mbak Wida
Jika anda mau lebih sedikit open mind, kita bisa lebih
belajar bersama untuk memecahkan masalah ini dengan
solusi yang konstruktif, bukan dengan jawaban
"pokoknya".
Satu hal yang mendasar adalah kita semua ingin kondisi
yang lebih baik bagi kemanusiaan.  
Saya pikir anda setuju dengan hal itu.  Seperti 
banyak teman disini juga bilang, saya dan anda juga
bilang, kita semua tidak suka pornografi, eksploitasi
perempuan dll.

Tapi realitas dunia ini terlalu kompleks, dan apa yang
tampak dan tertangkap oleh indera kita tidak
sesederhana gambar yang kita tangkap, underlying cause
seringkali tidak kasat mata dan dengan mudah diukur
magnitudenya maupun causal effectnya . 
Realitas sosial tidak mudah didekati dengan model
matematis, seperti anda membuat model matematis untuk
meningkatkan safety factor.  

Seringkali sekuensi logis matematis tidak sejalan
dengan sekuensi logis realitas sosial, atau kalau
boleh dibuat dengan kalimat lain, seringkali ada
mekanisme yang tidak tampak diantara dua variabel yang
sepertinya punya sekuensi logis sebab akibat (seperti
halnya kondom akan menyebabkan meningkatnya perilaku
seks bebas).  Kenapa saya berani mengatakan demikian,
karena bukti-bukti ilmiah dengan metode yang telah
standard sampai saat ini tidak menunjukkan apa yang
anda asumsikan.  Bagi saya itulah fakta atau bukti.  

Tapi jika anda telah memilih sikap untuk "pokoknya"
sayapun tidak bisa memaksa dan menghargai pilihan
anda.  Yang saya sesalkan hanyalah tidak adanya solusi
konstruktif yang operasional bagi masalah ini. 

Dan dalam kasus AIDS, mungkin kita harus menunggu
kondisinya seperti di Afrika sampai kita sadar bahwa
kita terlambat untuk itu.  
Ada pepatah pengalaman adalah pembelajaran yang paling
berharga, akan tetapi harga yang harus dibayar
sangatlah mahal.  Akan lebih murah (dan mungkin lebih
bijaksana)  apabila kita bisa dan mau belajar dari
pengalaman orang/negara lain, for better or worse.

regards,
Donnie


=====================
--- [EMAIL PROTECTED] wrote:

> Saya rasa saya tidak emosi bung Ayeye. Saya tidak
> menanggapi lagi thread 
> ini (dan akhirnya kali ini saya terpaksa menjelaskan
> posisi saya) karena 
> saya rasa saya sudah menjelaskan alasan penolakan
> saya atas subject ini. 
> Jika anda mengharapkan data, saya mungkin tidak akan
> bisa memberikan data 
> yang diminta karena pekerjaan saya tidak di situ.
> Atau saya tidak terlalu 
> berminat menganalisa data-data itu. Tetapi bagi saya
> data-data itu 
> bukanlah segalanya dalam analisa perilaku sosial.
> Tidak sebagaimana ilmu 
> eksakta atau fisik. Para pengamat sosial yang
> mendasarkan analisanya dari 
> data-data, kemudian ketika analisanya salah sering
> kali mengatakan ada 
> kesalahan dari data-data yang dia pakai. Atau
> data-data yang dipakai belum 
> menyeluruh. Atau ada parameter-parameter lain yang
> belum diperhatikan.
> 
> Jadi sebelum para analis sosial itu berkata
> demikian, saya akan menutup 
> pintu itu rapat-rapat dan tidak akan mentolerir
> kesalahan mereka dengan 
> akibat meluasnya seks bebas di masayarakat
> Indonesia. Ini bukanlah sesuatu 
> hal yang mudah untuk dipertaruhkan. Sebisa mungkin
> harus dicegah 
> terjadinya. Tidak boleh berspekulasi. Saya katakan,
> sekali pintunya dibuka 
> ia tidak akan pernah bisa ditutup lagi selamanya.
> Jadi, jangan buka 
> pintunya.
> 
> Sebagai seorang sarjana teknik, saya memang selalu
> berfikir Safety Factor 
> dalam setiap analisis. Maka dalam hal ini saya
> menerapkan SF yang sangat 
> besar. Saya tidak ingin ambil resiko. Sebelum ada
> suatu hal yang bisa 
> membuat saya melihat bahwa pilihan ini tidak akan
> mengarah kepada seks 
> bebas bagi masyarakat Indonesia. Oh ya... mungkin
> saya adalah seorang yang 
> masih kolot memegang nilai-nilai agama atau adab
> ketimuran. Tetapi saya 
> memang sangat tidak ingin melihat bangsa ini hancur
> akibat perzinaan yang 
> meraja lela. Saya tidak akan membuka keran ke arah
> sana sama sekali. 
> Bangsa ini sudah babak belur dengan citra negara
> terkorup no 2. Dan itu 
> semua di alamatkan ke umat Islam yang mayoritas di
> negara ini. Lalu apa 
> jadinya bangsa ini jika kemudian menjadi negara seks
> bebas no 2 juga di 
> dunia? Tidak! Hal ini harus dicegah sekuat tenaga.
> 
> Jadi, selama saya belum bisa melihat bahwa pilihan
> ini tidak akan mengarah 
> kepada perilaku seks bebas yang semakin buas di
> negeri ini, saya tidak 
> akan mendukung pilihan ini. Bahayanya jauh lebih
> besar dari pada 
> manfaatnya.
> 
> Salaam...
> 
> 
> 
> 
> ayeye <[EMAIL PROTECTED]> 
> Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 01/12/2006 01:19 AM
> Please respond to
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 
> 
> To
> WM <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
> cc
> 
> Subject
> Re: Re[2]: [wanita-muslimah] ATM Kondom, Perlukah?
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Ikut nyimbrung :-)
> 
> Mbak atau Mas Wida boleh saja mempunyai pendapat
> bahwa
> dengan diadakan ATM Kondom, budaya seks bebas akan
> semakin besar. Tetapi hingga sekarang pendapat Anda
> belum didasari atas argumentasi yang memadai dan
> malahan ingin menutupi diskusi dengan nada emosional
> dan berkeras kepala. Kita boleh saja menjadi
> emosional
> terhadap sesuatu, namanya juga manusia. Tetapi
> kadang-kadang ada gunanya kalau kita tetap bersabar
> dan terus mempelajari persoalan yang tadi membuat
> kita
> menjadi emosional. Mending emosi dijadikan sebagai
> motivasi untuk terus mencari ilmu daripada untuk
> menyerah :-)
> 
> Menurut pengalaman pribadi saya, aktifitas seksual
> di
> luar nikah bukan merupakan phenomena baru di
> Indonesia, baik di antara remaja maupun dewasa.
> Tetapi
> setelah masa ORBA, seksualitas mulai dibicarakan
> dengan lebih terbuka di ruangan publik, sehingga
> siapa
> yang baru dengar tentang kasus seksual cenderung
> memahaminya sebagai hal yang baru, apalagi yang
> kuper,
> padahal bukan. Perkembangan yang sejenisnya pun
> pernah
> dialami oleh masrakyat di negara-negara lain.
> Perubahan dalam perilaku secara umum lebih banyak
> didorong oleh perubahan lingkungan sekitarnya
> seperti
> disebabkan oleh proses modernisasi, baik di kota
> maupun di daerah, daripada oleh pengaruh budaya
> luar.
> Hal itu sudah dijelaskan dengan baik sekali oleh Mas
> Arcon dan Mas He-Man. Strategi menyalahkan budaya
> asing atas perkembangan yang kurang disenangi sudah
> ada pula sejak jaman dahulu. Kita tidak menolak
> adanya
> pengaruh dari budaya luar, tetapi seberapa besar
> pengaruh dari budaya itu terhadap perilaku seksual?
> Coba Anda berdiskusi dengan nenek-nenek dan
> kakek-kakek Eropa atau Amerika Serikat (misalnya)
> tentang seksualitas. Kayanya masih banyak juga yang
> tidak akan mentolerir seks di luar nikah. Jangan
> kaget
> ketika di antara mereka ada yang menyalahkan budaya
> Asia atau Afrika atas keburukan moral generasi muda,
> khususnya masih di jaman tahun 60-70an. Sama saja
> toh
> :-)
> 
> Di pihak lain, saya pernah membaca beberapa majalah
> lokal yang sensual, misalyna soal pembahasan tentang
> masalah seksual. Anehnya, atau justru tidak aneh,
> pengalaman serta pertanyaan-pertanyaan mengenai seks
> ditulis oleh orang Indonesia, banyak yang statusnya
> belum berumah-tangga. Tetapi gambar-gambar sensual
> justru lebih sering menampilkan manusia kaukasian
> yang
> berwarna kulit putih.
> 
> Padahal kebutuhan seksual bukan diciptakan oleh
> suatu
> kebudayaan atau agama, tetapi sudah menjadi kodrat
> biologis manusia dari dahulu. Budaya maupun agama
> dapat saja mempengaruhi pandangan terhadap
> seksualitas, tetapi tidak akan mampu untuk mengubah
> seksualitas sendiri. Ketika suatu agama atau budaya
> tidak membenarkan hubungan seks di luar nikah,
> sementara semakin banyak pemuda/pemudi tidak
> mendapat
> kesempatan untuk menikah, maka akan semakin sulit
> untuk tetap menjadi abstinen dari hubungan intim.
> Terlepas dari adanya ATM Kondom atau tidak. Itu saya
> kemarin sebut sebagai  penyimpangan antara
> kebudayaan
> dan realita di lapangan yang lebih banyak telah
> disebabkan oleh proses modernisasi.
> 
> Salam,
> ayeye
> 
>
****************************************************************
> 
> Terimakasih atas faktanya bung Donie. Dan fakta itu
> -menurut pertimbangan
> saya- AKAN SEMAKIN BERTAMBAH BESAR dengan
> diadakannya
> ATM Kondom. Budaya
> seks bebas yang semakin membesar, hanya akan
> menambah
> pelaku HIV / AIDS.
> Bukan penularan kepada pelaku pasif, melainkan akan
> menambah banyak pelaku
> aktifnya. Cari cara lain untuk HIV / AIDS, tetapi
> itu
> bukan ATM Kondom.
> 
> Dan untuk bung Ari, jika budaya di luar sana akan
> membuat bangsa ini rusak
> bergelimang dosa zina, ya! memang lebih baik kita
> menutup diri sebisa
> mungkin. Dari pada bangsa ini semakin rusak akibat
> 
=== message truncated ===


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke