wah eta mah pak kiayaina we nu keudeul baheula.....terus k jawa jadi we rajin...
2010/3/30 enton supriyatna sind <enteva2...@yahoo.com> > > > Sugan teh Pak Kiai rek ngabahas soal jurus2 keberhasilan dina widang > argobisnis di pesantrenna. Eh ketang nu nanyana oge fokusna kalah kana > pasualan etos kerja Sunda-Jawa. Jadi kesimpulanna, mun Pak Kiai teu ngumbara > ka Jawa, tangtu moal jadi jelema pinter. Di Sunda mah Pak Kiai teh ngan ukur > numpang lahir, terus mengisi usia tua. Kitu meureun? Meureueueueunnnn..... > > --- Pada *Sen, 29/3/10, Dudi Herlianto <dudi.herlia...@gmail.com>*menulis: > > > Dari: Dudi Herlianto <dudi.herlia...@gmail.com> > Judul: Re: [Urang Sunda] Sunda Vs Jawa > Kepada: urangsunda@yahoogroups.com > Cc: kisu...@yahoogroups.com > Tanggal: Senin, 29 Maret, 2010, 11:16 PM > > > > hihi mani goreng kabeh nya urang sunda teh... eta deuih nu nanyana, mani > hilap naros ka pak kiyai, "saur pak kiyai, naon atuh kasaean urang sunda > teh?" > > haha > > Pada 30 Maret 2010 10:05, Maman <manz2...@yahoo. > com<http://mc/compose?to=manz2...@yahoo.com> > > menulis: > >> >> >> *-Wawancara** dengan K.H Fuad Affandi. Pengasuh Pondok Pesantren >> Agribisnis Al-Ittifaq, dan Pemimpin Koperasi Agribisnis Al-Ittifaq, >> Ciburial, Alam Endah, Rancabali Kabupaten Bandung.* >> >> *Ada *satu sisi yang menarik untuk dikemukakan panjang lebar di sini >> menyangkut pandangan Fuad tentang perbedaan budaya, terutama dalam hal etos >> kerja antara masyarakat Sunda dengan masyarakat Jawa. Fuad Affandi memang >> bukan peneliti, juga bukan seorang ahli sosiologi-antropolo gi. Namun hampir >> setiap tindakan dan pemikirannya selalu menyandarkan diri pada kebudayaan, >> terutama hubungannya dengan budaya Jawa dan Sunda. Sebelum menjawab >> pertanyaan, Fuad dengan rendah hati memberi catatan bahwa apa yang ia alami >> sebagai kenyataan pribadi, bukan kenyataan umum. Ia sadar pandangannya >> terhadap kultur masyarakat pasundan, lebih tepatnya kultur masyarakat >> pedalaman Ciburial dan sekitarnya tidak bisa digeneralisasi. “Ini pendapat >> saya pribadi, suka atau tidak suka itulah yang saya alami,” katanya >> merendah. >> >> *Bagaimana sebenarnya Anda melihat perbedaan etos kerja antara Jawa >> dengan Sunda di sekitar masyarakat sini?* >> >> Saya orang Sunda yang punya pengalaman lama berenang di lautan kehidupan >> orang Jawa. Sekalipun tidak lagi menetap di sana, tetapi sampai sekarang >> silaturrahmi dengan sahabat-sahabat di Jawa terus terjalin erat. Secara >> umum orang Jawa itu lebih jujur, ulet tidak bandel, sopan santunnya kepada >> orang tua luar biasa. Satu hal, etos kerjanya sangat ulet, tidak takut >> nyebur ke pekerjaan yang rendah jika memang mereka mampunya memang masih >> bekerja rendahan. Anak-anak mudanya lebih memilih keluar dari pekerjaan >> dengan orang tua. Mereka merasa punya perasaan kurang enak kalau bekerja >> dengan orang tua. Perempuan pun memiliki keberanian bekerja sebagaimana >> laki-laki. Kalau di Sunda, tak ada perempuan mencangkul atau mengerjakan >> hal-hal yang dilakukan suaminya. Orang Jawa juga lebih berani mengambil >> resiko dan nekad. >> >> *Tapi saya sendiri sebagai orang Jawa tak terlalu merasakan hal itu. >> Bahkan di kampung halaman saya di Temanggung, saya kenal para penjual >> kerupuk asal Tasikmalaya yang etos kerjanya luar biasa. * >> >> O, kalau itu benar. Itu artinya kalau ingin membuat orang Sunda maju >> jangan tinggal di Sunda. Kalau sudah merantau akan lebih bagus etos >> kerjanya. Saya mendukung orang Sunda hijrah ke Jawa supaya ketularan etos >> kerja dan mental prihatinnya orang Jawa. Orang Sunda itu kalau tinggal di >> Sunda kayak kodok dalam tempayan. Legenda antara kancil nyolong timun dan >> kabayan adalah cermin yang pas mengambarkan dua mentalitas suku bangsa ini. >> Bagi saya, Jawa itu kancil. Jangankan terhadap orang bodoh, terhadap orang >> pinter pun kancil bisa menipu. Kalau kabayan itu, mau ngambil keong di sawah >> dari pagi sampai sore cuma ditonton saja. Air bening di sawah menunjukkan >> langit, e di tafsirkan airnya dalam sekali. Orang sunda mesti diceburin ke >> lumpur biar kerja. Harus banyak gebrakan jadi kyai sunda itu. Bahaya kalau >> orang sunda tinggal di sunda itu. Makanya hijrah itu penting. Kalau di Jawa >> seorang kyai kenapa mengirim anaknya ke pesantren luar tidak ditanyakan >> masyarakat. Merantau sudah menjadi kebutuhan. Di sini saya masih suka >> ditanya kenapa Anak pak Haji dikirim ke luar? Apa enggak cukup belajar di >> Al-Ittifaq? Ya saya jawab bahwa sekolah maupun nyantri itu hanya status. >> Untuk menjadi manusia seorang anak harus dilepas dari orang tua. Kalau terus >> bergayut pada orang tua bakal repot kelak. >> >> *Dari sisi pergaulan keluarga perbedaan yang mencolok apa?* >> >> Seorang anak Jawa, sekalipun orangtuanya miskin dan bodoh, dia tetap >> menghormati. Di Sunda anak berani dengan orang tua itu biasa. Orang Jawa itu >> sangat menjaga amanah. Dulu saya waktu nyantri di Lamongan punya pengalaman >> menarik yang sampai sekarang sangat berharga. Saya kan sering bantu-bantu >> mengepel di rumah orang. Si bapak itu bilang sama istrinya, bu, ini si Fuad >> angkat jadi saudara kandung kita. Nanti kalau aku sudah tidak ada, kamu bisa >> minta nasehat sama si Fuad. Beberapa puluh tahun kemudian anak dari sang >> bapak ini jadi jenderal dan sampai sekarang anaknya atas amanah ibunya >> selalu menghubungi saya sekedar meminta nasehat. Ini luar biasa. Ini adalah >> investasi sosial yang sangat rasional buat saya. Bagaimana amanah seorang >> bapak kepada istri dijalankan, kemudian sang istri meneruskan kepada >> anaknya, dan sang anak sampai kini tetap menjalankan. Sebagai orang Sunda >> saya jarang melihat kebaikan diberlakukan secara turun temurun seperti itu. >> Hubungan dengan orang tua lain juga memiliki sisi positif. Di Jawa tidak ada >> orang berani menelikung atau menipu kyai. Saya ini ngasuh santri Sunda >> repot. Sering orangtua santri berani nelikung. Contohnya, santri sudah >> kerasan di pesantren, tapi di minta pulang dengan alasan ini itu. Akibatnya >> santri ketinggalan pelajaran, target agribisnis pun juga kacau. Kalau di >> Jawa sekali kyai menegur orangtua murid tidak akan berani membantah. Di sini >> kita menasehati begitu mereka bisa saja punya alasan mengelak. Kalau >> alasannya tepat sih tidak masalah. Kadang-kadang alasannya justru kurang >> baik bagi anak. >> >> *Dari sisi intelektualitas bagaimana perbandingannya?* >> >> Orang Sunda itu vakum, masih lebih banyak terpengaruh pada kultur sufi. >> Pengertian sufi di sini juga bukan dalam artian substansial, melainkan >> kecenderungan laku eskapis. Hal ini dipengaruhi oleh perjalanan sejarah >> tarekat asketik Islam di pedalaman Sunda. Ini jelas tidak menguntungkan. >> Masyarakat kita yang vakum seharusnya tidak didorong ke asketisme, melainkan >> harus digalang dan digerakkan ke arah gotong-royong. Dengan begitu terjadi >> perubahan secara bersama sebagaimana yang kami lakukan saat ini. Membiarkan >> dirinya percaya pada ide jauh dan lupa akan kenyataan untuk diubah melalui >> kerja keras. Orang Jawa masih ada dimensi duniawinya. Semua itu saya lihat >> karena masih ada pengaruh sejarah di masa lalu. >> >> *Apa hal itu bukan disebabkan faktor kultur pedalaman itu sendiri?* >> >> Ya, orang Sunda memang mayoritas tinggal di pedalaman. Kota Bandung pun >> berada di Pedalaman, bukan di pesisir. Sementara kota-kota di Jawa yang >> memiliki keterbukaan itu jelas berada di pesisir. Semarang, Kudus, Rembang, >> Pati, Juwana, Tuban, Lamongan, Surabaya sampai Banyuwangi. Kota-kota di jawa >> pesisir ini telah banyak memainkan peranan bagi perkembangan tradisi >> keterbukaan. Di sunda kultur sufi lebih berkembang ketimbang kultur sosial. >> Dari sisi sejarah perjuangan Jawa juga lebih lama dan kuat. Banyak pejuang >> dari tanah Jawa sehingga sampai kini energi perlawanannya masih berhembus. >> Makanya saya amat sangat setuju kalau yang memimpin negeri ini sebaiknya >> memang orang Jawa saja. Itu lebih bagus. Mentalitasnya sudah teruji. >> Pengalaman sejarah tak bisa dibantah. >> >> *Anda kok sangat Jawaisme begitu?* >> >> Ya, dalam hal politik saya memang Jawaisme. Suka atau tidak suka itulah >> kenyataan. Jamaah saya juga saya tekankan agar tidak sungkan menerima >> kenyataan dari pihak luar, sekalipun pahit adanya. Kalau memang itu sebuah >> kenyataan terimalah, kita jangan ragu belajar dari yang lebih maju. Dengan >> cara ini orang Jawa toh akan bisa belajar menggali potensi kelebihannya >> setelah melihat suku bangsa lain. >> >> *Tetapi tidak fair rasanya jika Jawa seratus persen demikian. Saya >> sendiri sebagai orang Jawa merasakan ada elemen-elemen yang fatalis dari >> orang Jawa. Termasuk feodalismenya…* >> >> O, tentu. Setiap budaya pasti ada plus-minusnya. Apa yang saya katakan di >> atas adalah serapan yang positif dari Jawa. Adapun yang kurang bagus dari >> tradisi jawa jangan ditiru. >> >> *Apa yang harus ditinggalkan dari budaya Jawa?* >> >> Itu kyai Slamet….haha…. .(mendadak tertawa lebar). Ceritanya Kebo >> Kasultanan Surakarta kabur ke pasar. Karena si Slamet ini adalah kebo milik >> kerajaan lantas dianggap sakral. Saat berak di pasar tahinya mau dibersihkan >> oleh orang-orang di pasar. Sebelum dibersihkan disembah dulu. Ini adalah >> sesuatu yang tak patut dipertahankan. Sayangnya kita masih melihat kebiasaan >> itu. Di kalangan pejabat bawahan menganggap atasan sesuatu yang sakral, >> apapun dituruti tanpa koreksi. Di kalangan akademisi sendiri juga masih >> gemar mensakralkan sesuatu yang tidak sakral, termasuk di kalangan santri. >> Buat saya itu tradisi yang tak perlu dipertahankan. Kita semua dihadapan >> Allah sama, setara sebagaimana gerigi sisir. Hanya Allah yang layak kita >> sakralkan dan kita patut bersujud kepadanya. Karena itulah dalam berhubungan >> dengan santri saya tak menerapkan kebiasaan itu. Saya melawan tradisi orang >> tua saya juga. >> >> *Dalam melihat realitas sosial, Fuad sering menyerap tradisi kehidupan >> melalui sejarah. Kepemimpinan Nabi Muhamad di Mekkah dan Madinah misalnya, >> sangat banyak menginspirasikan tindakan kepemimpinannya. Di mata Fuad, Nabi >> sendiri menghadapi masyarakat tertutup (Mekkah) yang sangat sulit diajak >> maju. Sayangnya, ketertutupan masyarakat Mekkah memiliki banyak perbedaan >> dengan masyarakat tertutup pedalaman di kawasan Rancabali Bandung. Setelah >> lama merenung, Fuad justru bisa bercermin dari legenda rakyat untuk melihat >> realitas sosial. Kenapa masyarakat di sekitarnya sulit diajak maju?