Kolom IBRAHIM ISA
-----------------
22 Juli 2005.

GUS DUR tentang HUKUM DAN KEKUASAAN -
< KONSISTEN MEMBELA NEGARA HUKUM >

Ketika Gus Dur beberapa tahun yang lalu mengajukan ide, fikiran, usul, visi, 
untuk memyatakan TAP-MPRS No. XXV/1966 -- <suatu produk awal Orba di bidang 
pelanggaran hukum > -- yang melarang PKI, Marxisme dan Komunisme, --- maka pada 
saat itu beliau membuat suatu terobosan yang fundamental dan historis. Kekuatan 
politik Orba, saat itu lebih populer disebut sebagai kekuatan politik 
"statusquo", masih utuh dan kokoh karena yang terguling sesungguhnya hanyalah 
mantan Presiden Suharto seorang diri saja, lagipula penggantinya adalah orang 
yang ditunjuk sendiri oleh Jendral Suharto. Adalah pada saat-saat itu, -- Gus 
Dur mengajukan suatu visi, suatu pandangan, yang menunjukkan kepedulian dan 
keterlibatan beliau dengan tujuan gerakan Reformasi, suatu perjuangan untuk 
menegakkan demokrasi, untuk menegakkan hukum di Indonesia. Suatu usaha untuk 
mengakhiri masa "impunity" zaman Orba. 

Kepedulian Gus Dur dengan perjuangan untuk menegakkan suatu "rechtstaat", suatu 
NEGARA HUKUM Indonesia, mendapat reaksi kontan dari kekuatan politik retrogres, 
kekuatan konservatif dan reaksioner, yang menentang program politik gerakan 
Reformasi dan Demokratisasi. Ketika Gus Dur mengajukan ide supaya TAP-MPRS 
No.XXV, 1966, tsb dicabut kembali, ditiadakan, kalangan tertentu dari jurusan 
kekuatan politik Orba, menabuh bedug dan memukul genderang, dengan hiruk-pikuk 
mencanangkan kembali tentang 'bahaya laten Komunis', tentang 'bahaya mengancam 
hidupnya kembali PKI'. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Gus Dur. 
Atau suatu kesengajaan yang dilatarbelakangi oleh manuver politik klasik, 
menggunakan 'momok komunisme' sebagai tabir asap untuk menentang gerakan 
Reformasi. Mereka hanya punya satu tujuan, yaitu mempertahankan sistim dan 
kultur politik otoriter dan reaksioner Orba. Mempertahankan budaya KKN demi 
kepentingan politik dan materil golongan mereka sendiri.

Andaikan diasumsikan saja dulu, bahwa ribut-ribut 'bahaya komunisme' itu 
sebagai suatu sikap, yang disebabkan oleh kekurang-pengertian bahwa ide yang 
dilontarkan oleh Gus Dur sesungguhnya menyangkut masalah yang jauh lebih 
penting dan urgen, yang teramat fundmental. Namun, tokh sulit memahami bahwa 
mereka tidak mengerti visi Gus Dur itu. Mereka sengaja mengkaitkan usul Gus Dur 
agar TAP-MPRS No XXV/1966 dibatalkan, --- dengan suatu 'bahaya komunis'. Ini 
tidak masuk diakal, tidak bisa diterima oleh logika politik yang normal. 
Karena, siapapun tidak akan bisa menerima tuduhan bahwa Gus Dur, seorang 
pemimpin NU dan kiayi cendekiawan, tampil membela komunisme dan PKI. Siapapun 
tahu bahwa realita kongkrit, dan pengaruh PKI dan kekuatan komunis serta 
kekuatan dan pengaruh politik Kiri sudah lama disisihkan dari kehidupan politik 
Indonesia, berkat pembantaian masal terhadap lebih sejuta kaum Komunis dan yang 
dituduh Komunis. Bukan saja kekuatan politik Komunis, boleh di bilang seluruh 
kekuatan politik Kiri telah dibasmi oleh Jendral Suharto dengan kekerasan 
senjata dan politik.

Sesungguhnya dapat difahami, oleh siapa saja yang mengerti maksud dan tujuan 
suatu NEGARA HUKUM, bawah Gus Dur mengusulkan dicabutnya TAP-MRS No. XXV/1966, 
pertama-tama dan terutama, karena TAP/MPRS No. XXV/1966, bertentangan dengan 
UUD-45, bertentangan dengan Demokrasi, bertentangan dengan NEGARA HUKUM.

Kepedulian Gus Dur demi tegaknya negara hukum kembali mencuat baru-baru ini, 
ketika dari tempat peristirahatannya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), 
Jakarta, beliau melontarkan  isu tsb ke hadapan logika dan nurani bangsa. Gus 
Dur mengajukan: Dewasa ini apa pilihan kita sebagai bangsa, mana yang akan kita 
berlakukan: NEGARA HUKUM ATAUKAH NEGARA KEKUASAAN. <Baca http://www.gusdur.net 
-- 22 Juli 05>. Kongkritnya Gus Dur menanggapi tindakan sefihak Front Pembela 
Islam (FPI) atas kompleks milik sebuah organisasi Islam Ahmadiyah di Bogor. 
Tindakan FPI itu disebabkan oleh fatwa yang dikeluarkan oleh Majlis Ulama 
Indonesia (MUI), bahwa gerakan Ahmadiyah dalam segala bentuknya dilarang Islam.

