Dini, pengamatanmu banyak juga. :) Salute ... You do your homework. Sekarang saatnya merenung, kembali ke kedalaman diri kita, menjari jawab dari permenungan dan pencarian kita.
Pada saatnya, dari sekian banyak cermin, frame, kasus, kejadian, kita harus melihat secara detail kasus per kasus supaya bisa menyelami lebih dalam lagi. Aku mulai dari satu kasus yang di bawah ini dulu yak ... Aku ada suatu kisah, dulu aku tak lampias mengerti. Mengapa seseorang melakukan ini, atau itu ... Tapi dari kisah seseorang di bawah ini, seorang akhwat juga, yang memilih jadi "orang biasa" itu, mungkin kita bisa bercermin, dan memetik satu atau dua hikmah yang tersembunyi .... Terkadang orang perlu waktu sejenak, menjadi orang biasa, sebelum kembali berkarya === PRINSIP HIDUPKU Aku manusia yang lahir dari rahim ibuku. Sebagai anak kelima dari 9 bersaudara, aku mersa bersyukur dengan apa yang ada pada diriku dn sekelilingku. Semua itu harus aku terima sebagai rohmat dari Alloh yang aku terima dengan hati lapang. Walaupun kadang pernah terbenak dalam pikiranku, aku mersa rendah, hina bila dibanding orang yang ada di atasku dan aku baru merasa bersyukur bila sudah bertemu dengan orang yang ada di bawahku. Aku dibesarkan dari lingkungan keluarga yang secara materi termasuk golongan cukup, tapi tidak berlebihan. Tapi secara spiritual, terutama masalah pendidikan, alhamdulillah, aku didik oleh orang tua yang basic agamanya cukup bagus. Bapaklku kebetulan seorang guru agama yang mengenyam pendidikan Islam sampai di tingkat sarjana. Tapi sayang ibuku seorang dari golongan agama yang sangat biasa/basic agamanya kurang bagus. Walaupun sedikit banyak pengaruh agama bapak masuk ke ibuku tapi kadang masih banyak hal kebiasaan yang kurang bagus yang masih ada pada ibuku masih dibawa dan kadang menimbulkan masalah dalam keluargaku. Terus terang hal itu sangat berpengaruh pula pada psikologisku sendiri. Dampak yang ada itu sangat berpengaruh pada kehidupanku sampai sekarang. Di lain sisi kalau aku berkaca pada bapakku aku ingin menjadi seorang rohis yang mampu mengabdi sebagai hamba Alloh yang beriman dan bertaqwa tapi di sisi lain kalau aku bercermin pada ibuku aku merasa hidup pada lingkungan yang berlawanan dengan bapakku. Intinya tidak ada kesepakatan antara kedua orang tuaku dalam masalah prnsip hidup terutama dalam beragama. Pendidikanku dari tk sampai SD, bersekolah di sekolah Islam. Aku sekolat tk di muslimat, karena sekolahku yang paling dekat dengan rumah yang berbasis NU. Terus terung bapakku seorang muhammady yang memegang kemuhammadiyahan kuat. Walaupun begitu tetap saja aku sekolah di tk itu. Setelah tk aku masuk di MI Ma'arif yang setara dengan SD selama 6 tahun. Di Mi inilah aku benar-benar dididik agama yang cukup lumayan. Selain kebiasaanku mengaji setiap sore, rutin di MI Maarif ini aku merangkap sekolah di Pondok Darul huda dekat rumahku. Aku masuk sekolah pondok setelah kelas 6 SD. Pagi di MI maarif dan sorenya di pondok. Disini aku benar-benar merasa terikat selain lingkungan masyarakat yang terlingkup pada kehidupan orang pondok yang cenderung monoton, primitif, tanpa ada kedinamisan dalam menerima budaya baru/pemikiran baru. Memang bukan hal yang aneh lagi, orang NU, cenderung selalu taap pada kyai, jadi segala hal-hal yang baru masuk harus minta persetujuan dari seorang kyai. Jadi menurutku masyarakatku tergolong primitif dan kolot. Pengaruh itu membuat aku menjadi orang pendiam, dingin pada lawan jenisku, dan diliputi rasa malu kalau bergaul dengan lawan jenisku. Boleh di bilang aku hanya terpaku pada kehidupan agama yang ortodoks tanpa ada kebebasan dan kedinamisan. Masyarakatku mayoritas orang NU, dan satu-satunya yang Muhammadiyah hanyalah keluargaku saja. Jadi sedikit banyak aku dibesarkan pada kehidupan/kebiasaan orang NU. Tapi dari situ aku banyak mengambil hikmah. Di MI, aku tahu hukum Islam, Hadits, Al Wuran, dan yang paling aku sukai pelajaran bahasa arab. Di tambah dengan sekolah sore di pondok selama satu tahun. Selama di pondok banyak kenagan manis yang aku peroleh. Aku sekolah di lingkungan orang-orang yang berumur diatasku. Teman-teman di pondok banyak yang menyayangiku. Dan memanjakan aku. Selain aku dibilang pintar, karena prestasi yang aku peroileh aku tergolong murid paling muda dan jauh lebih muda dari teman-temanku. Walau di pondok aku duduk di kelas 6 SD sedang teman-temanku banyak yang sudah kuliah di IAIN kebanyakan sudah semester I, II dan III. Aku sering disanjung ustadku dan dihafali..itu yang membuat aku lebih tertarik untuk sekolah di pondok itu. Aku tahu bagaimana, sedikit banyak tentang ilmu tafsir, bahasa arab, shorof dn lain-ain. Aku mampu meraih prestasi ranking dan masuk nominasi sebagai murid yang masuk kelas eksperimen (kelas satu langsung kelas tiga). Dari situlah aku tertarik untuk menggeluti bidang agama dan aku sangat tertarik untuk megikuti kegiatan kerohanian. Setelah tamat aku melanjutkan ke sekolah umum negeri. SMPN I Ponorogo. Terus terang aku sebenarnya dulu sangat tertarik untuk melanjutkan sekolah ke pondok pesantren, tapi sayang orang tuaku tidakmengijinkan terutama ibuku dengan alasan bahwa aku sudah lumayan mendapat pendidikan agama, seandainya aku pingin menggeluti /memperdalam ilmu agama aku bisa mengembangkan sendiri dengan dasar-dasar pendidikan yang aku peroleh. Itu mendurut ibuku lain lagi menudrut bapakku. Kalau bapakku itu semua terserah padaku. Setelah aku berfikir dan banyak merenung akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti nasihat ibuku. Aku punya fikiran kapan lagi memenuhi keinginan ibuku dan aku yakin pemikiran ibu pasti banyak benarnya. Akhirnya aku diterima di SMPN I ponorogo. Tapi sayang aku tidak bisa melanjutkan sekolah pondok akrena SMP itu masuknya sore. Selama 3 tahun di SMP aku hanya mendapatkan pendidikan minim sekali. Di sela-sela itu aku merasa tidak puas dengan pendidikan agama yang minim itu/ untuk itu aku mengikuti kegiatan kerohanian Islam di SMPn itu. Aku masuk dalam pengurus seksi agama. Disitu aku hanya terfokus pada kegiatan agama. Misalnya mengadakan kegiatan qiro'ah yang rutin diselenggarakan setiap minggu sekali. Dari kegiatan qiro'ah akhirnya aku sedikit-sedikit bisa membaca qiro'ah dan punya grup yang sering diundang dalam acara pernikahan dan acara/hari khusus. Ini berlangsung sampai aku SMA dan kadang sekarang pun masih pernah tapi jarang. Aku juga sempat ikut lomba wiro'ah walaupun belum bisa mencapai prestasi yang maksimal. Selain qiro'ah aku sering dilibatkan dalam acara pondok romadhon, ataupun acara hari besar Islam, ataupun acara baksos penyembelihan korban di daerah terpencil.aku sangat senang dan bangga dengan kegiatan yang aku ikuti selama ini aku merasa banyak hal-hal positif yang bermanfaat bagi diriku sendiri. Teman-temanku juga termasuk golongan teman-teman yang cenderung religius dapi dari situ aku merasa terikat dengan kebiasaan kegiatan rohis. Aku harus menjaga jarak dengan teman-teman cowok. Boleh dibilang aku semasa SMP sangat canggung berteman dengan cowok. Pernah kejadian aku disenggol oleh teman cowok, peristiwa itu membuatku marah dan aku merasa nggak terima akhirnya temanku cowok itu minta maaf ke aku. Tapi melihat seperti itu aku sampai merenung rasanya aku terlalu egois, cuek sama cowok, dingin dan mungkin boleh dibilang sok suci. Sehingga aku kadang merasa berontak pada diriku sendiri kenapa aku seperti itu, yang pada akhirnya aku tidak bisa akrab sama cowok dan tidak banyak teman. Walaupun aku didukung oleh bapakku untuk aktif di kegiatan rohis, tapi orang tuaku selalu berpesan bahwa mereka mendukung aku, tapi aku tidak boleh terlalu membatasi diri yang pada akhirnya itu akan merugikan diriku sendiri. Kondisi di SMP tak jauh beda denan di SMA. Tapi di SMA lebih getol lagi. Aku masuk awal SMA sudah mulai memakai jilbab. Aku memang didukung bapakku. Sebenarnya bapakku menyuruh aku memakai jilbab pada waktu aku duduk di kelas 3 SMP. Tapi aku belum mau dengan alasan kasihan orang tua mesti ngeluarin duit untuk itu semua. Pada dasarnya aku memakai jilbab bukan karena disuruh orangtua, tapi aku merasa tergugah dnegan kakak kelasku SMP yang dulu tergolong orang yang biasa dari religiusitasnya tapi dia ternyata punya keinginan untuk memakai jilbab. Aku sering bertanya pada diriku sendiri mengapa aku tidak memakainya?. Padahal dari lingkungan keluargaku aku termasuk orang yang tahu hukum agama dan didukung bapak, meskipun ibuku terus terang kurang mendukung. Dan dari segi pendidikan agama aku merasa sudah banyak yang sudah aku peroleh. Dari situ aku merasa tergugah untuk memakai jilbab di awal SMAku. Disana aku juga nggak jauh beda dengan di SMP. Aku pernah dijadikan ketua takmir putri musholla SMAku. Sebenarnya aku merasa aneh kenapa teman-temanku memilih aku, padahal kalau dilihat dari kekhusukan/tingkah laku menurutku aku jauh dengan mereka. Aku merasa menjadi pemimpin yang tidak pantas menjadi contoh teman-temanku. Dan perasaan bersalah itu sampai sekarang masih kuingat terus. Kadang kalau teringat aku menjadi malu sendiri. Teman-temanku yang baru memakai jilbab sekarang sudah ada peningkatan, diantaranya banyak yang memakai jilbab lebih menutup aurotnya. Aku waktu SMA juga sudah mengenal namanya kajian-kajian. Selain aktif di bidang agama aku juga aktif di bidang kajian ilmiah yaitu KIR (karya ilmiah remaja) dan lumayan membawa hasil juga. Msa SMA aku jalani walaupun dengan banyak tantangan yang meski aku hadapi. Masa SMA membawa sedikit kenangan manis, terutama aku merasa teman-temanku masih menghargai aku sebagai ketuanya. Terbukti dari teman-temanku yang minta saran/masukan dan motivasi untuk memakai jilbab walaupun kondisi keakhwatanku mungkin kurang meyakinkan. Sehingga pada akhirnya teman-temanku banyak yang memakai jilbab. Yang semula dulu hanya aku seorang meningkat menjadi hampir separo dari putri di kelasku dan menjadi pemecah rekor diantara tujuh kelas yang lain yang memakai jilbab terbanyak. Aku sangat bersyukur. Kehidupan SMA pun tak jauh beda dengan masa kuliah. Semester I dan II aku sudah mulai aktif di takmir karena aku membayangkan kegiatan tak jauh berbeda dengan kegiatan rokhis di SMA. Ternyata aku menemukan perbedaan yang menyolok sekali. Kegiatan di kampus lebih ada batas-batas tertentu daripda waktu di SMA. Di SMA lebih bebas. Dengan kondisi seperti itu aku mungkin agak kaget, tapi karena akhirnya menjadi biasa. Hal itu didukung suasana kos waktu semester I dan II mendukung. Tapi pada akhirnya setelah aku fikir-fikir aku mulai bosan dengan kondisi seperti itu. Sebenarnya itu menunjukkan hal yang positif, tapi hati nuraniku menyatakan tidak, dan aku sendiri tidak tentera dengan lingkungan seperti itu. Kadang aku seperti merasa seperti terpaksa hidup di lingkungan seperti itu. Akhirnya waktu semester III aku pindah kos. Di sini aku menemukan lingkungan yang tak jauh beda dari lingkungan pertama tapi lebih bebas sedikit. Walaupun begitu, kondisi hatiku lebih parah daripada semester awal. Aku merasa hidup dan kemunafikan dan keboihongan. Prinip di hati dan aplikasi ternyata jauh berbeda. Lingkungan menuntut aku seperti itu, tapi hati nuraniku mengatakan tidak. Aku selalu resah dan bimbang, sementara lingkungan kampus juga seperti itu. Aku tidak menemukan apa yang aku cari selama ini di lembaga takmir Al Hadiid, aku tidak puas di lembaga ini, tidak sesuatu pengalaman yang berarti. Kebetulan aku ditawari oleh teman-teman jurusanku untuk menjadi wakil BPM FT. Aku dicalonkan dan akhirnya aku memenagkan suara. Aku resmi menjadi anggota BPM FT. Disinilah aku mulai banyak pengalaman. Di sisi lain aku mulai menganal dan dikenaldi teman-teman FT. Disini aku menemukan segudang penalaman, selain itu aju juga mencoba masuk di lembaga pers fakultas (SOLID), di solid awalnya aku merasa tidak puas, karena di solid pergaulan lebih bebas. Akhirnya karena ada perbaikan -perbaikan kondisi solid menjadi lumayan. Walaupun begitu, aku masih juga sedikit aktif di takmir. Dari ketiga lembaga itu sampai sekaranng aku sering membandingkan. Kalau dilihat dari kekeluargaan, BPM, lembaga ini paling menyenangkan. Tapi kalau suasana formalitas dalam forum kadang lebih bagus di takmir, kalau pengalaman yang didapat lebih banyak di bpm. Selama semester III dan IV aku merasa banyak goncangan hidup yang aku alami, aku hidup dalam suasana ketidakpuasan dan kebimbangan, antara kesenangan di kost-kostan, kampus dan di rumah. Baru pada semester V, aku mencoba pindah kos sampai sekarang. Aku merasa suasana baru ini akan merubah warna hidupku selama ini. Aku benar-benar berubah. Pola hidupku juga berubah, aku merasa lebih dewasa, percaya diri, dan lebih bebas bergaul, sehingga aku merasa enjoy di lingkungan baruku. Tapi satu hal dalam hiduku yang tidak bisa berubah. Aku punya prinsip hidup dalam beragama yang tersimpan dalam hati. Prinsip hidup yang kuat dalam hati memang sudah tertanam dalam hatiku sejak aku mulai menyedari bahwa aku sebenarnya sudah lumayan punya ilmu untuk itu. Tapi ingat bahwa aku tak mau hidup dalam kemunafikan seperti dulu lagi. Aku ingin menunjukkan bahwa seperti inilah aku. Aku paling tidak puas kalau orang lain menilaiku baik di luar (penampilan) tapi sebenarnya dalam hatiku aku belum bisa menerima penilaian seperti itu. Aku sering membicarakan uneg-uneg ku ini dengan orang tuaku. Terus terang orang tuaku (bapakku) paling menyukai kalau diajak diskusi masalah agama dan kehidupan. Aku pernah melontarkan bahwa aku ingin melaksanakan agama yang aku jalani secara kaffah. Tapi bapakku sempat ketawa sinis kepadaku, aku jadi malu sendiri. Bapakku sering menasehatiku, bahwa manusia untuk mencapai tingkat seperti itu terlalu tinggi. Kita ndak usah bermuluk-muluk seperti itu. Coba kalau kita fikir, kita mampu melaksanakan sholat 5 waktu secara sempurna saja itu merupakan suatu hal yang bagus sekali. Dan untuk punya keinginan semuluk itu bagus-bagus saja. Cuma itu suatu hal yang sia-sia kata Bapakku. Dari lontaran Bapakku seperti itu aku jadi berpikir dan itu kayaknya pas dengan keyakinanku selama ini. Akhirnya aku memutuskan untuk memilih hidup seperti inii yang membuatku lebih tenteram dan hatiku merasa lebih tenang. Aku sendiri juga tidak tahu apakah pilihanku ini diridhoi Alloh, aku tidak tahu. Tapi aku selalu berdo' a ditunjukkan pada sesuatu yang terbaik untukku. Jadi pada intinya aku merasa harus memulai hidupku untuk menawali dari hablu minAlloh (dalam artian aku harus menyempurnakan, menguatkan ibadahku kepada Alloh) dulu baru aku melaksanakan hal-hal lain yang belum mampu aku laksanakan. Aku punya prinsip aku lebih senang orang memandang keburukanku, tapi dalam hati aku menyimpan mutiara. Daripada mutiara nampak dari luar tapi sebenarnya mutiara itu hanya sebagai hiasan. Biarlah orang lain memandang seperti apa diriku, tapi itulah aku. Aku punya pedoman dan pegangan yang kuat untuk melangkah menuju hidup lebih baik. Aku harus punya semangat kuat untuk merubah yan kumulai dari hatiku dulu. Hal seperti akan aku terapkan dalam berdakwah dengan orang. Dengan kondisi seprti sekarang ini aku merasa lebih bisa bergaul dan berdakwah sebatas yang aku tahu secara lebih leluasa tanpa ada ikatan. Hal seperti ini memang baru aku rasakan. Mudah-mudahan Alloh selalu menunjukkan jalan yang lurus, yang membawa langkah hidupku menuju jalan kebenaran. Amin. ----- Original Message ----- From: "Dini" <[EMAIL PROTECTED]> Gw juga liat temen2 gw yang pas SMA, aktif banget di Rohis -yang suka ngejar2 gw ngajak keputrian- akhirnya pas ketemuan malah jadi "biasa lagi" -appa karena faktor gak kuat kali yeee?? ato gak istiqomah?- Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/