Dear Uda' Akmal
   
  Wrote : Jika azan dengan pengeras suara yang kencang kami izinkan, maka akan 
ada juga yang meminta izin dalam bentuk lain. Ini akan mengubah tatanan sosial 
di Belanda. Ini bukan berarti kami menentang Islam. Di Belanda, kalau mau 
membuat bunyi-bunyian yang keras, seperti bel gereja dan sebagainya, harus 
mendapat ijin dari komunitas dan pemerintah Belanda. 
  ====
  Ternyata tatanan sosial negara belande..mungkin juga negara2 bule' lainnya 
sungguh teramat sangat lemah ya uda' ya...masak sich cuma sama suara azan aja 
tatanan sosial mereka berubah.....hebat yach suara azan itu...pantaslah mereka 
itu pada paronoid sama nilai-nilai Islam...lah wong karo azan wae wis podo 
wedhi..hehehe
  
 
   
  

"akmal n. basral" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          
nas_zakaria <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
...dipotong...
Kalau tindakan itu tidak membuahkan hasil, maka pemerintah Islam atau 
pemerintah yang mayoritas rakyatnya muslim harus menunjukkan 
ketersinggungan dengan mengusir perwakilan negara, menutup kedutaan, 
atau memutuskan hubungan diplomasi dengan negara yang bersangkutan. 

Pada saat yang sama kita umat Islam harus memboikot semua produk 
mereka, khususnya yang selama ini kita konsumsikan. 

... dipotong ...

~a~:

mungkin pendapat dari duta besar belanda untuk indonesia, nikalaos van dam, 
perlu juga disimak dalam kaitan dengan film "fitna" dan geert wilders" ini 
(sumber: koran tempo, minggu 13 maret 2008), sebelum memutuskan tindakan dengan 
cara "akibat nila setitik rusak susu sebelanga".



----------------

Nikolaos Van Dam:
“SEJAK AWAL WILDERS SUDAH DI LUAR KONTEKS”

GELOMBANG hujatan terhadap film Fitna karya Geert Wilders yang berlangsung di 
seluruh dunia juga terjadi di Indonesia, negara muslim terbesar di dunia. 
Sebagai Duta Besar Kerajaan Belanda -- kewarganegaraan yang dipegang Wilders – 
posisi Nikolaos Van Dam, 62 tahun, ikut tersodok. Pemerintah Belanda dianggap 
tidak bertindak cukup keras terhadap laku anggota Parlemen Belanda itu. 
Akibatnya muncul anjuran untuk memboikot produk-produk Belanda di Indonesia, 
bahkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda. “Ini kesalahpahaman karena 
mayoritas masyarakat dan pemerintah Belanda menentang film ini,” ujar Van Dam 
kepada wartawan Tempo Yophiandi, Juli Hantoro dan fotografer Toni Hartawan, 
Rabu lalu.
Nikolaos tak cemas dengan berduyun-duyunnya para pemrotes yang silih berganti 
berdemonstrasi di depan kantornya di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan. 
Bukan cuma menerima langsung petisi yang diberikan beberapa organisasi, ia 
bahkan membuka pintu kamar kerjanya lebar-lebar dan mengajak para demonstran 
berdialog. “Seringkali kami berdialog dalam bahasa Arab,” ujar doktor jurusan 
Sastra Arab dan Ilmu Politik dari Universitas Amsterdam yang lulus cum laude 
pada 1977.
Minatnya pada Islam awalnya bermuara pada ketertarikannya pada eksotisme dunia 
Arab. Ayahnya adalah murid Snouck Hurgronje, orientalis terkemuka yang 
berkiprah di Aceh. “Saya melihat kamus bahasa Arab yang dimiliki ayah, dan 
terpesona dengan bentuk huruf-hurufnya,” kenang Van Dam. Sejak itu 
ketertarikannya terhadap Arab, dan Islam, terpantik.
Lebih jauh Van Dam mengungkapkan posisi pemerintah negerinya, pandangannya 
tentang Wilders, dan situasi dilematis yang disebabkan makin banyaknya 
pendatang muslim di Negeri Kincir Angin tersebut.

Bagaimana situasi terakhir di Belanda terhadap film Fitna? 
Seperti kita tahu film ini sangat kontroversial. Banyak orang Belanda yang 
menentang film ini. Begitu juga pemerintah, masyarakat, serta Parlemen, 
menentang film ini. Uniknya, media biasanya suka sensasi. Kalau ada sensasi 
mereka pasti publikasikan karena menarik buat publik. Tapi untuk Fitna, pers 
malah menolak menyiarkan, termasuk provider di Belanda. Makanya film ini 
menggunakan internet dari jaringan luar Belanda. Sebetulnya kalau disiarkan 
juga tak masalah. Pemerintah tak bisa melarang. Tapi kalau sudah disiarkan, 
tayangan yang mengganggu ketentraman masyarakat bisa diselidiki Kejaksaan. Kami 
menganut kebebasan, tapi kebebasan yang tak melanggar hak orang lain. Jadi 
harus saling menghormati. 

Bukankah Wilders sudah memberitahu sebelumnya? 
Wilders sudah memberitahu pemerintah sejak November lalu akan menyiarkan ini. 
Saat itu kami sudah meminta dia untuk tidak menayangkan. Tapi ternyata niatnya 
tetap. Tayangan ini juga distortif karena menayangkan Islam hanya dari 
potongan-potongan gambar saja. Potongan serangan ke WTC dan Pentagon, Madrid. 

Ada isu sosial yang mengemuka di Belanda sehingga film ini muncul? 
Memang, di Belanda sendiri ada problem dengan warga imigran dari Maroko, Turki, 
yang kini sudah empat generasi. Saat ini generasi ketiganya, adalah orang-orang 
yang hidup di lingkungan yang kurang mendukung. Tak semua bersekolah atau 
bekerja, cuma lihat televisi. Pada masa lalu kami tak bicara soal Islam. Kami 
mengenal mereka dengan identitas nasionalnya: Suriname, Maroko, Turki. Pada 
perkembangannya mereka ingin menyatukan diri dengan membentuk simbol sendiri, 
karena kesamaan faktor sosial tadi yang kurang mendukung. Jadilah sekarang kita 
tahu tentang Islam sebagai identitas. 
Pada pertemuan dengan pemuka agama Indonesia dan duta besar negara Islam saya 
ditanya mengapa pemeluk Islam tak diperkenankan mengumandangkan azan? Begini, 
Katolik juga punya tradisi serupa. Membunyikan bel keras-keras pagi-pagi sekali 
sehingga yang tak Katolik pun terbangun. Untuk itu kami minta toleransi (dari 
pihak Katolik). Jika azan dengan pengeras suara yang kencang kami izinkan, maka 
akan ada juga yang meminta izin dalam bentuk lain. Ini akan mengubah tatanan 
sosial di Belanda. Ini bukan berarti kami menentang Islam. Di Belanda, kalau 
mau membuat bunyi-bunyian yang keras, seperti bel gereja dan sebagainya, harus 
mendapat ijin dari komunitas dan pemerintah Belanda. 

Bagaimana tanggapan masyarakat Belanda dengan film ini sebetulnya?
Antiklimaks. Selama empat bulan sejak November orang-orang menunggu, berharap 
film itu bagus sekali. Ternyata cuma begitu saja. Alih-alih membuat simpati 
malah membuat 
orang marah. Makanya tak banyak yang suka juga dengan karya Wilders. 
Menginsinuasi banyak gambar kekerasan di luar konteks. 

Kekhawatiran terhadap pendatang Islam ini seberapa besar sesungguhnya? 
Ini bukan tentang kekhawatiran antara satu kelompok dengan yang lain. Ada 
kecenderungan sekarang ini imigran Islam tak berbaur dan membentuk 
komunitasnya sendiri. Sementara pemerintah dan masyarakat ingin ada toleransi. 
Mungkin kata yang tepat saling respek. Warga respek, dan pendatang juga respek. 
Pak Wilders juga diharapkan bisa respek kepada orang lain sebagai satu unsur 
masyarakat Belanda. 

Sebagai anggota parlemen, Bukankah Wilders juga memiliki cukup banyak 
pendukung? 
Betul. Banyak juga masyarakat yang tak suka dengan kehadiran imigran. Namun ini 
menyangkut kompetisi mendapat pekerjaan, penghidupan yang baik. Sebagian 
imigran juga menyebabkan angka kriminalitas melonjak tinggi. Ini yang dimainkan 
Wilders sebagai kartu politiknya sehingga bisa mendapatkan suara. Tapi 
seharusnya bukan dengan memprovokasi menjadikan mereka orang-orang yang tak mau 
berdialog. Tak memecahkan persoalan.

Di akhir film, Wilders memperingatkan agar hati-hati terhadap Islam. Seberapa 
besar pandangan ini mewakili masyarakat Belanda?
Sejak awal film Wilders sudah mengutip ayat di luar konteksnya. Banyak sekali 
potongan gambar dan teks yang diambilnya, tapi di luar konteks. Problemnya, 
orang-orang yang melakukan kekerasan itu, yang tinggal di New York, Madrid, 
atau London, melakukannya atas nama Islam. Padahal banyak juga teroris dengan 
latar agama lain yang melakukannya. Tetapi mereka tak melakukannya atas nama 
agama. Jadi, orang yang melihat aksi teroris, melihatnya sebagai aksi Islam 
meski cuma 0,001 persen yang melakukannya. Yang 99,999 persen tak setuju dengan 
tindakan itu tak terdengar. Padahal mereka ini moderat dan mau berdialog. 

Pemerintah Indonesia sudah meminta pemerintah Belanda menindak Wilders. Sudah 
sejauh mana perkembangannya?
Ya, pemerintah kami sudah meminta Kejaksaan menyelidiki film Wilders. Namun 
konstitusi kami menyatakan tak bisa menyelidiki sesuatu yang belum ada di 
publik. Sekarang proses penyelidikan sedang berlangsung. 

Bagaimana Anda menilai reaksi dunia terhadap pemerintah Belanda?
Ada kesalahpahaman seolah-olah pemerintah Belanda mengijinkan ini. Padahal kami 
harus meyakinkan dunia bahwa mayoritas masyarakat dan pemerintah Belanda 
menentang film ini lantaran memang tak diperkenankan dalam konstitusi kami. Ini 
yang harus kami jelaskan pada negara-negara Islam seperti Iran, Bangladesh. 
Tapi ada bagusnya juga karena dengan begitu ruang dialog tercipta. 

Sebagai cum laude dari Jurusan Bahasa Arab dan Politik Timur Tengah, Anda 
sangat paham situasi ini?
Tak ada masalah, karena kami berdialog. Memang selama dua minggu, ada 
demonstrasi dari Hizbut Tahrir, Gerakan Pemuda Islam, Pemuda PPP, FPI. 
Kebetulan saat Hizbut Tahrir, Gerakan Pemuda Islam, dialog kami lebih banyak 
dalam dalam bahasa Arab. Pengalaman saya memang lebih banyak di Timur Tengah. 
Pertama di Lebanon, lalu ke Libia, Iran, Turki. Saya juga sudah biasa dengar 
suara azan, pagi, 
siang, sore, malam. Kemudian saya juga ke Jerman, banyak orang Turki. Mungkin 
di situlah penduduk Turki terbanyak di luar negaranya. 

Anda kenal Geert Wilders sebelumnya?
Tidak. Paling tahu dia dari VVD. Dulu memang ada yang kenal dia, tapi tak 
sebanyak sekarang. Kalau dia mempunyai partai pasti ada pendukungnya, dan 
infrastrukturnya, kantor dan sebagainya. Yang jelas sekarang dia lebih 
terkenal. 

Bagaimana komentar anda tentang pelanggaran hak cipta yang dilakukan Wilders 
dalam filmnya, ada masalah?
Kartunis Denmark tak memberikan ijin gambarnya dimuat, makanya dia buat 
sendiri. Dia juga salah saat memberikan beberapa gambar, akhirnya berujung pada 
ketidakakuratan. Tapi dia mengambil gambar umum dari peristiwa bom Madrid, 
London. 

Apakah Wilders sekarang membahayakan dirinya sendiri sekarang? 
Kalau saya jadi dia, seharusnya datang dulu ke negara berbasis Islam untuk 
membuat film. Sekarang, saya pikir, dia perlu berpikir panjang kalau mau datang 
ke negara Islam, mungkin terbatas hanya bisa ke Arab Saudi atau Indonesia. 
Padahal dia belum 
melihat, merasakan dari dekat, berbaur dengan masyarakat Islam. 

Apakah ini yang Anda lakukan, mengenal dari dekat masyarakat Islam?
Saya suka dengan dunia Arab. Perjalanan pertama saya ke Irak saat saya sangat 
ingin tahu tentang Islam dan dunia Arab. Saya merasa bagus juga kalau punya 
pendapat pribadi tentang yang saya suka, dibandingkan cuma membaca buku. Ini 
ujian saya menghadapi realitas. 

Mengapa Anda suka dunia Arab?
Ayah saya yang mengenalkan. Dia juga suka, dan dia murid Snouck Hurgronje. 
Kemudian saya melihat kamusnya, dan terpesona dengan huruf-hurufnya yang bagus 
menurut saya. Lalu saya belajar bahasanya, dan ketika kuliah akhirnya saya 
memilih jurusan ini. 
Apakah kasus ini akan mempengaruhi hubungan Indonesia-Belanda?
Kedua negara punya hubungan yang baik. Dampak dari film ini mudah-mudahan tak 
berlanjut, karena kita juga sudah berdialog dengan hasil yang konstruktif. 
Dialog, 
perdamaian, respek, harus lebih dikedepankan sekarang. 

Di waktu senggang apa yang Anda lakukan?
Olah raga, tapi tak punya banyak waktu. Jadi saya berlari naik turun lewat 
tangga. Saya juga memotret, jalan-jalan. Mungkin 2/3 provinsi sudah saya 
datangi. Saat ikut meninjau proyek, saya meluangkan waktu sebentar jalan-jalan 
sejenak, seperti di Kalimantan, Ternate, Aceh, 
Papua. 

* * *

Biodata 

Nama: Nikolaos van Dam 
Jabatan : Duta Besar Luar Biasa Kerajaan Belanda di Indonesia 
Tempat dan tanggal lahir : Amsterdam, 1 April 1945 
Status : Menikah (istri Marinka van Dam-Bogaerts), dengan satu puteri 
dan tiga putera. 
Pendidikan : Doktor Studi Arab dan Ilmu Politik, 
Universitas Amsterdam (lulus cum laude), 1977 
Pekerjaan akademis: Dosen Sejarah Timur Tengah Modern, Universitas Amsterdam 
Karir politik: Duta Besar untuk Irak, Mesir, Turki, 
Jerman, Indonesia dan Timor Leste. 

Recent Activity

17
New Members

Visit Your Group 
Y! Messenger
Instant hello
Chat over IM with
group members.

Yahoo! Groups
Women of Curves
Discuss food, fitness
and weight loss.

Yahoo! Groups
w/ John McEnroe
Join the All-Bran
Day 10




.



minds are like parachutes. they work best when open.


[Non-text portions of this message have been removed]



                           

        

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke