Lah,
yang dibawah juga itu interpretasi COPAS sendiri thd hadits-hadits itu.
Interpretasi seperti itu sesungguhnya menghina Rasulullah.
Seakan-akan Rasulullah adalah seorang yang mau menang sendiri.
Lha wong dia sendiri mengklaim diri sebagai nabi, yang lain kok nggak boleh.

Jadi dari sisi "matan" saja, interpretasi ini sudah nggak valid.

Pak Haekal IMHO masih kurang tegas dalam hal ini.
Mungkin karena berada pada lingkungan yang ratusan tahun berfikir seperti 
itu.
Jadi perlu tahapan-tahapan untuk merubah kejahiliyahan seperti ini...

Semua nabi palsu itu ditumpas setelah melakukan pemberontakan,
BUKAN KARENA KLAIM KENABIAN.

Aswad Al-Insi dg. Musailamah itu waktunya hampir sama.
Nabi langsung mengirim ekspedisi untuk Aswad,
karena Gubernur Yaman yang ditunjuk oleh Rasul telah dibunuh dan digantikan 
oleh Aswad.
Bahkan istri Gubernur Yaman itu diambil oleh Aswad, bisa jadi dipaksa jadi 
budak dan dianggap selir.

Tapi untuk Musailamah kan tidak.
Kenapa Beliau tidak langsung kirim saat itu ketika Musailamah masih belum 
kuat.
Mengapa dia baru ditumpas pada zaman sayidina Abu Bakar setelah melakukan 
pemberontakan bersenjata bersama beberapa nabi palsu lainnya. Pertempuran 
yang luar biasa berat bagi para sahabat.

Kembali, tidak ada hadits yang akan bilang,
"bunuh karena menjadi nabi palsu...",
atau "bunuh Musailamah",
atau "Musailamah patut dibunuh".

Ketika hadits utusan itu ada,
mengapa hadits ttg keinginan nabi membunuh Musailamah tidak ada?




----- Original Message ----- 
From: "wawan wawan" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, April 30, 2008 8:20 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Pemilik Islam


nih, ada tinjauan ttg tulisan haekal yg klaim nabi palsu tidak diperangi :
quote dibawah :


On 4/29/08, ma_suryawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
> Ulama (ilmuwan) sekaliber Haekal, pendapatnya mengenai Aswad al-'Ansi
> tidak mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. menyuruh untuk menghentikan
> al-'Ansi karena klaim kenabiannya:
>
> "Adapun Aswad  al-'Ansi  -  penguasa  Yaman  sesudah  Bad-han
> meninggal  -  orang  ini  mendakwakan sebagai ahli sihir dan mengajak
> orang dengan sembunyi-sembunyi. Karena sudah merasa dirinya  sebagai
> orang  penting  di  daerah  selatan, wakil Muhammad yang di Yaman
> diusirnya,  dan  dia  pergi  lagi  ke Najran,  anak Bad-han di sana
> dibunuhnya, isterinya dikawini dan   singgasana   diwarisinya.   Ia
> hendak    menyebarkan pengaruhnya  di  kawasan  itu.  Tapi BAHAYA INI
> tidak banyak mempengaruhi pikiran Muhammad." (Sejarah Hidup Muhammad,
> hal. 560)
>
> Anda perhatikan kalimat "Tapi bahaya ini" - maksudnya adalah bahaya
> menyebarkan pengaruh klaim kenabiannya dan klaim kemampuan sihirnya
> TIDAK banyak mempengaruhi pikiran Nabi s.a.w.
>
> Jelasnya, Nabi Muhammad s.a.w. tidak ambil pusing soal klaim kenabian
> Aswad dan klaim kemampuan sihirnya.
>
> Jadi, Nabi Muhammad s.a.w. TIDAK PERNAH memerintahkan atau menyuruh
> atau memerangi Aswad al-'Ansi karena KLAIM kenabiannya.
>
> Soal menyuruh mengepung atau membunuh Aswad cs, adalah soal lain lagi.
> Jika kita baca baik-baik tulisan Haekal secara menyeluruh (Baik dalam
> buku "Sejarah Hidup Muhammad" atau buku "Abu Bakr As-Siddiq Sebuah
> Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam
> Sepeninggal Nabi"), dapat ditemukan bahwa yang beliau s.a.w. kuatirkan
> adalah persatuan dan tatanan Jemaat Islam yang baru lahir yg terdiri
> dari banyak kabilah Arab bisa terganggu dengan kehadiran 3 orang itu
> yang beresiko memecah-belah tatanan Islami dan persatuan Jemaat Islam
> yang baru lahir tumbuh berkembang.
>
> Karena kekuatiran itu, Nabi s.a.w. kemudian hanya  mengutus  orang
> kepada  pejabat-pejabat di  Yaman  dengan perintah supaya Aswad
> DIKEPUNG ATAU DIBUNUH.  Sekali  lagi kaum  Muslimin  di  Yaman
> BERHASIL MEMAKSA Aswad,... (sejarah Hidup Muhammad, hal. 560).
>
> Jadi, yang dimaksud perintah Nabi s.a.w. itu adalah mengepung dan
> menangkap Aswad untuk meredam aksi politik tiraninya di Yaman yg bisa
> mengganggu tatanan & persatuan masyarakat Islam yg baru lahir tumbuh
> berkembang, sehingga kalau ia melawan dengan pasukannya, maka boleh
> dibunuh, dan hasilnya Aswad menyerah kepada kaum Muslim yg telah
> berhasil MEMAKSA Aswad untuk menyerah, dan akhirnya Aswad dibunuh oleh
> istrinya sendiri.
>
> Salam,
> MAS