Dengan tegas Gus Dur menyatakan bahwa pendapat tsb (FPI dan MUI) bertentangan 
dengan Undang-Undang Dasar. Gus Dur menandaskan: " . . . badan yang berwenang 
dalam hal ini, yaitu Pakem (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) di 
lingkungan Kejaksaan Agung mengatakan gerakan Ahmadiyah Qadiyan saja yang 
dilarang oleh ajaran Islam, sedangkan aliran lainnya tidak demikian. Karena 
itu, patutlah kita saat ini mengajukan pertanyaan: manakah yang akan dipakai 
keputusan berdasarkan Undang-Undang Dasar, ataukah pendapat sebuah 
lembaga betapa terhormatnya sekalipun, seperti MUI.(cetak tebal oleh penulis 
Kolom). 

Lalu Gus Dur mengambil contoh lain, yaitu tindakan Kodim Kabupaten Pati 
beberapa tahun yang lalu yang melarang sekolah di situ untuk menerima anak-anak 
orang Baha'i untuk turut ujian SMP. Tindakan Kodim itu diambil karena ada 
keputusan
Presiden (Kepres) No. 264/1962 yang melarang Baha'iisme. Menurut Gus Dur 
keputusan presiden itu bertentangan dengan undang-undang dasar dan oleh karena 
itu batal demi hukum. Ketika Gus Dur menjabat Presiden RI, ia mengeluarkan 
Kepres No. 69/2000, mencabut Kepres No 264/1962. Di sini Gus Dur menunjukkan 
konsistensinya dengan memanfaatkan haknya sebagai Presiden untuk mencabut 
Kepres yang dianggapnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.

Mempersoalkan dan mempertanyakan keabsahan pekerjaan Komisi Pemilihan Umum yang 
lalu, Gus Dur menyatakan dalam tulisannya itu: 
"Sebagai bangsa, kita patut mempertanyakan kedua hal itu: siapakah 
yang berkuasa? Dan perlukah pemilu diulang kembali? Pertanyaan ini 
penting untuk masa depan kita karena terkait dengan pertanyaan 
akankah kita memiliki negara demokratis ataukah tidak? Sudah tentu, 
ada "tuduhan" ke arah penulis, bahwa ia membuat kekacau-balauan hidup 
kita sebagai bangsa. . . . . harus ada yang memimpin `kemampuan' bangsa kita di 
saat ini dan masa depan. Kalau bertanya saja kita sudah tidak mampu, bukankah 
ini berarti sudah terjadi ketakutan antara fakta dengan lemahnya kontrol atas 
perbuatan kita sendiri? Bukankah pemerintah sendiri wajib menengakkan 
demokrasi?  ... bukankah kita tidak akan membiarkan bangsa ini kembali ke masa 
lampau yang otoriter, dengan kekuasaan mengendalikan seluruh aspek kehidupan 
bangsa seperti pada pemerintahan Orde Baru sebelum 1999? 

Gus Dur menandaskan bahwa "saatnya sangat tepat untuk mempertanyakan kepada 
diri sendiri, benarkah kita negara hukum ataukah negara kekuasaan? Memang, 
peradilan kita masih dikuasai oleh sebuah mafia, tapi dapat kita 
lihat bahwa ada perkembangan menuju ke arah perubahan fundamental 
pada kekuasaan hukum. Pihak yang menginginkan kekuasaan hukum menjadi 
hilang, lamban laun akan didesak oleh kenyataan oleh sistem peradilan 
kita yang ternyata masih menggunakan patokan hukum. Kalau ini 
didorong terus, maka kita akan percaya bahwa demokrasi akan tumbuh 
dengan baik di negeri kita. Karenanya, dua persoalan di atas 
memerlukan jawaban tuntas dari kita semua: benarkah hukum berkuasa 
dinegeri ini ataukah pemegang kekuasaan?"

Apakah masalahnya menyangkut larangan atas PKI dan Marxisme, ataukah menyangkut 
masalah tindakan sepihak FPI terhadap aliran Ahmadiyah, ataukah itu berkenaan 
dengan larangan Kodim atas sorang murid untuk ikut ujian SMP karena ia anggota 
aliran Baha'iisme, atau menyangkut masalah kerja KPU yang mengidap banyak 
kelemahan, ---- Gus Dur konsisten menekankan tentang arti penting berpegang 
pada usaha untuk nenegakkan NEGARA HUKUM.

Dari kejauhan kita mengharapkan Gus Dur cepat pulih kesehatannya, agar bisa 
kiprah kembali sebagai GURU BANGSA. Selalu menekankan dan menunjukkan betapa 
pentingnya membela prinsip-prinsip Demokrasi dan tujuan untuk menegakkan NEGARA 
HUKUM INDONESIA! *** 


 







[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke