeglang melalui surat 
no.900.04/08-PU/2002. Karena tahun anggaran 2002 akan berakhir dan bisa 
menyebabkan kesulitan Pemprov banten untuk menyusun laporan pertanggung jawaban 
(LPJ) APBD 2002.

17 Februari 2003
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan pelaksanaan APBD 2002 pada 
semester II. Dalam hasil pemeriksaan No.II/S/XIV-1-XIV1.2/02/2003 disebutkan, 
pemberian kompensasi ke pihak ketiga menyalahi ketentuan. Hasil pemeriksaan ini 
juga menyebut-sebut keterlibatan tokoh dan pengusaha Banten yang diinisialkan 
CH, serta anaknya yang menjabat Wakil Gubernur Banten yang diinisialkan dengan 
RT. Disebutkan juga soal adanya indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) 
yang menimbulkan kerugian negara.

31 Maret 2003
Sekda Pemprov Banten, Chaeron Muchsin memberikan surat keterangan ke BPK yang 
menyebutkan, Pemprov akan mengupayakan Pandeglang menyerahkan sebagian lahan 
Karangsari sebagai aset Pemprov Banten untuk menutupi kerugian negara yang 
ditimbulkan dalam soal pemberian bantuan kepada pihak ketiga.

September 2003
Direktur Eksekutif LSM LAMP, Suhada melaporkan dugaan KKN ke KPK dan Kejaksaan 
Agung. Laporan ini disertai dokumen yang lengkap, termasuk hasil temuan BPK.

1 April 2004
Ketua BPK, Billy Budihardjo Joedono mengirimkan surat No.0354.VI/BPK/2003 ke 
Kejaksaan Agung RI. Antara lain minta lembaga ini mengusut dugaan KKN dalam 
pengadaan lahan Karangsari. BPK menggunakan inisial CH yang ditegaskan sebagai 
ayahnya RT, Wakil Gubernur Banten.

29 April 2004
Wakil Gubernur Banten, Ny Atut Chosiyah mengundang seluruh pejabat terkait 
lahan parkir Karangsari. Sesuai dengan undangan acara itu dilaksanakan tanggal 
5 Mei 2004 di Pendopo Gubernur Bantren, pukul 09.00 WIB.

24 Juni 2004
Bupati Pandeglang, Achmad Dimyati Natakusumah mengirimkan surat ke Pemprov 
Banten No.590/560-Pem/2004 yang isinya akan menyelesaikan administrasi 
Karangsari.

9 Juli 2004
Sekda Banten kembali menagih janji Bupati Pandeglang soal Karangsari.

19 Agustus 2004
Sekda Banten kembali menagih Karansari, sekaligus minta Bupati Pandeglang 
mengembalikan uang jika tidak bisa memenuhi administrasi yang diperlukan.

24 Desember 2004
Ketua DPRD Kabupaten Pandeglang, HM Acang mengirimkan surat 
No.172.2/612-DPRD/2004 ke Bupati Pandeglang yang minta dana kompensasi 
Karangsari dikeluarkan dari Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 
tahun 2005. Sebelumnya, Bupati Pandeglang memasukan usulan pembebasan lahan 
Karangsari Rp 3,5 miliar untuk mengganti uang dari Pemprov Banten karena tidak 
bisa memenuhi syarat administrasi yang diminta Pemprov Banten.

Catatan selama 2004. 
Berbagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan LSM, aktivis dan elemen 
masyarakat lainnya terus mendesak agar Kejaksaan Tinggi Banten mengusut dugaan 
korupsi Karangsari. Bagi mereka, kasus ini sangat jelas duduk persoalannya, dan 
jelas pula unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), termasuk bukti-bukti 
dokumen dan indikasi rekayasa atas proyek pelebaran jalan Serang-Pandeglang 
terlalu kuat untuk diabaikan.LSM, Ormas dan aktivis ini kembali melaporkan 
kasus ini ke KPK, Kejaksaan Agung, Polri, Polda Banten dan Kejati Banten. Aksi 
demo pun sempat digelar di sana.

Catatan selama 2005. 
Awal tahun, Kejati Banten menyatakan kasus Karangsari ditingkatkan statusnya 
dari penyelidikan ke penyidikan. Kejaksaan telah menetapkan tersangka, Tjep 
Tantan Rustandie, Pimpro pengadaan lahan Karangsari. Namun pihak yang terlibat 
lainnya seperti Atut chosiyah, Mudjio A satari, Achmad Dimyati Natakusumah, 
Djoni Trijana, Irawan Kostaman, Chaeron Muchsin, Chasan Sochib, Dadan bin Omo 
Sudarma, Aat Suprawijaya - tidak jelas statusnya dan tidak pernah dimintai 
keterangan apa pun.Kembali LSM, Ormas dan aktivis di Banten melaporkan dan 
mendesak kasus Karangsari segera dituntaskan agar memberikan kepastian hukum di 
ranah Banten.

Februari 2006
Kasus ini tidak ada kemajuan, dalam pengertian tidak ada pemeriksaan apa pun 
terhadap mereka. AF Basyunie, Aswas Kejati Banten sekaligus ketua tim perkara 
ini menyatakan terdapat perbedaan perhitungan kerugian negara antara lembaganya 
dengan auditor BPKP. (sumber: Bantenlink.com
 
 


To: urangsunda@yahoogroups.com
From: satriapinand...@gmail.com
Date: Fri, 8 May 2009 17:40:08 +0700
Subject: Re: [Urang Sunda] cing saha wae nu satuju jeung teu satuju Pamekaran 
provinsi Cirebon








mangga tiasa di aos didie http://chasansochib.blogspot.com/
 
hatur nuhun
 
 
 

----- Original Message ----- 
From: Fathan Yudanegara 
To: urangsunda@yahoogroups.com 
Sent: Friday, May 08, 2009 7:12 AM
Subject: RE: [Urang Sunda] cing saha wae nu satuju jeung teu satuju Pamekaran 
provinsi Cirebon



dinasti naon ?
 


To: urangsunda@yahoogroups.com
From: satriapinand...@gmail.com
Date: Thu, 7 May 2009 16:03:59 +0700
Subject: Re: [Urang Sunda] cing saha wae nu satuju jeung teu satuju Pamekaran 
provinsi Cirebon






berarti aya mapia deui nu kabita ku kekuasaan nya (sunda na kekuasaan naonya :D)
kade ah bilih sapertos banten, kan kantos kadangu ku urang sadaya oge hampir 
sadayana
pejabatna masih hiji dinasti

wassalam 
Urang Kidul tea..

----- Original Message ----- 
From: Urang Sunda Hudang Euyyy 

bisa kitu oge kang.. tp kamari kuring ngobrol kjeung urang indramayu oge urang 
cirebon mbung ceunah jadi prov sorangan eta mah kahayang elit politik cirebon 
jeung indramayu we ceunah...





check out the rest of the Windows Live™. More than mail–Windows Live™ goes way 
beyond your inbox. More than messages 










_________________________________________________________________
Invite your mail contacts to join your friends list with Windows Live Spaces. 
It's easy!
http://spaces.live.com/spacesapi.aspx?wx_action=create&wx_url=/friends.aspx&mkt=en-us

Kirim email ke