Suryawan,

Mohon baca lagi dengan seksama apa yang saya tulis, maka pasti tanggapan
anda beda. Tapi baiklah saya ulangi saja jadi menghemat waktu juga.

yang saya sampaikan adalah saya menyayangkan dan tidak suka dengan sikap
ulil yang tertera dari postingan dia di icrc yaitu di satu sisi dia membela
sebuah kelompok minoritas, di sisi lain dia menekan dan menistakan minoritas
lain. Begitu ...

jadi tambahan keterangan saya yang lalu anda tanggapi itu, bukan yang
primer, tapi sekunder. apalagi sampai mengatakan dosa. apa saya bilang
demikian ...? mohon yang pas saja menanggapi ... bung!

salam,
satriyo


On 8/23/07, ma_suryawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Satriyo,
>
> Anda nampaknya kurang senang kalau Ulil membela kelompok minoritas,
> dan saya makin yakin dengan melihat omongan anda di milis ini bahwa
> kelompok minoritas itu tidak punya tempat untuk hidup di negara yang
> terdapat kelompok mayoritas versi anda. Benar bung?
>
> Dan, kepercayaan adanya nabi/rasul/utusan Allah setelah Nabi Muhammad
> s.a.w. bukanlah kepercayaan buta. Kepercayaan itu berdasarkan
> keterangan dari al-Qur'an dan al-Hadits.
>
> Rasulullah s.a.w. saja mengatakan ada nabi setelah beliau...
>
> Kata beliau s.a.w.: "kaifa antum idza nazala ibnu maryama fiikum wa
> imamukum minkum" (Bukhari)
>
> Kepercayaan/keimanan adanya nabi setelah Nabi Muhammad s.a.w. menurut
> ajaran al-Qur'an Karim dan ajaran Kanjeng Rasulullah s.a.w. bukanlah
> sebuah dosa atau kesalahan.
>
> Para kyai/mullah/ulama lah yang mengatakan bahwa kepercayaan/keimanan
> adanya nabi setelah Nabi Muhammad s.a.w. adalah sebuah dosa atau
> kesalahan.
>
> Salam,
> MAS
>
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>,
> lasykar5 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Sebuah 'liputan' simplistis dari Biang Intelektual Muslim Liberal yang
> > nyantri di Pondok al-Bustuniyah al-Amrikiyah. Mengapa bingung hanya
> dengan
> > fenomena yang berbilang kurang dari setahun, padahal agar lebih tajam
> > setidaknya perlu waktu lebih dari setahun agar 'fenomena' yang diamati
> > memang valid.
> >
> > Saya hanya prihatin bahwa sosok 'besar' ini hanya memakai kacamata dari
> > sponsor tertentu, bukan dari hati nurani dan iman, sehingga lebih
> membela
> > minoritas yang satu dari minoritas yang lain, padahal yang lain ini
> jelas
> > muslimnya dari yang lain yang mengaku-aku ada nabi setelah Rasulullah.
> >
> > Wajar kalo ukhuwah memang terlihat sebagai khayalan tingkat tinggi
> di tangan
> > sosok 'besar' ini, bahkan ukhuwah bagi dia menjadi ukhuwah insaniyah,
> > meminjam opini dari kalangan minoritas lain.
> >
> > Ulil ... Ulil ...
> >
> >
> > --- In [EMAIL PROTECTED]<pluralitas-icrp%40yahoogroups.com>
> <pluralitas-icrp%40yahoogroups.com>,
> > Ulil Abshar-Abdalla
> > wrote:
> >
> > Salam,
> > Setelah beberapa saat di Jakarta, saya menangkap
> > kesan, kiprah kelompok yang oleh Buya Syafii Maarif
> > pernah disebut sebagai "preman berjubah" agak mulai
> > pudar. Kekerasan yang mereka lakukan sudah mulai
> > jarang muncul. Kemaren saya bertemu dengan seorang
> > aktivis waria yang bercerita bahwa beberapa waktu lalu
> > dia mengadakan pemilihan ratu waria seindonesia di
> > Jakarta. Jika tahun sebelumnya, acara itu diganggu
> > oleh kalangan preman berjubah, sekarang acara itu
> > berlangsung dengan mulus, cantik, dan aman.
> >
> > Apakah ini pertanda bahwa telah terjadi perkembangan
> > positif? Apakah kelompok ini sudah mulai lelah?
> > "Pendananya" mulai berkurang? Atau usaha-usaha yang
> > gigih dari kalangan pluralis untuk mengkritik setiap
> > bentuk kekerasan atas nama agama sudah mulai
> > menunjukkan buahnya?
> >
> > Salah satu perkembangan yang positif yang saya lihat
> > adalah keberanian kelompok minoritas yang selama ini
> > dipojokkan untuk tampil ke permukaan dan muncl agak
> > sedikit lebih "high profile" untuk memperjuangkan
> > hak-haknya. Ini saya lihat pada kelompok Ahmadiyah.
> > Semalam saya bertemu dengan salah seorang tokoh
> > Ahmadiyah, Pak Pontoh, yang bercerita bahwa dia
> > berniat mendirikan semacam tempat kongkow-kongkow di
> > kawasan masjid Ahmadiyah Petojo, untuk menjadi ajang
> > pertemuan para aktivis pluralisme. Ini ide yang sangat
> > baik dan perlu didukung.
> >
> > Saya kira, pelajarang terpenting yang bisa kita petik
> > dari pengalaman pahit Ahmadiyah adalah bahwa untuk
> > mengatasi problem yang dihadapi kaum minoritas,
> > strategi yang tampaknya cespleng adalah dengan
> > memperkuat jejaring masyarakat sipil lintas agama.
> >
> > Ulil
> >
> > Ulil Abshar-Abdalla
> > Department of Religion
> > Boston University
> >
> > --- End forwarded message ---
> >
> >
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
>
> 
>



-- 
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke