Nyatanya, negara yang mayoritas penduduknya Islam seperti Indonesia,
Palestina, Bangladesh malah pernah punya presiden/perdana menteri
wanita, sementara Amerika Serikat belum. So, semua itu hanya ilusi Pak
Dana saja, ya tho?
Kalau ngomongin soal demokrasi barat, Pak Dana seolah2 berpendapat
bahwa demokrasi barat adalah kulminasi paling tinggi, sementara kalau
mengatakan demokrasi di islam, pak Dana mencoba mempertentangkannya.
Padahal, menurut saya, keduanya sama2 saling berkembang dan mencari
bentuk yang lebih baik. Saya yakin, kalau islam sudah mengadopsi
sistem demokrasi bakal lebih bagus daripada yang dilakukan di barat,
mengingat sistem demokrasi awal di Yunani itu tidak sejajar.
Membeda-bedakan antara pria dan wanita. Hanya kaum pria saja yang
punya hak pilih dan berpendapat, sementara kaum wanita dan budak tidak
punya hak pilih di Yunani. Lihat saja dari sejarahnya bagaimana
demokrasi juga memandang rendah kaum perempuan. Maka Pak Dana, harus
melihat sejarah pada titik yang sama.

salam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com


On 3/9/07, Dan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Pertanyaan yg ditujukan bagi saya ialah mudah jawabannya:
>
>  Dalam Islam perempuan tidak boleh jadi pemimpin.  Ini memang
>  diperdebatkan tetapi demikian doktrin yg ada. Jadi sukar diterima
>  bawa ada kesetaraan hukum antara perempuan dan laki2. Lihat saja
>  bagaimana kedudukan suami istri di depan pengadilan, terutama dalam
>  kasus perceraian dan warisan.  Setarakah?
>
>  Dalam literatur sih iya tapi dalam kenyataannya di lapangan?  Sama
>  juga spt orang hitam di AS.  Di literatur hukum kedudukan format
>  setara tapi dalam kehidupan sehari2 belum setara betul.  Jadi
>  ignorance ria itu bagi saya dapat saya buktikan dg pengamatan dan
>  pengalaman langsung.  Saya tdk mau terjerat oleh candu agama.  Semua
>  cuma mimpi di siang hari bolong tanpa ada realita yg menunjang.

Kirim email ke