Supaya jelas dan gak semrawut pikiran Anda, silakan BACA tulisan Pak 
Thamrin Amal Tomagola, disitu jelas sekali latar belakang dari semua 
hal tentang fenomena keberadaan  milisi sipil bersenjata di 
Indonesia. BACA, sekali lagi, BACALAH.

Tulisan itu cukup komprehensif, dari sumber yang sangat berkompeten 
untuk menyatakan hal itu. (penjelasan saya di email sebelumnya 
menjelaskan hal itu).

Bahwa SBY dan pemerintahan memakai tangan-tangan milisi utk 
memperkeruh chaos konflik horizontal (dan teralihkan dari tema besar 
anti BBM naik) dngan melakukan pembiaran-pembiaran, itu sangat 
transparan dan terang benderang.

Kalo gak paham juga dengan fakta-fakta dan data yang diungkap, dan 
teuteup keukeuh yakin Riziq Shidiq adalah pembela panji-panji Islam 
yang sejati dan bukannya pembela siapa yang bayar, that is your 
choice lah! 


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rye Woo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Neng Rita... supaya jelas dan tidak menambah semrawut..
>   Tolong dong buktinya kalo memang FPI itu dibayar dan jadi alat 
aparatur negara.
>   Semuanya supaya clear dan tidak menjadi fitna, JAai sekali lagi 
tolong jelaskan dan apa buktinya......
>    
>   Sebenarnya FPI apa AKKBB sihh yang di bayar dan yang jadi 
alat??? 
>   katanya kemaren di detik ada pendemo AKKBB yg dibayar Rp 35,000 
unt ikut berdemo..
>    
>    
>   JELASIN YAA.... Biar clear..
>    
>   VtR
>    
>   
> ritajkt <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>           INi artikel Pak Tamrin Amal Tomagola hari ini di Kompas. 
Pak Tamrin 
> ini salah satu orang yang berusaha mendamaikan konflik horizontal 
> yang sangat parah di Poso.
> 
> FYI, konflik horizontal (antara sesama elemen masyarakan, rakyat 
vs 
> rakyat, seperti FPI vs AKKBB tgl 1 juni lalu itu), ini ditiru dari 
> politik devide et imperanya kumpeni, praktek ini mainan para 
> petinggi militer jaman orba. Dengan begitu, mereka selalu 
> bisa "mengendalikan" rakyat semau mereka!
> 
> Dulu sebelum FPI, adalah kelompoknya Yapto cs itu. Di jaman 
> reformasi ada Wiranto yang ngelahirin Pam Swakarsa, Komando Laskar 
> Jihad dan FPI. Buat Anda-anda fans FPI yang mengira dengan tulus 
> bahwa Riziq Shihab dsb itu adalah pembela panji-panji keagungan 
> agama Islam dan bukannya pembela siapa yang bayar, THINK AGAIN!!!
> 
> Selamat membaca!
> ------------------------------ 
> 
> Anak Macan yang "Keblinger"
> Oleh Tamrin Amal Tomagola
> 
> Kepolisian RI telah terpuruk menjadi alat mainan kekuasaan. 
> Serentetan peristiwa akhir-akhir ini semakin menguatkan kesimpulan 
> itu. Mulai dari penyerbuan brutal kampus Universitas Nasional 25 
Mei 
> lalu hingga pembiaran penyerangan oleh kelompok beratribut KLI/FPI 
> terhadap aksi damai Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama 
dan 
> Berkeyakinan hari Minggu, 1 Juni lalu, di silang Monas benar-benar 
> membuat publik terperangah.
> 
> Bagaimana mungkin kepolisian yang sudah dilengkapi satuan 
intelijen 
> sampai kecolongan tidak mendeteksi gerakan kelompok penyerang yang 
> sangat tidak beradab di depan Istana Negara? Kok bisa aparat 
> kepolisian yang dibiayai dengan uang rakyat tidak berdaya 
melindungi 
> warga negara yang sedang mewujudkan hak konstitusional mereka yang 
> jelas-jelas terpatri baik dalam alinea keempat Mukadimah UUD 1945 
> dan pada Pasal 28 dan 29? Mengapa aparat kepolisian ciut nyalinya 
> berhadapan dengan organisasi yang sudah tersohor keberingasan dan 
> kekerasannya selama ini?
> 
> Pada ujung sederet pertanyaan keheran- an ini, sebetulnya ada 
> harapan besar warga masyarakat agar kepolisian RI dikembalikan 
> kepada rakyat sebagai pengayom yang menyejukkan sekaligus 
menegakkan 
> konstitusi dan sila-sila Pancasila.
> 
> Memelihara anak macan
> 
> Episode serbuan brutal ke kampus Unas dan penganiayaan perempuan, 
> anak-anak, dan laki-laki peserta aksi damai di kawasan Monas 
kembali 
> menyegarkan ingatan publik akan praktik zalim serupa pada masa 
Orde 
> Baru. Pada masa itu, baik intelijen militer maupun kepolisian 
banyak 
> yang memelihara kelompok "anak macan" sebagai perpanjangan tangan 
> aparat keamanan. Pemeliharaan kelompok "anak- anak macan" ini 
> menguntungkan semua yang terlibat. Warga masyarakat yang tergabung 
> dalam berbagai organisasi "anak macan" ini bukan saja mendapatkan 
> keuntungan material pada saat angka pengangguran di kalangan muda 
> cukup tinggi, tetapi juga gengsi sosial di hadapan kelompok sebaya 
> dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
> 
> Bagi aparat keamanan yang memelihara organisasi "anak macan", 
resmi 
> atau tidak resmi, juga bak sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau 
> keuntungan dilalui. Pertama, tidak perlu pengeluaran dana khusus 
> untuk penjagaan keamanan karena berbagai organisasi "anak macan" 
> dapat mencari dana sendiri dengan menakut-nakuti warga masyarakat 
> sembari memamerkan bahwa mereka punya beking kuat di belakang 
mereka.
> 
> Kedua, aparat keamanan, khususnya intelijen, dapat memperoleh 
banyak 
> informasi berharga tentang gejolak dalam masyarakat dengan 
> hanya "ongki", ongkang-ongkang kaki, saja. Ketiga, bila terjadi 
> ekses yang berlebihan dan ada korban jiwa berjatuhan, aparat 
> keamanan dapat cuci tangan dengan berdalih bahwa yang terjadi 
adalah 
> perang antargang semata, seperti dalam kasus Petrus hampir dua 
> dekade silam.
> 
> Terakhir yang tak kurang pentingnya, ulah berbagai organisasi 
> kelompok "anak macan" peliharaan kepolisian ini dapat dijadikan 
alat 
> penekan atas pengusaha tempat-tempat hiburan untuk menaikkan tarif 
> upeti keamanan. Praktik-praktik ini sangat marak pada masa Orba 
dan 
> bukan tidak mungkin tradisi "budidaya" kelompok "anak macan" ini 
> terus berlangsung.
> 
> Semakin keblinger?
> 
> Warisan tradisi memelihara kelompok/ organisasi "anak macan" ini 
> harus segera dihentikan mengingat beberapa pertimbangan berikut. 
> Pertama, nama baik berbagai penguasa politik dan militer, baik 
yang 
> sudah mantan maupun yang masih aktif, dapat dimanipulasi oleh 
> berbagai kelompok "anak macan" yang sudah telanjur ikut dibesarkan 
> itu. Beberapa mantan penguasa pada masa Orde Baru dari pihak 
militer 
> dan kepolisian yang namanya telanjur tercantum, baik sebagai 
pendiri 
> maupun dalam susunan pengurus FPI, perlu segera mengambil jarak 
dan 
> menegaskan bahwa mereka tidak lagi menjadi pelindung FPI yang 
sering 
> membuat onar dan kekerasan di berbagai tempat itu.
> 
> Kedua, rezim pemerintah yang sedang tersudut-panik kehabisan 
amunisi 
> argumen akal sehat bisa saja dengan mudah mengalihkan perhatian 
> masyarakat dari persoalan pokok yang meresahkan, menggilanya harga-
> harga yang terpicu oleh kenaikan harga BBM, dengan memanfaatkan 
> kelompok-kelompok "anak macan" ini sebagai pengalih perhatian. 
> Konflik vertikal masyarakat/mahasiswa versus pemerintah dialihkan 
> jadi konflik horizontal sesama elemen masyarakat. Upaya pengalihan 
> perhatian dengan menciptakan konflik horizontal hanya akan merusak 
> citra pemerintah dan kepolisian RI.
> 
> Ketiga, martabat negara, khususnya Presiden dan aparat kepolisian, 
> bisa sangat kedodoran bila ada "anak macan" yang demikian lantang 
di 
> depan kamera televisi menantang kepala negara ataupun aparatnya 
> untuk menangkap mereka, dengan mengancam akan mempertahankan diri 
> sampai titik darah penghabisan. Bahkan, ia tega menghina mantan 
> presiden yang dikatakan cacat fisik dan buta hatinya. Bukan itu 
> saja, para kelompok "anak macan" bahkan menganjurkan pembunuhan 
atas 
> nama agama terhadap sesama anggota umatnya sendiri.
> 
> Sungguh terhina prestise seorang kepala negara dan aparat 
> keamanannya bila sudah secara keblinger ditantang oleh 
> kelompok "anak macan" yang telanjur dipe- lihara ini. Publik 
sangat 
> mendukung pernyataan Presiden SBY bahwa negara tidak boleh kalah, 
> apalagi mengalah, kepada kelompok "anak-anak macan" ini. Namun, 
> masyarakat menunggu bukti, bukan janji atau rapat terus. Tidak 
> mustahil rakyat dapat berprasangka aksi FPI justru sepengetahuan 
> intelijen polisi dan negara!
> 
> Keempat, Presiden SBY seyogianya memulihkan martabatnya dan juga 
> martabat negara dengan segera menangkap dan menyeret ke pengadilan 
> para pelaku kekerasan di kampus Unas dan di silang Monas. Jangan 
> pernah biarkan negara dilecehkan habis seperti sekarang ini.
> 
> Akhirnya, kelima, negara tidak perlu kikir lagi untuk menyediakan 
> dana rutin dan pengembangan kepolisian semaksimal mungkin agar 
sama 
> sekali tertutup celah alasan untuk meneruskan tradisi memelihara 
> kelompok "anak macan" dalam wujud apa pun.
> 
> Semakin negara berdaya melindungi dan membela rakyatnya, rakyat 
pun 
> tidak akan enggan membela negara. Bela negara dan bela rakyat 
harus 
> diucapkan dan ditegakkan setarikan napas.
> 
> Tamrin Amal Tomagola Sosiolog
> 
(sumber:http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/04/00340744/anak.mac
> an.yang.keblinger)
> 
> 
> 
>                            
> 
>        
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke