Ooh gitu ya ... kata mantan suami ibunya di Noe Letto? Sip dahh ...! Aturrr ... saja ...
Sekali-kali maju dong beresin ga cuma komentar dong! Hayo siapa yang bernurani ...? ;-) --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Kinantaka <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > *AGAMA KOK DEPARTEMEN* > > *Oleh: Emha Ainun Nadjib*** > > > Kalau kita memegang tongkat kekuasaan, di level manapun, biasanya ada empat > hal yang mengejar-ngejar hati kita, mengendalikan perasaan, mempengaruhi > perilaku, dan akal pikiran diperbudak oleh desakan emosi itu untuk > berkonsentrasi pada empat hal itu. > > > Pertama, bagaimana supaya tidak kehilangan kekuasaan. Kedua, bagaimana bisa > memperpan-jang kekuasaan. Dua hal ini melahirkan yang ketiga: bagaimana > menghimpun modal sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya - agar kekuasaan > bisa dipertahankan - siapa tahu tiba-tiba muncul angin badai yang > mengguncangkan kita dari kursi. Juga muncul yang keempat: di samping > menumpuk modal, juga harus peka untuk pada setiap momentum kita bisa cari > muka kepada rakyat dan semua pihak dalam kehidupan bernegara. > > > Hal-hal mengenai kehidupan rakyat itu soal gampang dan bisa disepelekan. > Sudah terbukti selama sekian periode kekuasaan dan tampaknya kita yakin > belum ada perkembangan yang mendasar pada rakyat - sehingga sampai beberapa > tahun lagi insyaallah rakyat masih bisa kita kibul-kibulin. Tidak ada > infrastruktur apapun pada sosiologi politik kerakyatan kita yang mampu > menghalangi proses mempertahankan kebodohan rakyat. Kalau ada satu dua > kelompok aktivis berpikir dan berteriak tentang revolusi, anggap itu refrein > dari sebuah lagu yang toh akhirnya nyanyian harus kembali kepada bagian lagu > yang semula. > > > Rakyat tidak punya modal apapun untuk melakukan revolusi, kecuali direkayasa > untuk menciptakan adegan yang seolah-olah revolusi kemudian dilegitimasi > oleh bagaimana media memotretnya. Prestasi puncak kita sebagai rakyat adalah > amuck dan kerusuhan. Cobalah Anda melingkar dalam satu kumpulan yang plural, > terdiri dari suku apapun, agama dan kelompok apapun, juga tingkat pendidikan > dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi - masing-masing orang Anda > kasih benda-benda yang bisa menghasilkan bunyi kalau dipukul, entah ember, > kentongan, kayu atau apapun saja. Selalu, sekali lagi selalu, kalau Anda > meminta mereka untuk membunyikan benda-bendas itu: hasilnya adalah kothekan, > ritme-ritme pukulan seperti kuda lumping atau jaran kepang yang dikuasai > oleh suasana in-trance. Mabuk. Ndadi alias mengamuk. > > Kalau seni tradisi Aceh, suasana ndadi-nya sangat solid, tapi rata- rata > musik dan tari mereka berakhir dengan black-out. Progresivisme masyarakat > Aceh hanya bisa berhenti dalam keadaan mendadak atau semacam dipaksa > berhenti. Kesenian Jawa yang 'bebudaya' tidak memiliki situasi ndadi yang > progresif, terlalu tertata dan tidak revolusioner. Jawa yang progresif hanya > yang 'primitif', kuda lumping: seakan-akan itu hentakan-hentakan > revolusioner, padahal sesungguhnya mengamuk. > > > Kebaikanpun seringkali diaplikasikan secara ndadi. Menteri Agama kita yang > harus menyesuaikan diri dengan 'habitat Jawa', ndadi begitu melihat peluang > yang baik dan penuh kemuliaan untuk menolong rakyat. Hanya orang ndadi yang > tertutup ingatannya tentang tata hukum, pilah-pilah birokrasi dan prosedur. > Tradisi ndadi dalam berbuat baik sudah jamak dalam masyarakat kita. Naik > haji dianggap pasti baik meskipun memakai uang tidak halal. Semakin banyak > naik haji disimpulkan semakin soleh pelakunya meskipun tetangga- tetangganya > mlongo dan belum tentu bisa makan. Sehingga diperlukan eksplorasi dan > ijtihad fiqih Islam yang mempertimbangkan inter-relasi antara ibadah dengan > kondisi-kondisi sosial - sehingga akal sehat akan menemukan posisi hokum > naik haji bisa wajib, sunnah, halal, makruh dan haram. Kecuali Islam > mengizinkan individualisme dan tidak menniscayakan substansi kejamaahan > global. > > Alhasil seandainya hukum negara mengharuskan Menag diadili, yang diperlukan > adalah saksi ahli bidang psikologi sosial yang mampu menjelaskan tentang > fenomena ndadi, yang berarti suatu jenis ketidaksadaran tertentu. Ada > kemungkinan beliau lolos dari hukuman. Bahkan siapa tahu hampir semua > pemimpin-pemimpin kita ini sebenarnya ndadi semua, sehingga pada hakekatnya > mereka tidak salah. Ini alasan yang jitu untuk saling memaklumi. Apalagi Pak > Hakimnya dll ternyata juga ndadi. > > > Kaum sufi mengingatkan: niat baikpun harus dikontrol. Saya berniat baik > menggembirakan teman yang lama tak ketemu dengan mentraktirnya makan sate. > Langsung saya pesankan 40 tusuk. Plus gulai kambing dan sup. Sesudah itu > saya ajak ke restoran pizza dan untuk hidangan penutup saya ajak minum es > teler, sehingga dia teler betul. Beberapa bulan terakhir ini saya rajin > merampok agar pembangunan Masjid kami segera selesai. Demi siapapun kebaikan > hanya terwujud kalau dikawinkan dengan kebenaran. Syukur-syukur dihiasi > dengan keindahan. > > > Pak Taufiq Abdullah bilang "Pak Menag berpikir lokal, dia hanya paham Agama, > tidak paham hukum". Beliau ini agak ndadi juga. Agama cap apa yang > mengizinkan ummatnya menggali tanah yang bukan haknya dan mengambil harta > yang entah punya siapa. Pak Taufiq keliru menuduh Menag hanya paham Agama > padahal sedang lupa, dan tuduhan itu juga berasal dari ketidakpahaman > terhadap Agama. > > > Tetapi negara kita sendiri memang sudah ndadi sejak dari sono-nya, makanya > yang perlu diamandemen bukan hanya UUD-45 tapi struktur otak dan metodologi > pemahaman kita sendiri. Lha bagaimana wong Agama kok departemen. Kalau > memang Agama mau dilegalisasikan dan diformalkan, letaknya merangkum, bukan > menjadi bagian. Jadi mending Agama disemayamkan di akal dan hati sajalah. > Atau Anda semua monggo-monggo saja kalau mau meninggalkan Agama. Tuhannya > kan Allah, bukan Anda atau saya, jadi biar Beliau yang mengurusi akibat dari > pilihan kita. > > > Atau diresmikan saja Indonesia adalah Negara Sekuler: Agama diakui, tapi > posisinya harus sekunder. Atau jantan sajalah: Negara Ateis, > sekurang-kurangnya Negara Tak Ada Urusan Sama Tuhan. Dari pada berlagak > beragama tapi maling-maling juga. Kalau memang beragama, pegang. Kalau tak > pegang, buang Agama. Kalau bilang I love you, nikahi. Kalau tidak nikah, > jangan bilang cinta dan memeluknya. Rusaknya negara kita ini karena hobi > kita pacaran dan ganti-ganti pacar, tidak pernah nikah benar-benar dengan > nilai, dengan komitmen, dengan parpol, ormas. Kita hanya setia kepada > kemauan kita sendiri, terserah kita juga mau berubah-ubah atau tidak. > > > Adapun Depag tak usah dibubarkan, cukup direndah-hatikan menjadi Departemen > Sarana Peribadatan, misalnya. Yang mencemaskan kalau kasus harta karun ini > bukan ndadi, melainkan politik yang sadar. Kita tak akan pernah tahu > sebenarnya Bu Mega yang menyuruh atau tidak. Pernyataan sih tidak. Tapi > politik itu kan bau kentut: kita hanya mendengar bunyinya dan menghirup > baunya, tidak tahu kenapa kok kentut, kenapa yang kentut si A kok bukan B, > makan apa kok baunya begitu, kenapa kentutnya kemarin kok tidak besok. > > > Sejak lama rakyat bingung mendengar Dana Revolusi, Dana Nusantara, > sertifikat di Bank Swiss, uang Brazil, lempengan emas dan platinum, di > Nusabarong, Bengkulu, Ungaran, Jember, Labuhan, Cipanas, Bekasi, Mbah > Kartosuwiryo masih hidup di pantai Cilacap...***** > > > On 12/3/07, rsa <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > Wah kalo memang nonton ya jangan merem gitu jadi ga jelas ... itu > > bukan motto saya ko ... swear deh ... lihat lagi aja ... ok? > > tuh kan ... dah merem lagiiii ... hehehe > > > > duh yang ginian dibahas euy! btw, yang saya maksud 'cing-cay' Oom ...! > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah% 40yahoogroups.com>, > > "h_aryadita" <h_aryadita@> > > wrote: > > > > > > Lha situ kan bisa nilai,nyambung apa kagak judulnya.. > > > > > > Yang aneh,menurutku,artikel ngebahas Abu Zayd, lha kok judulnya Gus > > > Dur, apa bener itu hahaha.... > > > > > > Cing-dai itu apaan ya? > > > > > > Bukan masalah OOT atau kagak nih, tapi masalah nyambung apa kagak > > tuh > > > judul ama artikel, kan situ yang punya motto bagus tentang > > > keadilan,lha kok malah perilakunya kaya gitu hahaha > > > > > > Jadi penonton lagi ah... > > > > > > bye > > > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah% 40yahoogroups.com>, > > "rsa" <efikoe@> wrote: > > > > > > > > Sekarang ini nyambung ga judul posting sama judul artikel? Kalo > > ga > > > > sama cing-dai saja lah ... sama-sama member ini ... :-)) > > > > > > > > --- In [EMAIL PROTECTED], sFe <salma.fei@> wrote: > > > > > > > > Departemen Agama RI, Islam Liberal, dan Pelecehan Qur'an Jumat, > > 23 > > > > Nov 07 19:33 WIB > > > > > > > > Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual Mesir yang divonis murtad di > > > > negerinya, telah ditolak kehadirannya oleh umat Islam Riau. > > Penolakan > > > > itu dilakukan MUI Riau bersama sejumlah Ormas Islam lainnya. > > Semula, > > > > pihak Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Agama memang > > > > menjadwalkan akan menghadirkan murtadin Abu Zayd dalam acara > > Annual > > > > Conference on Islamic Studies (ACIS) in Indonesia VII, yang > > secara > > > > resmi telah dibuka Menteri Agama, H. Maftuh Basuni, pada Rabu > > malam > > > > (21/11) di hotel Syahid Pekan Baru. > > > > > > > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] >