Nampaknya memang wajar saja, di wawancara fiktif ini, muncul 
pernyataan bahwa "jangan-jangan khilafah juga bakalan bernasib sama: 
fiktif". 

Sekedar sharing seputar khilafah, sekaligus memastikan duktur Nadir 
memang sekadar bergurau saja dengan wawancara fiktifnya ... [ugh 
susahnya buka link di indonesianmuslim ... :(]

satriyo

===

Ramadhan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
   Kali sang duktur bisa membaca kitab dibawah tuh. Jika memang 
khilafah adalah fiktif, masa sebuah tesis seputar hal yang fiktif 
bisa diloloskan:D

Kalau ada yang mau kitabnya (naskah asli dalam bahasa arab) bisa 
japri saya.

Salams,
Ramadhan



*Khilafah Menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaah*

*Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi*
*Pengantar*

Telaah kitab kali ini akan mengupas kitab berharga tentang Khilafah. 
Judulnya *Al-Imamah al-'Uzhma 'Inda Ahl As-Sunnah wa al-Jama'ah*, 
karya Abdullah bin Umar Sulaiman Ad-Dumaiji (terbit 1987). Kitab 
setebal 718 halaman ini ditulis Ad-Dumaiji sebagai tesis untuk meraih 
gelas magister di Universitas Ummul Quro Mekah tahun 1983. Setelah 
diadakan ujian (*munaqasyah *) oleh Dewan Penguji, Ad-Dumaiji pun 
dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude (*mumtaz*). Di antara Dewan 
Penguji itu adalah Syaikh Sayyid Sabiq, seorang ulama yang terkenal 
dengan kitabnya *Fiqih Sunnah.*
Bagi para pejuang Khilafah, dan juga umat pada umumnya, kitab ini 
sangatlah penting. Karena di samping memberikan wawasan ilmiah yang 
luas mengenai Khilafah, juga akan semakin menambah keyakinan dan 
kemantapan dalam berjuang. Betapa tidak, karena kitab ini membuktikan 
Khilafah adalah sangat penting bagi tegaknya Islam dalam kehidupan. 
Khilafah juga mutlak adanya untuk mengembalikan kemulian umat. Dalam 
salah satu butir kesimpulannya, Ad-Dumaiji mengatakan,"Tidak ada 
kemuliaan dan ketinggian derajat bagi umat Islam, kecuali dengan 
kembali berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, serta 
berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah yang akan menjaga agama Islam 
dan mengembalikan kemuliaan dan kehormatan umat Islam." (hal. 516-517)

*Garis Besar dan Latar Belakang Kitab*

Kitab ini secara garis besar ingin membahas isu-isu terpenting dalam 
Khilafah, seperti definisi Khilafah dan wajibnya Khilafah, walaupun 
tidak semua aspek dalam Khilafah terbahas, misalnya lembaga-lembaga 
negara dalam Khilafah secara lengkap. Ad-Dumaiji membagi kitabnya 
dalam sebuah mukaddimah, dua bab isi, dan sebuah bab kesimpulan. Dua 
bab isi itu, yang pertama, mengenai Imamah (Khilafah) menurut Ahlus 
Sunnah. Yang kedua, mengenai Imam (Khalifah) menurut Ahlus Sunnah.

Bab yang pertama dirinci lagi menjadi empat sub-bab, yaitu : (1) 
definisi Imamah, (2) wajibnya Imamah dan dalil-dalilnya, (3) tujuan-
tujuan Imamah, dan (4) metode pengangkatan Imam. Bab yang kedua juga 
dirinci lagi, menjadi empat sub-bab, yaitu : (1) syarat-syarat Imam, 
(2) hak dan kewajiban Imam, (3) pemberhentian Imam, (4) berbilangnya 
Imam. Bab kesimpulan berisikan 26 butir-butir kesimpulan dari 
keseluruhan uraian kitab yang panjang lagi lebar.

Sebelum dilanjutkan, perlu klarifikasi dulu mengenai istilah Khilafah 
dan Imamah. Kedua istilah ini sebenarnya sama saja maknanya alias 
sinonim. Dalam kitabnya *Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu *Juz 9 hal. 
881, Wahbah Az-Zuhaili berkata, "Patut diperhatikan, bahwa Khilafah, 
Imamah Kubra, dan Imaratul Mu`minin merupakan istilah-istilah yang 
sinonim (mutaradif) dengan makna yang sama." Jadi, Imamah sama dengan 
Khilafah, dan Imam sama dengan Khalifah. Ad-Dumaiji sendiri dalam 
kitabnya hal. 34 juga mengutip pendapat senada dari Muhammad Najib Al-
Muthi'i. Dalam *takmilah* (catatan pelengkap) yang dibuatnya untuk 
kitab *Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab *karya Imam Nawawi (Juz 
17/517), Al-Muthi'i berkata,"Khilafah, Imamah, dan Imaratul Mu`minin 
adalah sinonim."

