--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:
> Contohnya Kasus 
> VCD Mahasiswa Itenas merupakan puncak gunung es dari badan gunung 
> di bawah 
> air yang tidak terlihat

WALUYA : Setuju Pak Wida (maaf kemarin saya nulis Bu Wida). kasus 
VCD Itenas itu menunjukkan bagaimana bobroknya moral masyarakat 
kita. Coba bayangkan, ada dua anak muda keblabasan "main", pakai 
direkam segala. Waktu rekaman itu mau dirubah ke VCD untuk koleksi 
pribadi menggunakan jasa orang lain, rekaman itu "dicuri", dilipat-
gandakan, dijual dan laku-keras yang akhirnya tersebar hampir 
diseluruh Indonesia dan dicari-cari. Para "bintang film" nya 
bukannya dibayar, dapat uang, tapi dihukum oleh masyarakat, diusut 
polisi dan dipecat dari sekolahannya. Ada yang tidak beres disini, 
bukan karena anak-anak muda itu main eseks-eseks, tapi perilaku 
masyarakat kita: menghukum dan mencaci anak-anak muda itu, tapi 
ironisnya sambil menikmati filmnya!.  

Tak ada sedikitpun empati kepada anak-anak muda itu, seolah-olah 
mereka itu sudah membuat dosa besar yang tidak diampuni. Padahal 
mereka itu korban dari perilaku "menyimpang" masyarakat itu sendiri. 
Menurut saya, masyarakat kita, walaupun sudah terlanda modernisasi, 
tapi tetap berperilaku seperti di kampungnya dulu: Menangkap berami-
ramai orang berzinah, menelanjanginya dan mengaraknya supaya jadi 
tontonan dan juga sekaligus menikmatinya tontonan "gratis" ini!

Salam,
WALUYA  



--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:
>
> Pendapat yang sangat baik. Terimakasih atas masukannya. Saya juga 
masih 
> perlu banyak belajar.
> 
> Pendapat saya berdasarkan keprihatinan saya akan semakin bebasnya 
remaja 
> sekarang dalam hal seks dibandingkan generasi saya dahulu. 
Contohnya Kasus 
> VCD Mahasiswa Itenas merupakan puncak gunung es dari badan gunung 
di bawah 
> air yang tidak terlihat. Realita di bawah sana lebih besar dari 
yang 
> terpublikasikan. Dan penolakan saya adalah berdasarkan 
keprihatinan bahwa 
> gejala ini kelak akan semakin membesar. Bagaimana dengan pelajar 
SMA? 
> 
> Mungkin saya tidak perlu terlalu keras menolaknya jika ATM itu 
diletakkan 
> di lokasi tertentu (mis. prostitusi). Di awal, mungkin akan taat 
dengan 
> pemberlakuan lokasi yang disepakati. Tetapi jika berikutnya 
pebisnis ATM 
> Kondom itu mencoba untuk memperluas marketnya dengan meletakkan di 
tempat 
> umum. Maka hukum dan aparat belum tentu bertindak tegas untuk 
> menghilangkannya. Atau akan dibuat opini untuk mendukung 
penempatan di 
> tempat umum itu. Pada akhirnya, ada kemungkinan lokasi ATM itu 
menyebar 
> lebih luas dari tujuan semula. Dan biasanya, semuanya akan diam 
dari 
> mencoba mentertibkan kesalahan ini. Maka ketentuan lokasi untuk 
mencegah 
> penyalah gunaan mesin ATM itu menjadi tidak berarti. Bisnis memang 
seperti 
> itu. Pertimbangan moral seringkali dikorbankan. Padahal taruhannya 
adalah 
> generasi muda kita. Adik-adik kita atau bahkan anak-anak kita 
sendiri.
> 
> Sama halnya dengan percobaan penerbitan majalah Playboy edisi 
Indonesia. 
> Awalnya seluruh anggota DPR akan memberikan batasan "Sesuai norma 
> Indonesia dan ketimuran". Padahal norma yang dimaksud jika sudah 
masuk 
> majalah Playboy sudah sangat luntur sekali. Tetapi okelah, yang 
penting 
> terbit dahulu pikir sang penerbit. Ada urusan uang di sini. Namun 
apa yang 
> terjadi kemudian? Majalah PB edisi Indonesia itu akan mulai 
sedikit demi 
> sedikit menjadi model Amerika! Tidak percaya? Tetapi begitulah 
sifat 
> bisnis yang sudah jarang mengindahkan moral. Padahal sekali lagi, 
> taruhannya adalah adik-adik kita atau bahkan anak-anak kita 
sendiri.
> 
> Kira-kira itulah alasan saya, mengapa saya lebih baik menolak dari 
pada 
> memberikan batasan-batasan. Karena sifat pebisnis itu akan 
cenderung 
> selalu melanggar batasan-batasan semula demi memperbanyak market 
mereka. 
> Dan biasanya... yang selalu membela mereka di awal-awal dengan 
memberikan 
> batasan-batasan kemudian akan diam. Tinggallah ketelanjuran ini 
menjadi 
> petaka bagi generasi muda kita.
> 
> Sepertinya seperti itulah yang terjadi setiap kali kita mencoba 
memberikan 
> batasan bagi bisnis yang sebetulnya melanggar norma-norma agama 
atau adab 
> budaya ketimuran kita. Pada akhirnya kita akan mengorbankan norma, 
adab 
> dan budaya ketimuran kita. Pasrah saja dengan keterlanjuran. Dan 
saya akan 
> berkata saat itu, sekali pintunya dibuka... tidak akan bisa 
ditutup 
> kembali. Semoga saja tidak akan terjadi. Saya betul-betul prihatin.
> 
> Maaf, tanpa data. 8-)
> 
> 
> 
> 
> Donnie <[EMAIL PROTECTED]> 
> Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 01/13/2006 12:11 PM
> Please respond to
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
> 
> 
> To
> wanita-muslimah@yahoogroups.com
> cc
> 
> Subject
> Re: Re[2]: [wanita-muslimah] ATM Kondom, Perlukah?
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> mas Arcon dan pak Wida,
> 
> Mungkin mas Ary juga pernah menjelaskan, dan saya juga
> sudah mencoba menjelaskan dalam posting sebelumnya,
> terutama setelah pak Wida menjelaskan background dia.
> 
> Istilah "pokoknya"  bukan karena saya mengangap bahwa
> pak Wida sebagai wakil agama vis a vis dengan saya
> yang non agama.  Justru saya merasa diskusi saya
> selama ini tidak pernah disentuhkan pada masalah
> tersebut.  Saya mencoba menjaga agar isi diskusi tadi
> berbasis fakta/bukti dari lapangan dan logika-logika
> teoritis.  Karena isu penyebaran HIV adalah isu
> kesehatan, maka bukti dan logika kesehatan yang saya
> gunakan, kalau seandainya isu tersebut kebetulan
> menyentuh agama, itu karena terkait masalah
> seksualitas.  Toh saya sudah mencoba menjelaskan bahwa
> masalah HIV adalah lintas agama, karena nilai
> seksualitas juga berbeda-beda antar agama.
> 
> Istilah "pokoknya" dan "openmind"tidak saya maksudkan
> untuk melabeli/menstigmatisasi pribadi pak Wida,
> tetapi lebih pada argumentasi yang anda berikan.  Anda
> punya asumsi syah-syah saja dan saya menghargai itu.
> Untuk itu saya mencoba memberi bukti berdasar data di
> lapangan dan juga bukti dari best practices yang telah
> terbukti efektif untuk mencegah HIV sampai saat ini. 
> Seandainya pak Wida menerima/menolak hal tersbut juga
> syah-syah saja. 
> 
> Kalau saya kemudian menyimpulkan bahwa argumen pak
> Wida adalah argumen "pokoknya" (berdasarkan apa yang
> saya persepsikan dari diskusi dengan beliau, dan saya
> mungkin bisa keliru),  karena pak Wida dalam diskusi
> hanya berdasarkan asumsi, tidak ada supporting
> evidence, kemudian melakukan prediksi.
> Mengakui bahwa dia bukan ahli/pakar dibidang tersebut
> (tapi jangan kemudian dipelintirkan bahwa saya mengaku
> sebagai ahli, hanya kebetulan memang saya cukup banyak
> menerima informasi tentang hal itu), sehingga menurut
> pak Wida tidak punya kepentingan untuk memberikan
> alternatif intervensi lain kecuali apa yang diyakini
> saja,  bagi saya itu juga tidak fair.
> Kemudian menolak untuk melihat dari perspektif lain
> (kecuali perspektif pak Wida sebagai ahli teknik, yang
> bergelut dengan risk factor), dan merasa bahwa hal itu
> sudah cukup kemudian menutup dengan "end of
> discussion", dan juga statemen bahwa beliau "tidak
> terlalu" percaya dengan ilmuwan sosial.
> 
> Personally (sekali lagi dalam persepsi saya) argumen
> tersebut adalah argumen yang mengikuti logika
> "pokoknya", dan model berdiskusi dengan tidak mencoba
> "menggunakan kaca mata lain" model diskusi yang tidak
> mengedepankan "open mind". 
> Saya tidak akan mencoba untuk bersikap "pokoknya"
> (tanpa harus mengatakan pokoknya secara verbal atau
> literal) pada pak Wida, ketika kita berdiskusi tentang
> risk factor di Industri.  Karena asumsi saya bisa
> keliru, dan saya menjadi tidak belajar karenanya.
> 
> Tidak berarti saya mencap bahwa pak Wida adalah orang
> yang alot, keukeuh, ngeyel atau sebagainya.  Karena
> orang yang tidak seperti itupun suatu saat bisa
> terjebak pada situasi "pokoknya", ketika keyakinan dia
> sangat absolut terhadap topik yang didiskusikan.  Tapi
> dalam situasi ini learning proses tidak akan terjadi. 
> 
> 
> Beda kalau saya mencap bodoh, dungu, tidak punya otak,
> atau ngeyel. itu adalah pelabelan pada individu, saya
> sangat menghindari pelabelan semacam itu.
> 
> Kalau pak Wida menganggap bahwa objektifitas logika
> ilmu lain adalah sesuatu yang subjektif itupun
> syah-syah saja, sesuatu yang tidak salah dan saya juga
> menghargai itu.  Bagi saya no hurt feeling, ini bagian
> dari proses pembelajaran saya.  Dan juga belajar dalam
> komunikasi di milis banyak terjadi mispersepsi antara
> pemberi dan penerima pesan, yang tidak bisa
> dikonfirmasi secara realtime.
> 
> Yang saya sesali dalam kasus ini (berdasarkan
> subjektifitas saya) adalah bukan saya atau pak wida
> dan member milis lainnya atau tidak terjadinya saling
> pengertian, tetapi mereka yang potensial terkena HIV,
> karena kita kemudian hanya berkutat pada wacana,
> sementara mereka membutuhkan real action.
> 
> regards,
> Donnie
> 
> 
> 
> 
> --- Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > saya kira keterangan mas wida cukup oke sekaligus
> > buat klarifikasi temen
> > temen ...  gimana nih temen temen ....  maklum
> > komunikasi dunia maya ...
> > suka mispersepsi ..
> > 
> > salam,
> > Ari Condro
> > 
> > ----- Original Message -----
> > From: <[EMAIL PROTECTED]>
> > 
> > Menurut saya kurang baik mengenakan perkataan
> > "pokoknya" kepada seseorang,
> > padahal seseorang itu tidak berkata demikian.
> > Apalagi kalimatnya adalah
> > "keluar kata pokoknya" seolah saya menuliskan kata
> > itu. Beda bukan?
> > 
> > Untuk fakta yang disampaikan oleh bung Donie apakah
> > saya menolak? Bukankah
> > saya mengiyakan. Hanya saja saya katakan bahwa fakta
> > itu akan membesar.
> > Jika fakta yang diberikan harus saya jawab dengan
> > fakta juga, maka ini
> > tidak adil. Tentu yang akan unggul adalah mereka
> > yang memang bergelut di
> > bidang itu. Atau menekuni bidang itu. Lalu apakah
> > tidak boleh seseorang
> > berpendapat berdasarkan prediksinya. Dengan sedikit
> > informasi yang dia
> > miliki?
> > 
> > Penilaian tentang alur logika atau argumentasi yang
> > mapan ini bisa
> > subyektif. Apakah saya tidak pernah menyampaikan
> > sama sekali alasan saya
> > sebelumnya? Juga ditambahkan setelah itu? Betapapun
> > apa yang saya
> > sampaikan?
> > 
> > Saya memang pernah ingin berhenti diskusi thread
> > ini, karena mungkin apa
> > yang akan saya sampaikan kemudian cuma
> > mengulang-ulang apa yang sudah
> > pernah saya sampaikan. Jadi saya pikir bagi saya
> > kurang efektif. Tetapi
> > saya tidak mengajak untuk menghentikan diskusi ini
> > bagi yang lain bukan?
> > 
> > Berarti teman2 mentafsirkan argumen saya sebagai
> > "pokoknya"? 8-) Betapapun
> > yang saya sampaikan, kurang baik rasanya menjudge
> > saya dengan kalimat itu.
> > Apalagi saya sendiri kurang suka berkata "pokoknya".
> > 
> > Saya wakil agamis? Oh ya, saya mungkin agamis,
> > terlihat mungkin dari
> > kalimat saya. Saya memang masih percaya dengan
> > konsep agama, salah satunya
> > konsep dosa. Tetapi saya tidak memposisikan
> > teman-teman diskusi sebagai
> > non agamis bukan? Bukankah saya hanya menyampaikan
> > pendapat saya? Dan
> > tidak pernah menghakimi pendapat teman2? Kalau
> > karena pendapat saya
> > beberapa teman menjadi merasa non agamis berarti
> > sebaiknya saya tidak usah
> > memberikan pendapat saja?
> > 
> > Salam,
> > 
> > 
> > 
> > 
> 
> 
> __________________________________________________
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
> http://mail.yahoo.com 
> 
> 
> 
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun 
masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-
muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
> Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
> 
> This mailing list has a special spell casted to reject any 
attachment .... 
> 
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke