Ahh itukan neng herni yg bilang... Kan aye bilang kalo hanya membuat opini 
semua orang juga bisa.... Sekarang ini perlu kejelasan & kebenaran tulisan itu, 
bisa dilakukan dengan menindak lanjuti opini tsb sprti dg pembuktian & proses 
dg hukum yg ada...... Awak capuee kalo melihat orangnya,, 
   
  Artinya supaya tidak terjadi kesemrawutan yang lebih, ada baiknya kalo memang 
itu benar ya tinggal di buktikan aja dan di proses secara hukum... Kalo memang 
itu semua benar dan ujungnya ke SBY dan pemerintah,, ya hukum juga lah SBY itu..
   
  Jadi sekarang itu yang lebih diperlukan adalah kejelasan dan kebenaran.. dan 
itu bisa diproses dengan hukum yang berlaku........ Bukan hanya sekedar Opini,, 
   
  Aye bukan mau menyangkal tulisan itu..... Malah melangkan lebih dari tulisan 
itu..
  Yaitu meminta bukti dari kebenaran tulisan itu, kalo udah ada bukti yaa 
tinggal diajukan aja ke persidangan.. kalo betul Akan gempar kali yaa.. SBY di 
meja Hijaukan..
   
  Pls Tunjukan Bukti & Kejelasan Opini Ini... Dan Tindak lanjuti dg hukum yang 
berlaku, karena kalo memang opini ini benar ini adalah sebuah kejahatan.. 
Jangan sampe ini hanya akan jadi Opini yang akan menguap besok hari...
   
  Salam Cinta (Pinjem Lagi Gus Pe'i)
  vTr

ritajkt <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Ajaib juga Anda menyamakan pelaku langsung salah satu pendamai 
konflik Poso ini dengan anak TK. BTW itu hak Anda untuk menganggap 
rendah kwalitas pemikiran Pak Thamrin Amal Tomagola. Sekali lagi, 
ITU HAK ANDA! Sebagai warga negara Indonesia (bukan warga negara 
TALIBAN), saya harus bertoleransi atas pemikiran Anda itu walau saya 
sangat tidak sependapat dengan Anda tapi ITU TIDAK AKAN MEMBUAT SAYA 
MENGANGKAT SENJATA MELAWAN ANDA sebagaimana yang dilakukan FPI dan 
antek-anteknya. 

Artikel itu, sebagaimana saya tulis sebelumnya, adalah artikel di 
media massa, saya memforward disini secara terbuka, menyebutkan pula 
link sumbernya. Jika Anda ingin menyanggah/memprotes artikel itu 
maka Anda bisa menulis surat tanggapan ke media yang memuatnya. 
ITULAH aturannya di INdonesia.

SILAKAN!

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rye Woo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Duhh si eneng makin semrawut ajee.. Tahan duong tekanan 
darahnya... 
> 
> 
> Itu sih bukan bukti, itumah hanya Opini, penafsiran & perkiraan 
sipenulis... Anak TK juga bisa kalo hanya buat Opini... Kalo bukti 
itu, jelas ada data, fakta, ato barang yang bisa dijadikan alat 
bukti.....Misalkan Seperti kata si eneng kalo memang FPI dibayar apa 
buktinya.. ada uang/slip nya gaa yg bisa di jadiin barang bukti.. 
Neng-neng....
> 
> Anehh aje yaa,, kalo memang benar & ada buktinya serta masalah 
itu ujungnya ke SBY dan pemerintah.. Kenapa Ga di proses & bawa ke 
jalur hukum ajaa... katanya ini negara hukum yg siapapun ga kebal 
hukum .. Jadi ga perlulah ocehan2 ngelantur & malah memperkeruh 
susana.......... Tinggal poses dan laporin ajee neng.. Gitu aja kok 
repott (Pinjem ya Guss).. Tapi kalo ini ga benar, berarti yang si 
pembuat isu dan antek2nya ini yg harus diproses.. betul gaa? ..
> 
> 
> Salam cinta (Pinjem ya Om Gus Pe'i)
> 
> vTr
> 
> 
> ritajkt <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Supaya jelas dan gak semrawut pikiran Anda, silakan BACA 
tulisan Pak 
> Thamrin Amal Tomagola, disitu jelas sekali latar belakang dari 
semua 
> hal tentang fenomena keberadaan milisi sipil bersenjata di 
> Indonesia. BACA, sekali lagi, BACALAH.
> 
> Tulisan itu cukup komprehensif, dari sumber yang sangat 
berkompeten 
> untuk menyatakan hal itu. (penjelasan saya di email sebelumnya 
> menjelaskan hal itu).
> 
> Bahwa SBY dan pemerintahan memakai tangan-tangan milisi utk 
> memperkeruh chaos konflik horizontal (dan teralihkan dari tema 
besar 
> anti BBM naik) dngan melakukan pembiaran-pembiaran, itu sangat 
> transparan dan terang benderang.
> 
> Kalo gak paham juga dengan fakta-fakta dan data yang diungkap, dan 
> teuteup keukeuh yakin Riziq Shidiq adalah pembela panji-panji 
Islam 
> yang sejati dan bukannya pembela siapa yang bayar, that is your 
> choice lah! 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rye Woo <rye_woo@> wrote:
> >
> > Neng Rita... supaya jelas dan tidak menambah semrawut..
> > Tolong dong buktinya kalo memang FPI itu dibayar dan jadi alat 
> aparatur negara.
> > Semuanya supaya clear dan tidak menjadi fitna, JAai sekali lagi 
> tolong jelaskan dan apa buktinya......
> > 
> > Sebenarnya FPI apa AKKBB sihh yang di bayar dan yang jadi 
> alat??? 
> > katanya kemaren di detik ada pendemo AKKBB yg dibayar Rp 35,000 
> unt ikut berdemo..
> > 
> > 
> > JELASIN YAA.... Biar clear..
> > 
> > VtR
> > 
> > 
> > ritajkt <ritajkt@> wrote:
> > INi artikel Pak Tamrin Amal Tomagola hari ini di Kompas. 
> Pak Tamrin 
> > ini salah satu orang yang berusaha mendamaikan konflik 
horizontal 
> > yang sangat parah di Poso.
> > 
> > FYI, konflik horizontal (antara sesama elemen masyarakan, rakyat 
> vs 
> > rakyat, seperti FPI vs AKKBB tgl 1 juni lalu itu), ini ditiru 
dari 
> > politik devide et imperanya kumpeni, praktek ini mainan para 
> > petinggi militer jaman orba. Dengan begitu, mereka selalu 
> > bisa "mengendalikan" rakyat semau mereka!
> > 
> > Dulu sebelum FPI, adalah kelompoknya Yapto cs itu. Di jaman 
> > reformasi ada Wiranto yang ngelahirin Pam Swakarsa, Komando 
Laskar 
> > Jihad dan FPI. Buat Anda-anda fans FPI yang mengira dengan tulus 
> > bahwa Riziq Shihab dsb itu adalah pembela panji-panji keagungan 
> > agama Islam dan bukannya pembela siapa yang bayar, THINK AGAIN!!!
> > 
> > Selamat membaca!
> > ------------------------------ 
> > 
> > Anak Macan yang "Keblinger"
> > Oleh Tamrin Amal Tomagola
> > 
> > Kepolisian RI telah terpuruk menjadi alat mainan kekuasaan. 
> > Serentetan peristiwa akhir-akhir ini semakin menguatkan 
kesimpulan 
> > itu. Mulai dari penyerbuan brutal kampus Universitas Nasional 25 
> Mei 
> > lalu hingga pembiaran penyerangan oleh kelompok beratribut 
KLI/FPI 
> > terhadap aksi damai Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama 
> dan 
> > Berkeyakinan hari Minggu, 1 Juni lalu, di silang Monas benar-
benar 
> > membuat publik terperangah.
> > 
> > Bagaimana mungkin kepolisian yang sudah dilengkapi satuan 
> intelijen 
> > sampai kecolongan tidak mendeteksi gerakan kelompok penyerang 
yang 
> > sangat tidak beradab di depan Istana Negara? Kok bisa aparat 
> > kepolisian yang dibiayai dengan uang rakyat tidak berdaya 
> melindungi 
> > warga negara yang sedang mewujudkan hak konstitusional mereka 
yang 
> > jelas-jelas terpatri baik dalam alinea keempat Mukadimah UUD 
1945 
> > dan pada Pasal 28 dan 29? Mengapa aparat kepolisian ciut 
nyalinya 
> > berhadapan dengan organisasi yang sudah tersohor keberingasan 
dan 
> > kekerasannya selama ini?
> > 
> > Pada ujung sederet pertanyaan keheran- an ini, sebetulnya ada 
> > harapan besar warga masyarakat agar kepolisian RI dikembalikan 
> > kepada rakyat sebagai pengayom yang menyejukkan sekaligus 
> menegakkan 
> > konstitusi dan sila-sila Pancasila.
> > 
> > Memelihara anak macan
> > 
> > Episode serbuan brutal ke kampus Unas dan penganiayaan 
perempuan, 
> > anak-anak, dan laki-laki peserta aksi damai di kawasan Monas 
> kembali 
> > menyegarkan ingatan publik akan praktik zalim serupa pada masa 
> Orde 
> > Baru. Pada masa itu, baik intelijen militer maupun kepolisian 
> banyak 
> > yang memelihara kelompok "anak macan" sebagai perpanjangan 
tangan 
> > aparat keamanan. Pemeliharaan kelompok "anak- anak macan" ini 
> > menguntungkan semua yang terlibat. Warga masyarakat yang 
tergabung 
> > dalam berbagai organisasi "anak macan" ini bukan saja 
mendapatkan 
> > keuntungan material pada saat angka pengangguran di kalangan 
muda 
> > cukup tinggi, tetapi juga gengsi sosial di hadapan kelompok 
sebaya 
> > dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
> > 
> > Bagi aparat keamanan yang memelihara organisasi "anak macan", 
> resmi 
> > atau tidak resmi, juga bak sekali merengkuh dayung dua-tiga 
pulau 
> > keuntungan dilalui. Pertama, tidak perlu pengeluaran dana khusus 
> > untuk penjagaan keamanan karena berbagai organisasi "anak macan" 
> > dapat mencari dana sendiri dengan menakut-nakuti warga 
masyarakat 
> > sembari memamerkan bahwa mereka punya beking kuat di belakang 
> mereka.
> > 
> > Kedua, aparat keamanan, khususnya intelijen, dapat memperoleh 
> banyak 
> > informasi berharga tentang gejolak dalam masyarakat dengan 
> > hanya "ongki", ongkang-ongkang kaki, saja. Ketiga, bila terjadi 
> > ekses yang berlebihan dan ada korban jiwa berjatuhan, aparat 
> > keamanan dapat cuci tangan dengan berdalih bahwa yang terjadi 
> adalah 
> > perang antargang semata, seperti dalam kasus Petrus hampir dua 
> > dekade silam.
> > 
> > Terakhir yang tak kurang pentingnya, ulah berbagai organisasi 
> > kelompok "anak macan" peliharaan kepolisian ini dapat dijadikan 
> alat 
> > penekan atas pengusaha tempat-tempat hiburan untuk menaikkan 
tarif 
> > upeti keamanan. Praktik-praktik ini sangat marak pada masa Orba 
> dan 
> > bukan tidak mungkin tradisi "budidaya" kelompok "anak macan" ini 
> > terus berlangsung.
> > 
> > Semakin keblinger?
> > 
> > Warisan tradisi memelihara kelompok/ organisasi "anak macan" ini 
> > harus segera dihentikan mengingat beberapa pertimbangan berikut. 
> > Pertama, nama baik berbagai penguasa politik dan militer, baik 
> yang 
> > sudah mantan maupun yang masih aktif, dapat dimanipulasi oleh 
> > berbagai kelompok "anak macan" yang sudah telanjur ikut 
dibesarkan 
> > itu. Beberapa mantan penguasa pada masa Orde Baru dari pihak 
> militer 
> > dan kepolisian yang namanya telanjur tercantum, baik sebagai 
> pendiri 
> > maupun dalam susunan pengurus FPI, perlu segera mengambil jarak 
> dan 
> > menegaskan bahwa mereka tidak lagi menjadi pelindung FPI yang 
> sering 
> > membuat onar dan kekerasan di berbagai tempat itu.
> > 
> > Kedua, rezim pemerintah yang sedang tersudut-panik kehabisan 
> amunisi 
> > argumen akal sehat bisa saja dengan mudah mengalihkan perhatian 
> > masyarakat dari persoalan pokok yang meresahkan, menggilanya 
harga-
> > harga yang terpicu oleh kenaikan harga BBM, dengan memanfaatkan 
> > kelompok-kelompok "anak macan" ini sebagai pengalih perhatian. 
> > Konflik vertikal masyarakat/mahasiswa versus pemerintah 
dialihkan 
> > jadi konflik horizontal sesama elemen masyarakat. Upaya 
pengalihan 
> > perhatian dengan menciptakan konflik horizontal hanya akan 
merusak 
> > citra pemerintah dan kepolisian RI.
> > 
> > Ketiga, martabat negara, khususnya Presiden dan aparat 
kepolisian, 
> > bisa sangat kedodoran bila ada "anak macan" yang demikian 
lantang 
> di 
> > depan kamera televisi menantang kepala negara ataupun aparatnya 
> > untuk menangkap mereka, dengan mengancam akan mempertahankan 
diri 
> > sampai titik darah penghabisan. Bahkan, ia tega menghina mantan 
> > presiden yang dikatakan cacat fisik dan buta hatinya. Bukan itu 
> > saja, para kelompok "anak macan" bahkan menganjurkan pembunuhan 
> atas 
> > nama agama terhadap sesama anggota umatnya sendiri.
> > 
> > Sungguh terhina prestise seorang kepala negara dan aparat 
> > keamanannya bila sudah secara keblinger ditantang oleh 
> > kelompok "anak macan" yang telanjur dipe- lihara ini. Publik 
> sangat 
> > mendukung pernyataan Presiden SBY bahwa negara tidak boleh 
kalah, 
> > apalagi mengalah, kepada kelompok "anak-anak macan" ini. Namun, 
> > masyarakat menunggu bukti, bukan janji atau rapat terus. Tidak 
> > mustahil rakyat dapat berprasangka aksi FPI justru sepengetahuan 
> > intelijen polisi dan negara!
> > 
> > Keempat, Presiden SBY seyogianya memulihkan martabatnya dan juga 
> > martabat negara dengan segera menangkap dan menyeret ke 
pengadilan 
> > para pelaku kekerasan di kampus Unas dan di silang Monas. Jangan 
> > pernah biarkan negara dilecehkan habis seperti sekarang ini.
> > 
> > Akhirnya, kelima, negara tidak perlu kikir lagi untuk 
menyediakan 
> > dana rutin dan pengembangan kepolisian semaksimal mungkin agar 
> sama 
> > sekali tertutup celah alasan untuk meneruskan tradisi memelihara 
> > kelompok "anak macan" dalam wujud apa pun.
> > 
> > Semakin negara berdaya melindungi dan membela rakyatnya, rakyat 
> pun 
> > tidak akan enggan membela negara. Bela negara dan bela rakyat 
> harus 
> > diucapkan dan ditegakkan setarikan napas.
> > 
> > Tamrin Amal Tomagola Sosiolog
> > 
> 
(sumber:http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/04/00340744/anak.mac
> > an.yang.keblinger)
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>



                           

       

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke