Assalamu'alaikum, Manusia/kaum itu dinilai oleh manusia lain/kaum lainnya dari apa yang dikatakannya, bukan atas apa yang ada dalam hatinya.
Hz. Sayyidina Rasulullah saw. telah memberikan contoh, teladan dan peragaan yang sangat mulia mengenai hal tersebut, dan tercatat sangat jelas dalam sejarah Islam. Ketika Hadhrat Rasulullah saw. mengutus Usamah bin Zaid ra. sebagai komandan sebuah pasukan ke daerah suku Juhaina. Beliau ra. dan seorang Anshar menjumpai seseorang dari mereka (kaum kafir) dan menyergapnya. Ketika akan dibunuh, orang tersebut berkata: "Laa ilaha illalah." Namun tetap saja dibunuhnya orang itu. Tatkala berita kejadian itu sampai kepada Hz. Rasulullah saw., beliau bertanya kepada Hz. Usamah ra. mengapa ia berbuat demikian. Hadhrat Usamah ra. berkata: "Ya Rasulullah, ia mengucapkan "Laa ilaha illalah" karena untuk memastikan dirinya agar selamat." Rasulullah saw. bersabda: "Mengapakah engkau tidak membelah hatinya dan membukanya untuk memastikan apakah ia berkata itu karena datang dari lubuk hatinya yang terdalam atau tidak?" (Diringkas dari Bukhari, Kitab al-Maghazi, Bab: Ba'ath al Nabi, Usamah bin Zaid ilal Harqaat min al-Juhaina, hal. 612) Maksudnya adalah, bagaimanakah Hadhrat Usamah ra. dapat mengetahui apakah orang itu menyatakan beriman kepada Allah karena takut atau setulus hatinya? Sebab keadaan hati tersembunyi dari mata manusia. Dan yang mengetahui isi hati hanyalah Allah Swt. Mengenai Jemaat Ahmadiyah yang secara terbuka mengimani, mengatakan, melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam - tetap saja dihakimi oleh MUI dan para penggemarnya sebagai non-Islam, sesat-menyesatkan, dan lain-lain. Lalu mau ditaruh di mana ajaran indah dan mulia dari Kanjeng Rasulullah saw. tersebut oleh mereka? Salam, M.A. Suryawan