Ajaib juga Anda menyamakan pelaku langsung salah satu pendamai konflik Poso ini dengan anak TK. BTW itu hak Anda untuk menganggap rendah kwalitas pemikiran Pak Thamrin Amal Tomagola. Sekali lagi, ITU HAK ANDA! Sebagai warga negara Indonesia (bukan warga negara TALIBAN), saya harus bertoleransi atas pemikiran Anda itu walau saya sangat tidak sependapat dengan Anda tapi ITU TIDAK AKAN MEMBUAT SAYA MENGANGKAT SENJATA MELAWAN ANDA sebagaimana yang dilakukan FPI dan antek-anteknya.
Artikel itu, sebagaimana saya tulis sebelumnya, adalah artikel di media massa, saya memforward disini secara terbuka, menyebutkan pula link sumbernya. Jika Anda ingin menyanggah/memprotes artikel itu maka Anda bisa menulis surat tanggapan ke media yang memuatnya. ITULAH aturannya di INdonesia. SILAKAN! --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rye Woo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Duhh si eneng makin semrawut ajee.. Tahan duong tekanan darahnya... > > > Itu sih bukan bukti, itumah hanya Opini, penafsiran & perkiraan sipenulis... Anak TK juga bisa kalo hanya buat Opini... Kalo bukti itu, jelas ada data, fakta, ato barang yang bisa dijadikan alat bukti.....Misalkan Seperti kata si eneng kalo memang FPI dibayar apa buktinya.. ada uang/slip nya gaa yg bisa di jadiin barang bukti.. Neng-neng.... > > Anehh aje yaa,, kalo memang benar & ada buktinya serta masalah itu ujungnya ke SBY dan pemerintah.. Kenapa Ga di proses & bawa ke jalur hukum ajaa... katanya ini negara hukum yg siapapun ga kebal hukum .. Jadi ga perlulah ocehan2 ngelantur & malah memperkeruh susana.......... Tinggal poses dan laporin ajee neng.. Gitu aja kok repott (Pinjem ya Guss).. Tapi kalo ini ga benar, berarti yang si pembuat isu dan antek2nya ini yg harus diproses.. betul gaa? .. > > > Salam cinta (Pinjem ya Om Gus Pe'i) > > vTr > > > ritajkt <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Supaya jelas dan gak semrawut pikiran Anda, silakan BACA tulisan Pak > Thamrin Amal Tomagola, disitu jelas sekali latar belakang dari semua > hal tentang fenomena keberadaan milisi sipil bersenjata di > Indonesia. BACA, sekali lagi, BACALAH. > > Tulisan itu cukup komprehensif, dari sumber yang sangat berkompeten > untuk menyatakan hal itu. (penjelasan saya di email sebelumnya > menjelaskan hal itu). > > Bahwa SBY dan pemerintahan memakai tangan-tangan milisi utk > memperkeruh chaos konflik horizontal (dan teralihkan dari tema besar > anti BBM naik) dngan melakukan pembiaran-pembiaran, itu sangat > transparan dan terang benderang. > > Kalo gak paham juga dengan fakta-fakta dan data yang diungkap, dan > teuteup keukeuh yakin Riziq Shidiq adalah pembela panji-panji Islam > yang sejati dan bukannya pembela siapa yang bayar, that is your > choice lah! > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rye Woo <rye_woo@> wrote: > > > > Neng Rita... supaya jelas dan tidak menambah semrawut.. > > Tolong dong buktinya kalo memang FPI itu dibayar dan jadi alat > aparatur negara. > > Semuanya supaya clear dan tidak menjadi fitna, JAai sekali lagi > tolong jelaskan dan apa buktinya...... > > > > Sebenarnya FPI apa AKKBB sihh yang di bayar dan yang jadi > alat??? > > katanya kemaren di detik ada pendemo AKKBB yg dibayar Rp 35,000 > unt ikut berdemo.. > > > > > > JELASIN YAA.... Biar clear.. > > > > VtR > > > > > > ritajkt <ritajkt@> wrote: > > INi artikel Pak Tamrin Amal Tomagola hari ini di Kompas. > Pak Tamrin > > ini salah satu orang yang berusaha mendamaikan konflik horizontal > > yang sangat parah di Poso. > > > > FYI, konflik horizontal (antara sesama elemen masyarakan, rakyat > vs > > rakyat, seperti FPI vs AKKBB tgl 1 juni lalu itu), ini ditiru dari > > politik devide et imperanya kumpeni, praktek ini mainan para > > petinggi militer jaman orba. Dengan begitu, mereka selalu > > bisa "mengendalikan" rakyat semau mereka! > > > > Dulu sebelum FPI, adalah kelompoknya Yapto cs itu. Di jaman > > reformasi ada Wiranto yang ngelahirin Pam Swakarsa, Komando Laskar > > Jihad dan FPI. Buat Anda-anda fans FPI yang mengira dengan tulus > > bahwa Riziq Shihab dsb itu adalah pembela panji-panji keagungan > > agama Islam dan bukannya pembela siapa yang bayar, THINK AGAIN!!! > > > > Selamat membaca! > > ------------------------------ > > > > Anak Macan yang "Keblinger" > > Oleh Tamrin Amal Tomagola > > > > Kepolisian RI telah terpuruk menjadi alat mainan kekuasaan. > > Serentetan peristiwa akhir-akhir ini semakin menguatkan kesimpulan > > itu. Mulai dari penyerbuan brutal kampus Universitas Nasional 25 > Mei > > lalu hingga pembiaran penyerangan oleh kelompok beratribut KLI/FPI > > terhadap aksi damai Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama > dan > > Berkeyakinan hari Minggu, 1 Juni lalu, di silang Monas benar- benar > > membuat publik terperangah. > > > > Bagaimana mungkin kepolisian yang sudah dilengkapi satuan > intelijen > > sampai kecolongan tidak mendeteksi gerakan kelompok penyerang yang > > sangat tidak beradab di depan Istana Negara? Kok bisa aparat > > kepolisian yang dibiayai dengan uang rakyat tidak berdaya > melindungi > > warga negara yang sedang mewujudkan hak konstitusional mereka yang > > jelas-jelas terpatri baik dalam alinea keempat Mukadimah UUD 1945 > > dan pada Pasal 28 dan 29? Mengapa aparat kepolisian ciut nyalinya > > berhadapan dengan organisasi yang sudah tersohor keberingasan dan > > kekerasannya selama ini? > > > > Pada ujung sederet pertanyaan keheran- an ini, sebetulnya ada > > harapan besar warga masyarakat agar kepolisian RI dikembalikan > > kepada rakyat sebagai pengayom yang menyejukkan sekaligus > menegakkan > > konstitusi dan sila-sila Pancasila. > > > > Memelihara anak macan > > > > Episode serbuan brutal ke kampus Unas dan penganiayaan perempuan, > > anak-anak, dan laki-laki peserta aksi damai di kawasan Monas > kembali > > menyegarkan ingatan publik akan praktik zalim serupa pada masa > Orde > > Baru. Pada masa itu, baik intelijen militer maupun kepolisian > banyak > > yang memelihara kelompok "anak macan" sebagai perpanjangan tangan > > aparat keamanan. Pemeliharaan kelompok "anak- anak macan" ini > > menguntungkan semua yang terlibat. Warga masyarakat yang tergabung > > dalam berbagai organisasi "anak macan" ini bukan saja mendapatkan > > keuntungan material pada saat angka pengangguran di kalangan muda > > cukup tinggi, tetapi juga gengsi sosial di hadapan kelompok sebaya > > dan lingkungan masyarakat sekitarnya. > > > > Bagi aparat keamanan yang memelihara organisasi "anak macan", > resmi > > atau tidak resmi, juga bak sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau > > keuntungan dilalui. Pertama, tidak perlu pengeluaran dana khusus > > untuk penjagaan keamanan karena berbagai organisasi "anak macan" > > dapat mencari dana sendiri dengan menakut-nakuti warga masyarakat > > sembari memamerkan bahwa mereka punya beking kuat di belakang > mereka. > > > > Kedua, aparat keamanan, khususnya intelijen, dapat memperoleh > banyak > > informasi berharga tentang gejolak dalam masyarakat dengan > > hanya "ongki", ongkang-ongkang kaki, saja. Ketiga, bila terjadi > > ekses yang berlebihan dan ada korban jiwa berjatuhan, aparat > > keamanan dapat cuci tangan dengan berdalih bahwa yang terjadi > adalah > > perang antargang semata, seperti dalam kasus Petrus hampir dua > > dekade silam. > > > > Terakhir yang tak kurang pentingnya, ulah berbagai organisasi > > kelompok "anak macan" peliharaan kepolisian ini dapat dijadikan > alat > > penekan atas pengusaha tempat-tempat hiburan untuk menaikkan tarif > > upeti keamanan. Praktik-praktik ini sangat marak pada masa Orba > dan > > bukan tidak mungkin tradisi "budidaya" kelompok "anak macan" ini > > terus berlangsung. > > > > Semakin keblinger? > > > > Warisan tradisi memelihara kelompok/ organisasi "anak macan" ini > > harus segera dihentikan mengingat beberapa pertimbangan berikut. > > Pertama, nama baik berbagai penguasa politik dan militer, baik > yang > > sudah mantan maupun yang masih aktif, dapat dimanipulasi oleh > > berbagai kelompok "anak macan" yang sudah telanjur ikut dibesarkan > > itu. Beberapa mantan penguasa pada masa Orde Baru dari pihak > militer > > dan kepolisian yang namanya telanjur tercantum, baik sebagai > pendiri > > maupun dalam susunan pengurus FPI, perlu segera mengambil jarak > dan > > menegaskan bahwa mereka tidak lagi menjadi pelindung FPI yang > sering > > membuat onar dan kekerasan di berbagai tempat itu. > > > > Kedua, rezim pemerintah yang sedang tersudut-panik kehabisan > amunisi > > argumen akal sehat bisa saja dengan mudah mengalihkan perhatian > > masyarakat dari persoalan pokok yang meresahkan, menggilanya harga- > > harga yang terpicu oleh kenaikan harga BBM, dengan memanfaatkan > > kelompok-kelompok "anak macan" ini sebagai pengalih perhatian. > > Konflik vertikal masyarakat/mahasiswa versus pemerintah dialihkan > > jadi konflik horizontal sesama elemen masyarakat. Upaya pengalihan > > perhatian dengan menciptakan konflik horizontal hanya akan merusak > > citra pemerintah dan kepolisian RI. > > > > Ketiga, martabat negara, khususnya Presiden dan aparat kepolisian, > > bisa sangat kedodoran bila ada "anak macan" yang demikian lantang > di > > depan kamera televisi menantang kepala negara ataupun aparatnya > > untuk menangkap mereka, dengan mengancam akan mempertahankan diri > > sampai titik darah penghabisan. Bahkan, ia tega menghina mantan > > presiden yang dikatakan cacat fisik dan buta hatinya. Bukan itu > > saja, para kelompok "anak macan" bahkan menganjurkan pembunuhan > atas > > nama agama terhadap sesama anggota umatnya sendiri. > > > > Sungguh terhina prestise seorang kepala negara dan aparat > > keamanannya bila sudah secara keblinger ditantang oleh > > kelompok "anak macan" yang telanjur dipe- lihara ini. Publik > sangat > > mendukung pernyataan Presiden SBY bahwa negara tidak boleh kalah, > > apalagi mengalah, kepada kelompok "anak-anak macan" ini. Namun, > > masyarakat menunggu bukti, bukan janji atau rapat terus. Tidak > > mustahil rakyat dapat berprasangka aksi FPI justru sepengetahuan > > intelijen polisi dan negara! > > > > Keempat, Presiden SBY seyogianya memulihkan martabatnya dan juga > > martabat negara dengan segera menangkap dan menyeret ke pengadilan > > para pelaku kekerasan di kampus Unas dan di silang Monas. Jangan > > pernah biarkan negara dilecehkan habis seperti sekarang ini. > > > > Akhirnya, kelima, negara tidak perlu kikir lagi untuk menyediakan > > dana rutin dan pengembangan kepolisian semaksimal mungkin agar > sama > > sekali tertutup celah alasan untuk meneruskan tradisi memelihara > > kelompok "anak macan" dalam wujud apa pun. > > > > Semakin negara berdaya melindungi dan membela rakyatnya, rakyat > pun > > tidak akan enggan membela negara. Bela negara dan bela rakyat > harus > > diucapkan dan ditegakkan setarikan napas. > > > > Tamrin Amal Tomagola Sosiolog > > > (sumber:http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/04/00340744/anak.mac > > an.yang.keblinger) > > > > > > > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] >