copas saja :

Benarkah Rasulullah Enggan Membasmi Nabi Palsu?

Tulisan ini mencoba mendudukkan persoalan nabi palsu dimasa Rasulullah saw.
dan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Ada anggapan bahwa Rasulullah saw. tidak
pernah berniat apalagi memerintahkan untuk memerangi nabi palsu. Adapun
sikap Abu Bakar ra. saat memerangi Musailamah ditafsirkan sebagai usaha
stabilisasi negara yang tengah menghadapi guncangan pemberontakan
(disintegrasi) atau separatisme. Jadi sejak masa Nabi saw. tidak ada sama
sekali motif-motif keyakinan (aqidah) dalam perang melawan nabi palsu.
Gerakan Itu dinilai murni pemberontakan separatis. Pandangan ini tentu
menjadi masalah.



Ide diatas tergambar diantaranya melalui karya Dr. Muhammad Husein Haekal -
sastrawan, politikus dan cendekiawan Mesir terkemuka - berjudul "Hayatu
Muhammad" (Sejarah Hidup Muhammad Saw) dan "Abu Bakar As-Shiddiq". *Haekal
dituduh banyak orang terpengaruh orientalis dalam menulis dan mengulas
kehidupan nabi. Diantara pengaruh yang dituduhkan adalah pada cara Haekal
menganalisa mukjizat Nabi saw. yang dia tafsirkan bukan sebagai peristiwa
luar biasa melainkan proses-proses manusiawi belaka.*



Ulasan dalam tulisan ini hanya ditujukan pada sikap Haekal terhadap nabi
palsu. Menurut Haekal, nabi palsu yang muncul pada masa Rasulullah saw.
tidaklah terlalu mempengaruhi beliau untuk melakukan tindakan-tindakan
militer. Dia mengatakan, "Itulah sebabnya, tatkala ada tiga orang yang
mendakwakan diri sebagai nabi, oleh Muhammad tidak banyak dihiraukan."
(Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, terjemahan dari bahasa
Arab oleh Ali Audah. Jakarta, Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1990,
hal. 559) Menurutnya, al-Aswad al-Ansi yang muncul di Yaman dengan dakwa
kenabian tidak terlalu beliau tanggapi, "Tapi bahaya ini (dakwa kenabian Al
Ansi--pen) tidak banyak mempengaruhi pikiran Muhammad." (Sejarah Hidup
Muhammad, hal. 560)



Terhadap dua utusan Musailamah (seorang pendakwa nabi dari Yamamah) yang
datang di hadapan Nabi saw., juga dia tafsirkan dengan kesan yang sama,
""Setelah surat itu dibaca kedua orang utusan Musailima itu oleh Nabi
DITATAPNYA, dan HENDAK MEMBERIKAN KESAN kepada mereka, bahwa Nabi akan
menyuruh supaya mereka dibunuh, kalau tidak karena memang adanya ketentuan
bahwa para utusan harus dijamin keselamatannya. Kemudian Nabi membalas surat
Musailamah dengan mengatakan ia sudah mendengarkan isi suratnya dengan
segala kebohongannya itu..." (Sejarah Hidup Muhammad, hal. 559-560). Jadi
menurut Haekal tidak ada kandungan perintah untuk memerangi nabi palsu.



Adapun kasus-kasus ekspedisi militer pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq,
menurut Haekal lebih disebabkan oleh kekhawatiran akan rusaknya tatanan
kehidupan umat Islam yang baru terbentuk. Dia mengatakan:



"Tindakan pencegahan yang diambil oleh Abu Bakr r.a. dan Jemaat Islam
terhadap Musailima dan pengikutnya sepeninggal Nabi s.a.w. BUKAN karena
pendakwaan kenabiannya. Tindakan militer yang diambil itu karena Musailima
dan para pengikutnya bersekutu dengan Banu Hanifah yang bertujuan untuk
menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan persatuan Islami Jemaat Muslim yang
baru lahir tumbuh berkembang setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w.''

(Muhammad Husain Haekal, Abu Bakr As-Siddiq, Sebuah Biografi dan Studi
Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi, terjemahan dari
bahasa Arab oleh Ali Audah, Jakarta, Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
1995 hlm. 70.)



Sekali lagi, melalui dua buku ini Haekal ingin mengatakan bahwa Rasulullah
saw. dan Abu Bakar ash-Shiddiq tidak pernah berniat memerangi nabi palsu.
Aksi-aksi yang dilancarkan Abu Bakar pada masa kekhilafahannya, dikarenakan
para nabi palsu itu telah berubah menjadi ancaman disintegrasi terhadap
tatanan kehidupan umat Islam.



Untuk menguji kebenaran analisa Dr Haekal ini, ada baiknya kita langsung
merujuk kepada sumber-sumber asli yang - seharusnya - juga digunakan beliau
dalam kedua bukunya tersebut.





Kisah Dua Utusan Musailamah



Dalam kitabnya Al Sunan (Kitab Al Jihad, Bab Ar Rusul hadits no, 2380) Abu
Daud meriwayatkan demikian :



Dari Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah Saw berkata pada dua utusan Musailamah,
"Apa yang kalian katakan (tentang Musailamah)? Mereka menjawab, "Kami
menerima pengakuannya (sebagai nabi)". Rasulullah Saw mengatakan pada
mereka, "Kalau bukan karena utusan-utusan tidak boleh dibunuh, sungguh aku
akan memenggal leher kalian berdua".



Arti "memenggal leher kalian berdua" adalah terjemahan dari lafadz Arabnya,
"la-dharabtu a'naaqa-kuma". Lafadz ini diceritakan juga oleh Ahmad (hadits
no. 15420), Al Hakim (2: 155 no. 2632). Ahmad (hadits no. 15420) melaporkan
melalui Abdullah bin Mas'ud dengan lafadz "la-qataltu-kumaa", "aku pasti
membunuh kalian berdua". Versi hadits ini diceritakan kembali oleh
kitab-kitab sejarah seperti Al Thabari (Tarikh Al Thabari, Juz 3 Bab Masir
Khalid bin Walid) dan Ibnu Katsir (Al Bidayah wa Al Nihayah, Dar Ihya' Al
Turats Al Arabi , tt, Juz 6, hal: 5).



Riwayat-riwayat ini menampilkan ketegasan Rasulullah saw. terhadap orang
yang mengakui kenabian Musailamah bahwa beliau akan membunuh atau memenggal
leher mereka. Dua utusan ini tidak jadi dihukum karena posisi mereka sebagai
utusan yang dijamin keamannya.



Yang jelas, semua versi riwayat dari sumber-sumber primer ini (baik kitab
hadits atau kitab sejarah) tidak ditemukan ungkapan yang dapat diartikan
"kedua utusan itu oleh nabi ditatapnya" atau "hendak memberikan kesan" dan
lain-lain yang mengaburkan ketegasan Rasulullah saw. untuk menghukum-bunuh
mereka. Dengan demikian kata-kata dalam buku Sejarah Hidup Muhammad itu
tidak lain adalah interpretasi penulisnya atas riwayat yang ada dan bukan
kandungan dari riwayat itu sendiri. Cara-cara seperti ini tentu tidak dapat
dibenarkan mengingat akan menimbulkan penyesatan opini saat membaca sejarah
Nabi saw.



Kekeliruan interpretasi Haekal juga dibantah oleh riwayat lain yang
menceritakan penafsiran Ibn Mas'ud - saksi mata yang menyaksikan pertemuan
Nabi dan utusan Musailamah - terhadap sikap Rasulullah saw. mengenai dua
utusan Musailamah tadi. Setelah mengetahui satu dari utusan itu tetap
beriman pada Musailamah, Ibn Mas'ud akhirnya memerintahkan kepalanya
dipenggal. Utusan yang dipenggal ini bernama Ibn Nuwahah.



Abu Daud (hadits no. 2381), Al Nasa'i (Al Sunan Al Kubra, 2: 205) dan Al
Darimi (Kitab Al Siyar, hadits no. 2391) menceritakan kesaksian Haritsah bin
Al Mudharib dan Ibn Mu'ayyiz yang mendapati sekelompok orang dipimpin Ibn
Nuwahah di sebuah masjid perkampungan Bani Hanifah, ternyata masih beriman
pada Musailamah. Setelah kejadian ini dilaporkan pada Ibn Mas'ud, beliau
berkata pada Ibn Nuwahah (tokoh kelompok tersebut), "Aku mendengar
Rasulullah saw. dulu bersabda "Kalau engkau bukan utusan, pasti aku akan
penggal kamu", nah, sekarang ini engkau bukanlah seorang utusan". Maka Ibn
Mas'ud menyuruh Quradhah bin Kaab untuk memenggal leher Ibn Nuwahah. Ibn
Mas'ud berkata, "Siapa yang ingin melihat Ibn Nuwahah mati, maka lihatlah ia
di pasar". Masjid mereka itupun akhirnya turut dirobohkan(ringkasan dari
versi aslinya yang agak panjang).



Riwayat ini, tak dapat disangkal lagi menjelaskan cara yang benar dalam
menafsirkan hadits Rasulullah saw., bahwa para pengiman nabi palsu -
sebagaimana telah disepakati para ulama - seharusnya dihukum mati.
Penafsiran ini bukan hanya dijelaskan oleh Ibn Mas'ud yang menjadi saksi
pertemuan Nabi saw. dengan utusan Musailamah, bahkan beliau mempraktikkan
atau mencontohkan tuntunan Rasulullah saw. sendiri dengan menyuruh orang
memenggal leher Ibn Nuwahah dan menghancurkan masjid mereka.



Setelah jelas kedudukan sikap Rasulullah saw. terhadap dua utusan Musailamah
ini, maka terbantah pula anggapan Haekal selanjutnya bahwa aksi-aksi militer
yang dilakukan terhadap nabi palsu seperti al-Aswad al-Ansi sesungguhnya
didorong oleh faktor agresi atau pemberontakan. Anggapan ini tidak benar
setelah memperhatikan bagaiman dua utusan Musailamah juga akan dihukum mati
(dipancung) setelah diketahui mereka beriman pada Musailamah. Jika ancaman
agresi atau pemberontakan militer dijadikan ukuran untuk ditumpasnya nabi
palsu, Rasulullah saw. tidak perlu mengancam utusan Musailamah tersebut.
Mereka berdua, datang ke Madinah tentu tidak memiliki potensi apapun untuk
dianggap sebagai ancaman. Tapi meski begitu, mereka tidak lepas dari vonis
hukuman mati, seandainya mereka bukan dalam posisi utusan.



Rasulullah Enggan Memerangi Nabi Palsu?



Dengan penjelasan terdahulu, keyakinan Haekal bahwa Rasulullah Saw tidak mau
memerangi nabi palsu, seharusnya sudah bisa ditolak. Bahkan jika kita
merujuk kembali pada sumber-sumber primer, pendapat tersebut bertambah jelas
kekeliruannya.



Sejarawan Ibn Ishaq menceritakan, pendakwaan Musailamah di Yamamah dan
al-Aswad di Yaman terjadi di akhir tahun 10 H (Ibn Katsir, Sirah
An-Nabawiyah, Juz 4, hal 98).  Tidak didapati adanya perbedaan diantara ahli
sejarah mengenai ini. Adapun kapan tepatnya peristiwa ini terjadi, dapat
disimpulkan dari keterangan Ibn Abbas berikut:



"Rasulullah Saw telah mengirimkan pasukan Usamah bin Zaid menuju Syam dan
beliau dalam keadaan sakit sehingga tidak sanggup untuk menyuruh Musailamah
dan al-Aswad bertaubat atau mengirimkan pasukan untuk memerangi mereka"

 (Tarikh Al Thabari, Juz 3 Bab Masir Khalid bin Walid)



Di tempat yang sama, keterangan Ibn Abbas ini diperkuat oleh sejarawan
muslim paling terkemuka, Ibn Jarir Al Thabari:



"Sungguh telah dikatakan, bahwa kemunculan Musailamah dan orang-orang yang
mengaku nabi lainnya terjadi sepulangnya Rasulullah Saw dari Haji Wada',
saat beliau mengalami sakit keras dimana beliau meninggal dunia"



Jelaslah, Nabi saw. tidak mungkin memerangi Musailamah maupun al-Aswad
dengan pasukan dari Madinah. Pertama, karena pasukan besar telah
diberangkatkan menuju Syam yang rencananya akan menyerang daerah kekuasaan
Romawi. Kedua, Rasulullah saw. sendiri sudah menderita sakit keras dimana
pada sakit inilah akhirnya beliau meninggal dunia.



Mungkin ada yang mempertanyakan alasan Rasulullah saw. tidak mengirim sisa
pasukan di Madinah. Ini dapat dijelaskan melalui ukuran besarnya pasukan
Usamah. Menurut sejarawan al-Waqidi,



"Tak tersisa satupun dari kaum muhajirin melainkan mereka bergabung dalam
pasukan (Usamah) itu. Diantara mereka ada Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah
ibn al-Jarrah".

(Adz-Dzahabi, Tarikh Al Islam, Kitab Sanah Ihdaa Asyr, Bab Khilafah Abi
Bakar).



Selain nama-nama ini, al-Waqidi juga menambah nama-nama lain yaitu: Sa'ad
bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Qatadah bin Nu'man dan Salamah bin Aslam (Al
Maghazi, Jilid 3 Bab Ghazwatu Usamah). Bergabungnya para tokoh utama sahabat
nabi - Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah ibn al-Jarrah, Sa'ad bin Abi Waqqash dan
Sa'id bin Zaid - dalam barisan pasukan Usamah bin Zaid menunjukkan begitu
pentingnya ekspedisi militer ini hingga kapasitasnya begitu besar dan para
shahabat tua-tua yang senior pun harus juga turun tangan. Komposisi pasukan
Usamah ini sangatlah wajar mengingat musuh yang mungkin mereka temui adalah
tentara Romawi, pasukan tercanggih di dunia yang dulu pernah mereka hadapi
dalam perang Mu'tah.



Kesalahan Haekal makin diperjelas pula saat merujuk pendapat Ibn Khaldun -
tokoh sejarawan muslim, peletak dasar-dasar sosiologi modern, penulis kitab
''Muqaddimah'' yang kelewat kesohor, Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun,
wafat tahun 808 H / 1405 M - dalam masterpiece-nya Tarikh Ibn Khaldun,
beliau menyebutkan bahwa Rasulullah saw. memerintahkan perang terbuka
melawan para nabi palsu:



"Sepulangnya Nabi Saw dari Haji Wada', beliau kemudian jatuh sakit.
Tersebarlah berita  sakit tersebut sehingga muncullah Al Aswad Al Anasi di
Yaman, Musailamah di Yamamah dan Thulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad;
mereka semua mengaku nabi. Rasulullah Saw segera memerintahkan untuk
memerangi mereka melalui edaran surat dan utusan-utusan kepada para
gubernurnya di daerah-daerah dengan bantuan orang-orang yang masih setia
dalam keislamannya. Rasulullah Saw menyuruh mereka semua bersungguh-sungguh
dalam jihad memerangi para nabi palsu itu sehingga Al Aswad dapat ditangkap
sebelum beliau wafat. Adapun sakit keras yang dialami tidak menyurutkan
Rasulullah Saw untuk menyampaikan perintah Allah dalam menjaga agamaNya.
Beliau lalu menyerukan orang-orang Islam di penjuru Arab yang dekat dengan
wilayah para pendusta itu, menyuruh mereka untuk melakukan jihad (melawan
kelompok murtad-pen)".

(Abdurrahman Ibnu Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun, Dar Al Kutub Al Ilmiyah:
Beirut, Libanon, cet. 1, th. 1992, Jilid 1 hal 474-475).



Nabi-nabi palsu itu tidak lain adalah para oportunis yang mengira sakitnya
Rasulullah saw. adalah kesempatan emas untuk menampilkan diri mereka.
Ternyata meski Rasulullah saw. sakit dan pasukan tidak cukup tersedia beliau
tidak menyerah dalam menyerukan perang terbuka melawan para nabi palsu. Hal
ini jauh berbeda dari kesimpulan Dr. Husein Haekal. Keengganan memerangi
nabi palsu, disamping tidak ada asasnya dalam sumber-sumber sejarah, malah
sebaliknya bertentangan dengan riwayat-riwayat yang ada.



http://pemikiranislam.multiply.com/journal/item/27
http://pemikiranislam.multiply.com/journal/item/26


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment 
....Yahoo! Groups Links






-- 
No virus found in this incoming message.
Checked by AVG.
Version: 7.5.524 / Virus Database: 269.23.6/1402 - Release Date: 28/04/2008 
13:29

Kirim email ke