Mau nambahin Mbak Mia ...
soal kepemimpinan dan tauladan sikap, saya ingat pada Shalahudin Al
Ayubi, salah seorang pemimpin Islam yang arif dan bijaksana.
Kebayang betapa marahnya pejuang muslim saat itu manakala mengetahui
penduduk muslim di Palestina telah dibantai habis oleh tentara Salib,
tapi Shalahudin tidak membabi buta dan membalas dendam kepada rakyat
non-muslim. Beliau bahkan mempersilakan kepada para tawanan non-muslim
untuk membebaskan diri dengan harta mereka, dan berjanji menjamin
keselamatan mereka, meskipun musuh2-nya sering kali melanggar
perjanjian mereka sendiri.

Shalahudin Al Ayubi juga seorang yang pemurah. Manakala musuhnya, Raja
Richard sakit, dia sendiri yang datang untuk mengobati. Pada saat yang
dengan mudah Shalahudin menghunuskan pedang dan membunuh Raja Richard,
beliau malah mengobatinya supaya Raja Richard segera sembuh dan mereka
dapat meneruskan pertempuran dalam kondisi yang seimbang.

Luar biasa penghormatan Sultan Shalahudin kepada agama Nasrani.
Prajuritnya yang beragama Nasrani diberi kebebasan untuk menjalankan
ibadah, bahkan penduduk Palestina yang beragama Nasrani lebih suka
dalam perlindungan Shalahudin ketimbang dari pasukan salib yang gemar
menjarah.

Pertempuran yang dialami Sultan Shalahudin adalah pertempuran
menegakkan kebenaran, bukan membabi buta menghancurkan agama lain.
Sampai sekarang, walaupun ada yang memfitnah Sultan Shalahudin, namun
keagungan namanya dan kebesaran jiwanya tetap saja menggetarkan para
sejarawan perang salib dan mereka mengakuinya sebagai hal yang sulit
untuk disangkal.

Nah, tauladan2 semacam ini yang kita nanti2-kan dari pemimpin2, ulama2
muslim sekarang. Bagaimana dengan kebesaran jiwa dan hati mampu
menundukkan kebencian dan prasangka dari kaum non-muslim. Bukan malah
menebar kebencian dan prasangka kepada non-muslim. Jika kita melakukan
terorisme dengan alasan kaum lain melakukan teror terhadap kaum
muslim, lalu apa bedanya mereka dengan kita?

wassalam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 2/26/07, Mia <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Pak Ary,
>  Kekerasan negara Amerika terhadap Palestine dan Iraq, dan sekalian
>  juga kekerasan yang berhubungan dengan itu dictatorship Saddam, 911,
>  terrorism, kekerasan terhadap lingkungan...semua itu nggak pernah
>  terjadi sebelumnya, maksutnya dalam skala dan konteks global yang
>  seperti itu. Ini saya sebut unnatural, evil, seperti begitulah.
>
>  Seperti yang anda bilang sing waras sing ngalah.  Kita orang
>  Indonesia nggak ngerasain begitu, makanya mungkin bisa bantu
>  memberikan solusi, paling nggak lesson learned untuk kita sendiri,
>  bahwa kekerasan melahirkan lingkaran kekerasan. Solusi kita
>  berangkat dari hidup yang mengakui keragaman dan egalitarian.
>
>  Dalam skala global seperti ini, parameter 'empati' bukannya
>  psikologi 101, tapi mestinya lebih tersktruktur dan mencerminkan
>  realitas yang kompleks.  Misalnya, metode partisipatoris, gaya
>  kepemimpinan transformasional, shared knowledge - itu adalah kiat2
>  yang lebih terstruktur dalam ber-empati lintas global, itu misalnya
>  saja,  ini bisa jadi panjang diskusinya.

Kirim email ke