Kahatur Ki Leuksa Sunda,
Punten Ki, nyungkeun bantosan, narjamahkeun seratan di handap, sareng bahas 
silokanya.
Aya rerencangan, saurna eta carios teh pro maskulin teuing, tapi ngarendahkeun 
darajat awewe. Komentar  Ki Leuksa kumaha tah?
Tadina utusan Tuhan bade ngangge "malaikat", tapi pan Gupernur Jawa Barat oge 
"diprotes" pedah nyabit-nyabit nami malaikat.

hatur nuhun,
baktos,
mrachmatrawyani


Pada jaman dahulu kala, di suatu tempat yang terpencil
hiduplah seorang petani dan istrinya dengan penuh kedamaian. Suatu hari,  Pak 
Petani pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Dengan berbekal
golok yang sederhana, berangkatlah ke hutan dimana banyak pohon tumbang yang
dapat dijadikan kayu bakar. Tetapi malang benar nasib Pak Petani ini, saat  
menebang pohon, secara tidak sengaja goloknya
terpental dan masuk semak belukar. Setelah dicari kesana kemari, ternyata golok
tidak dapat ditemukan. Akhirnya dia berdo’a kepaaktosda Tuhan, meminta supaya 
golok
dapat ditemukan kembali. Saat tengah berdoa, datanglah sesorang menghampirinya.
 
Rupanya Tuhan tidak
menginginkan mahklukNya mendapat kesukaran, maka diutuslah seseorang untu
menemui Pak Petani. Orang tersebut memperlihatkan golok berlapis emas dan
menanyakan kepada Pak Petani tersebut, apakah golok itu miliknya. Kemudian Pak
Petani menjawabnya bukan. Lalu orang tersebut memperlihatkan golok yang
berlapiskan perak, Pak Petani tidak mau mengakuinya. Untuk ketiga kalinya orang
tersebut memperlihatkan golok yang terbuat dari baja tak berkarat, tetapi tetap
saja Pak Petani tidak mau menerimanya. Akhirnya pada kali yang keempat
diperlihatkan golok asli Pak petani, dengan serta merta Pak Petani menerima
golok tersebut dan mengucapkan terima kasih. Atas kejujurannya itu, semua golok
yang pernah ditawarkan diberikan semuanya kepada Pak Petani.
 
Pada kesempatan lain
Pak Petani yang lugu dan sederhana tersebut mengajak istrinya pergi ke hutan
untuk mencari kayu bakar dan mencari keperluan kebutuhan lainnya yang hanya ada
di hutan. Pak Petani asik mencari kayu bakar, sementara istrinya juga mencari
jamur liar yang dapat dimasak untuk dimakan. Keduanya akhirnya terpisah, Pak
Petani merasa menyesal meninggalkan istrinya. Setelah berusaha mencari kesana
kemari tidak bertemu, akhirnya Pak Petani berdo’a kepadaTuhan supaya istrinya
dapat ditemukan.
 
Muncullah
seseorang utusan Tuhan mendekati Pak Petani, sambil membawa seorang perempuan
yang cantik rupawan bak bidadari. Kemudian bertanya, apakah wanita itu
istrinya. Dengan tegas dan sigap Pak Petani menjawab “Ya, betul itu istri
saya.” Maka orang tersebut dengan agak berat hati menyerahkan perempuan
itu. Saat Pak Petani dan perempuan akan pergi meninggalkan hutan, bertanyalah
utusan Tuhan tersebut kepada Pak Petani, kok kenapa baru ditawarkan satu orang
perempuan saja, sudah mengakuinya sebagai istrinya, padahal jelas itu bukan
istri aslinya. Dengan agak ragu-ragu, Pak Petani berkata,”kehidupan
keseharian  saya sudah susah dan sangat
membosankan, kalau saya harus mengurus istri lebih dari satu,  saya merasa 
tidak sanggup.”  ??????????????????
 



________________________________
From: Ki Leuksa Sunda <ki_leu...@yahoo.co.id>
To: urangsunda@yahoogroups.com
Sent: Thu, May 6, 2010 7:53:41 AM
Subject: Re: Bls: [Urang Sunda] Walanda jeung Carita Munding

  
Yi, leres, dina sastra aya siloka, dina siloka aya papatah, dina papatah aya 
amanat.
Tapi, jaman sastra geus kaliwat, ayeuna mangsana balaka.
Mun dipaksa, moal aya nu daek mikiran, ku sastra mah karek nempo 
bungkeuleukanana ge geus ting birigidig, sieuneun. Basana teh, eta mah konsumsi 
para pujangga (harianeun).
Jadi, ayeuna mah kudu bruk-brak atanapi blak-blakan, blak nagkarak, bluk 
nangkuban..hahaha. Kade ticatrok...
Gara-gara HAM jeung kebebasan mengemukakan pendapat, nu buni moal kakoreh, 
malah mah kalah katincak da jelemana marotah, teu kaop kagebah sok tuluy DEMO, 
gagabah. Hahahaha..

Sok ah, milarian deui dongengna, urang sundakeun (tafsirkeun) ku Aki !

Tafsir heureuy, make rumus filsafat meureun.

Salam sono ti Aki



--- 

> 
>
>
> 

 


      

Kirim email ke