Ada berita :

Dengan cara itu,
para pemuda ini tumbuh menjadi sangat kaya akan
keterampilan dan
pemahaman mengenai detil-detil kurva berbagai
peradaban --termasuk
Barat, namun semakin hari semakin yakin dan percaya
diri, bahwa
al-Islaamu ya'lu wa laa yu'la `alaih (Islam itu tinggi
dan tak ada
yang lebih tinggi daripadanya) .

==============================

Jani - ki :

Tunggu saatnya Islam mengayomi Negara Barat, kita
berdoa semua semoga Allah mengabulkannya.
Kita tunggu Renaisance jilid ke 2 di Eropa dan
Amerika, semoga Allah mengabulkan doa kita semua.

Wassalam

--oo0oo--

--- satriyo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Bagi yang ingin tahu INSISTS, berikut kiriman dari
> milis tetangga. 
> Semoga bermanfaat.
> 
> salam,
> satriyo
> 
> ===
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED], "agung pribadi"
> <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> 
> www.hidayatullah.com 
> 
> Selamat datang, INSISTS!        Cetak halaman ini      
> Kirim 
> halaman ini
> melalui E-mail
> Jumat, 20 Mei 2005
> 
> Mereka bergelar master dan doktor. Disiplin menjaga
> 'ubudiyah serta
> syari'ah dalam keluarganya. Mereka menguasai
> seluk-beluk pemikiran dan
> peradaban Barat tapi tak pernah silau dengan Barat
> 
> oleh Wisnu Pramudya *)
> 
> Izinkan saya memperkenalkan sekumpulan pemuda kepada
> Anda sekalian.
> Mereka berotak encer, dan berendah hati terhadap
> guru dan ulama.
> Mereka menguasai minimal dua bahasa asing (tidak
> sedikit yang kemudian
> menguasai Latin, Jerman, Ibrani, dan beberapa
> lainnya), dan sebagian
> diantaranya hafizh Quran. Mereka bergelar master,
> doktor, dan
> berdisiplin menjaga kehidupan `ubudiyah-nya serta
> syari'ah dalam
> keluarganya. Last but not least, mereka menguasai
> seluk-beluk
> pemikiran dan peradaban Barat (berikut segala
> manfaat yang diberikan
> juga penyakit-penyakit yang disebarkannya), sama
> kuatnya dengan
> penguasaan mereka tentang seluk-beluk pemikiran dan
> peradaban Timur,
> dan sudah tentu tentang `ulumud-Dien, Al-Islam.
> 
> Bulan-bulan ini mereka dalam proses pulang kampung
> setelah berkelana
> menimba ilmu. Sebagian besar mereka belajar di Kuala
> Lumpur, di tempat
> yang bernama ISTAC (International Institute of
> Islamic Thought and
> Civilization). Di institut ini, mereka dibawa oleh
> guru utamanya, Prof
> Syed Muhammad Naquib Al-Attas, bergaul seakrab
> mungkin dengan metologi
> dan epistemologi Barat, bukan hanya lewat buku,
> tetapi langsung dengan
> orientalis-orientalis tulen yang menjadi dosen-dosen
> mereka. Pada saat
> yang sama, Prof Al-Attas menanam kaki mereka
> sedalam-dalamnya pada
> worldview Islam, kemudian langsung membenturkan
> keyakinan mereka akan
> Quran dan Sunnah menghadapi berbagai peradaban
> dunia. Dengan cara itu,
> para pemuda ini tumbuh menjadi sangat kaya akan
> keterampilan dan
> pemahaman mengenai detil-detil kurva berbagai
> peradaban --termasuk
> Barat, namun semakin hari semakin yakin dan percaya
> diri, bahwa
> al-Islaamu ya'lu wa laa yu'la `alaih (Islam itu
> tinggi dan tak ada
> yang lebih tinggi daripadanya).
> 
> Tradisi ilmu
> 
> Mereka bisa menerima secara arif manfaat-manfaat
> yang diberikan
> peradaban lain -- termasuk Barat, namun di saat yang
> sama mereka mampu
> mengupas koreng-korengnya yang membahayakan umat
> manusia. Semakin
> akrab mereka dengan W.C. Smith, Hans Kung, Fritjof
> Schuon, Arthur
> Jeffery, Harvey Cox, Montgomery Watt, Derrida,
> Nietczhe, Mohandas
> Gandhi, Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd,
> Annemarie Schimmel dan
> lain-lain, para pemuda kita ini tidak kemudian jadi
> nggumun
> (terkagum-kagum), lalu tergopoh-gopoh mematut diri
> agar sepantas
> mungkin tampil senada dengan para tokoh tersebut.
> Keakraban itu
> justeru membuat mereka kian piawai mencermati dan
> menempatkan secara
> jernih posisi masing-masing tokoh terkenal tadi
&#8211;dan
> para
> pengikutnya-- di atas peta peradaban dan keilmuan
> dunia. Pada saat
> yang sama, mereka justeru semakin yakin, bahwa
> Muhammad Saw, para
> shahabat radhiallaahu `anhum, juga Bukhari, Muslim,
> Syafii, Maliki,
> Hambali, Hanafi, Al-Ghazali, Qurthubi, dan
> warasaatul anbiya' (para
> pewaris nabi) berikutnya, jauh lebih pantas disegani
> baik dari segi
> akhlaq kepribadian, maupun kelas intelektualnya,
> dibandingkan
> rombongan nama yang pertama tadi. Selain itu,
> semakin kuat pula
> keyakinan mereka, bahwa Islamlah yang paling berhak
> mengklaim diri
> sebagai sumber kebenaran, dalam semua aspek keilmuan
> dan kehidupan.
> 
> Para pemuda ini menamakan dirinya INSISTS (Institute
> for the Study of
> Islamic Tought and Civilization). Rumusan misi
> mereka sederhana, namun
> menjanjikan perjalanan yang panjang, berat, dan
> penuh tantangan
> sekaligus harapan. Izinkan saya mengutipnya dari
> salah satu e-mail
> dalam diskusi mereka: "..Semoga niat kita membangun
> tradisi ilmu dan
> peradaban Islam yang agung, berdasarkan khazanah
> intelektual Islam,
> dapat tercapai..."
> 
> Mengenai "tradisi ilmu dan peradaban" yang bagaimana
> yang hendak
> mereka bangun, sebagian kecil bisa dibaca di buku
> "Filsafat dan
> Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas"
> (Mizan, Juli 2003).
> Penulisnya Prof Wan Mohd Nor Wan Daud, salah satu
> murid utama Prof
> Al-Attas, pernah berguru pada Fazlur Rahman di
> Chicago, sehingga
> berteman akrab dengan Pak Syafi'i Ma'arif, Mas Amien
> Rais, juga Cak
> Nurcholish Madjid. Ia juga mentor utama para pemuda
> kita tadi semasa
> di ISTAC. Buku ini diterjemahkan dari "The
> Educational Phyilosophy and
> Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas" oleh tim
> penerjemah yang
> dipimpin Hamid Fahmy Zarkasyi, salah satu ahli waris
> Pesantren
> Darussalam Gontor. Mas Hamid ini diangkat
> teman-temannya menjadi
> pemimpin mereka, jabatan formalnya direktur INSISTS,
> sekaligus
> pemimpin redaksi majalah ISLAMIA.
> 
> Oh.. bukan, bukan. Buku itu bukan sebuah langkah
> awal membangun mazhab
> atau firqah baru bernama Attasiyah. Al-Attas bukan
> orang pergerakan
> yang salah satu kegiatannya menekuni dunia perebutan
> kekuasaan demi
> memenangkan anjuran-anjuran Islam melalui jalan itu.
> Sejauh yang saya
> amati, Al-Attas sadar tentang kafa'ah dan posisinya.
> Dia tidak
> beragenda jadi pemimpin di jalur kekuasaan. Dia juga
> bukan pemimpin
> tariqat atau  gerakan spiritual. Lewat posisinya
> sebagai pemikir dan
> ilmuwan, dia membantu semua orang yang
> memperjuangkan kebenaran Islam
> di semua sektor.
> 
> Vienna 1683
> 
> Salah satu bab buku itu berisi uraian Prof Wan Daud
> mengenai,
> pandangan Al-Attas tentang kekusutan konsep yang
> terjadi dalam dunia
> Islam, antara apa itu "ilmu pengetahuan" dan bedanya
> dengan
> "mengetahui". Sejak kegagalan penaklukan kota Vienna
> tahun 1683 oleh
> Khilafah Utsmaniyah, diikuti berbagai kekalahan
> lainnya, para ulama
> dan pemikir Muslim sudah mendeteksi betapa
> merosotnya tradisi ilmu,
> sains, dan teknologi di kalangan umat Islam.
> Karenanya kebangkitan
> peradaban harus dimulai dengan kebangkitan ilmu.
> Sayangnya, menurut
> Al-Attas, pada perkembangan semakin ke sini,
> kebangkitan 
=== message truncated ===


Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Kirim email ke