Lalu apa latar belakang Ad-Dumaiji menulis kitabnya ini? Ad-Dumaiji 
menerangkan dalam Mukadimah (hal. 7-10), bahwa yang mendorongnya 
adalah adanya upaya-upaya jahat berupa *tasywih* (pencitra-burukan) 
dan *tadnis*(pencemaran) terhadap ajaran Khilafah yang telah ada 
sejak masa awal Islam hingga masa modern kini. Ad-Dumaiji memberikan 
beberapa contohnya (hal. 8-9). Misalnya pendapat Abdul Hamid 
Mutawalli dalam *Mabadi` Nizham Al-Hukm*hal. 162, yang menyatakan 
bahwa berdirinya Khilafah seperti yang digambarkan para fukaha, 
adalah mustahil untuk masa sekarang. Contoh lain adalah pendapat 
Syaikh al-Maraghi (penulis *Tafsir Al-Maraghi*) yang 
berkata,"Dimungkinkan sebuah pemerintahan Islam keluar dari agama 
Islam lalu menjadi sebuah pemerintahan sekuler. Tidak ada larangan 
untuk ituÂ…seperti halnya negara Turki yang baru." (Musthofa Shabri, 
*Mauqif Al-'Aql wa Al-'Ilm wa Ad-Din*, Juz 4/285).

Latar belakang inilah yang membuat Ad-Dumaiji sangat prihatin dan 
sekaligus menentukan tujuan penulisan tesisnya. Ad-Dumaiji menyatakan 
bahwa kitabnya bertujuan untuk membersihkan konsep Imamah dari segala 
macam debu dan kotoran yang menempel sehingga konsep Imamah menjadi 
jelas bagi siapa saja yang hendak mencari kebenaran (*thalibul haq*) 
(hal. 10).

*Beberapa Keunggulan Kitab*

Setiap kitab punya keterbatasan dan keunggulan. Oleh Ad-Dumaiji 
sendiri, diakuinya bahwa kitabnya tidaklah membahas Khilafah secara 
komprehensif, sebagaimana tujuan awalnya (hal. 10-11). Setelah 
mengumpulkan sekitar 260 referensi dan menelitinya selama dua tahun, 
Ad-Dumaiji, akhirnya "menyerah" dan membatasi cakupan pembahasannya. 
Ad-Dumaiji akhirnya hanya menulis dua bab untuk delapan sub-bab 
sebagaimana sudah diuraikan di atas.

Untuk itu Ad-Dumaiji "hanya" menulis sebanyak 718 halaman, yang 
sebenarnya itu pun sudah lumayan tebal. Bandingkan dengan kitab-kitab 
fiqih siyasah sejenis, semisal kitab *Muqaddimah fi Fiqh An-Nizham As-
Siyasi Al-Islami*karya Muhammad Syakir Asy-Syarif (61 halaman). Atau 
kitab *An-Nizham As-Siyasi fi Al-Islam* karya Dr. Mazin bin Shalah 
Mathbaqani (63 halaman). Juga kitab *Hablul I'tisham fi Wujub Al-
Khilafah fi Din Al-Islam*karya Sayyid Muhammad Habib al-Mushili (139 
halaman). Atau kitab *Fiqh Al-Ahkam As-Sulthoniyah* karya Abdul Karim 
Muhammad Muthi' Al-Hamdawi (363 halaman).

Namun demikian, bagaimana pun juga, di balik keterbatasan cakupannya, 
kitab Ad-Dumaiji ini patut mendapat pujian. Selain ditulis dengan 
penuh kesungguhan dan kecermatan, kitab ini juga mempunyai beberapa 
keunggulan. Di antaranya :

*1. Kesadaran Akan Situasi Kontemporer*

Ad-Dumaiji menunjukkan kesadaran yang tinggi akan situasi kontemporer 
umat Islam, khususnya setelah hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. 
Ad-Dumaiji misalnya berkata dengan tajam,"Ketika 'orang sakit' 
(Daulah Utsmaniyah) ini mati, anjing-anjing dunia (*kilaab al-dunya*) 
membagi-bagi harta warisannya, dan tertancaplah perpecahan dan 
permusuhan di antara putera kaum muslimin. Loyalitas (*wala`*) pun 
lalu diberikan kepada tanah air, nenek moyang, atau suku, sebagai 
ganti dari loyalitas dan kecintaan kepada Allah dan karena Allah." 
(hal. 7-8).

Tak hanya mempunyai kesadaran politik, Ad-Dumaiji juga mempunyai 
wawasan pemikiran politik modern yang memadai. Karenanya dia dapat 
menilai bahwa,"Sistem pemerintahan dalam Islam berbeda dengan seluruh 
sistem-sistem pemerintahan buatan manusia, baik yang dahulu maupun 
sekarang. Perbedaan di antaranya terdapat dalam tujuan, sarana, dan 
targetÂ…" (hal. 575)

Maka bagaikan bumi dan langit, kalau kita bandingkan kesadaran itu 
dengan kesadaran sebagian ulama negeri ini yang terpengaruh oleh 
sistem demokrasi yang ada. Mereka gagal memahami perbedaan mendasar 
antara sistem Khilafah dengan sistem demokrasi yang kufur. Sebagai 
contoh, ada ulama yang menganggap bahwa lembaga demokrasi sekarang 
(DPR dan MPR) adalah sepadan dengan *Ahlul Halli wal Aqdi 
*sebagaimana uraian oleh Imam Mawardi dalam *Al-Ahkam As-
Sulthoniyah*. Padahal Imam Mawardi bicara dalam konteks sistem Imamah 
(Khilafah), yang berprinsip kedaulatan di tangan syariah. Bukan dalam 
sistem demokrasi-sekular, yang berprinsip kedaulatan di tangan rakyat.

*2. Metode Penulisan Yang Adil* 

Ad-Dumaiji dalam kitabnya sering kali harus membahas dan menilai 
berbagai pendapat, baik pendapat yang memang khilafiyah maupun 
pendapat asing yang lahir dari ideologi kapitalisme-sekular.

Dalam menghadapi masalah khilafiyah, Ad-Dumaiji senantiasa memaparkan 
hujjah (dalil) masing-masing pendapat, lalu melakukan tarjih untuk 
memilih pendapat yang terkuat. Jadi tidak sepihak langsung menyatakan 
pendapat yang dipilih. Sebagai contoh, ada khilafiyah mengenai hukum 
wajibnya Khilafah, apakah wajibnya itu berdasarkan syara' (pendapat 
Ahlus Sunnah) atau berdasarkan akal (pendapat Mu'tazilah). Ad-Dumaiji 
pun memaparkan dalil masing-masing lalu mentarjih yang terkuat, yaitu 
wajibnya Khilafah itu adalah berdasarkan syara' bukan akal (hal. 65-
71).

Dalam menghadapi pendapat asing pun Ad-Dumaiji juga bersikap adil. 
Terhadap sebagian intelektual yang menolak wajibnya Khilafah, seperti 
Ali Abdur Raziq (dalam kitabnya *Al-Islam wa Ushul al-Hukm*), Abdul 
Hamid Mutawalli (dalam kitabnya *Mabadi` Nizham Al-Hukm fi Al-
Islam*), dan Khalid Muhammad Khalid (dalam kitabnya *Min Huna 
Nabda`*), Ad-Dumaiji tetap berusaha menelusuri dan menampilkan hujjah 
mereka, lalu membantahnya dengan telak. Yang menarik, Ad-Dumaiji juga 
secara jujur menyebutkan "pertobatan intelektual" di antara penentang 
Khilafah itu. Tentang Khalid Muhammad Khalid, Ad-Dumaiji menulis 
secara objektif bahwa semula Khalid menolak wajibnya Khilafah. Lalu 
Khalid "bertobat" dan menarik pendapatnya serta menulis sebuah kitab 
*Ad-Daulah fi al-Islam* untuk menasakh kitab sebelumnya yakni *Min 
Huna Nabda` *(hal. 74-75). Cara penulisan yang adil dan objektif dari 
Ad-Dumaiji ini memang patut diteladani.

*3. Memperluas Wawasan*

Siapapun yang membaca buku Ad-Dumaiji ini, akan memperoleh tambahan 
wawasan ilmu keislaman khususnya fiqih siyasah yang tidak sedikit. 
Maklum saja, karena karya Ad-Dumaiji ini disajikan sebagai hasil 
olahan dari 260 kitab rujukan. Dan sebagaimana lazimnya penulisan 
ilmiah, kitab Ad-Dumaiji ini penuh dengan catatan kaki yang 
memudahkan pembacanya memeriksa dan meneliti rujukan aslinya.

Sebagai contoh, ketika membicarakan dalil-dalil wajibnya Khilafah, Ad-
Dumaiji ternyata menemukan enam macam dalil. *Dalil pertama*, Al-
Qur`an : yaitu QS An-Nisaa` : 59, QS Al-Ma`idah : 48-49, QS Al 
Hadid : 25, dan ayat-ayat hudud qishash, zakat, dan lain-lain yang 
pelaksanaannya dibebankan kepada khalifah. *Dalil kedua*, As-Sunnah, 
baik sunnah qauliyah maupun sunnah fi'liyah. *Dalil ketiga*, Ijma' 
Shahabat setelah wafatnya Rasul dan menjelang wafatnya Umar. *Dalil 
keempat*, kaidah syar'iyah berbunyi *maa laa yatimmul waajibu illa 
bihi fahuwa waajib *(suatu kewajiban yang tidak terlaksana kecuali 
dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib juga hukumnya). Menegakkan 
syariah secara total (sebagai suatu kewajiban) tidak mungkin terwujud 
kecuali dengan adanya Khilafah, maka Khilafah wajib hukumnya. *Dalil 
kelima*, kaidah dharar, yaitu hadits *laa dharara wa laa dhiraara *
(tidak boleh menimbulkan kemudharatan pada diri sendiri maupun orang 
lain). Bahwa tanpa Khilafah, umat berada dalam kemudharatan, maka 
Khilafah wajib ada untuk menghilangkan kemudharatan. *Dalil keenam*, 
bahwa khilafah termasuk perkara yang dituntut oleh fitrah dan adat 
manusia (Lihat Ad-Dumaiji, *al-Imamah Al-'Uzhma*, hal. 49-64).

Sungguh, penjelasan hampir 20 halaman untuk dalil-dalil wajibnya 
Khilafah ini sudah barang tentu akan memperluas cakrawala wawasan 
keilmuan muslim. Kita patut berterima kasih kepada penulisnya. 
Syukron ya Al-Akh Ad-Dumaiji...

Maka akan terasa aneh bin ajaib, kalau ada yang mengatakan, "Khilafah 
tidak ada dalilnya (nash) dari al-Qur`an dan Hadits. Khilafah hanya 
ijtihad para shahabat dan ulama." Sesungguhnya akan lebih sopan dan 
akan bisa dimaklumi kalau mereka mengatakan,"Kami belum menemukan 
dalil wajibnya Khilafah." Tapi kalau mengklaim Khilafah tidak ada 
dalilnya, sungguh ini adalah suatu kesombongan yang besar sekaligus 
pembodohan yang keji kepada umat Islam. Allah Azza wa Jalla akan 
meminta pertanggungjawaban atas perkataan batil itu di Hari Kiamat 
nanti. [ ]

*REFERENSI*

Abdusshomad, Muhyiddin, *Mengkonversi Sistem Pemerintahan (Pengantar 
Diskusi Seputar Khilafah)*, http://www.nu.or.id/page.php?
lang=id&menu=news_view&news_id=10652

Al-Hamdawi, Abdul Karim Muhammad Muthi', *Fiqih Al-Ahkam Al-
Sulthaniyah*, (www.saaid.net)

Al-Mushili, Sayyid Muhammad Habib Al-Ubaidi, *Hablul I'tisham fi 
Wujub Al-Khilafah fi Din Al-Islam*, (Al-Mushili : Tanpa Penerbit), 
2003

Asy-Syarif, Muhammad bin Syakir, *Muqaddimah fi Fiqh An-Nizham As-
Siyasi Al-Islami*, (www.saaid.net)

Az-Zuhaili, Wahbah, *Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu*, Juz 9 (Al-
Istidrak), (Damaskus : Darul Fikr), 1996

Mathbaqaniy, Mazin bin Shalah, *An-Nizham As-Siyasi fi Al-Islam*, 
(www.saaid.net)

*Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim "Khilafah" Tidak Tepat Untuk 
Indonesia, *http://www.nu.or.id/page.php?
lang=id&menu=news_view&news_id=10686


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, noni marlini 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Prof. Dr. Nadirsyah Hosen adalah putra ahli fiqh Indonesia dan 
mantan Ketua MUI, almarhum Prof. Ibrahim Hosen
> 
> Artikel dicopy dari web
> http://indonesianmu slim.com/
> 
> Nadirsyah Hosen
> 
> 
> 
> 1. Wajibkah mendirikan khilafah?
...
Yah jangan-jangan khilafah juga bakalan bernasib sama: fiktif.
> 
> Penulis adalah pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Wollongong 
(NSW, Australia)
> 
> Blog: http://nhosen. blogspot. com/ 


Kirim email ke