* >> >> *Fuad teringat oleh pengalaman pribadinya manakala masih remaja, saat >> nyantri di Lasem Jawa Tengah. Suatu ketika, di sebuah masjid ia ditanya oleh >> seseorang. Dengan gaya bicara blak-blakan khas pesisir seorang itu bertanya, >> “saking pundi?” Fuad menjawab, “saking Sunda. “* >> >> * “Kamu tahu apa itu Sunda?* >> >> *Fuad menggeleng tersipu.* >> >> *“Embahmu itu asu!,” ujar orang itu sambil tertawa kegirangan karena >> berhasil meledek dirinya. Fuad yang tahu ini hanyalah ledekan khas pesisir >> tak terbawa emosi. * >> >> *“Bagaimana itu ceritanya?” tanya Fuad penasaran.* >> >> *Orang itu lantas menjawab “hikayat leluhurmu itu Sangkuriang dan Dayang >> Sumbi. Kamu itu cucunya si Tumang yang kawin sama Dayang Sumbi. Haha…”* >> >> *Orang itu lantas bilang, legenda Jawa adalah kancil nyolong timun. >> Jangankan kepada orang bodoh, kepada orang pinterpun kancil bisa menipu. >> Khususnya dalam hal politik orang Jawa itu kalau tidak bisa cerdik, dia >> harus bisa licik, kayak kancil,” katanya. * >> >> *Cerita tinggal cerita. Keduanya hanyalah cermin untuk melihat kenyataan >> dari apa yang terjadi dalam tradisi kehidupan kita. “Semua ini jangan >> terlalu serius lah. Masing-masing tradisi memiliki potensi, bagaimana saja >> memanfaatkan menggalinya. Yang jelas Kabayan itu memang sangat terlihat di >> sekitar sini,” ujarnya.* >> >> *Apakah dengan seringnya Anda mengolok-olok kemalasan petani di sini >> tidak mendapat perlawanan dari Orang Sunda? * >> >> Haha….ya, itu wajar. Tapi kita kan menjelaskan perlahan-lahan. Khusus >> dalam hal agama orang Sunda sudah merasa bahwa kyai lulusan Jawa lebih bisa >> dipercaya ketimbang lulusan pesantren dari Pasundan. Tanya saja deh sama >> orang-orang sini. Kyai wedalan Jawa Tengah atau Jawa Timur lebih mudah >> dipercaya ketimbang kyai Sunda. Wong di sini sudah lazim, kalau ada mubalig >> dari Jawa pengunjungnya membludak. Kalau mubalignya dari Sunda biasanya >> sedikit yang datang. Saya ini menjadi bukti yang real. Karena mereka tahu >> saya wedalan Jawa, air banyak yang datang, gula teh melimpah. Mereka pada >> minta doa. Jadi menurut orang Sunda di sini, ulama Jawa itu sering diartikan >> sebagai ulama do’a. >> >> *Kenapa bisa begitu?* >> >> Pengamatan saya melihat bahwa kyai sunda yang nyantri di Sunda itu kurang >> prihatin, kurang tirakat, alias kurang menyiksa diri. Ada pameo santri >> kerja, kyai doa, kelak pulang ke kampung tetap saja bisa ngaji. Saya sendiri >> tidak ngaji banyak. Saya ditanya sama Mbah Puteri Nuriyah (Istri KH Maksum >> Lasem Rembang), “Fuad apakah kamu betah di sini?” Saya jawab betah. Beliau >> bilang, terimakasih kalau betah. Tapi buatlah ngaji itu nomor tujuh belas. >> Yang nomor satu adalah khidmat. Apa artinya khidmat? Tentu saja bekerja >> tanpa pamrih dengan rasa ikhlas. Inilah yang menurut saya membangun >> mentalitas positif sehingga seseorang itu bisa dipercaya lahir batin, dengan >> kata lain menujukkan kesalehan seseorang. Disitulah muncul kepercayaan untuk >> dimintai doa. >> >> *Saya melihat ada persepsi tentang identitas santri di Sunda agaknya >> kurang berkesan baik di kalangan kelas menengah dan elit perkotaan. Apa yang >> Anda lihat?* >> >> Golongan santri di Sunda menempati kasta bawah karena kebanyakan para >> santri ini tidak bisa sekolah. Kalau di Jawa nyantri atau sekolah adalah >> pilihan, artinya tidak setiap santri dari kelompok miskin, tetapi juga ada >> keturunan priyayi. Para gus-gus itu selain nyantri juga sekolah. Terlebih di >> pesisir, antara sekolah dan pesantren bukan sesuatu yang dikotomis. >> >> *Saya lihat kitab-kitab yang dipelajari santri Al-Ittifaq persis dengan >> gaya santri pesisir di Jawa. Anda sendiri mendapatkan penafsiran kitab >> tersebut dari Jawa. Sementara santri di sini mayoritas orang Sunda. Apakah >> tidak repot mengubah penafsiran dari bahasa Arab ke bahasa Sunda?* >> >> Kalau itu begini. Salah satu problem kyai Sunda sendiri adalah >> menerjemahkan bahasa Arab ke Sunda secara langsung. Ini terjadi sejak dulu. >> * *Variasi bahasa Sunda sedemikian kompleks sehingga cukup menyulitkan >> para kyai Sunda. Kalau dalam bahasa Jawa variasinya lebih pada kekastaan, >> yakni bahasa rakyat dan bahasa priyayi, dalam Sunda kompleksitasnya meliputi >> banyak hal. Satu contoh saja. Makan. Dalam bahasa Jawa kita mengenal mangan >> untuk bahasa rakyat, dan dahar untuk priyayi. Tetapi di sunda ada banyak >> jenis, *tuang, nedak, emam, dahar, nyatu, ngalebok, teuteureuy, nyegek*. >> Sulit sekali kita menerjemahkannya. Makanya para kyai Sunda lebih suka >> menerjemahkan kitab kuning dari Arab ke jawa dulu, baru transfer secara umum >> ke Bahasa Sunda. Kalau santri Jawa ngaji sama kyai sunda yang tidak >> menerjemahkan ke jawa dulu juga membuat pusing. Tapi kalau santri sunda ke >> jawa tidak terlalu sulit karena kosakata bahasa Jawa juga sudah banyak yang >> masuk ke Sunda, ini terjadi sejak kekuasaan Sultan Agung Mataram berpengaruh >> di tanah Sunda. Lagian kosakata bahasa Jawa itu sudah sangat popular karena >> dari sisi mayoritas Jawa memang dominan di mana-mana. Orang Jawa di Sunda >> sendiri sangat banyak. Nah, saya tak terlalu mewajibkan diri menerjemahkan >> bahasa Arab ke Sunda langsung. Kalau ini dilakukan malah rugi. Biar saja >> penafsiran literalnya pakai bahasa Jawa kemudian penjabarannya pakai Bahasa >> Sunda. Dengan begitu para santri juga bisa bertambah wawasan dalam >> penguasaan bahasa suku bangsa lain.[] >> *(Naskah ini adalah penggalan dari buku “Entrepreneur Organik: Rahasia >> Sukses K.H Fuad Affandi Bersama Pesantren dan Tarekat Sayuriahnya: Nuansa >> Cendekia Bandung 2009).* >> >> __._ >> _,___ >> > > > > -- > d-: dudi herlianto :-q > kunyuk nuyun kuuk, kuuk nuyun kunyuk > > > ------------------------------ > Akses email lebih cepat. > <http://us.lrd.yahoo.com/_ylc=X3oDMTFndmQxc2JlBHRtX2RtZWNoA1RleHQgTGluawR0bV9sbmsDVTExMDM0NjkEdG1fbmV0A1lhaG9vIQ--/SIG=11kadq57p/**http%3A//downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/> > Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru > yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! > (Gratis)<http://us.lrd.yahoo.com/_ylc=X3oDMTFndmQxc2JlBHRtX2RtZWNoA1RleHQgTGluawR0bV9sbmsDVTExMDM0NjkEdG1fbmV0A1lhaG9vIQ--/SIG=11kadq57p/**http%3A//downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/> > > -- ----------------------------------------------------------- AGUS PAKUSARAKAN +62 812 837 7662 www.blogs.garutleather.com ----------------------------------------------------------- www.independen.wordpress.com